BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan KPJM dan PBK di Indonesia sudah terlaksana kurang lebih sepuluh tahun. Perjalanan ini masih cukup panjang, penyesuaian dan perbaikan masih harus terus dilakukan untuk mendapatkan konsep KPJM dan PBK yang matang dan sesuai dengan kondisi pemerintahan kita. Negara-negara lain bahkan membutuhkan waktu hingga lebih dari 30 tahun sampai pada akhirnya dikatakan matang dan sukses. KPJM dan PBK di Indonesia sampai saat ini sebenarnya sudah mempunyai konsep yang cukup baik, dan sudah sesuai dengan standar Internasional yang digunakan oleh negara-negara yang sukses melaksanakan KPJM dan PBK. Proses implementasi yang Indonesia masih dalam proses penyesuaian dan perbaikan dengan kekurangan-kekurangan yang terjadi dilapangan terutama pada proses implementasi yang dilakukan. Apabila di analisis lebih mendalam sebenarnya implementasi tahapan KPJM dan PBK sudah dilaksanakan semua sesuai dengan buku pedoman yang telah dibuat sebelumnya, namun masih terjadi berbagai macam kendala sehingga pelaksanaannya masih kurang sempurna. Kendala lebih bersifat teknis seperti SDM yang belum mumpuni dan pola pikir yang susah untuk diubah. Contoh kendala yang dialami terkait dengan SDM adalah kebingungan terhadap program dan kegiatan yang harus di indeksasi ataupun tidak, ketidakmauan SDM untuk berpikir lebih dalam
mengenai program yang seharusnya berhenti maupun dilanjutkan, awareness yang rendah terhadap prakiraan maju, ketidakmampuan menetapkan IKU dan IK. Kendala lain yang dialami diluar dari pelaksanaan tahapan adalah masih kencangnya politik pada pembahasan anggaran, sistem yang masih harus disempurnakan, kewenangan alokasi anggaran yang masih tumpang tindih dll. Kelemahan dan kendala tersebut tidak menyurutkan keinginan dari Kemenkeu terutama DJA untuk tetap mencapai tujuan dari KPJM. Penerapan KPJM sampai saat ini sudah dikatakan cukup baik, tujuan KPJM sudah terpenuhi meskipun belum seperti negara-negara lain yang sudah menerapkan KPJM jauh lebih lama. Prioritas anggaran sudah diusahakan sesuai dengan arahan kebijakan prioritas meskipun belum sepenuhnya terlaksana, defisit anggaran terhadap PDB bisa dikendalikan tidak melebihi 2%, bahkan pada pemerintahan SBY terjadi surplus. Target dari resource envelope tidak terlalu meleset sehingga bisa mengurangi beban hutang negara. Upaya optimalisasi berupa perbaikan-perbaikan masih terus dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia untuk
mengurangi
kendala-kendala dari
implementasi KPJM dan PBK, salah satunya dengan meminta staff ahli pelaksanaan sistem ini dari Australia. Staff ahli akan membantu Indonesia dalam proses penerapan dan perbaikan. Strategi lain ialah dengan melakukan evaluasi setiap tahun yang akan diikuti dengan strategi-strategi perbaikan yang dibuat oleh Pemerintah. Strategi berupa pembuatan aplikasi baru seperti aplikasi prakiraan maju dan aplikasi KPJM top down, penelaahan dan review anggaran berjangka, penelaahan dan review online dari pihak DJA, Bappenas,
K/L, dan Satker, pengetatan target anggaraan, membuat pedoman-pedoman baru pelaksanaan dan pelatihan-pelatihan terhadap SDM. 1.2 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah subjek penilitian yang digunakan hanya dari pembuat dan penanggungjawab pelaksanaan KPJM dan PBK saja yaitu DJA dari segi alokasi anggaran. Perspektif yang didapatkan masih terlalu sempit yaitu perspektif dari atas terutama pada alokasi anggaran. Hasil penelitian masih terbatas dari sudut pandang dari level atas saja yaitu level topdown. Penelitian akan lebih bagus dan akan mencakup gambaran keseluruhan yang lebih luas apabila menambah subjek penelitian level dari bottom-up yaitu Satker. Penelitian dari level satker memberikan pengetahuan mengenai kondisi realita yang ada di lapangan. 1.3 Saran 5.3.1 Saran untuk Pemerintah Indonesia Saran yang dapat dipertimbangkan untuk perbaikan implementasi dari KPJM dan PBK di Indonesia adalah memperbaiki SDM hingga level daerah. Perbaikan salah satunya bisa dengan melakukan pergantian pada SDM yang muda sebagai pemegang KPJM dan PBK mengingat mindset dari SDM yang tua lebih sulit untuk menerima perubahan. SDM muda diharapkan lebih teliti dalam evaluasi kebijakan, pembuatan baseline, prakiraan maju, IKU program, IK kegiatan sehingga kualitas anggaran akan lebih baik dan tepat sasaran. Pendampingan dan pelatihan bertahap juga tetap harus dilakukan meskipun
sudah terlaksana sejak awal persiapan penerapan sistem tersebut. Reward and punishment seharusnya juga bisa diterapkan bagi KL dan Satker yang menerapkan KPJM terutama pada pembuatan baseline, prakiraan maju dan PBK pada pembuatan IKU program dan IK kegiatan dengan benar. Reward and punishment tidak hanya sekedar untuk KL dan Satker yang melakukan penyerapan anggaran dengan baik. Reward and punishment yang dibuat diharapkan bisa membuat mereka lebih berhati-hati dalam penerapan dan bersemangat untuk bersaing untuk membuat KPJM dan PBK yang lebih berkualitas. Pemerintah harus menegaskan fungsi dari setiap kementerian terutama fungsi perencanaan dan alokasi anggaran agar tidak ada tumpang tindih kewenangan. Presiden harus memberikan keputusan terkait anggaran yang sangat optimis dari RPJM sebagai dokumen perencanaan yang berisi visi misinya, bagaimana penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan terhadap anggaran tersebut melihat kondisi kas negara. Ketidaktegasan presiden akan membuat K/L dan Satker bingung dalam mengalokasikan standar biaya yang ditetapkan. Pihak DPR sebagai pihak legislatif yang berwenang dalam pengesahan anggaran seharusnya tetap menyesuaikan dengan RPJM atau prioritas nasional yang telah dibuat. Kepentingan politik yang terlalu tinggi menjadikan mereka tidak objektif dan lebih mementingkan kepentingan kelompok masing-masing. Ketidak objektifan dari pihak legislatif akan menghambat pencapaian target pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam RPJM, terutama jika
alokasi anggaran yang dipotong itu adalah anggaran untuk kepentingan pembangunan masyarakat. DPR sebagai wakil rakyat seharusnya memiliki independensi tinggi untuk memperjuangkan nasib rakyat dengan mendukung program-program kepentingan
prioritas
politik
nasional,
semata.
bukan
Independensi
dengan
tersebut
mementingkan diharapkan
bisa
memberikan kontribusi yang maksimal terhadap alokasi prioritas anggaran terutama yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat sehingga target-target pembangunan nasional bisa tercapai. 1.3.2 Saran untuk Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya akan lebih baik apabila melakukan wawancara dengan K/L maupun Satker sehingga data yang didapatkan akan lebih komperhensif. Pengambilan data dari kedua sisi akan mendapatkan data yang lebih objektif dari dua pendekatan yaitu top-down maupun bottom-up. Selain itu peneliti juga bisa melibatkan Bappenas sebagai pihak perencana serta Menpan sebagai kementerian yang berfokus pada evaluasi output dan outcome untuk dijadikan objek penelitian.