BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. KESIMPULAN Dari data Presentase Reimbursement Organisasi Bantuan Hukum Yogyakarta Tahun 2013 pada Laporan Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Hukum Tahun 2013 Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan angka 16.30% pada serapan Anggaran Bantuan Hukum yang disediakan untuk Organisasi Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Angka 16,30% untuk sebuah persentase penyerapan anggaran pada pemenuhan hak warga Negara merupakan angka yang sangat kecil, apalagi jika pemenuhan hak tersebut ditujukan untuk melindungi warga Negara tidak mampu/ masyarakat miskin. Hal itu jelas karena masih tersisa 83,70% dari anggaran yang ada yang tidak mampu diserap, dan harus dikembalikan kepada Negara. Terdapat 3 faktor utama yang menyebabkan rendahnya penyerapan Anggaran Bantuan Hukum tersebut. Pertama, karakteristik Organisasi Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta baik yang berkaitan dengan permasalahan kelembagaannya maupun nilai yang terkandung dalam Organisasi Bantuan Hukum, yang kemudian berpengaruh pada kegiatan dan sikap yang diambil oleh Organisasi Bantuan Hukum tersebut dalam pelaksanaan Bantuan Hukum tahun 2013. Permasalahan kelembagaan pada beberapa Organisasi Bantuan Hukum bentukan universitas dikarenakan kesibukan diluar organisasi para pengurusnya sebagai dosen menyebabkan tidak terlapornya penanganan
perkara yang telah mereka laksanakan. Begitu pula pengambilan sikap Organisasi Bantuan Hukum terhadap nilai dalam organisasi mereka yang menjadi interest atau isu yang diperjuangkan, juga mempengaruhi jumlah kegiatan Bantuan Hukum yang mereka laksanakan. Perbedaan jumlah kegiatan Bantuan Hukum akibat perbedaan karakteristik Organisasi Bantuan Hukum tersebut menyebabkan perbedaan pada persentase serapan masing-masing Organisasi Bantuan Hukum, sebab penyaluran dana Bantuan Hukum didasarkan pada jumlah kegiatan Bantuan Hukum yang terlaksana. Kedua, kebijakan mengenai ketentuan tertentu pada berkas laporan kegiatan penanganan perkara nyatanya tidak mudah untuk kemudian dipenuhi oleh Organisasi Bantuan Hukum yang melaksanakan pemberian Bantuan Hukum. Tidak lolosnya berkas laporan kegiatan penanganan perkara yang tidak sesuai dengan ketentuan dan kelengkapan yang ada menjadikan penanganan perkara tersebut tidak dapat di reimbuse-kan. Jangka waktu yang singkat khusnya pada jangka waktu pelaporan kegiatan penangan perkara menyebabkan jumlah kegiatan Bantuan Hukum yang berhasil tersusun laporannya dan lolos verifikasi menjadi lebih sedikit. Hal tersebut kemudian berpengaruh pada dana yang diperoleh Organisasi Bantuan Hukum. Ketiga, kurang terjalinnya komunikasi yang baik, antara aktor utama kebijakan Bantuan Hukum yaitu Organisasi Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, maupun dengan aparatur penegak hukum lainnya seperti lembaga kepolisian dan pengadilan, dalam penyampaian informasi.
Kurang terjalinnya komunikasi yang baik dengan aparatur peenegak hukum lainnya menyebabkan terhambatnya Pemberi Bantuan Hukum (Organisasi Bantuan Hukum) dalam menemukan Pencari Bantuan Hukum atau sebaliknya, sedangkan kurang terjalinnya komunikasi yang baik antara Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Organisasi Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta menyebabkan terhambatnya proses pelaporan penanganan perkara yang berpengaruh pada jumlah perkara yang terlaporkan pada Badan Pembinaan Hukum Nasional di akhir batas waktu pengajuan pembayaran. Hal-hal tersebut kemudian menjadikan penyerapan Anggaran Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta hanya mencapai 16.30%. Sungguh disayangkan memang, tetapi jika yang ingin dilihat dari angka persentase penyerapan anggaran tersebut adalah terbantunya masyarakat miskin atas terpenuhinya hak keadilan mereka, bukannya seberapa besar dana yang mampu diserap, maka angka pada data Laporan Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Hukum Tahun 2013 tentang Presentase Reimbursement Organisasi Bantuan Hukum Yogyakarta Tahun 2013 tidak menggambarkan secara tepat jumlah masyarakat miskin yang terbantukan/ diberikan Bantuan Hukum oleh Organisasi Bantuan Hukum yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Memang tidak signifikan, tetapi setidaknya jumlah perkara hukum masyarakat miskin yang memperoleh Bantuan Hukum oleh Organisasi Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, pada kenyataannya lebih besar dari yang tertera pada penyerapan Anggaran Bantuan Hukum. Hal tersebut
dikarenakan adanya perkara - perkara seperti pada Organisasi Bantuan Hukum bentukan universitas yang penanganannya tidak terlaporkan, atau perkara-perkara yang sudah ditangani tapi karena tidak lengkapnya berkas laporan kegiatan penanganan perkara yang diberikan menjadikan tidak lolos verifikasi, serta perkara - perkara Organisasi Bantuan Hukum seperti pada LK3 Sekar Melati yang karena tidak terdapatnya kesamaan persepsi atau mis-komunikasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta tentang mekanisme pelaporan kegiatan Bantuan Hukum, menjadikan perkara - perkara yang penanganannya masih sampai pada tahapan proses menjadi tidak terlaporkan.
6.2. REKOMENDASI Oleh karena pada tahun 2013 adalah tahun pertama penyelenggaraan kebijakan Bantuan Hukum ini, maka pada tahun selanjutnya persoalan mengenai jangka waktu pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum harusnya sudah tidak menjadi permasalahan lagi. Berikut beberapa rekomendasi yang ditawarkan berkaitan dengan karakteristik Organisasi Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan yang berkaitan dengan hubungan antar aktor utama kebijakan serta aparatur penegak hukum lainnya: 1) Organisasi Bantuan Hukum dengan interest tertentu membuka diri terhadap perkara-perkara diluar isu yang menjadi perhatiannya, apabila hingga pada waktu tertentu kuota akan kegiatan yang harus mereka laksanakan masih tersisa.
2) Organisasi Bantuan Hukum bentukan universitas agar memperbaiki tata kelola pemberkasan kegiatan yang berkaitan dengan pelaporan pelaksanaan Bantuan Hukum. Staff yang mengurusi tentang hal tersebut, hendaknya bukan dosen. 3) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjalin kerjasama dengan kepolisian dan pengadilan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, dan membangun sistem atau wadah sharing perkara yang sedang berjalan dari lembagalembaga tersebut untuk kemudian dapat diakses oleh Organisasi Bantuan Hukum. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan Bantuan Hukum akan lebih merata, karena apabila komunikasi terhadap kepolisian maupun pengadilan harus dilakukan secara mandiri oleh Organisasi Bantuan Hukum,
maka
kecenderung
Organisasi
Bantuan
Hukum
untuk
berkomunikasi dengan kepolisian dan pengadilan terdekat akan lebih besar. 4) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta dapat menyebarkan informasi baru dengan cepat kepada Organisasi Bantuan Hukum, agar pelaksanaan kegiatan bantuan Hukum dapat dijalankan dengan benar dan waktu pengerjaan laporan yang lebih singkat. 5) Revitalisasi forum Organisasi Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, diantaranya dengan: a) pertemuan rutin bulanan;
b) pembuatan sistem komunikasi media online atau media sosial dengan tujuan: -
penyebaran informasi baru yang diperoleh diantara Organisasi Bantuan Hukum;
-
sharing perkara yang ditangani; oleh karena masing-masing Organisasi Bantuan Hukum memiliki kuota pelaksanaan kegiatan, maka Organisasi Bantuan Hukum yang telah memenuhi kuota dapat menawarkan perkara baru yang masuk, kepada Organisasi Bantuan Hukum lain melalui forum. Hal ini akan lebih mudah dan efisien dibandingkan jika Organisasi Bantuan Hukum berkomunikasi satu-satu.
6) Perubahan
akreditas
Organisasi
Bantuan
Hukum
sebelum
penandatanganan nilai kontrak pada tahun berikutnya. Organisasi Bantuan Hukum yang tidak mampu mencapai 50% dari jumlah kegiatan Bantuan Hukum berdasarkan nilai kontrak mereka selama 2 tahun berturut-turut, pada tahun berikutnya akreditasinya diturunkan agar alokasi Anggaran Bantuan Hukum tidak berlebih. 7) Organisasi Bantuan Hukum bekerja sama dengan pengadilan-pengadilan untuk membuat jadwal piket agar bisa menjaring langsung Pencari Bantuan Hukum yang sedang berada di pengadilan. Dengan diberikan rekomendasi tersebut diharapkan penyelenggaraan Bantuan Hukum pada tahun-tahun selanjutnya akan lebih baik, persentase serapan Anggaran Bantuan Hukum di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta akan lebih
besar, dan yang terpenting lagi lebih banyak masyarakat miskin pencari keadilan yang terbantukan dan terpenuhi haknya atas keadilan.