BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN Pada bab sebelumnya sudah dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PKH di Desa Petir, baik itu faktor internal seperti koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH, tugas pendamping PKH, dan kriteria yang digunakan untuk menjaring peserta PKH, maupun faktor eksternal seperti kondisi tempat pelaksanaan PKH di Desa Petir dan tingkat pendidikan peserta PKH. Faktor-faktor tersebut akan dihubungkan dengan kinerja PKH di Desa Petir.
6.1 Kemampuan Pendamping dengan Kinerja PKH Faktor internal pertama yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu kemampuan pendamping. Kemampuan pendamping dalam hal ini yaitu segala tugas yang harus dilakukan oleh pendamping PKH untuk mensukseskan program PKH, mulai dari tugas persiapan program sampai tugas rutin yang harus dilakukan oleh pendamping. Tabel 31 menunjukkan bahwa kemampuan pendamping memiliki hubungan yang negatif dengan kinerja PKH. Baik kinerja pada taraf rendah, sedang maupun tinggi memiliki kecenderungan persentase kemapuan pendamping PKH yang rendah. Selain itu, persentase tertinggi pada tabel tersebut menunjukkan,
bahwa
kemampuan
pendamping
yang
rendah
memiliki
kecenderungan kinerja PKH yang sedang. Tabel 31 Persentase Pendamping PKH Berdasarkan Kinerja PKH dan Kemampuan Pendamping PKH Kemampuan Pendamping PKH (%) Rendah Sedang Tinggi
Rendah 6.38 0.00 0.00
Kinerja PKH (%) Sedang Tinggi 68.09 25.53 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 100.00 0.00 0.00
Hal tersebut sesuai dengan temuan di lapangan, tidak semua tugas pendamping dilaksanakan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Sebagai contoh untuk tugas perencanaan awal seperti melakukan pertemuan awal dengan
63
peserta PKH, menjelaskan maksud dan tujuan dari PKH, pembentukan kelompok PKH dan pemilihan ketua kelompok serta membantu pengisisan formulir klarifikasi data dan penandatanganan surat persetujuan, dilakukan oleh pendamping PKH. Namun untuk pendaftaran anak ke sekolah bagi peserta PKH yang belum mendaftarkan anaknya di sekolah tidak dilakukan oleh pendamping. Pendamping
hanya
memberitahukan
saja
kepada
peserta
PKH
untuk
mendaftarkan anaknya ke sekolah tanpa mengkoordinasikan secara langsung ke sekolah tersebut. Terkait kemampuan pendamping tersebut, walaupun tidak dilaksanakan, namun anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah sudah terdaftar di sekolah mencapai 76 persen, hal tersebut merujuk Tabel 23 halaman 55. Selain tugas perencanaan awal tersebut, ada pula tugas rutin yang harus dilakukan oleh pendamping PKH, yaitu melakukan pertemuan dengan seluruh peserta PKH setiap enam bulan. Maksud dari pertemuan ini yaitu untuk meresosialisasi program PKH sekaligus sebagai kontrol dan evaluasi dari pelaksanaan PKH yang telah dilakukan. Namun kegiatan pertemuan ini selama PKH berlangsung tidak pernah dilakukan oleh pendamping PKH. Hal ini sesuai dengan pernyataan seluruh peserta PKH, bahwa tidak ada pertemuan kembali yang dilakukan oleh pendamping PKH setelah pertemuan awal dilaksanakan dengan seluruh peserta PKH. Untuk pertemuan dengan ketua kelompok pun yang seharusnya dilaksanakan setiap satu bulan sekali, tidak pernah dilaksanakan. Pertemuan dengan ketua kelompok hanya berlangsung ketika akan ada penurunan dana saja. Hal tersebut sesuai dengan seluruh pernyataan ketua kelompok yang berada di Desa Petir. Tugas pendamping terkait mengunjungi setiap rumah peserta PKH pun tidak dilakukan dengan baik, hanya beberapa peserta PKH saja, khususnya para ketua kelompok. Akibatnya terdapat peserta PKH yang belum pernah dikunjungi langsung ke rumahnya. Lemahnya kontrol dari pendamping PKH tidak terlalu berpengaruh terhadap kehadiran anak peserta PKH yang bersekolah. Berdasarkan Tabel 24 halama 56, anak peserta PKH yang bersekolah yang memiliki persentase minimal 85 persen setiap bulannya mencapai 88 persen. Lemahnya kontrol dari pendamping ini pun tidak terlalu mempengaruhi kunjungan peserta PKH ke
64
puskesmas. Tabel 25 halaman 56 menunjukkan bahwa peserta PKH yang berkunjung ke puskesmas untuk memerikasakan kesehatannya khususnya untuk peserta yang memiliki balita mencapai 72 persen.
6.2 Kriteria Peserta PKH dengan Kinerja PKH Faktor internal selanjutnya yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu kriteria peserta PKH. Kriteria peserta PKH ini harus dipenuhi oleh seluruh peserta PKH untuk mendapatkan program PKH. Landasan data yang digunakan dalam menjaring peserta PKH adalah data penerima subsidi langsung tunai (SLT) yang diukur melalui 14 kriteria kemiskinan serta memiliki anak usia 0-15 tahun, ibu hamil, atau anak usia 15-18 tahun yang belum selesai 9 tahun wajib belajar. Berdasarkan Tabel 32 persentase tertinggi berada pada kinerja PKH yang sedang dan memiliki kecenderungan kriteria peserta PKH yang sedang pula. Hubungan diantara kinerja PKH dan kriteria peserta PKH memiliki hubungan yang negatif. Tabel 32 Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kinerja PKH dan Kriteria Peserta PKH Kriteria Peserta PKH (%) Rendah Sedang Tinggi
Rendah 40.00 4.00 0.00
Kinerja PKH (%) Sedang Tinggi 60.00 0.00 68.00 28.00 64.71 35.29
Total 100.00 100.00 100.00
Berdasarkan Tabel 18 halaman 52, menunjukkan bahwa peserta PKH terbagi menjadi tiga golongan yaitu, RSTM, RTM, dan non RTM. Pembagian golongan ini berdasarkan 14 kriteria kemiskinan. Semakin banyak kriteria kemiskinan yang dipenuhi semakin miskin keluarga peserta PKH tersebut. Berdasarkan Tabel 18 tersebut, peserta PKH yang tergolong RSTM sebesar 36 persen, peserta PKH yang tergolong RTM sebesar 53 persen, dan 11 persen peserta PKH lainnya merupakan golongan keluarga yang tidak miskin. Berdasarkan 14 kriteria kemiskinan tersebut pun yang digunakan untuk menjaring peserta PKH. Peserta PKH yang berhak terdaftar sebagai peserta PKH apabila dari 14 kriteria kemiskinan tersebut, minimal sembilan diantaranya terpenuhi, serta harus memiliki balita, ibu hamil, ibu nifas, dan atau anak usia
65
sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut, Tabel 22 halaman 55 menunjukkan, peserta PKH yang yang memenuhi persyaratan tersebut sebesar 57 persen dan 43 persen lainnya tidak memenuhi persyaratan yang diajukan. Banyak peserta PKH yang tidak memenuhi persyaratan dikarenakan ketika pendataan peserta menggunaan data penerima subsidi langsung tunai (SLT) pada program penanggulangan kemiskinan sebelumnya. Penggunaan data penerima SLT dalam menjaring peserta PKH ini dirasa kurang tepat, karena banyak penerima SLT yang tidak tepat sasaran. Seperti yang diungkapkan oleh pihak kesra Desa Petir, Bapak Tni (41 tahun), “pendataan dilakukan sama pihak BPS yang menggunakan data penerima SLT, padahal data penerima SLT banyak yang tidak tepat sasarannya” 6.3 Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Program PKH Faktor internal lainnya yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH. Koordinasi ini melibatkan banyak pihak, mulai dari tingkat pusat, kabupaten/kota, kecamatan, desa, lembaga pelayan pendidikan dan kesehatan, PT. Pos Indonesia bahkan sampai dengan pihak RT dimana PKH akan dilaksanakan. Pada penelitian ini, hanya akan difokuskan pada koordinasi di tingkat Kecamatan Dramaga, Desa Petir, RT diwilayah Desa Petir, seluruh lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan di Desa Petir, dan Kantor Pos Dramaga. Hubungan antara koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH dengan kinerja PKH memiliki hubungan yang negatif. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33, bahwa persentase tertinggi berada pada koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program PKH yang rendah namun memilki kecenderungan kinerja yang sedang.
66
Tabel 33 Persentase Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Berdasarkan Kinerja PKH dan Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan PKH Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan PKH (%) Rendah Sedang Tinggi
Rendah 6.38 0.00 0.00
Kinerja PKH (%) Sedang Tinggi 68.09 25.53 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 100.00 0.00 0.00
Pada pelaksanaan program PKH, koordinasi dengan aparat setempat, baik di tingkat kecamatan, desa, dan ketua RT tidak berjalan dengan baik. Begitu pun koordinasi dengan lembaga pemberi pelayanan pendidikan dan kesehatan. Untuk pendataan peserta PKH, baik pihak kecamatan, desa, maupun RT setempat tidak dilibatkan secara langsung. Namun mereka hanya mengetahui saja bahwa ada warganya yang mendapatkan bantuan PKH. Semua pendataan dilakukan oleh pihak BPS tanpa melibatkan aparat setempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu pihak Kecamatan Dramaga, Ibu Yyh (42 tahun), bahwa pihak kecamatan hanya menerima laporan data penerima bantuan PKH. Bahkan petugas Desa Petir tidak menerima laporan tertulis mengenai data penerima PKH seperti yang diungkapkan oleh Kepala Divisi Kesejahteraan Desa Petir, Bapak Tni (41 tahun), “saya ga tau siapa aja warga saya yang menerima PKH, ga ada laporan tertulis yang saya terima mengenai data penerima PKH” Sedangkan ketua RT dilibatkan pada pendataan PKH hanya sebatas menunjukkan alamat warga yang menjadi calon penerima bantuan PKH seperti yang diungkapkan oleh Bapak Art (55 tahun), salah satu ketua RT di Desa Petir, “iya a, saya mah hanya nunjukkin rumah dari warga saya aja waktu pendataan, saya ga dilibatkan lebih jauh, terbuktikan ada warga saya yang layak dapet, tapi ga dapet, malah yang ga layak dapet jadi dapet” Akibatnya, ketepatan peserta PKH yang memenuhi persyaratan 14 kriteria kemiskinan dan memenuhi persyaratan lainnya seperti harus memiliki ibu hamil, ibu nifas, balita dan atau anak usia sekolah, hanya mencapai 57 persen seperti yang ditampilkan pada Tabel 22 halaman 55.
67
Koordinasi yang tidak baik dengan lembaga pelayanan kesehatan mempengaruhi kunjungan peserta PKH ke puskesmas. Salah satu akibat lemahnya koordinasi diantara pendamping PKH dengan puskesmas tidak dibentuknya jadwal kunjungan peserta PKH ke puskesmas. Berdasarkan Tabel 25 halaman 56, walaupun tidak adanya jadwal kunjungan ke puskesmas, namun peserta PKH yang berkunjung ke puskesmas setiap bulan, khususnya yang memiliki balita mencapai 72 persen, selain itu 17 persen tidak melakukan kunjungan secara rutin, dan sisanya tidak pernah berkunjung ke puskesmas untuk mengecek kesehatan balitanya. Rutinitas kunjungan ke puskesmas ini pun mempengaruhi imunisasi yang diterima balita peserta PKH. Koordinasi yang tidak baik pun dirasakan antara lembaga pelayanan pendidikan dan pendamping PKH. Tidak adanya sosialisasi menjadi permasalahan yang dirasakan oleh pihak lembaga pelayanan pendidikan, dalam hal ini sekolahsekolah yang berada di Desa Petir. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sfd (43 tahun), salah satu staf guru MTS di Desa Petir, “tidak ada sosialisai terlebih dahulu terkait PKH, tiba-tiba kami mendapatkan form verifikasi dari kator pos untuk kami isi setiap tiga bulan sekali, setelah itu akan diambil kembali oleh pihak pos” Koordinasi yang tidak baik antara lembaga pelayanan pendidikan dan pendamping PKH, mempengaruhi jumlah anak peserta PKH usia sekolah yang terdaftar dilembaga pelayanan pendidikan. Berdasarkan Tabel 23 halaman 55, terdapat 76 persen anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah sudah terdaftar di lembaga pelayanan pendidikan, namun hanya 5 persen dari total anak peserta PKH yang terdaftar di sekolah dikarenakan adanya PKH dan sisanya anak peserta sudah terdaftar di sekolah sebelum PKH dilaksanakan. Koordinasi yang tidak baik ini tidak mempengaruhi persentase kehadiran anak peserta PKH yang bersekolah. Berdasarkan Tabel 24 halaman 56, anak peserta PKH yang bersekolah memiliki persentase kehadiran minimal 85 persen setiap bulannya mencapai 88 persen.
6.4 Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH dengan Kinerja PKH Faktor eksternal pertama yang mempengaruhi kinerja PKH adalah kondisi tempat pelaksanaan PKH di Desa Petir. Pada Tabel 34 terlihat hubungan diantara
68
kondisi tempat pelaksanaan PKH dengan kinerja PKH yaitu memiliki hubungan negatif, hal tersebut dikarenakan persentase tertinggi kondisi tempat pelaksanaan PKH memiliki kecenderungan kinerja yang sedang. Tabel 34 Persentase Kondisi Tempat Berdasarkan Kinerja PKH dan Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH Rendah Sedang Tinggi
Rendah 0.00 0.00 6.38
Kinerja PKH Sedang Tinggi 0.00 0.00 0.00 0.00 68.09 25.53
Total 0.00 0.00 100.00
Selain terdapatnya keluarga miskin di Desa Petir, hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program PKH yaitu terdapatnya lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai untuk mendukung pelaksanaan PKH di Desa Petir. Seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, bahwa walaupun ketersedian lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan terbatas dan tidak tersebar merata, namun keberadaanya masih dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH. Sebagai contoh keberadaan posyandu yang berada pada setiap RW, memudahkan para peserta PKH yang memiliki balita untuk membawa balitanya ke lembaga pelayanan kesehatan tersebut. Untuk keberadaan puskesmas yang berada pada titik pusat pemerintahan Desa Petir, masih dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, walaupun harus berjalan kaki dan naik angkutan perkotaan terlebih terlebih dahulu. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta PKH, Ibu Als (49 tahun), “puskesmas ada di deket kantor desa, lumayan jauh sih a, tapi kan ada angkot, jadi gampang, kalo posyandu mah deket banget, deket rumah pak RT” Begitupun dengan keberadaan lembaga pendidikan, walaupun tidak tersebar merata keberadaannya, namun masih bisa dijangkau oleh para anak peserta PKH, sekalipun harus berjalan kaki lumayan jauh untuk sampai ke sekolah
69
tersebut. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta PKH yang anaknya bersekolah di MI, Ibu Wti ( 35 tahun), “anak saya kalo sekolah jalan kaki a, ya palingan setengah jam lah jalan kaki sampe sekolah” Sekalipun tersedianya lembaga pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, namun keberadaan lembaga pelayanan ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh peserta PKH. Terbukti berdasarkan Tabel 27 halaman 57 menunjukkan walaupun lembaga pendidikan dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, namun masih terdapat anak peserta PKH yang tidak bersekolah yaitu mencapai 24 persen, hal tersebut merujuk Tabel 23 halaman 55. Bagi peserta PKH yang anaknya bersekolah keterjangkauan lokasi lembaga pendidikan ini memudahkan anaknya untuk hadir ke sekolah. Kehadiran anak peserta PKH ke sekolah yang memiliki persentase kehadiran lebih dari 85 persen setiap bulanya mencapai 88 persen, hal tersebut sesuai dengan Tabel 24 halaman 56. Bagi peserta PKH yang memiliki balita, walaupun ketersediaan posyandu berada di setiap RW, namun kunjungan ke lembaga pelayanan kesehatan ini secara rutin setiap bulannya hanya dilakukan oleh 65 persen peserta PKH, hal ini sesuai dengan Tabel 25 halaman 56. 6.5 Tingkat Pendidikan Peserta PKH dengan Kinerja PKH Faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi kinerja PKH yaitu tingkat pendidikan peserta PKH. Berdasarkan Tabel 37 persentase kinerja PKH baik pada taraf rendah, sedang, maupun tinggi memiliki kecenderungan persentase kinerja yang rendah. Hubungan antar pendidikan peserta PKH dan kinerja PKH memiliki hubungan yang negatif, hal ini dikarenakan persentase tertinggi kinerja PKH, memiliki kecenderungan persentase pendidikan peserta PKH yang rendah.
70
Tabel 35 Persentase Peserta PKH berdasarkan Kinerja PKH dan Pendidikan Peserta PKH Pendidikan Peserta PKH Rendah 6.98 0.00 0.00
Rendah Sedang Tinggi
Kinerja PKH Sedang Tinggi 65.12 27.91 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 100.00 0.00 0.00
Berdasarkan Tabel 18 halaman 52 menunjukkan 60 persen peserta PKH memiliki tingkat pendidikan SD, 34 persen tidak tamat sekolah dasar dan hanya 6 persen peserta PKH memiliki tingkat pendidikan SMP. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua, tidak mengakibatkan rendahnya partispiasi orang tua dalam menyekolahkan anaknya di lembaga pelayanan pendidikan. Terlihat pada Tabel 23 halaman 55, persentase anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah, mencapai 76 persen yang sudah terdaftar di lembaga pelayanan pendidikan. Bahkan untuk kehadiran anak yang bersekolah tersebut, 88 persen telah memiliki persentase kehadiran minimal 85 persen setiap bulannya di tempat mereka bersekolah. Rendahnya pendidikan peserta PKH, khususnya bagi peserta yang memiliki balita, tidak mengurangi partisipasi mereka untuk mengunjungi lembaga pelayanan kesehatan yang ada, baik puskesmas maupun posyandu untuk mengecek kesehatan balita mereka setiap bulannya. Berdasarkan Tabel 25 halaman 56 menunjukkan bahwa peserta PKH yang memiliki balita sebesar 72 persen melakukan kunjungan rutin ke puskesmas atau posyandu terdekat untuk melakukan pengecekan kesehatan balitanya, 17 persen peserta PKH lainnya yang memiliki balita melakukan kunjungan secara tidak rutin, dan 11 persen peserta PKH lainnya yang memiliki balita tidak pernah berkunjung ke puskesmas arau posyandu terdekat untuk mencek kesehatan balita mereka. Rutinitas kunjungan puskesmas ini, mempengaruhi imunisasi yang diterima oleh balita mereka masing-masing. Bagi peseta PKH yang melakukan kunjungan rutin, balita mereka memiliki imunisasi yang lengkap, peserta PKH yang tidak rutin berkunjung ke puskesmas imunisasi yang diterima oleh balita mereka tidak lengkap pula, begitupun dengan peserta PKH yang tidak pernah
71
membawa balitanya ke puskesmas atau posyandu, balita mereka tidak pernah mendapatkan imunisasi. Bagi peserta PKH yang tidak rutin bahkan tidak pernah berkunjung ke posyandu untuk memeriksakan kesehatan balitanya bukan karena tidak dilayani oleh posyandu atau puskesmas dimana kegiatan pemberian imunisasi tersebut berlangsung. Bukan pula karena tidak memiliki uang untuk memeriksa kesehatan balitanya, melainkan malasnya peserta PKH tersebut untuk membawa balitanya ke posyandu atau puskesmas terdekat.