BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan meningkatkan modal maka hak-hak pemegang saham yang tidak menaikan modal tersebut wajib tetap diberikan meskipun dengan beberapa konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemegang saham tersebut. Pelaksanaan penyetoran saham sangat tergantung pada Direksi perseroan. Direksi perseroan diharapkan dapat bertindak “pro-aktif” untuk melakukan penagihan atas utang pemegang saham terhadap perseroan. Dalam hal penagihan telah dilakukan, namun penyetoran modal tidak juga dilaksanakan maka perseroan dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a)
mengajukan gugatan perdata kepada pemegang saham yang tidak melakukan penyetoran dalam bentuk gugatan utang-piutang;
b)
meminta dilakukannya Rapat Umum Pemegang Saham yang bertujuan membeli kembali saham perseroan yang tidak disetor oleh pemegang saham sebagai treasury stock; atau
c)
secara tegas menyatakan pengurangan modal perseroan; atau Atas konsekuensi yang harus ditanggung oleh Pemegang Saham
karena tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal seperti tersebut di atas, Pemegang Saham masih tetap mendapatkan hak-haknya meskipun adanya pengurangan modal, dapat digugat di pengadilan oleh
114
perseroan sebagai utang piutang serta pengambilalihan saham oleh pemegang saham lainnya atau pihak ke tiga yang disetujui RUPS perseroan. Adapun Hak-hak yang dilindungi oleh Undang-undang perseroan terbatas terhadap pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat peningkatan modal sebagai berikut: 1. hak mengajukan gugatan ke pengadilan 2. hak agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar 3. hak meminta ke Pengadilan Negeri untuk menyelenggarakan RUPS 4. hak menghadiri RUPS 5. hak menerima deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi
Berdasarkan Teory Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham minoritas dengan prinsip Majority Rule Minority Protection : pemegang saham tetap mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau dengan kata lain dilindungi. Meskipun demikian antara hak dan kewajiban harus seimbang. Artinya selain tetap diberikan hak2x-nya, pemegang saham semestinya menjalankan kewajibannya dalam hal ini menyetorkan modalnya pada saat peningkatan modal perseroan dilakukan.
2. Dalam hal Perseroan tidak melakukan mekanisme sebagaimana yang diharuskan dalam UU No.40 Tahun 2007 untuk meningkatkan modal perseroan maka Pemegang
Saham
yang
tidak
menyetorkan
pertanggungjawabannya apabila terjadi kerugian.
115
modal
dapat
diminta
Dalam hubungannya dengan pemegang saham yang tidak menaikan modalnya pada saat perseroan meningkatkan modal maka mengenai apakah pemegang saham tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban atau tidak atas kerugian perusahaan, mengacu pada pasal 3 ayat 2 UUPT jawabannya adalah pemegang saham tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban.
Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modalnya tanpa melalui mekanisme yang diharuskan oleh UU PT No.40 Tahun 2007 tidak mengurangi hak-hak yang harus tetap diberikan kepada Pemegang Saham tersebut pada saat perseroan mengalami kerugian. Hal ini sebagai pengejahwantahan dari Prinsip majority rule minority protection dalam Teory Mengenai Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.
Permasalahan adanya corporate action terkait penambahan/peningkatan modal suatu perseroan acap kali digunakan para pemilik saham mayoritas untuk mendilusi kepemilikan saham minoritas. Namun, sepanjang corporate action ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku pada UUPT, maka tidak adanya pelanggaran hukum yang dapat dialamatkan kepada perseroan. Sebaliknya jika tidak melalui mekanisme yang diatur oleh UU, perseroanpun tidak dapat sewenang-wenang mengurangi hak-hak yang harus diberikan kepada pemegang saham yang tidak ikut menyetorkan modal pada saat peningkatan modal perseroan terbatas dilakukan tanpa RUPS dan/atau memenuhi persyaratan
116
kuorum. Langkah yang dapat dilakukan oleh pemegang saham atas tindakan yang dilakukan perseroan adalah dalam hal pemegang saham yang dirugikan dapat membuktikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan perseroan terkait dengan peningkatan modal perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar tersebut, Pemegang saham yang dirugiakan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan perseroan.
Sehubungan dengan tanggung jawab pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat peningkatan modal perseroan dilakukan tanpa melalui mekanisme yang diatur UUPT ini; pada satu sisi perseroan melanggar syarat yang diwajibkan UUPT dengan tidak melakukan RUPS dan memenuhi syarat kuorum suara sah dan pada sisi lain pemegang saham juga tidak melaksanakan prestasi bukan karena tidak mau melaksanakan kewajiban penyetoran modal pada saat perseroan meningkatkan modal tetapi karena peningkatan modal yang dilakukan oleh perseroan dan pemegang saham yang ikut dalam peningkatan modal tersebut adalah perbuatan melanggar hukum yakni tidak melaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diwajibkan UU PT. Hal ini menimbulkan konsekuensi pertanggungjawaban hukum sebagai berikut: wajib menanggung kerugian yang dialami perseroan namun dengan perbedaan tingkat pertanggungjawabannya antara yang menyetorkan modal dan tidak menyetorkan modal
pada
saat
perseroan
mengalami
117
kerugian
bahwa
yang
satu
bertanggungjawab secara renteng atau yang lain hanya sebatas modal yang ditanamkannya. Dalam hal pemegang saham tidak bersedia menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal tanpa melalui mekanisme UUPT dan pada saat yang sama perseroan melakukan peningkatan modal tanpa melalui mekanisme UU PT yakni RUPS dan syarat sah kuorum. Terhadap pemegang saham yang tidak bersedia menyetorkan modal dalam hal peningkatan modal tidak melalui mekanisme yg diatur UUPT yakni tetap bertanggungjawab tetapi hanya sebatas saham yang dimasukan ke dalam perseroan sedangkan terhadap Perseroan dan Pemegang Saham yg meningkatkan modal tidak melalui mekanisme yang diwajibkan UU PT menurut teory Piercing The Corporate Veil adalah Perbuatan Melanggar Hukum yang menyebabkan mereka kehilangan tanggung jawab terbatas artinya ketika perusahaan mengalami kerugian, pertanggungjawaban mereka tidak lagi sebatas saham yang dimasukan melainkan bertangung jawab sampai harta pribadi atau tanggung renteng. B. SARAN 1. Sebagaimana konsekuensi terhadap pemegang saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal melalui mekanisme yang diatur UU PT No.40 tahun 2007 yakni : dengan persetujuan RUPS akan dinyatakan penurunan modal, dapat digugat atas utang piutang, sahamnya dapat langsung diambil alih oleh pemegang saham lainnya atau pihak ketiga yang menyetorkan
118
saham sebagai pengganti pemegang saham lama secara penuh atau lunas. Meskipun demikian pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya pada saat perseroan meningkatkan modalnya tersebut harus tetap mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan hak-hak sebagai pemegang saham. Dalam hubungannya dengan ini penulis memberi saran-saran sebagai berikut: a) Perlu diatur secara eksplisit kewajiban-kewajiban pemegang saham dalam peningkatan modal dan keseimbangan antara kewenangan atau hak dengan pelaksanaan kewajiban sebagai pemegang saham. Jangan sampai pemegang saham menuntut haknya saja karena dilindungi tetapi di satu sisi pemegang saham tersebut mengabaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai pemegang saham. b) Agar pemegang saham yang tidak mampu menyetorkan modal memberikan alasan kepada perseroan untuk berhutang kepada perseroan atau menggantinya dengan barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai nominalnya yang disetujui oleh RUPS melalui penilai independen, tidak secara diam-diam menghindar dari kewajibannya untuk tidak menyetorkan modalnya tanpa memberitahukan alasannya. c) Perseroan melalui Direksi harus pro-aktif agar melakukan pemberitahuan terlebih dahulu sebagaimana
yang disyaratkan oleh UUPT
tentang
pemanggilan rapat untuk RUPS dalam peningkatan modal agar dan untuk menagih kepada pemegang saham dalam melakukan penyetoran modal.
119
d) Bagi perseroan agar peningkatan modal tersebut menjadi sah, harus selalu mematuhi mekanisme yang diatur oleh UUPT yaitu peningkatan modal harus melalui RUPS, sehingga semuanya tercatat di Notaris dan Perubahannya tertuang dalam Akta Perubahan yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman.
2. Dalam hal Tanggung Jawab Pemegang Saham yang tidak menyetorkan modal pada saat perseroan meningkatkan modal tidak melalui mekanisme yang diatur oleh UUPT No.40 tahun 2007. Berdasarkan kajian penulis terhadap UUPT dan rezim hukum mengenai perseroan terbatas terkait peningkatan modal memang hanya mengatur yang diperbolehkan atau diwajibkan dalam peningkatan modal adalah melalui mekanisme UUPT. Tidak secara rinci diatur bahwa jika peningkatan modal tidak melalui mekanisme UUPT adalah tidak sah. Ketidaksahannya yang penulis sampaikan pada kesimpulan tersebut di atas adalah mengacu pada ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1). Ketidaksahan perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban pemegang saham yang tidak menyetorkan modalnya serta tidak mengikat perseroan hanya mengikat para pemegang saham yang meningkatkan modalnya tanpa melalui mekanisme yang diatur UUPT. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka penulis berpendapat ketentuan dalam UUPT mengenai Peningkatan Modal masih sangat minim, secara bagian per bagian sudah lengkap tetapi ketika masuk dalam perinciannya masih banyak hal yang tidak diatur secara eksplisit sehingga harus dilakukan penafsiran
120
lagi apakah kalimat atau kata tersebut bisa dilihat sebagai suatu syarat sah atau kewajiban dan hak dari pemegang saham. Oleh karena itu penulis menyarankan hal sebagai berikut: (i) pentingnya membuat pengaturan yang lebih rinci dalam pasal-pasal UUPT serta penjelasannya mengenai hak dan kewajiban dalam peningkatan modal. (ii) pentingnya mengatur konsekuensi hukum perihal pemegang saham yang tidak mau melakukan peningkatan modal baik dalam UUPT atau Akta Pendirian atau Anggaran Dasar Perseroan.
121