127
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini berusaha untuk mneliti tentang kekerasan dalam rumah tangga yang berdampak pada pemdidikan formal anak. Prinsip disintegrasi social mengakibatkan runtuhnya fungsi pengontrol dari lembaga/institusi social dan memberikan kemungkinan kepada individu-individu untuk bertingkah laku semua sendiri tanpa kendali, tanpa control, dan tanpa penggunaan pola susila tertentu. Dari hasil penelitianyang berjudul Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berdampak pada Pendidikan Formal Anak) dapat ditarik kesimpulan bahwa kekerasan yang terjadi di lembaga keluarga yang berdampak pada pendidikan formal anak merupakan sesuatu yang mencerminkan kualitas seseorang dalam membina keluarga yang buruk atau bertempramental dalam menjalankan kewajibannya. Berikut kesimpulan dari hasil penelitian : 1.
Bentuk- bentuk KDRT Peneliti menyimpulkan adanya bentuk-bentuk KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri antara lain : a. Kekerasan Fisik dimana kekerasan ini yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan/ kemampuan normal tubuh. Contoh : penganiayaan, pemukulan.
127
128
b. Kekerasan Psikis Kekerasan Fisik ialah Suatu penyiksaan dalam bentuk ucapan (menghina, berkata kasar) sehingga menurunkan rasa percaya diri dan meningkatkan rasa takut. Kekerasan ini jika dilakukan terus menerus akan membuat dendam didalam hati. Contoh lain psikis yaitu Kekerasan Seksual. Kekerasan Seksual adalah Suatu perbuatan yang berhubungan dengan pemaksaan kepada istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara tidak wajar. Kekerasan seksual kerap terjadi dikalangan rumah tangga c. Kekerasan Ekonomi Kekerasan Ekonomi
merupakan ketidakjujuran suami dalam
memberikan pendapatan yang tidak selayaknya diberikan kepada istri. 2.
Faktor-faktor Pemicu terjadinya KDRT Faktor merupakan keadaan/ peristiwa yang ikut menyebabkan ataupun ikut mempengaruhi terjadinya sesuatu, dan merupakan tekhnik untuk menganalisis tentang saling. Ada beberapa factor dalam penelitian ini. Berikut ini factor-faktor pemicu KDRT : a. Faktor Ekonomi Dalam penelitian ini kemiskinan sangat mempengaruhi terjadinya konflik yang mana menyebabkan terjadinya kasus kekeasan dalam rumah tangga, dimana disebuah keluarga pendapatan yang diperoleh masih belum mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-
129
hari dan adanya penuntutan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi karena tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan tempat tinggal yang layak un sangat kesulitan. Ada beberapa factor kemiskinan yang tampak jelas dalam penelitian ini antara lain : - Pendapatan Rendah yaitu minimnya pendapatan yang didapatkan dalam pemenuhan hidup - Keadaan Rumah dimana kondisi tempat tinggal tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal b. Faktor Non Ekonomi merupakan factor yang mempengaruhi manusia untuk berbuat sesuatu yang mana berasal dari dalam jiwa manusia itu sendiri atau mencakup individu itu sendiri, yang mencakup beberapa hal, antara lain : - Ketidakharmonisan keluarga dimana antara anggota keluarga merasa tidak disayang atau tidak dihargai bahkan tidak dihiraukan ataupun merasa tersisih dalam rumah, serta seringnya terjadi konflik antara suami dan istri sehingga kekerasan dalam rumah tangga itu terjadi. - Ketidaksaling percayaan Dalam penelitian ini ketidaksaling percayaan merupakan hal yang mempengaruhi
persepsi,
dan
merupakan
karakteristik
dari
lingkungan dan obyek-obyek yang terlihat didalamnya. Elemenelemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengbagaimana seseorang merasakan
130
atau
menerimanya.Ketidakpercayaan
akibat
kegagalan
berkomunikasi antara suami dan istri sering menjadi pemicu konflik didalam rumah tangga. Kurangnya komunikasi membuat kurangnya rasa saling mengerti dan percaya ataupun mengerti sehingga membuat sering terjadinya pertengkaran - Kecemburuan Faktor kecemburuan juga merupakan pemicu dalam penelitian ini rasa cemburu sering terjadi antar pasangan yang berumah tangga. Rasa cemburu biasanya tumbuh secara subur dalam cinta antar lawan jenis dalam rumah tangga karena cinta dalam hubungan lawan jenis bersifat eksklusif yang artinya bahwa masing-masing pihak yang ada dalam hubungan itu tidak ingin atau tidak mau kalau cinta milik pasangannya terbagi dengan orang lain.Dari situlah rasa cemburu muncul terjadinya KDRT. Cemburu yang berlebihan dan tidak saling menyadari satu sama lain juga dapat menyebabkan perselisihan dan sakit hati yang terus menerus 3.
Dampak KDRT Terhadap Pendidikan Formal Anak Kekerasan dalam rumah tangga dengan alasan apapun dari waktu ke waktu akan berdampak terhadap keutuhan keluarga, yang pada akhirnya bisa membuat keluarga berantakan. Ada beberapa dampak KDRT dalam penelitian ini terhadap pendidikan formal anak, antara lain:
131
a. Depresi Anak Merupakan pengaruhyang terjadi akibat peristiwa yang terjadi di lingkungan yang berupa gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan,perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi yang dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas dalam proses belajar,dan ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood. b. Proses belajar anak tidak focus. Dari penelitian ini mengungkapkan kondisi psikologis yang dialami anak korban konflik tidak hanya berdampak terhadap kehidupan sehari-hari,melainkan juga proses belajar. Konflik tidak hanya membat kondisi anak yang terganggu tapi kegiatan belajar anak-anak juga terhambat.Anak-anak memperlihatkan gejala malas belajar, tidak bersemangat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau tugas, tidak konsentrasi dan kesulitan mengerjakan ulangan karena kurangnya perhatian dan pola asuh orang tua dalam menerapkan proses asuhan atau pengajaran terhadap pentingnya pendidikan formal yang dikarenakan adanya kekerasan dalam rumah tangga. c. Putus Sekolah Putus Sekolah dalam penelitian ini merupakan dampak yang terjadi pada anak akibat konflik orang tua yang mana menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga terutama dibidang formal adalah putus sekolah. Putus sekolah sendiri merupakan permasalahn pendidikan yang tak pernah berakhir dalam keluarga miskin. Masalah ini telah
132
berakar dan sulit dipecahkan, penyebabnya tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga. Putus Sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan formal. Hal ini terjadi apabila si anak kurang adanya niat dalam menempuh pendidikan formal dan kurangnya pengawasan serta perhatian dari orang tua itu sendiri. Hal tersebut karena seseorang kurang mampu memisahkan antara pekerjaan dengan masalah pribadinya. Lebih buruk lagi, kekerasan dalam lembaga keluarga belum sepenuhnya mendapat perhatian dan penanganan yang menyeluruh dari pemerintah yang akan berdampak pada pendidikan formal anak. Selama ini kekerasan yang pernah terjadi di lembaga keluarga masih banyak yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Hal tersebut disebabkan karena kekerasan yang dilakukan oleh kepala keluarga dianggap sebagai bentuk kewajaran dalam mengatasi masalah keluarga, meskipun tidakan yang dilakukan menyebabkan kerugian atau dampak yang kurang baik bagi korban bahkan anak. 4.
Implikasi Empiris Secara empiris, kekerasan yang terjadi di lokasi penelitian melibatkan kepala keluarga sebagai pelaku dan anggota keluarga bahkan anak sebagai korban dari kekerasan. Jenis kekerasan yang dilakukan di lokasi kekerasan merupakan kekerasan personal, sekalipun hal tersebut
133
terjadi di lembaga keluarga. Kekerasan yang dilakukan kepala keluarga memang terjadi di dalam sebuah lembaga keluarga namun tidak melibatkan system dan struktur pada umumnya. Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan personal berasal dari kondisi di luar system lembaga keluarga atau dapat disebut sebagai kondisi eksternal. Kondisi yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan latar belakang kondisi social ekonomi yang ada. Terjadinya kekerasan bukan hanya karena pengaruh dari permasalahan pribadi dan dengan kondisi social ekonomi saja, kekerasan yang terjadi juga dipicu oleh beberapa hal yang sifatnya incidental. Pemicu yang paling sering muncul di lokasi penelitian adalah pelaku yang bertempramental dan emosional. Hal tersebut yang mendorong terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan
yang
terjadi
merupakan
bentuk
refleksi
atas
permasalahan di dalam lembaga keluarga yang dialami anggota keluarga. Sehingga dengan adanya sikap temperamental memicu pelaku untuk melakukan kekerasan terhadap anggota keluarga sebagai bentuk pelampiasan emosi akibat dari permasalahan pribadi yang dialaminya. Dalam hal ini, sikap kepala keluarga dapat dinilai tidak bijaksana karena membawa permasalahan di luar system keluarga ke dalam lingkungan keluarga. Permasalahan pribadi yang dialami oleh anggota keluarga yang melakukan tindak kekerasan di lokasi penelitian antara lain tentang
134
kondisi ekonomi keluarga yang masih berkurangan sehingga mendorong pelaku tersebut untuk melakukan kekerasan fisik. Ketidakmampuan dalam menanggung beban ekonomi keluarganya. Permasalahan lain yang ditemukan dilokasi penelitian adalah tindak kekerasan yang dilakukan kepala keluarga sebagai pelampiasan atas emosinya dalam menghadapi masalah pribadi,yaitu tentang kondisi kepala keluarga yang hanya sebagai buruh bengkel serta lingkungan tidak baik pula yang mana berpenghasilan sangat minim yang membebani akal dan fikiran,yang berakibat emosi bahkan temperamental Kekerasan yang dilakukan kepala keluarga terhadap anggota keluarga tersebut mencerminkan kualitas orang tua yang kurang bijaksana dalam membina rumah tangga dan mendidik anak, karena tidak mampu memisahkan antara kewajiban dengan masalah pribadi yang dialaminya. Anggota keluarga bahkan anak yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan di dalam keluarga membawa dampak yang kurang baik, tidak hanya bagi kondisi fisik semata, namun juga bagi kejiwaan.Bagi korban, dampak yang ditimbulkan secara langsung adalah perasaan takut yang timbul karena kekerasan yang pernah dialaminy. Bagi anak,dampak kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri membawa dampak yang lebih luas yaitu berkurangnya motifasi siswa untuk beljar di sekolah bahkan mengalami putus sekolah.
135
5.
Implikasi Teoritis Dalampenelitian ini, teori yang digunakan adalah teori Struktural Fungsional. Dari teori memusatkan perhatiannya pada hubungan antara akibat dari tingkah laku berkesinambungan
atau berkaitan dan saling menyatu dalam
yang terjadi dalam lingkungan actor, ini berarti
bahwa teori iniberusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi di masa sekarang melalui kemungkinan akibatnya yang berlaku di masa yang akan datang. Terkait dengan tindak kekerasan yang dilakukan oleh kepala keluarga dalam lembaga keluarga merupakan bentuk akibat dari tindakan individual yang dipengaruhi oleh permasalahan pribadi yang sebelumnya dibawanya dari luar lingkungan lembaga keluarga kemudian dilampiaskan terhadap anggota keluarganya. Suatu tindakan baik yang dilakukan terhadap orang dewasa atau terhadap anak- anak merupakan bentuk perilaku menyimpang,yang dapat menimbulkan akibat sesudahnya bagi obyek tindakan kekerasan, dan menimbulkan ganjaran (reward) yang negative bagi actor yang melakukan tindakan kekerasan. Konsep tersebut berkaitan dengan ganjaran yang diterima oleh kepala keluarga terhadap anggota keluarganya, yaitu berupa protes yang dilakukan anggota keluarganya (istri), karena merasa bahwa belum bisa mencukupi kebutuhan sehari – hari dalam masalah ekonominya,terlebih lagi, tindakan kekerasan yang dilakukan kepala keluarga terhadap anggota keluarga bahkan anak menimbulkan dampak yang buruk yaitu istri dan anak memiliki rasa
136
takut trutama dalam psikisnya, anak kehilangan motivasi belajar di sekolah, serta merasa merasa malu dengan teman- teman di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal atas kekerasan yang dialami orang tuanya. Selain bentuk protes yang diterima korban atas perlakuan tindakan kekerasan tersebut, reward negative lain yang diterima atas tindakan kepala keluarga yang melakukan kekerasan terhadap istri adalah hilangnya kepercayaan korban terhadap pelaku tindak KDRT tersebut, karena merasa bahwa jaminan akan rasa aman bagi anaknya tidak didapatkan lagi dari perlakuan yang diterapkan di lingkungan keluarga terutama dalam rumah tangga. Tentang tindak kekerasan yang dilakukan dengan latar belakang kondisi eksternal keluarga atau kondisi di luar lembaga keluarga yang disampaikan Galtung sebagai tindak kekerasan personal. Latar belaakang tindak kekerasan yang dilakukan dilokasi penelitian, berlatar belakang kemiskinan yang merupakan penyebaab yang sifatnya structural. Namun dalam hal ini kemiskinan bukan sesuatu yang disebabkan karena buruknya system dalam lembaga ekonomi. Dari latar belakang kondisi structural social lembaga keluarga tersebut, tidak ditemukan bentuk keluarga structural. Namun kekerasan yang terjadi adalah bentuk kekerasan personal yang dilakukan didalam rumah tangga.
137
Hasil penelitian ini secara teoritis mendukung teori kekerasan yang disampaikan Galtung. Namundalam hal ini hasil yang ditemukan dapat digeneralisasikan bahwa kekerasan personal dapat terjadi didalam lingkungan structural keluarga sekalipun lembaga keluarga memiliki system yang berlaku bagi structur yang ada didalamnya. 6.
Implikasi Metodologis Penelitian ini menggunakan strategi yang sangat sederhana yaitu dengan menggunakan metode observasi yang dilakukan untuk melihat secara langsung semua aktifitas yang berlangsung dalam lembaga pendidikan,baik proses belajar mengajar maupun semua bentuk interaksi yang terjalin antar struktur yang menjadi bagian dari lembaga keluarga. Setelah diperoleh gambaran tentang situasi dan kondisi dalam lingkungan lembaga keluarga, maka informasi yang dibutuhkan untuk menjawab berbagai permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, perlu diadakan wawancara yang sifatnya tertutup, karena informasi yang dibutuhkan lebih bersifat sensitive yaitu menyangkut tindak kekerasan dalam rumah tanggayang melibatkan dampak terhadap pendidikan formal anak sebagai korban. Observasi informan dilakukan baik secara langsung ketika proses wawancara berlangsung dan juga secara tidak langsung yaitu di lingkungan tempat tinggal pelaku yang bersangkutan. Observasi yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang latar belakang informan
138
diperdalam melalui wawancara dalam berbagai kesempatan, namun harus menghilangkan kesan interogasi terhadap informan yang dituju. Wawancara yang dilakukan terhadap pelaku dan korban kekerasan dalam rumah tangga ditentukan berdasarkan observasi yang dilakukan sebelumnya baik secara langsung berdasarkan informasi Aakan tetapi mengumpulkan data dengan pelaku sulit, sebaiknya penelitian yang akan datang diganti observasi yang lebih mendalam yang sebelumnya didapatkan dari berbagai pihak baik yang menjadi bagian dalaam lembaga keluarga yang ditunjuk sebagai lokasi wawancara, maupun pihak luar yang memberikan informasi secara tidak langsung. Hasil observasi ini yang pada akhirnya dapat menentukan informan mana yang dapat diwawancarai untuk memperoleh data sesuai kuotaa informasi yang dibutuhkan, khususnya tentng masalah kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri di lingkungan sekolah dasar. Dipilihnya
Wilayah
Kelurahan
Semanggi
sebagai
lokasi
penelitian ini adalah karena wilayah Semanggi merupakan daerah yang rawan konflik dimana lingkungan sekitar sangat mempengaruhi dikehidupan lembaga keluarga akibat dampak ekonomi, sehingga di dalamnya
banyak
ditemukan
berbagai
permasalahan
terkait
keharmonisan keluarga dan pendidikan yang banyak mengalami perubahan daalam bentuk aspek, baik secara kultural maupun social sehingga
banyak
ditemukan
melibatkan anggota keluarga.
bentuk-bentuk
penyimpangan
yang
139
Hal tersebut memunculkan motivasi untuk mengungkap berbagai faktor, dampak serta upaya menghindari kekerasan dalam keluarga. Informasi tentang kekerasan dalam keluarga harus dilakukan dengan metode wawancara secara mendalam, karena hanya dengan metode tersebut, akan mempu mengungkap segala bentuk kekerasan yang selama ini masih dianggap sebagai hal yang wajar oleh masyarakat, sekalipun hal tersebut menimbulkan dampak yang merugikan bagi seorang istri dan anak sebagai korban.
B. Saran Setelah diperoleh gambran tentang situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga, maka informasi yang dibutuhkan untuk menjawab berbagai permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, perlu diadakan wawancara yang sifatnya tertutup, karena informasi yang dibutuhkan lebih bersifat sensitif yaitu menyangkut tindak kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan dampak terhadap pendidikan formal anak. Wawancara yang dilakukan terhadap pelaku dan korban kekerasan dalam rumah tangga ditentukan berdasarkan observasi yang dilakukan sebelumnya baik secara langsung berdasarkan informasi. Akan tetapi mengumpulkan data dengan pelaku sulit, sebaiknya penelitian yang akan datang diganti observasi yang lebih mendalam yang sebelumnya didaptkan dari berbagai pihak yang menjadi bagian dalam lembaga keluarga yang
140
ditunjuk sebagai lokasi wawancara, maupun pihak luar yag memberikan informasi secara tidak langsung. KDRT itu sendiri berdampak negatif pada anak dalam perkembangan kepribadian anak cacat terutama secara psikis dan pendidikan formal anak. Maka sebaiknya menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan amoral atau tercela. Untuk itu penanaman pendidikan formal terhadap anak sejak dini perlu diterapkan sebagai pedoman dan tuntunan hidup. Seringkali terlihat penerapan nilai-nilai agama dan pendidikan formal sebagai pedoman hidup berperilaku sehari-hari diabaikan, sehingga perilaku anaka cenderung sulit dikendalikan. Hal ini dikarenakan anak tidak merasa mempunyai perhatian akibat penyimpangan yang terjadi di dalam anggota keluarga dan melakukan tindakan yang kurang terpuji. Mudah terpengaruh dengan lingkungannya karena dasar pendidikan sejak dini di dalam anggota keluarga yang menyimpabg tidak dipahami dan dimengerti sama sekali. Menhinjak usia sekolah, perkembangan anak sangatlah pesat. Dan hal ini patut menjadi perhatian, mengingat karena dalam pendidikan formal peran orang tua sangatlah dituntut sekali dalam hal pemberian motivasi
dan
pengarahan
dalam
kegiatan
belajar
anak.
141
DAFTAR PUSTAKA
Drajat, Zakiah, 1993, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta : CV Haji. Gunarsa, Singgih. 1984. Psikologi Perkembangan. Jakarta Pusat : PT. Gunung Mulia. Horton, Paul B. : Hunt, Chester L. Hurt. 1991. Sosiologi jilid 2. Jakarta : Erlangga. Hurlock, 1980. Psikologi Perembangan. Jakarta : Erlangga. Kartono Kartini. 1990. Psikologi Anak. Bandung : Mandar Maju. Langgulung, Hasan. 1995. Pendidikan. Jakarta : Pustaka Al-Husna. Miller, 2005. Communication Theories. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Moeloeng, Lecy J. 2000. Metodolgi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya. Nasution, S. 1994. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. Ritzer,George. 1985. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta : Rajawali. Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Kekerasan. Jakarta : Ghalia Indonesia. Slamet, Yulius. 2006. Metode Penelitian Sosial. UNS Press : Surakarta. Soeaidy, Sholeh dan Zulkhair. 2001. Dasar Hukum Perlindungan Anak : Anak cacat, Anak Terlantar, Anak Kurang Mampu, Pengangkatan Anak, Pengadilan Anak, Pekerja Anak. Jakarta : CV. Novindo Pustaka Mandiri. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga Remaja Dan Anak. Jakarta : Rineka Cipta. Sukandarrumidi, 2002. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Gadjah Mada. University.
142
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press. William J Goode. 1985. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Bumi Aksara.
Data Internet www.Artikel KDRT.com www.Pendidikan.com www.Teori Miller.pdf www. Bentuk –bentuk KDRT.pdf www.Teori Cooser.com www.Fungsi Pendidikan Keluarga.com www,Fungsi Perlindungan Keluarga.com www.definisi anak.com www. Definisi dan tokoh sosiologi,com
Data JournaL www.Jurnal Rochmat Wahab 2004 www. Jurnal Sellie Feranie, M.Si 2006 www. Jurnal Assegaf 2002 Data Jounal International www.Jurnal Julie L. Crouch, Joul S. Milner 2003 www.Jurnal Dirk Pasalbesssy 2005