Modul ke:
Fakultas
MKCU
BAB VI MORAL AKHIR HIDUP MANUSIA Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H.
Program Studi
Psikologi www.mercubuana.ac.id
1
A. PENDAHULUAN
• Moral : perbuatan/tindakan yang baik atau tidak baik sesuai norma-norma masyarakat/agama • Gereja katolik telah menentukan sejak kapan akhir hidup manusia dimulai. 1
B. KRITERIA KEHIDUPAN • bergerak, peka terhadap rangsangan, bernapas, berkembang biak, berperasaan, dan berakal budi • satu kekhasan manusia yang tidak dimiliki makhluk lain adalah dapat berpikir. Karena itu, manusia disebut anima rationale. • Sebagai makhluk yang berbudi, manusia dapat melakukan tindakannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal budi.
1
C. AWAL HIDUP MANUSIA • “Dengan pembuahan sel telur sudah dimulai hidup yang bukan lagi bagian dari hidup ayah atau ibunya, melainkan adalah hidup manusia baru, dengan pertumbuhannya sendiri.” • Gereja menuntut, supaya hidup manusia dilindungi seluas-luasnya sejak saat pembuahan, justru karena tidak mungkin ditetapkan dengan tegas kapan mulailah hidup pribadi manusia. “Kehidupan manusia sejak saat pembuahan adalah suci” (KWI). • Kehidupan manusia harus dihormati dan dilindungi secara absolut sejak saat pembuahannya. 1
D. PANDANGAN KATOLIK TTG HIDUP 1. 2. 3. 4. 5.
Manusia adalah Citra Allah Hidup Manusia adalah Anugerah Allah Manusia Adalah Milik Kristus (Allah) Kehidupan Manusia Adalah Kudus Hidup Manusia Bernilai Tinggi
1
1. Manusia adalah Citra Allah • Manusia adalah citra Allah (Kej 1:27). Sebagai citra Allah manusia mampu mengenal dan mencintai PenciptaNya. Karena itulah maka manusia memiliki martabat yang tinggi dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Manusia memiliki martabat seorang pribadi sbgmn Allah juga pribadi. Karena itulah martabat dan hidup manusia harus dihormati dan manusia sebagai subyek dari hak-hak yang tak dapat diganggu gugat karena diterima dari Allah sendiri, saling menghormati hak-hak orang lain. 1
2. Hidup Manusia adalah Anugerah Allah • Hidup manusia berasal dari Allah, diberikan oleh Allah, dan sesungguhnya Allah menjadi prinsip hidup manusia. Karena manusia tidak bisa mengadakan dirinya. Ia diadakan oleh Allah karena itulah Allah itu bagi manusia merupakan pemberi, asal, dan prinsip kehidupannya. • Jadi anugerah itu bagi manusia membawa konsekuensi suatu tugas dan tanggungjawab atas hidup. 7
3. Manusia Adalah Milik Kristus (Allah) • Allah adalah penguasa hidup manusia karena itu, manusia tidak berkuasa atas hidup matinya dan manusia harus menghormati dan mengasihi hidupnya dan orang lain. Allahlah yang berhak untuk mengambil atau meminta hidup manusia. Jadi Allahlah Allah atas hidup dan mati. Dia memiliki hak untuk menghidupkan dan mematikan manusia. Itu berarti manusia sama sekali tidak boleh mengakhiri hidup manusia dalam keadaan bagaimanapun. 8 •
4. Kehidupan Manusia Adalah Kudus • Kekudusan hidup manusia itu disebabkan oleh relasi ketergantungannya dengan Allah yang kudus yg juga tujuan akhir hidup manusia. Konsekuensinya serupa dengan di atas yaitu manusia tdk berhak utk mengakhiri hidup manusia scr langsung karena itu berarti menghentikan relasi manusia dengan Yang Kudus yang nota bene tak bisa dilepaskan oleh manusia. Menentang relasi kasih Allah terhadap manusia itu juga berarti menentang kasih Allah sendiri terhadap manusia.9
5. Hidup Manusia Bernilai Tinggi Evangelium Vitae 31 menjelaskan bahwa dalam keadaan apapun hidup manusia tetap bernilai. Keadaan jasmani dan rohani bukan ukuran bernilai tidaknya hidup manusia. Demikian juga kecantikan dan ketampanan fisik seseorang bukan dasar untuk menilai bahwa hidupnya bermakna. Demikian pula suka duka hidup bukan ukuran dasar dari makna hidup manusia. Nilai tinggi hidup manusia terletak pertama-tama pada relasinya dgn Allah sendiri; Citra Allah, Anugerah Allah, Milik Allah, Kudus 10 seperti Allah.
E. PEMELIHARAAN HIDUP MANUSIA • Memelihara kesehatan: makan dan minum secara sehat, istirahat cukup, memakai pakaian yang layak, mencari hiburan secukupnya • Mencegah penyakit dan rasa sakit:Immunisasi, pembersihan lingkungan hidup, dan menghindari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sebenarnya dapat mengurangi kesehatan (seperti merokok, minum minuman keras, terlalu cepat menelan obat-obatan dan 11 sebagainya).
• menyembuhkan penyakit dan mengurangi rasa sakit: kita pergi ke tukang pijat bila terkilir, membeli obat ringan apabila merasa sedikit pusing atau sakit perut, atau periksa kesehatan ke rumah sakit apabila merasakan gangguan yang lebih serius. Apakah orang harus mau dirawat di rumah sakit atau dioperasi? Hal itu tergantung pada kemampuan ekonomis orang itu sendiri atau keluarganya. 12
•memulihkan kesehatan sesudah menderita sakit: ibu yang baru saja melahirkan, apalagi bila hal itu terjadi melalui bedah Caesar, perlu beristirahat cukup sebelum ia pergi ke kantor atau bekerja berat di rumah. Bila hal itu tidak dilakukan, tidak mustahil bahwa ia akan sakit lagi, kemudian malah lebih sulit lagi disembuhkan. Hal itu lebih jelas lagi pada orang yang sakit tifus dan semacamnya. 13
• mencegah kematian dalam bahaya maut: -kecelakaan berat, sakit kanker ganas. Dalam situasi itu, prinsip umum tentang batas-batas usaha dalam memelihara kehidupan tetap berlaku, yakni dengan mencegah kematian itu sejauh mungkin. Kita wajib mengusahakan pencegahan kematian dengan cara-cara biasa, yakni cara-cara yang biayanya dapat kita tanggung tanpa merugikan pihak ketiga secara serius. 14
• Kalau kita punya uang cukup, kita mungkin harus mau dirawat di ruang gawat darurat dengan peralatan serba canggih, atau di rumah sakit pusat perawatan kanker ganas. Tetapi apabila semua itu jauh di atas kemampuan ekonomis kita, kita tidak diwajibkan secara moral untuk mengusahakan semua itu. Apa yang mampu kita biayai, itulah yang wajib kita usahakan.
15
F.
AKHIR HIDUP MANUSIA
• Betapapun orang menjaga kesehatan dan mencegah segala penyakit, akhirnya ia juga akan mati. Karena keterbatasannya sebagai makhluk, manusia harus menerima kenyataan yang tidak membahagiakannya itu. Justru dari keniscayaan kematian itulah manusia menyadari diri sebagai makhluk ciptaan yang terbatas, tergantung pada kehendak Allah Pencipta. Tuhan itulah yang berkuasa atas hidup dan kematian kita. Kepada Dialah kita layak taat dan menyerah sepenuhpenuhnya. 16
• Secara ilmiah para ahli mengambil norma kematian manusia yang lebih tegas dan pasti, yakni saat berhentinya fungsi otak. Bila otak mati, orang tak mungkin hidup terus atau hidup lagi, walaupun para ahli menggunakan alat bantu yang paling canggih pun.
17
• Mengingat penegasan ilmiah itu, kiranya dapat kita katakan bahwa semua alat perawatan dan penyembuhan tidak boleh dan memang juga tidak perlu lagi kita pakai pada seseorang yang sudah mengalami kematian otak sepenuhpenuhnya. Penggunaan alat-alat perawatan dan penyembuhan pada orang yang sudah mati otaknya merupakan pemborosan, penipuan, dan pengingkaran terhadap kehendak Tuhan sendiri. Kematian otak layak kita lihat sebagai tanda dari Tuhan sendiri bahwa orang sudah dipanggil-Nya. 18
G.
KEMATIAN
• Ada beberapa petunjuk yang diberikan untuk menyatakan bahwa seseorang sudah meninggal. • a. Tidak bernapas. Artinya, orang yang sudah meninggal tidak bernapas lagi atau fungsi pernapasannya sudah berhenti. • b. Fungsi jantung berhenti. Artinya, jantung tidak berfungsi dan berhenti memompa darah ke seluruh tubuh. • c. Kematian otak. Artinya, kematian seluruh fungsi jaringan otak yang tidak mampu lagi menerima rangsangan dari luar dan sudah tidak ada fungsi refleks atau gerak spontan. 19
• Ada lima pedoman yang pernah disetujui oleh kelompok interdispliner: dokter, iuris, imam pada tahun 1966. • 1) Pupil mata tidak menunjukkan adanya reaksi refleks sama sekali terhadap sinar. • 2) Otot-otot pada sikut dan lutut tidak menunjukkan reaksi terhadap rangsangan biasa. • 3) Pernapasan spontan tidak muncul lagi setelah menggunakan respirator selama lima menit. • 4) Tekanan darah turun terus walaupun pasien diberi vasopressor drags dalam dosis tinggi. 20
H. PANDANGAN G. KATOLIK TTG EUTANASIA
• Empat definisi eutanasia yang digunakan gereja: • 1. Pertama arti etimologis yaitu kematian tenang, • 2. Kedua intervensi medis untuk meringankan penderitaan seseorang dengan konsekuensi bahaya memperpendek hidup,
21
• 3. Ketiga mematikan seseorang karena belas kasihan dengan tujuan untuk mengurangi penderitaan orang sakit tak tersembuhkan, atau orang yang cacat, tak normal ataupun orang sakit jiwa yang oleh orang yang sakit maupun para pendukung eutanasia dikatakan membuat hidup tak bahagia dan hanya menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat,
22
• 4. Keempat tindakan atau pantang tindakan yang menurut struktur perbuatan ataupun menurut maksud perbuatan membawa kematian untuk mengakhiri penderitaan seseorang.
23
• Sikap Gereja sangat tegas menghadapi persoalan ini dan gereja sangat hati-hati dalam mengambil sikap. • Moral gereja memberikan prinsip-prinsip yang tajam mana eutanasia yang boleh dilakukan dan mana yang tak boleh dilakukan, • Moral gereja Katolik membedakan eutanasia dalam dua hal eutanasia direk dan indirek.
24
• Eutanasia Direk • Direk adalah suatu tindakan manusia yang memaksudkan adanya kematian terhadap seseorang atau pengakhiran hidup seseorang. Dalam hal ini moral gereja Katolik dengan tegas menolak kematian seseorang sebagai tujuan tindakan karena memaksudkan hal yang jahat atas hidup seseorang merupakan perampasan terhadap hak dan anugerah yang menjadi wewenang Allah. 25
• Eutanasia direk, terbagi atas dua jenis eutanasia direk aktif dan eutanasia direk pasif. Motif keduanya sama yaitu memaksudkan hal buruk atas hidup seseorang namun dengan tindakan yang berbeda.
26
• a. Eutanasia Direk Aktif • Eutanasia direk aktif mrpk kematian ssorg yg dimaksudkan sebelumnya entah krn motif kasihan/ingin meringankan penderitaan ssorg dgn mengakhiri hidup ssorg dgn cara memberikan suntikan, atau obat dengan kadar yang mematikan (overdosis) atau tindakan2 medis lain yg memang bertujuan untuk mematikan seseorang. Baik orang yang sudah sakit dan menjelang kematian maupun orang jompo dan orang cacat yang mungkin dipandang tak berguna lagi. 27 •
• b. Eutanasia Direk Pasif • Eutanasia direk pasif merupakan pematian seseorang yang dimaksudkan sebelumnya dengan jalan membiarkan pasien mati tanpa menerima atau diberi perawatan yang mungkin bisa menyelamatkan jiwa pasien itu. Ini biasanya terjadi pada orang sakit yang menurut dokter tak tersembuhkan dan diambang kematian dan orang jompo menjelang kematian. • 28
• Eutanasia Indirek • Dalam moral Katolik dikenal prinsip satu perbuatan dengan akibat ganda. Eutanasia indirek berkaitan erat dengan prinsip itu. Eutanasia indirek merupakan suatu tindakan atas seseorang dengan tujuan atau maksud baik terhadap pasien namun memiliki akibat sampingan kematian pasien. Eutanasia inilah yang diterima dalam gereja. 29
• Eutanasia yang diterima gereja ini mensyaratkan empat hal yaitu •1) Perbuatan itu harus in se baik, •2) Akibat positif keluar bersamaan dengan akibat negatif, •3) Maksud pelaku harus baik, dan •4) Ada alasan yang seimbang artinya tak ada jalan lain untuk mencapai akibat yang positif kecuali akibat positif yang dituju memiliki akibat yang negatif juga. 30 •
• a. Indirek Aktif •Eutanasia indirek aktif adalah tindakan thd seseorang dgn tujuan atau maksud yg baik yaitu dgn memberikan perawatan kpd pasien yg tujuannya misalnya: utk mengurangi penderitaan namun perbuatan dan maksud perbuatan yg baik itu mengandung konsekuensi hal buruk pd pasien yakni kematian. Namun ini jg mensyaratkan alasan yg seimbang yaitu apakah tindakan itu memiliki hasil yg lebih tinggi nilainya bg pasien dari pada akibat buruk yang harus ditanggung pasien. Kalau sudah memenuhi empat syarat-syarat itu, tindakan 31 itu secara moral katolik boleh dilakukan.
• b. Indirek Pasif • Eutanasia indirek pasif adalah tindakan thd ssorg dgn tujuan/maksud yang in se baik, dan alasan yg seimbang. Namun tindakan yg diambil adalah menghentikan perawatan terhadap pasien karena misalnya: karena hasil yang diharapkan tak pernah tercapai, kematian mendekat dan itu tak dapat dicegah dengan sarana bagaimanapun maka pemakaian sarana bisa dihentikan. Namun keputusan demikian itu harus diambil dengan jujur dan hati nurani yang jernih. 32
I. PANDANGAN GEREJA TENTANG PERANG
•Gereja mengusakan keadilan dan perdamaian •Gereja bisa menerima bila perang sebagai sarana mencapai keadilan dan perdamaian, •Namun bila perang mengakibatkan masyarakat sipil musnah maka gereja menolak, misalnya perang dengan menggunakan alat-alat modern: rudal, nuklir, zat kimia, dll, maka gereja tdk bisa menerima.
33
•Oleh karena itu yang perlu dibangun : kalau kita dapat mengandaikan itikad baik satu sama lain dan memberikan kepada setiap orang kesempatan melibatkan diri demi kepentingan bersama. •Dlm kebersamaan diakui hak asasi setiap orang; •Soal perang bukanlah masalah senjata saja atau perlucutan senjata, melainkan soal gaya pikir mengenai hidup: bukan hanya "membela" hidup melainkan "memelihara" hidup. • 34
J. PANDANGAN GEREJA TTG HUKUMAN MATI
• Gereja tidak mendukung adanya hukuman mati, namun tidak melarangnya juga. Gereja mempertahankan, bahwa kuasa negara yang sah berhak menjatuhkan hukuman mati dalam kasus yang amat berat. • Hanya Tuhan yang punya kuasa mengambil nyawa; bila dihukum mati seseorang tidak bisa memperbaiki diri lagi. • Solusi hukuman seumur hidup. 35
• Melalui hukuman, keonaran sosial akibat kejahatan akan dibereskan dan diharapkan bahwa penjahat pun memperbaiki diri dan kembali menjadi anggota masyarakat yang biasa. • Prinsip ini sudah dirumuskan oleh Santo Tomas dari Aquino: "Kesejahteraan bersama lebih tinggi nilainya daripada kesejahteraan perorangan. Kesejahteraan perorangan perlu dikurangi sedikit guna menegakkan kesejahteraan umum." 36
K. PENUTUP
• Gereja memiliki prinsip dan sikap yang jelas dan tegas atas masalah-masalah moral akhir hidup manusia. • Karena oleh gereja, manusia ditempatkan pada posisi yang tinggi; ditempatkan dalam relasinya dengan Allah sendiri. Karena itulah gereja memiliki dasar yang kuat dan tegas dalam membela harkat dan martabat manusia mulai sejak awal hidup manusia hingga akhir hidup manusia. 37
Terima Kasih Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H.
38