BAB V SIMPULAN DAN SARAN
V.1
Simpulan PT ACG menerapkan Pajak Pertambahan Nilai sebagai salah satu bentuk,
kewajiban perpajakannya karena PT ACG merupakan Wajib Pajak badan yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dalam melakukan mekanisme penerapan Pajak Pertambahan Nilai, terutama dalam
hal
penghitungan
dan
pelaporan,
PT
ACG
belum
optimal
dalam
mengimplementasikan aturan perpajakan, sehingga timbul beberapa hal yang harus mendapat perhatian yaitu : 1) Dari seluruh penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak JanuariDesember 2005, masih terdapat beberapa teransaksi yang seharusnya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai namun tidak dikenakan. Penyerahan Barang Kena Pajak yang seharusnya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai selama Januari-Desember 2005 sebesar Rp.5.407.501.280,-. Dalam SPT Masa Januari-Desember 2005 Pembetulan I formulir 1195 A1, PT ACG hanya melaporkan Rp.4.803.745.459,(untuk masa pajak Januari-Desember 2005). Dapat disimpulkan bahwa terdapat penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dari seluruh penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak selama JanuariDesember 2005 seharunya dilaporkan kedalam SPT Masa. 2) Terdapatnya Faktur Pajak pembelian yang diperoleh dari Pengusaha Kena Pajak penjual yang dianggap cacat dan dianggap tidak sah. Dalam hal ini perusahaan
89
harus memperhatikan karena ini sangat merugikan perusahaan yang seharusnya Faktur Pajak Standar Masukan tersebut bisa dikreditkan, namun karena terdapatnya Faktur Pajak yang dianggap cacat karena tidak ditandatangani dari pihak yang berwenang, dan selain itu Pengusaha Kena Pajak penjual tidak mencoret pada bagian dari kalimat (Harga Jual/ Penggantian/ Uang Muka/ Termijin**) yang tidak perlu. 3) Perusahaan belum melakukan pengelompokan antara Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan yang tidak dapat dikreditkan. PT ACG menggolongkan seluruh Pajak Masukan sebesar Rp.828.110.340,- dengan PPN sebesar Rp.82.811.034,dapat dikreditkan. Menurut hasil evaluasi yang diperoleh dari hasil penelitian, seharusnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebesar Rp.894.976.830,- jadi PPN yang harus dibayarkan sebesar Rp.89.497.683,-. 4) Setelah penulis melakukan evaluasi, besarnya Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari-Desember 2005 menjadi kurang bayar, sebesar Rp.5.407.501.280,-, jadi dalam hal ini perusahaan harus membayarkan kekurangan yang belun dibayarkan. 5) Dalam melakukan pengisian SPT Masa PPN, perusahaan belum sepenuhnya menerapkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dan Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN. Berdasarkan evaluasi, masih terdapat kesalahan dalam pengisian tanggal Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. 6) Dalam hal kelengkapan dokumen, PT ACG belum melakukan penyimpanan dokumen berupa Faktur Pajak dan SPT Masa PPN secara permanen, sehingga masih sering tercecer.
90
7) PT ACG belum sepenuhnya memperhatikan dan melaksanakan ketentuan yang ada didalam peraturan perpajakan yang berlaku, serta aturan pelaksanaannya yang bersifat dinamis dan seringkali berubah.
V.2
Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan terhadap PT ACG,
maka penulis akan memberikan saran-saran yang dapat menjadi pertimbangan dan masukan yang bermanfaat bagi perusahaan, antara lain: 1) Dalam melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak PT ACG sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai dari pembeli/penerima Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan. PT ACG harus menekankan kepada pembeli agar untuk memperhatikan kewajiban Pajak Pertambahan Nilainya sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. 2) PT ACG sebaiknya menerbitkan Faktur Pajak Sederhana atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena tidak diketahui asal-usul pembelinya. Besarnya nilai nominal di Faktur Pajak Sederhana dimasukkan ke dalam SPT Masa PPN Januari-Desember 2005 Pembetulan I formulir 1195 lampiran A1 kolom Faktur Pajak Sederhana. 3) Perolehan Barang Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, maka tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak sepanjang memenuhi persyaratan dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Sederhana. Jumlah yang terdapat dalam Faktur Pajak Sederhana tersebut tidak
91
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya, dan dimasukkan ke dalam SPT Masa PPN Januari-Desember 2005 Pembetulan I formulir 1195 B4 kolom Faktur Pajak Sederhana. 4) Untuk setiap Masa Pajak berikutnya, PT ACG harus memeriksa kembali kelengkapan dari Faktur Pajak Standar Masukan yang diterima dari Pengusaha Kena Pajak penjual. Jika teryata terdapat Faktur Pajak Standar yang tidak lengkap, PT ACG harus segera meminta Faktur Pajak Standar pengganti kepada Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut. 5) Dalam hal pengelompokan Pajak Masukan, sebelum dilaporkan dalam SPT Masa PPN, perusahaan harus memeriksakan terlebih dahulu (klasifikasi) antara Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan, untuk memudahkan pengelompokan. 6) Perusahaan sebaiknya menyampaikan SPT Masa Pembetulan I atas inisiatif sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak tanpa harus menunggu dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) oleh fiskus agar tidak dikenakan sanksi kenaikan 100% dari pajak yang kurang dibayar. 7) Sebelum SPT Masa PPN disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebaiknya diperiksa kembali pengisiannya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa SPT Masa PPN yang akan disampaikan sudah lengkap pengisiannya baik induk maupun lampirannya. Keberatan personel yang khusus memeriksa kembali SPT Masa PPN dan ditempatkan didalam fungsi pajak dirasa perlu, karena terpisah dari bagian penghitungan sehingga lebih difokuskan pada pengecekan.
92
8) Perusahaan sebaiknya senantiasa mengikuti peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku dengan cara mengakses situs-situs perpajakan lewat internet. Cara ini dianggap cara yang paling mudah saat ini dan berguna dalam pengambilan keputusan, dengan tujuan jika terjadi perubahan-perubahan signifikan mengenai mekanisme perpajakan khusunya Pajak Pertambahan Nilai, perusahaan dapat segera melakukan penyesuaian. 9) Dokumen yang berhubungan dengan kewajiban perpajakan khusunya Pajak Pertambahan Nilai seperti SPT Masa PPN dan Faktur Pajak sebaiknya dilakukan penyimpanan (storage) atau duplikasi (back up) dalam computer dengan menggunakan program pengolahan data seperti Microsoft Access atau Microsoft Excel. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi dokumen hilang atau rusak sehubungan dengan masa daluwarsa pajak dalam jangka waktu 10 tahun. 10) Dokumen berupa Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai lembar ke-1 seharusnya tidak diarsipkan oleh fungsi Penerimaan dan Pengeluaran Kas/Bank. Sebaiknya dokumen tersebut diarsipkan oleh fungsi Pajak PT ACG, karena dokumen tersebut adalah dokumen perpajakan yang sewaktu-waktu dapat diminta ditunjukkan kepada fiskus jika dilakukan pemeriksaan. Selain itu, Surat Setoran Pajak lembar ke 3 nantinya juga dilampirkan dalam SPT Masa PPN, dimana yang mengenai pengisian serta pelaporan SPT Masa PPN tersebut adalah fungsi Pajak. 11) Untuk menghindari sanksi perpajakan, sebaiknya perusahaan melakukan pembuatan Faktur Pajak Standar, penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
93