BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan paparan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Setelah melihat data tentang relasi jender pada tafsir al-Sya`râwî, dan menganalisisnya, ada kekhususan al-Sya`râwî dibanding penafsir lain. AlSya`râwî lebih moderat, terutama dalam bidang dibolehkan laki-laki dan perempuan untuk bekerja, asal pekerjaan itu dapat memelihara agama, susila, sopan dan dapat menjaga diri. Perbandingan kesaksian laki-laki perempuan 1:2, sebenarnya terbatas pada
masalah
keuangan,
dan
sifatnya
hanya
anjuran.
Hal
itu
dilatarbelakangi oleh karena situasi kondisi pada masa turunnya al-Qur`an dimana keadaan perempuan jarang bergelut dengan masalah ekonomi. Saksi harus melihat dengan mata kepala sendiri. Dengan demikian, argumentasi kurangnya akal perempuan tidak dapat digeneralisasi pada semua kesaksian. Al-Baqarah/2:282 adalah kontekstual bukan normatif, karena masih ada 7 ayat yang menjelakan tentang kesaksian tidak satupun membedakan
27
antara laki-laki dan perempuan, laki-laki dan perempuan mempunyai posisi yang sama. Poligami diperbolehkan dalam keadaan darurat, sehingga mereka yang mau menikah dihimbau untuk mengajukan perjanjian agar suaminya tidak menikahi perempuan lain. Hak kemanusiaan laki-laki dan perempuan adalah sama dan saling melengkapi guna memenuhi kebutuhan hidup yang makin komplek. Adanya pengakuan terhadap
hak politik bagi perempuan di
antaranya jihad dan memegang jabatan. Jihad di medan perang bagi perempuan tidak ada masalah, karena pada masa Nabi, perempuan senantiasa mengikuti perang. Saat ini jihad adalah menyebarkan syariat Allah SWT, menegakkan keadilan dan memerangi kesesatan, laki-laki dan perempuan berkewajiban untuk itu. Tidak ditemukan ayat al-Qur`an maupun hadis yang melarang perempuan memegang jabatan, laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam kepemimpinan publik. Dalam kehidupan rumah tangga tidak ada yang superior dan inferior antara suami dan isteri. keduanya harus bermusyawarah termasuk dalam memelihara dan mendidik anak. Perempuan harus menutup aurat, demi untuk menjaga pribadi dan
28
menghindari mafsadah. Hak memperoleh pendidikan. Perempuan dan laki-laki yang berilmu mendapat penghargaan dari Allah, menuntut ilmu bagi perempuan akan menghasilkan perempuan yang pandai dan dapat mendidik anak-anak dengan baik. Tetapi dalam bidang hak hidup perempuan, hak wirâsah, balasan dari amal perbuatan, menjadi isteri, `Iddah, pernikahan sama dengan penafsir lain. Menurut al-Sya`râwî kehidupan bagi laki-laki dan
perempuan
sangat diperlukan, karena menjadi perantara kejadian manusia. Perempuan mempunyai hak wirâsah. Al-Qur’an membagi harta warisan bagi perempuan melihat posisinya ketika menjadi ibu, saudara perempuan, isteri dan anak berbeda bagiannya. Hal ini merupakan proses awal menuju kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan, yang sebelumnya di masyarakat Arab perempuan tidak memiliki hak terhadap harta waris. Perempuan dan laki-laki dalam mendapat balasan dari amal perbuatan mempunyai hak yang sama. Dalam pernikahan perempuan berhak untuk memilih pasangan hidup, dan berhak mendapat dan menentukan mahar atau maskawin
29
Hak talak memang hanya laki-laki, tetapi perempuan dapat mengajukan gugat-cerai dengan berbagai pertimbangan yang matang agar dapat dihindari banyaknya anak terlantar akibat perceraian. Perempuan diharuskan melaksanakan, baik karena cerai mati dan atau cerai hidup. Pandangan al-Sya`râwî tentang hak-hak perempuan dalam tafsirnya terlihat moderat, meskipun masih ada hal-hal yang perlu dikritisi. Ia tidak memberikan posisi yang terlalu superior kepada laki-laki yang dapat mengakibatkan posisi inferiror perempuan. Keberadaan perempuan dihargai dalam kehidupan ini, karena hal itu sangat berkait erat dengan proses pembinaan hukum dalam masyarakat secara kontekstual baik dari sisi sosiologis maupun historis. Moderatnya pemikiran al-Sya`râwî tentang kesetaraan jender dalam tafsirnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, latar belakang pendidikannya dan konteks sosio-historis yang melingkupi suasana penulisan tafsirnya. B. Saran Berdasarkan pembahasan dan temuan dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang dikemukakan: 1. Tafsir al-Sya`râwî termasuk tafsir kontemporer, dalam menafsirkan
30
ayat-ayat tentang relasi jender terlihat moderat, demi
untuk
pemberdayaan perempuanm, mungkin ada tafsir kontemporer lain perlu diteliti, seperti al-Wasît, al-Munîr dan sebagainya. 2. Al-Sya`râwî melihat wasiyyat al-Wâjibah adalah mencerminkan adanya pemberdayaan
perempuan,
maka
perlu
direkomendasikan
di
Pengadilan hukum di Indonesia Dengan segala kerendahan hati, apa yang tertulis dalam disertasi ini hanyalah merupakan sebuah intellectual exercise. Oleh sebab itu, analisis maupun kesimpulan-kesimpulan dalam tulisan ini tentu saja masih sangat tentatif sifatnya. Para pembaca diharapkan memberikan masukan-masukan konstruktif untuk bersama-sama lebih mendekati kepada kebenaran.