BAB V PENUTUP Bab ini berisi simpulan hasil penelitian, implikasi teoritis dan implikasi praktis, keterbatasan dan saran untuk penelitian yang akan datang. Bagian pertama memaparkan simpulan atas hasil pengujian hipotesis serta pembahasan hasil penelitian. Bagian kedua menguraikan implikasi teoritis dan praktis hasil penelitian. Bagian ketiga menguraikan keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian yang akan datang. 5.1
Simpulan
Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa fenomena efek halo terjadi pada auditor yang mendapat informasi holistik sehingga risiko salah saji material yang ditentukan menjadi kurang akurat dibandingkan auditor yang mendapat informasi spesifik. Auditor dengan penilaian kondisi awal klien yang meyakinkan akan mengalami efek halo yang tinggi sehingga ketika menerima informasi dari partner berskopa holistik, akan mendorong auditor menentukan risiko salah saji material yang rendah. Hal ini disebabkan karena auditor masih terbawa pada penilaian yang mengesankan atas kondisi klien, sehingga menganggap klien memunyai risiko salah saji material yang rendah. Kondisi sebaliknya pada auditor dengan efek halo yang tinggi tetapi menerima informasi partner berskopa spesifik akan menentukan risiko salah saji material yang lebih tinggi dibandingkan auditor dengan efek halo tinggi dan menerima informasi partner berskopa holistik.
123
Penelitian ini mengusulkan metoda akuisisi pengetahuan swa-eksplanasi dan balikan eksplanatori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metoda akuisisi pengetahuan swa-eksplanasi sebagai strategi mitigasi efek halo tidak dapat didukung dalam penelitian ini. Temuan ini menunjukkan bahwa swa-eksplanasi dalam bentuk narasi tertulis tidak mampu merevisi penilaian awal yang sudah diberikan. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa balikan eksplanatori berupa hasil review manager merupakan metoda akusisi pengetahuan yang bisa menjadi strategi mitigasi efek halo pada auditor. Efek halo yang dapat dimitigasi ditandai dengan peningkatan akurasi pertimbangan profesional dalam menentukan risiko salah saji material. Temuan ini konsisten dengan Earley (2001, 2003) bahwa balikan eksplanatori dapat meningkatkan pertimbangan profesional auditor. Balikan eksplanatori berupa review audit merupakan metoda pengendalian kualitas audit dan pelatihan auditor (Rich, Solomon dan Trotman, 1997). Hasil penelitian ini mendukung hasil riset terdahulu bahwa Kantor akuntan publik secara rutin berupaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi review (Bamber dan Bylinski, 1987; Rich, Solomon dan Trotman, 1997; Gibbins dan Trotman, 2002; Miller, Fedor dan Ramsay, 2006). 5.2 5.2.1
Implikasi Penelitian Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan implikasi secara teori bahwa informasi sebagai objek audit juga dapat menyebabkan distorsi kognitif. Temuan ini melengkapi hasil riset terdahulu yang menjelaskan efek halo terjadi karena karena evaluasi
124
menyeluruh atas suatu objek yang dinilai. Efek halo tidak saja terjadi karena evaluasi menyeluruh tetapi juga karena penyajian informasi dalam skopa holistik sehingga berdampak pada ketidakakuratan pengambilan keputusan. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa metoda akuisisi pengetahuan balikan eksplanatori merupakan strategi mitigasi efek halo pada auditor. Temuan ini berimplikasi bahwa secara teoritis bahwa efek halo yang dirasakan auditor dapat dibantu dengan balikan korektif dari luar diri auditor, dalam hal ini adalah review manager yang lebih berpengalaman. Teori kognitif yang menjelaskan efek halo dapat dikolaborasikan dengan teori pembelajaran untuk mitigasi efek halo. 5.2.2
Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini memberikan temuan bahwa efek halo dapat terjadi pada auditor. Kantor Akuntan Publik dalam mengelola sumber daya perlu mengantipasi hal ini melalui berbagai pelatihan. Metoda pelatihan yang dapat digunakan untuk memitigasi efek halo adalah balikan eksplanatori. Auditor pelaksana yang biasanya diberikan penugasan prosedur analitis di tingkat perencanaan, lebih tepat diberikan informasi berskopa spesifik daripada informasi berskopa holistik. Informasi berskopa spesifik menyebabkan pengambilan keputusan menjadi lebih akurat. 5.3
Keterbatasan dan Saran untuk Penelitian Mendatang
Penelitian ini memunyai beberapa keterbatasan sebagai berikut. Pertama, penelitian ini menggunakan swa-eksplanasi dalam bentuk narasi tertulis dan hasilnya tidak dapat mendukung hipotesis yang diajukan. Penggunaan narasi
125
tertulis memiliki keterbatasan apabila subjek memiliki karakteristik yang tidak suka berargumen secara tertulis. Penelitian yang akan datang dapat mengembangkan manipulasi swa-eksplanasi dengan memberi kesempatan pada subjek untuk berargumen secara lisan dalam bentuk diskusi. Riset Murthy dan Kerr (2003), menunjukkan bahwa subjek yang diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat face-to-face memiliki pertimbangan profesional lebih baik daripada ketika menyampaikan pendapat melalui media komputer (computer mediated communication) maupun menyampaikan pendapat melalui media telepon (Reckers dan Schultz, 1982; Schultz dan Reckers, 1981). Kedua, penelitian ini menguji swa-eksplanasi dan balikan eksplanatori sebagai metoda akuisisi pengetahuan untuk memitigasi efek halo dengan berbasis pada keputusan individual. Pemahaman atas bisnis dan industri klien secara khusus dapat didistribusikan di antara anggota tim audit (Murthy dan Kerr, 2004; Harding dan Trotman, 1999; Rich, Solomon dan Trotman, 1997; Ramsay, 1994). Dengan memperhatikan bahwa prosedur analitis dapat dilakukan dalam tim, maka penelitian yang akan datang dapat menggunakan diskusi grup untuk meminimalisir efek halo yang berpengaruh terhadap akurasi pertimbangan profesional auditor. Penugasan berbasis grup di masa yang datang dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan pertimbangan atas review analitis (Carpenter 2007; Ismail dan Trotman, 1995). Ketiga, penelitian ini dilakukan dengan memfokuskan pada efek halo positif yaitu menampilkan kondisi klien yang meyakinkan (positif) padahal memiliki fluktuasi akun yang tidak konsisten untuk mengidentifikasi efek halo.
126
Riset yang akan datang dapat menampilkan kondisi klien yang negatif sebagai kebalikan dari efek halo positif. Dengan demikian, hasil penelitian atas efek halo dapat semakin dikembangkan, tidak hanya dari sisi efek halo positif tetapi efek halo yang negatif berpotensi terhadap akurasi pertimbangan profesional auditor. Keempat, riset efek halo dalam penelitian ini memfokuskan pada prosedur analitis untuk fase penentuan hipotesis awal. Prosedur analitis dalam tahap perencanaan, menurut Koonce (1993) terdiri dari empat komponen proses diagnostik, sekuensial dan iteratif (DSI): representasi mental, sekuensial, menghasilkan hipotesis, pencarian informasi dan evaluasi hipotesis. Messier, Simon dan Smith (2013) menyatakan bahwa proses analitis terdiri dari: (1) mengembangkan ekspektasi, (2) menentukan perbedaan yang bisa ditoleransi, (3) membandingkan ekspektasi dengan perbedaan yang ditoleransi, (4) evaluasi penjelasan dan bukti pendukung. Penelitian ini menginvestigasi efek halo dalam fase pertama yaitu mengembangkan ekspektasi atau menentukan hipotesis awal. Riset tentang efek halo di masa yang akan datang dapat dikembangkan pada fase prosedur analitis yang lain dengan desain intrasubjek. Subjek dapat diberikan manipulasi yang berbeda pada tiap fase prosedur analitis kemudian diminta menentukan pertimbangan profesionalnya pada tiap fase untuk diidentifikasi efek halo yang terjadi pada setiap fase prosedur analitis. Kelima, konteks prosedur analitis dalam penelitian ini adalah untuk pengauditan berbasis risiko pada akuntan publik dan tidak pada auditor pemerintah (misalnya Badan Pemeriksa Keuangan). Dengan demikian, apabila hasil penelitian akan digeneralisasi ke auditor pemerintah perlu dicermati bahwa
127
fenomena efek halo dalam lingkungan auditee berbeda antara sektor privat dan sektor pemerintah. Auditor pemerintah memiliki kultur budaya maupun pendekatan audit yang berbeda dengan akuntan publik. Impresi positif yang memicu munculnya efek halo dalam lingkungan bisnis dapat ditimbulkan dari kondisi perusahaan klien yang meyakinkan dan skopa informasi holistik yang diterima akuntan publik. Dalam lingkungan pemerintah, impresi positif yang ingin ditampilkan auditee tidak sama dengan auditee dalam lingkungan bisnis karena kondisi tiap lembaga baik kondisi fisik maupun pelaporan yang diperiksa cenderung standar atau sama. Riset yang akan datang dapat mengembangkan hasil penelitian ini dalam konteks pemerintahan dalam pengujian efek halo dikaitkan dengan pemberitaan korupsi di departemen yang bersangkutan. Departemen yang diberitakan oleh media massa terindikasi korupsi apakah memengaruhi penilaian awal auditor dibandingkan dengan departemen yang diberitakan positif oleh media massa. Keenam, metoda untuk pemitigasian efek halo selain pelatihan adalah pengendalian statistis, peningkatan familiaritas dengan peringkat dan pengelompokan peringkat. Riset yang akan datang dapat menggunakan analisis sensitivitas dengan membandingkan metoda pelatihan dengan metoda lain pemitigasian efek halo (nonpelatihan). ****
128