TUJUAN HIDUP MANUSIA Hidup di dunia ini bagaikan suatu peziarahan, suatu perjalanan yang panjang. Untuk mengarungi jalan kehidupan ini dibutuhkan bukan saja tenaga yang cukup tetapi juga arah dan cara yang jelas. Singkatnya, dalam melakukan apa pun, entah itu membentuk organisasi, perkumpulan, dsb. Pertama-tama yang harus dipikirkan ialah apa tujuannya. Tujuan harus jelas, bukan saja jelas tetapi juga harus tepat. Orang yang hidup tanpa tujuan akan mudah terombang-ambing, bagaikan air di atas daun talas. Kemana ia dimiringkan ke situ ia berlari. Atau bagaikan pucuk erup, kemana angin bertiup ke situ dia condong. Orang Bali mempunyai ungkapan yang bagus tentang ini, “kutal kutil ikut celeng”. Ekor babi tidak pernah tenang, selalu bergerakgerak, tapi tidak jelas untuk apa ia bergerak. Demikian juga kalau kita tidak mempunyai tujuan yang jelas, lagi sibuk belajar, tiba-tiba datang teman ngajak nonton ya nonton, sekarang masuk katolik, esok diajak ke Betani, esok masuk Islam ya ikut aja. ‘Tujuan’ itu penting => untuk bisa mengevaluasi apa yang kita kerjakan. Dengan adanya tujuan yang jelas, kita bisa menilai apakah sesuatu yang kita kerjakan sudah tepat dan benar ataukah meleset. Kita juga dapat membedakan apakah yang kita buat itu hanyalah aktivitas tanpa produktivitas. Akibatnya, kita bekerja dan bekerja tetapi tidak kelihatan hasilnya. Dalam gelanggang olah raga pun biasanya ada yang disebut target. Orang merasa sudah puas bila target, yang tiada lain dari tujuannya atau sasarannya, tercapai. Kalaupun anda mengatakan anda ke sini untuk sekedar kumpul-kumpul, itu pun termasuk tujuan. Anehnya, orang yang hidup tanpa tujuan biasanya suka sok sibuk, biar dianggap penting. Sepertinya banyak sekali yang mau ia kerjakan padahal ia tidak membuat apa-apa yang berarti. Apa Itu Tujuan Hidup Tujuan tidak dapat disamakan begitu saja dengan sasaran. Memang sasaran dapat dikatakan sebagai sesuatu yang dituju, namun ia pada umumnya bersifat sementara. Begitu dia dicapai, maka dia selesai. Tidak demikian halnya dengan tujuan hidup. Tujuan hidup itu bersifat abadi: “tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun” (Mzm. 33:11). Dalam arti tertentu sasaran boleh disamakan dengan tujuan sementara. Merumuskan Tujuan1 Tujuan menunjukkan arah hidup. Dengan mengetahui arah yang jelas kita bukan saja akan mengetahui apa yang harus saya kerjakan/gunakan atau tidak saya kerjakan dengan waktu, hidup, atau uang yang saya miliki. Oleh karena itu amatlah penting orang merumuskan apa tujuan hidupnya? Bila kita tanyakan kepada masyarakat pada umumnya, “apa tujuan hidupmu?’ bisa diprediksi bahwa 70% orang akan kebingungan menjawabnya. Sungguh amat menyedihkan, karena bila mereka merumuskan tujuan hidup mereka, tujuan itu akan memantapkan arah keinginan mereka. Ams. 17:24 “Pandangan orang berpengertian tertuju pada hikmat, tetapi mata orang bebal melayang sampai ke ujung bumi.” 1
Tung Desem Waringin, Financial Revolution, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006, 61.
Tujuan harus dirumuskan dengan kata-kata positif karena otak bawah sadar kita yang paling dalam tidak mengenal kata “tidak”. Contohnya: Tanggal 15 Februari 2007 saya sudah berada di Taiwan untuk tugas perutusan yang baru. Maka tepat pada tanggal itu, saya berangkat ke Taiwan. Tujuan harus spesifik Tujuan membantu kita menentukan skala prioritas: mana yang penting dan mendesak dan mana yang bisa dinomorduakan. Tujuan juga memperjelas nilai-nilai yang anda kejar dan junjung tinggi. Kisah Maria dan Marta (Luk. 10:38-42). Itulah sebabnya Paulus berkata “Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, 10 sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,” (Flp. 1:9-10). Oleh karena itu perumusan tujuan haruslah spesifik. Contoh: besok aku bangun jam 5 pagi. Ucapkan itu sebelum tidur, dan anda betul bangun jam itu. Itu terjadi karena otak bawah sadar kita tidak tidur melainkan terus mengejar tujuan itu. Tapi coba katakan: “besok aku bangun pagi”. Otak bawah sadar bingung, mau dibangunin jam berapa. Bisa jadi setiap jam anda terbangun, atau kebablasan ; karena otak bawah sadar mengabaikan atau tidak serius menanggapinya. Tujuan harus tertulis Ketika menulis tujuan, tanpa sadar kita sudah menuangkan impian yang keluar menjadi kenyataan. Hal ini ada rumusannya: I x V = R (Imagination mixed with Vividness becomes Reality). The mind thinks in pictures, not in words. And as we vividly picture in our mind what we desire, it will become a reality. Saya ada menulis “my goal book” di buku harian saya ketika masih SMP, saat saya membaca kembali saya terpaku dengan apa yang saya tulis waktu itu – nanti kalau saya besar saya mau studi psikologi dan menjadi biarawati. Dan memang hidupku menjadi seperti apa yang kuimpikan dulu. Selain menulis tujuan hidup secara terinci kadang perlu juga membuat slogan yang mudah dihafal dan memberi inspirasi sehingga mudah diingat setiap hari. (Ams. 22:18). Tujuan hidup manusia Tujuan hidup harus jelas, bukan saja jelas melainkan juga harus tepat. Sebagai orang beriman sebenarnya kita tidak perlu khawatir akan tujuan hidup, karena ia sudah jelas. Nah apa itu? Orang sering mengatakan tujuan hidup kita ialah masuk sorga, mencapai kerajaan Allah, hidup bahagia, hidup abadi, dsb. Apa yang dimaksud dengan hidup kekal itu atau Kerajaan Allah? Yesus sendiri pernah berkata: “carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33). Kerajaan Allah merupakan inti pewartaan dan perbuatan Yesus. Ia memulai dan mengakhiri karyanya dengan berita tentang Kerajaan Allah (Lih. Mat 4:17; 26:29), tetapi Yesus tidak pernah menjelaskan
secara gamblang apa itu Kerajaan Allah selain dengan perumpamaan. Rupanya Ia mengandaikan pendengar-Nya sudah mengetahuinya. Tetapi nyatanya banyak pendengarnya keliru dalam menilai Kerajaan Allah. Bahkan Petrus pun sempat tersesat dalam mengerti Kerajaan Allah. Menurut Paulus Kerajaan Allah itu bukan soal makan dan minum melainkan sukacita dalam Roh (Rom 14:7). Kerajaan Allah bukanlah suatu wilayah, melainkan suatu situasi atau keadaan, dimana Allah meraja dalam hati manusia. Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8). Allah meraja berarti kasih meraja. Itulah Kerajaan Allah. Jadi Kerajaan Allah ialah Allah meraja, pemerintahan Allah sebagai raja, yang tiada lain dari Kerajaan cinta, kerajaan belaskasihan. Itulah kerajaan yang membuat orang mati menjadi hidup, kerajaan wijaya kusuma, dimana Allah tampil sebagai Allah dan semua menjadi baru. Kerajaan Allah sebetulnya tiada lain dari sifat Allah sendiri, yakni everything is possible. Pemerintahan Allah itu ekslusif, tidak ada duanya, tidak bisa diorganisir, tidak bisa digambarkan. Sebetulnya untuk masuk ke situ kita hanya bisa memohon. Berdoa pagi, sore pun bukan jaminan bisa masuk sorga. Makanya untuk bisa menerima Kerajaan Allah orang harus bertobat, percaya atau beriman, artinya melepaskan sikap mengandalkan kekuatan sendiri, membiarkan Allah bertindak. Orang harus sungguh-sungguh berseru, “jadilah kehendakMu”. Sayangnya, kita justru sering mencegah Allah bertindak. Pertanyaan selanjutnya ialah siapakah Allah itu? Ada bermacam-macam gelar atau sebutan yang diberikan untuk Allah: Yang Mahakuasa, yang Maha Murah, Tritunggal, dsb. Yohanes memberi sebutan yang bagus sekali, yang boleh dikatakan merangkum seluruh sifat Allah: “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” Karena Allah adalah kasih, maka mengenal Allah berarti bersatu dalam kasih. Dengan kata lain, kebahagiaan ialah bersatu dalam kasih. Memang sesungguhnya cintalah yang membuat hidup orang bahagia. Gombloh dalam lagunya mengatakan “Bila cinta melekat, tahi kucing rasa coklat”. Tapi apakah atau bagaimanakah kasih itu? Karena Allah adalah kasih, maka perlu kita lihat bagaimana Allah mengungkapkan kasih. Sebutan Tritunggal sangat bagus mengungkapkan Allah adalah kasih. Kasih mengandaikan adanya relasi yang harmonis. Tritunggal menekankan bukan saja bahwa Allah itu Esa melainkan juga tiga diri. Artinya dalam dirinya Allah bisa saling berelasi, memberi dan menerima kasih. Sebab bila Ia hanya satu semata akan sulit bagi kita melihat adanya relasi dalam Allah. Konsep Tritunggal adalah konsep teologis, istilah yang dibuat oleh para teolog untuk mengungkapkan bagaimana Allah adalah kasih.
Intelectus Purus (Akal budi) Yang melahirkan BAPA
IDE Yang dilahirkan/ di-ungkapkan lewat SABDA PUTRA
Roh kasih yang mempersatukan ROH KUDUS
Allah adalah Yang Ada. Ada berarti berpikir (Descartes: Cogito ergo sum = saya berpikir maka saya ada). Karena Allah adalah yang berpikir, maka ia biasa disebut Akal Budi atau Pikiran. Allah sebagai Intelektus Purus (Akal budi yang murni) selalu berpikir, dan yang dipikir adalah diri-Nya sendiri karena tidak ada yang lain. Karena Dia berpikir maka Ia menghasilkan buah pikiran, yang biasa disebut ide. Yang berpikir dan ide adalah sama tapi sekaligus berbeda. Sama karena yang dipikir adalah hal yang sama dengan Yang berpikir; berbeda karena yang satu (yang berpikir) merupakan asal, sedangkan ide merupakan yang dikeluarkan dari asal. Agar ide itu sempurna maka ia harus diungkapkan; bentuk pengungkapan yang paling lazim ialah lewat kata-kata (meski sering juga lewat perbuatan atau simbol yang lain). Dari sini muncullah ide Firman Allah. Umumnya yang melahirkan atau mengeluarkan disebut bapa (bisa juga ibu); maka muncul istilah Bapa untuk akal budi yang melahirkan ide. Sedangkan Firman Allah, suatu yang keluar dari Allah, sekaligus sama dengan Allah, disebut Putra (yang dilahirkan). Relasi mereka berdua begitu kuat sehingga muncul apa yang disebut Roh Kudus (Roh Cinta Bapa dan Putra). Demikian konsep Allah Tritunggal hanyalah konsep untuk melukiskan bagaimana sempurnanya Allah sebagai kebahagiaan sejati dan sumber segala kebahagiaan, yakni kasih yang diwujudnyatakan dalam relasi yang menghidupkan dan kesiapsediaan untuk berbagi. Dalam relasi ini masing-masing selalu ingat “dan” (Bapa DAN Putra DAN Roh Kudus), bukan hanya diri sendiri. Adapun “dan” di sini adalah “kenosis” (pengosongan diri) (bdk. Flp 2:1-11):
1
Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, 2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, 3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; 4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. 5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! Tujuan hidup kita adalah masuk dalam persekutuan kasih Allah Tritunggal, yang berarti hidup dalam relasi yang menghidupkan dengan selalu mementingkan orang lain, dan siap selalu berbagi. Masuk dalam relasi kasih adalah masuk dalam komunitas yang mencerminkan Allah Tritunggal. Kapan kita bisa menikmati KA (Kerajaan Allah) ini? Jelas bukan saja kelak kalau kita sudah mati, seperti yang dikira banyak orang, melainkan sejak kita di dunia. Kita sudah bisa mencicipinya, hanya belum sempurna. Paulus mengumpamakannya dengan melihat dalam cermin” Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1 Kor 13:12). Sekarang kita bisa menghidupinya dengan hidup dalam persatuan kasih. Hidup yang memiliki tujuan dan digerakkan untuk memenuhi tujuan, bukan tujuan diri sendiri semata melainkan tujuan Allah. Betapa bagusnya jika kita pun bisa berbicara seperti Paulus “26 Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. 27 Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” (1 Kor. 9:26-27). Cobalah bayangkan anda mati. Apa yang anda inginkan orang lain katakan tentang diri anda pada saat pemakaman anda? Pujian yang kauingin orang katakan tentang engkau bukanlah tujuan hidupmu yang sesungguhnya! Yang penting bukan apa yang dikatakan manusia tentang engkau, tetapi apa yang Tuhan katakan tentang engkau. “Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.” (1 Tes. 2:4). Kita dipanggil untuk memenuhi tujuan Allah di dunia ini. Perlu berusaha menjadikan mimpi-mimpi kita selaras dengan mimpi Allah. Seperti Yusuf tukang mimpi.
Ia memiliki mimpi: mimpi memiliki istri, anak dari benihnya sendiri, dsb. Namun dalam kenyataannya ia bertindak memenuhi mimpi Allah. JALAN MENCAPAI TUJUAN Bila sudah mengetahui tujuan (Hidup kekal/Kerajaan Allah), kini kita perlu mengetahui cara mencapai tujuan itu, atau lebih tepatnya jalan menuju ke tujuan itu. Jalan apa yang harus kita tempuh agar bisa sampai di tujuan dengan selamat. Apa yang harus kita buat jangan sampai tersesat, apalagi di dunia ini ada banyak fatamorgana. Sulitnya mengetahui jalan yang benar Ada banyak jalan menuju Roma. Di dunia ini ada begitu banyak jalan. Akan tetapi pada dasarnya kita dapat membagi atau membedakannya dalam dua bagian, yakni jalan orang benar atau jalan menuju ke keselamatan dan jalan sesat, yang menuju ke kejahatan, Seperti kitab Amsal mengatakan: “Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati” (Ams 15,2). Lebih celaka lagi, “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya menuju maut” (Ams 16,25; 14,12). Menyadari hal ini, Israel – seperti yang banyak diungkapkan oleh pemazmur – acapkali berseru agar Tuhan menunjukkan jalan-Nya. Cerita si Kecil Sam terjebak maut. Untuk pertama kalinya si kecil Sam ikut berburu ke hutan bersama ayahnya. Ketika melewati jalan yang gelap dan bersemak duri di mana terdapat banyak sarang ular, si kecil Sam tidak puas hanya dituntun, dia minta digendong. Setelah jalanan agak lapang dan terang si kecil Sam minta turun, dia hanya memegang tangan ayahnya. Lama kelamaan Sam merasa mampu berjalan sendiri. Dia melepaskan tangan ayahnya. Sementara sang ayah bersiap-siap hendak membidik seekor kijang muda, si kecil Sam ikut mencari kesibukan sendiri. Dia menikmati kicau burung dan mengejar kupukupu yang indah. Berulangkali ayahnya memperingatkan agar ia tidak pergi jauh. Namun rasa percaya diri dan kebandelan si kecil membuatnya kurang memperhatikan kata-kata ayahnya. Keasyikan bermain, tanpa disadarinya, ia telah terpisah jauh dari ayahnya. Akhirnya dia terjebak di suatu tempat yang rawan dan berbahaya. Dia menangis ketakutan dan berteriak-teriak minta tolong. Namun tidak lama kemudian suaranya berubah menjadi lengkingan panjang dan lenyap ditelan angin. Seekor ular berbisa telah memagutnya. Memasuki hari-hari suram dalam hidup yang ditandai dengan munculnya bermacam-macam problema dan musibah, kita ingin dekat dengan Tuhan. Namun ketika ada dalam masa enak, cerah dan tenang, kita cenderung melupakan Tuhan. Kita merasa tanpa pertolongan Tuhan pun kita bisa hidup sejahtera. Dalam situasi yang demikian sering datang godaan untuk melepaskan diri dari Tangan Tuhan, berjalan dengan pikiran dan kekuatan sendiri. Dan bila itu kita ikuti maka itu berarti kita mulai berjalan menuju bahaya. Persepsi kita akan hari esok amat terbatas. Rencana yang nampaknya akan lancar dan baik malah akhirnya menjadi awal sebuah malapetaka. Proyek besar yang
menggiurkan malah menjerumuskan kita ke dalam jurang kehancuran dan kegagalan. Tepat seperti yang dikatakan Ams. 16:25: “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut”. Kita perlu bertahan agar selalu membiarkan tangan yang penuh kuasa menuntun dan membimbing hidup kita. Dengan demikian keselamatan dan kesejahteraan; shalom sejati terjamin. Firman-Nya: “Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kami, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11). Berdoa mohon ditunjukkan jalan yang benar “Tuhan, tunjukkanlah itu kepadaku” (bdk. Mzm. 27:11; 86:11; 143:8). Orang Israel tiada hentinya mohon kepada Tuhan agar ditunjukkan jalan yang benar karena hanya jalan Tuhanlah yang benar (Mzm. 23:3). Bagi orang yang rendah hati, “segala jalan Tuhan adalah kasih setia dan kebenaran” (Mzm. 25:10). Mempercayakan diri pada manusia kerapkali mengecewakan. Hanya mempercayakan diri pada Allah memberi kita daya juang dan kekuatan. Manusia itu fana, daging itu lemah, sedangkan Allah adalah Roh, kekuatan, abadi. Bahkan dalam kesulitan pun kesetiaan Allah dapat diandalkan (Lih. Yer. 17:5-8). Yeremia telah menjadi matang dari pengalamah hidup yang sulit. Berusahalah setia agar hidup tidak seperti belantara. Kepastian memang hanya diperoleh pada Allah. Alam semesta gagal menjawab tawaran Allah, maka dari itu alam pun ikut terluka. Hanya bila ia kembali ke pencipta, maka akan ada harapan. Ia yang menciptakan tentu sanggup pula membangun, bila yang diciptakan gagal. Ia mampu membangun segalanya menjadi baru. Maka beranilah mempercayakan diri pada Dia yang menciptakan. Tuhan menunjukkan jalan kebenaran Tuhan sendiri menunjukkan kepada kita perbedaan jalan orang benar dan jalan orang fasik, sebagaimana tertulis dalam Mzm.1. Mzm.1 menyanjung puji orang yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Berbahagialah orang itu karena dia menemukan dan memperoleh kehidupan. Dia berakar dalam air kehidupan karena Tuhanlah sumbernya. Yesus Jalan Kebenaran “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita...” (Yoh. 1:14). Dahulu untuk mengenal jalan Tuhan, Israel membaca Taurat Tuhan, untuk mendengarkan Sabda-Nya. Kini Sang Sabda itu sudah menjadi manusia, yakni Yesus Kristus. Karena itu tepatlah apa yang dikatakan oleh Yesus: :AKULAH JALAN KEBENARAN DAN HIDUP. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). “Firman-Mu adalah pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” Demikian firman memberikan kebijaksanaan hidup.
Kharakter sebuah jalan: Menghantar orang ke tujuan Menerima atau terbuka terhadap semua orang Di bawah, diinjak dan bukan disunggi. Refleksi untuk direnungkan: Tulislah tujuan hidupmu (tujuan spesifik) yang dapat kaulihat sebagai realisasi tujuan Allah dalam hidupmu! Beberapa pertanyaaan penuntun dalam merumuskan tujuan hidup yang sesuai dengan tujuan Allah Apa yang menjadi pusat hidupku? Untuk siapa aku hidup? Dimana aku membangun kehidupanku? (karier, keluarga, hobi, olah raga, uang, hidup senang?). o Pusat hidup seharusnya Allah sendiri. Apakah saya sudah menempatkan Yesus sebagai pusat hidupku? Dengarkan bagaimana doa Paulus “16 Aku berdoa supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu, 17 sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu dan kamu berakar serta berdasar di dalam kasih.” (Ef. 3:16-17). Tanda Allah sebagai pusat: damai sejahtera. Jika tidak: kekhawatiran. “6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. 7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Flp. 4:6-7) Saya mau menjadi orang seperti apa (soal kepribadian atau karakter yang saya kejar)? Allah menginginkan kita baik, bukan karier kita baik. Buat daftar karakter yang ingin anda kembangkan. Lihat buah Roh dalam Gal. 5:22-23; Sabda Bahagia dalam Mat. 5:3-12; 2 Ptr. 1:5-7. Apakah saya mengembangkan karekter saya sehingga saya menjadi serupa dengan Kristus? Dengan siapa saya hidup (komunitas, keluarga)? “25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Ef. 5:25). Apakah saya mengasihi dan ambil bagian dalam komunitas/keluarga saya? Apa yang bisa saya sumbangkan (pelayanan)? Setelah mengetahui karunia-karunia Roh dan lingkungan dimana saya ditempatkan, apa yang bisa saya sumbangkan? Apakah saya bisa membuat perubahan? Yesus berfirman: “16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap” Yoh. 15:16a). Apakah saya rela memberikan hidup saya untuk melayani orang lain? Apa misi saya? Ini soal komitmen memberi kesaksian dan membagi anugerah Tuhan. Apakah saya memberitakan Kabar Gembira?
SELAMAT MERENUNG! Satu dalam misi Kristus, valentine SSpS THE RAIN AND THE WINDSHIELD WIPERS Saat itu hujan deras, saya numpang mobilnya 1 keluarga Filipino. Di tengah2 obrolan kami, tiba2 anak gadisnya yang berusia 7 tahun berkata,”Dad, I’m thinking of something.” We all were eager to hear. “What are you thinking?” ayahnya bertanya. “The rain!” anak itu mulai berceloteh mengungkapkan apa yang dia pikirkan,”is like sin, and the windshield wipers are like God wiping our sins away.” Kami semua terpengarah mendengarkan buah pemikirannya. Saya sendiri dalam hati memuji kejelian anak tersebut dalam memaknai sesuatu yang biasa menjadi hal yang luar biasa. Batinku mengatakan bahwa anak ini daya SQ nya tinggi. Ayahnya dengan wajah terheran2 berkata kepada kami,”How far would this little girl take this revelation?” Lalu dengan penuh rasa ingin tahu ayahnya bertanya kepada anaknya,”Do you notice how the rain keeps on coming? What does that tell you?” Tanpa ragu si gadis kecil ini menjawab,”We keep on sinning, and God just keeps on forgiving us.” (I always remember this whenever drivers turn the wipers on, valentine SSpS).
THE GUIDE TO LIFE The most powerful force in life .................................................... LOVE! The greatest asset ......................................................................... FAITH! The most powerful channel of communication ....................... PRAYER! The most important thing in life .......................... the POWER OF GOD! The greatest joy ......................................................................... GIVING! The worst thing to be without ....................................................... HOPE! The most destructive habit ....................................................... WORRY! The world’s most incredible computer ................................. the BRAIN! The greatest loss ................................... the LOSS OF SELF-RESPECT! The greatest natural resource .....................................................YOUTH! The ugliest personality trait ........................................... SELFISHNESS! The greatest problem to overcome ............................................... FEAR! The most beautiful attire .......................................................... a SMILE! The most crippling disease ................................................... EXCUSES! The most dangerous pariah........................................................ GOSSIP! The two most power-filled words ................................................ I CAN! The most worthless emotion ............................................... SELF-PITY! The greatest ‘shot in the arm’ ............................. ENCOURAGEMENT! The most effective sleeping pill ............................... PEACE OF MIND! The most prized possession ............................................... INTEGRITY! The most satisfying work ...................................... HELPING OTHERS! The greatest attitude ......................................................... GRATITUDE! Gratitude unfolds the goodness of life. It turns what we have into enough and more. It turns denial into acceptance, chaos to order, confusion to clarity. It can turn a meal into a feast, a house into a home. Gratitude makes sense of our past, brings peace for today, and creates a vision for tomorrow. The future is as bright as the promises of God!. (Valentine SSpS)