BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pertanyaan yang menjadi ciri khas dari kebudayaan Jawa adalah bahwa cirinya terletak dalam kemampuan luar biasa kebudayaan Jawa untuk membiarkan diri dibanjiri oleh gelombang-gelombang kebudayaan yang datang dari luar dan dalam banjir itu mempertahankan keasliannya. Kebudayaan jawa justru tidak menemukan diri dan berkembang kekhasannya dalam isolasi, melainkan dalam pencernaan masukan-masukan kultural dari luar. Perkembangan kebudayaan itu tidak lepas dari perkembangan dari perubahan kehidupan sosial masyarakat yang dipengaruhi oleh kebudayaan asing yang mempengaruhi tingkah laku, pikiran dalam kehidupan masyarakat. Pada akhirnya perkembangan dari sosial masyarakat itulah yang menentukan sikap dari masyarakat terhadap kebudayaan lokalnya bisa berakibat pada perubahan yang progesif dimana kebudayaan asing bisa juga menjadi pengaruh negatif yang cenderung merusak atau menghilangkan kebudayaan asli. Hal semacam ini salah satu kebudayaan lokal yang telah mengalami perubahan akibat sikap masyarakat yang sudah terakulturasi oleh budaya asing adalah Tradisi Suran Mbah Demang. Desa Banyuraden merupakan desa yang memiliki tradisi sebagai pariwisata. Tradisi tersebut adalah tradisi Suran Mbah Demang yang dilaksanakan di Dusun Modinan tepatnya tanggal 7 Muharram (Sura) sampai
dengan tanggal 8 Muharram (Sura). Acara tersebut merupakan acara yang rutin dilaksanakan di desa tersebut. Acara tersebut dilaksanakan sebagai wujud kesetiaan dan penghormatan kepada Mbah Demang yang sudah meninggal karena jasa-jasanya. Awalnya persiapan pada acara Suran Mbah Demang adalah semua masyarakat sekitar dan keturunan Mbah Demang membersihkan sekitaran sumur, makam pusaka, rumah Mbah Demang dan Makam Mbah Demang. Kemudian setelah itu dari tanggal 1 sampai 7 Muharram (Sura) ada acara tahlilan yang diikuti oleh keturunan Mbah Demang dan warga sekitar. Setelah hari ke 7 semua mempersiapkan acara sebagai puncak dan penutupnya serangkaian acara Tradisi Suran Mbah Demang. Semua keturunan perempuan Mbah Demang memasak dan menyajikan sesaji sebagai pelengkap dalam acara sholawatan. Serangkaian acara selanjutnya sekitar pukul 08.00 WIB Kirab Budaya yang berisikan arak-arakan gunungan, kendhi ijo, kesenian seperti: jathilan, hadroh, tari-tarian, anak kecil berkuda, ogoh-ogoh, dan prajurit-prajurit pengiring gunungan mulai berdatangan. Semua itu berjalan mulai dari Balai Desa Banyuraden sampai depan rumah Mbah Demang. Setelah sampai di depan rumah Mbah Demang Kirab Budaya yang dipimpin oleh Dinas Kebudyaan tersebut disambut oleh keluarga Mbah Demang. Dinas Kebudayaan menyerahkan Kitab “Bendhe” dan foto Mbah Demang kepada keluarga atau keturunan Mbah Demang sebagai simbol serah terima pusaka. Kemudian setelah acara tersebut selesai ditutup dengan berdoa, semua penonton yang menyaksikaan dari mulai awal hingga kirab selesai, baik warga
sekitar maupun warga luar kota mengambil gunungan dan Kendhi Ijo secara berebut. Perebutan gunungan dan Kendhi Ijo bertujuan untuk mendapatkan berkah lantaran Mbah Demang. Semua orang berebut sampai ada yang terinjak dan terjatuh. Itu semua adalah fenomena yang terjadi di sana. Setelah semuanya selesai kemudian mereka mengambil air di sumur Tobat Maring Allah dengan menggunakan kendhi atau mereka membawa botol sendiri. Tujuan dari hal tersebut adalah mereka percaya bahwa dengan adanya air sumur tersebut dengan meminum atau berwudhu dapat memberikan berkah bagi mereka. Pada puncak acara yaitu sholawatan yang dipimpin oleh orang yang dituakan di Desa tersebut. Setelah pukul 00.00 WIB keluarga dari keturunan yang dituakan yaitu bapak Bd mandi dan membakar menyan di Sumur Tobat Maring Allah tersebut. Banyak sekali orang yang datang setelah pukul 00.00 WIB karena berkah berlipat datang setelah waktu menunjukkan 00.00 WIB. Kearifan lokal juga muncul dalam tradisi suran Mbah Demang tersebut yaitu pertama adanya Kitab Bendhe. Kitab Bendhe adalah kitab yang ditulis dengan huruf hijaiyah tetapi pembacaannya dengan bahasa jawa sering dikenal dengan “arab jawa.” Kitab ini berisikan tentang kehidupan manusia, kitab ini menjadi pedoman keturunan Mbah Demang dalam kehidupan sehari-hari karena isi dari kitab tersebut tentang kebaikan. Kedua, Sumur Tobat Maring Allah yang selama ini masih dijaga kelestariannya sehingga orang-orang bisa memanfaatkan air tersebut untuk kehidupan sehari dan juga untuk mendapatkan berkah. Hal tersebut yang selama ini dijalankan Trah Mbah
Demang sebagai bekal dikehidupan yang berada di desa yang solidaritasnya tinggi. Partisipasi masyarakat sebegai pendukung acara tersebut juga terlihat mulai dari kerjasama dan gotong royong dari persiapan sampai akhir acara, yaitu: 1) Partisipasi uang. Uang merupakan hal pokok dalam acara Suran tersebut karena seluruh rangkaian tradisi tidak luput dari uang. Uang ditanggung oleh keluarga dari Mbah demang tetapi anggaran dari Dinas Kebudayaan juga ada karena tradisi ini sudah menjadi pariwisata. 2) Partisipasi harta. Seluruh warga dengan gotong royong dalam pengadaan tenda,kursi, alat masak, sound system, meja, dan lainnya. 3) Partisipasi tenaga. Banyak sekali yang berperan dalam acara ini seperti halnya kaum perempuan memasak keperluan sesaji, makanan, minuman, sedang kaum laki-laki menyiapkan segala yang diperlukan dalam acara yaitu: persiapan kirab budaya, bersihbersih lingkungan, menyiapkan tempat dan sebagainya. 4) Partisipasi keterampilan. Terlihat pada kirab budaya ketika semua persiapan dan juga keperluan kirab budaya disiapkan warga. Kreatifitas dan pemikiran warga dapat terlihat adanya banyak sekali kesenian-kesenian yang ditampilkan seperti: wayangan, jathilan, hadroh, ogoh-ogoh, tari-tarian dan sebagainya. Perubahan juga terjadi pada tradisi Suran Mbah Demang, terbukti adanya perubahan pada tempat air yang dahulunya kendhi sekarang dengan botol, adanya tempat pasar malam, dahulunya banyak penjual kendhi dan sekarang hanya tinggal satu orang saja, rumah Mbah Demang yang dahulu besar
sekarang hanya tinggal sebidang saja, kemudian dahulu banyak penjual jajanan pasar sekarang sudah ganti dengan jajanan modern. SARAN 1. Bagi Masyarakat Setempat: a. Supaya tetap menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang ada pada Tradisi Suran Mbah Demang. b. Supaya tetap menjaga Sumur Tobat Maring Allah sehingga bisa tetap asri. 2. Bagi Panitia/Trah: a. Lebih matang lagi mempersiapkan acara seperti: memberi jarak antara peserta kirab dan penonton sehingga nyaman untuk semua pihak. b. Lebih meningkatkan lagi publikasi tentang Tradisi Suran Mbah Demang sehingga dapat dikenal masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Bungin. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Edi Sedyawati. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Franz Magnis-Suseno SJ. 2001. ETIKA JAWA (sebuah analisa falsafah tentang kebijaksanaan hidup jawa). Jakarta: PT. Gramedia. Hartono Hadikusumo dalam John Pemberton. 2003. JAWA. Yogyakarta: Mata Bangsa. Hartono, dkk. 2003. Upacara Adat Masyarakat (Propinsi Daerah Istimewa Yogayakarta). Yogyakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Husaini Usman, dkk. 1995. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Keith Davis, dalam Santoro Sastropetro. Partisipasi Komunikasi Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Lexy J. Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Naning Margasari. 2004. Profil, Kedudukan dan Peran Perempuan dalam Badan Perwakilan Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Parsudi Suparlan. 1984. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: CV. Rajawali. Poloma Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada. P. Soemitro dalam Hans Antlov and Sven Cederroth. 2001. Kepemimpinan Jawa (Perintah, Halus, Pemerintahan Otoriter). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Ritzer, George dan Douglas, J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi (dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern). Yogyakarta: Kreasi Wacana Offset. Suharsini. 1993.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakstis. Jakarta: Rineka. Suwardi Endraswara. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: CV. Adipura. Falsafah Hidup Jawa. Tangerang: Cakrawala. Sumintarsih. 2007. Dewi Sri dalam Tradisi Jawa. Jantra. Vol. II. No. 3. Juni. Suwardi Endraswara. 2003. Falsafah Hidup Jawa. Tangerang: Cakrawala. Wahjudi Pantja Sanjata. 1993. Tradisi Suran Desa Modinan. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jederal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. W. Gulo. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Skripsi: Erlina
Lestariningsih. 2011. Kearifan Lokal Masyarakat Tlogo dalam Mempertahankan Kepercayaan Empu Pitu di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Skripsi. UNY: Yogyakarta.
Rian Alfia Dewi. 2009. Pelestarian Upacara Adat Bekakak di Bulan Sapar Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Skripsi. UNY: Yogyakarta.