72
BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 menetapkan adanya standar harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara yang besarnya ditetapkan secara berkala untuk Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota setempat. Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m2 konstruksi fisik maksimum untuk pembangunan gedung negara, khususnya untuk pekerjaan standar bangunan gedung negara, yang meliputi pekerjaan struktur, arsitektur dan finishing, serta utilitas bangunan gedung negara. Standar tersebut merupakan salah satu bentuk estimasi biaya konseptual khusus untuk bangunan gedung negara. Untuk mengetahui total biaya konstruksi, harga satuan per m2 tersebut dikalikan dengan luas bangunan. Akan tetapi, tidak semua klasifikasi biaya yang diinginkan oleh KepMen Kimpraswil tersebut diakomodasi oleh pemerintah kabupaten/kota. Tabel V.1 berikut contoh format standar harga satuan tertinggi kota Jakarta Selatan pada tahun anggaran 2003 : Tabel V.1. Contoh Format Standar Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Kabupaten/kota Provinsi Bulan/Triwulan Tahun Anggaran
Contoh Format Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung : Jakarta Selatan : DKI Jakarta : April / I (satu) : 2003
Gedung Per-M2 (dalam rupiah) Gedung Bertingkat Gedung Tdk Bertingkat Rumah Negara Sederhana Tidak Sederhana Sederhana Tidak Sederhana Tipe C Tipe B Tipe A 1.912.000 2.677.000 1.355.000 1.897.000 1.370.000 1.644.000 1.644.000 (Sumber: PU Dirjen Cipta Karya,2005)
Tabel V.1 di atas merupakan format standar yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya untuk penetapan harga satuan tertinggi bangunan gedung negara, tetapi beberapa Pemda kabupaten/kota tidak mengikuti format dan klasifikasi standar tersebut. Sebagai contoh, pemerintah daerah kota
73 Bandung hanya menetapkan harga satuan tertinggi untuk bangunan dengan tipe kelas B (Tabel V.2), padahal klasifikasi yang demikian sudah tidak dikenal dalam peraturan yang berlaku sekarang. Klasifikasi dengan tipe kelas bangunan B demikian hanya dikenal dalam Keputusan Dirjen Cipta Karya No.295 tahun 1997 yang sudah tidak berlaku lagi setelah terbitnya Kepmen Kimpraswil tersebut. Tabel V.2. Harga Satuan Tertinggi Bangunan Kota Bandung (Kep.Wako No.027/Kep 842-Huk/2006) Gedung Per-M2(dalam rupiah) Tipe B Gedung Bertingkat Gedung Tdk Bertingkat 1.918.000 1.642.000 (Sumber: Kep.Walikota Bandung,2006)
Sebagai perbandingan kedua peraturan tersebut, Tabel V.3 memperlihatkan sistem perhitungan kedua peraturan tersebut. Pada tabel di bawah terlihat bahwa gedung tipe B merupakan bagian dari gedung tidak sederhana. Di samping itu, gedung tidak sederhana tersebut bernilai 140% dari gedung sederhana. Tabel V.3. Konversi Sistem Perhitungan Peraturan Lama ke Peraturan Baru Gedung Bertingkat Gedung Tidak Bertingkat Sederhana Tidak Sederhana Sederhana Tidak Sederhana 1,912,000 2,677,000 1,355,000 1,897,000 100% 140% 100% 140% C B A C B A 2,103,200 2,797,256 3,133,768 1,490,500 1,982,365 2,220,845 100% 133% 149% 100% 133% 149%
Kepmen 332/2002 Kep. Dirjen 295/1997
Untuk pemerintah daerah kota Sukabumi, kota Cirebon dan kota Bogor, mereka tidak menetapkan harga satuan tertinggi untuk bangunan gedung negara sejak tahun 2004. Tetapi dalam mengestimasi pembangunan gedung negara, pemerintah daerah masing-masing lokasi tersebut berpedoman kepada Standar Biaya (SB) tertinggi yang dikeluarkan oleh walikota masing-masing lokasi dan Analisa Harga Satuan (AHS) tentang bahan dan upah yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab II sebelumnya tentang proses perhitungan Harga Satuan Tertinggi, pemerintah daerah masing-masing lokasi yang disurvey ternyata menggunakan formula yang disusun oleh Pemerintah daerah kota Jakarta tersebut. Tetapi harga bahan material dan harga upah disesuaikan dengan masingmasing lokasi.
74 Berikut Harga Satuan Tertinggi masing-masing lokasi ( perhitungan dapat dilihat pada Lampiran) berdasarkan data Analisa Harga Satuan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Jawa Barat untuk tahun anggaran 2007 triwulan 1 : Tabel V.4. Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Negara per m2 No. 1 2 3 4
HST BGN Tahun Anggaran 2007 Kota Sukabumi Rp 1,969,150 Kota Bogor Rp 1,996,943 Kota Bandung Rp 2,003,623 Kota Cirebon Rp 1,929,599
V.2. Uji Validasi Model HST BGN Dengan Data Inflasi Uji validasi model HST BGN dilakukan dengan cara membandingkan hasil estimasi biaya bangunan gedung pada suatu lokasi dengan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemerintah Daerah setempat. Sebagai alat validasi, diambil data biaya bangunan yang telah selesai dibangun, dimana memiliki karakteristik gedung standar pada masing-masing lokasi. Sebelumnya nilai konstruksi bangunan tersebut dikonversi ke tahun sekarang dengan menggunakan indeks khusus untuk bangunan gedung. Di Indonesia belum ada pihak yang menerbitkan nilai indeks tersebut. Biasanya, untuk menyesuaikan biaya bangunan terhadap waktu digunakan angka inflasi. Angka inflasi adalah persentase kenaikan tingkat harga selama periode tertentu (Dornbusch et al,1997). Angka inflasi sebenarnya berasal dari Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK tidak mewakili indeks biaya bangunan, karena memiliki definisi yang berbeda. IHK menunjukkan perubahan harga paket barang dan jasa yang rata-rata dikonsumsi oleh rumah tangga selama 1 bulan, seperti bahan makanan, sandang, perumahan, kesehatan, rekreasi, olahraga, transportasi dan komunikasi. Angka inflasi yang digunakan merupakan angka inflasi tahunan kalender (year to year). Hal ini dengan asumsi bahwa tidak ada pekerjaan tambahkurang (change order) pada setiap data kontrak yang ada sehingga nilai kontrak tersebut tetap dilaksanakan pada tahun yang bersangkutan tanpa perubahan biaya yang berarti. Konsekuensi lain dari asumsi ini adalah tidak adanya eskalasi harga dari kontrak tersebut. Di Indonesia, untuk proyek-proyek pemerintah eskalasi
75 hanya dimungkinkan kepada proyek-proyek yang dibiayai dari dana bantuan luar negeri yang dikerjakan secara multi year (Latief,2003). Untuk mengkonversi biaya proyek ke tahun yang diinginkan bisa menggunakan formula berikut :
Biaya( Sekarang ) = Biaya( tahundibangun ) x [1 + i ]
n
dengan : i = tingkat inflasi tahunan (%) n = selisih tahun bangunan dibangun dengan sekarang Formula diatas hanya berlaku untuk inflasi yang relatif stabil dari tahun ke tahun. Untuk nilai inflasi yang kurang stabil dan memiliki perbedaan nilai antar tahun relatif besar (seperti di Indonesia), nilai inflasi dapat didekati dengan nilai ratarata range waktu inflasi yang ditinjau (FAA,2002). Dengan demikian, persamaan di atas menjadi :
Biaya( Sekarang )
⎡ ⎛ n ⎞ ⎤ = Biaya( tahundibangun ) x ⎢1 + ⎜ ∑ i ⎟ / n ⎥ ⎣ ⎝ 1 ⎠ ⎦
n
dengan : i = tingkat inflasi tahunan (%) n = selisih tahun bangunan dibangun dengan sekarang Tabel berikut memperlihatkan laju inflasi tahunan dari beberapa kota di propinsi Jawa Barat yang dijadikan sebagai sampel penelitian, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat : Tabel V.5. Data Inflasi Beberapa Kota di Jawa Barat Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Kota Bandung 9.67% 9.29% 4.51% 9.76% 9.33% 6.36% 6.54% 9.95% 72.59% 4.29% 8.52% 12.93% 11.97% 5.69% 7.56% 19.56% 5.33% 5.65%
Kota Cirebon 10.17% 10.34% 4.46% 11.42% 11.31% 8.89% 5.67% 10.75% 62.23% 4.75% 6.52% 11.91% 10.29% 3.35% 3.27% 16.82% 6.31% 5.72%
(Sumber: BPS Jawa Barat,2008)
Kota Bogor 5.29% 12.27% 7.75% 6.10% 2.51% 7.61% 72.03% 0.72% 6.74% 12.05% 10.68% 5.07% 5.04% 16.79% 6.10% 5.68%
Kota Sukabumi 6.61% 12.27% 7.75% 9.94% 7.43% 11.37% 66.45% 1.02% 6.74% 10.57% 8.71% 9.52% 7.30% 19.71% 12.22% 5.66%
76 Model bangunan yang dipakai adalah bangunan gedung negara yang berfungsi sebagai gedung kesehatan, gedung perkantoran dan gedung sekolah di masingmasing lokasi. Biaya total bangunan yang digunakan adalah biaya total bangunan pada tahun gedung negara tersebut dibangun. Biaya tersebut kemudian dinormalisasi ke tahun sekarang (tahun 2007) dengan menggunakan formula yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengujiannya dilakukan dengan cara mengestimasi biaya total bangunan dengan model Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah dan dengan model HST BGN yang dikembangkan. Hasil estimasi yang paling mendekati adalah yang paling baik. Berikut hasil estimasi biaya bangunan beserta nilai normalisasinya pada masing-masing lokasi. Tabel V.6 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Sukabumi Model Pemerintah HST = 1,969,150
Estimasi Biaya Model HST BGN 95% HST = 1,450,415
Model HST BGN 90% HST = 1,429,379
165,210,709 Perbedaan %
319,002,368 153,791,659 93.09
234,967,188 69,756,479 42.22
231,559,426 66,348,718 40.16
101,764,297
205,058,626 Perbedaan %
369,215,704 164,157,078 80.05
271,952,764 66,894,138 32.62
268,008,595 62,949,970 30.70
84
51,064,950
93,061,097 Perbedaan %
165,408,635 72,347,538 77.74
121,834,838 28,773,741 30.92
120,067,851 27,006,754 29.02
2002
776.4
475,497,526
796,991,181 Perbedaan %
1,528,848,387 731,857,205 91.83
1,126,102,003 329,110,822 41.29
1,109,769,992 312,778,811 39.24
2004
134
98,501,519
140,361,462 Perbedaan %
263,866,156 123,504,695 87.99
194,355,575 53,994,113 38.47
191,536,810 51,175,348 36.46
2005
393.2
405,218,000
480,909,627 Perbedaan %
774,269,945 293,360,319 61.00
570,303,075 89,393,449 18.59
562,031,892 81,122,265 16.87
No.
Proyek
Tahun
Luas Bangunan
Biaya Sebenarnya
Normalisasi Biaya
1
Puskesmas Pembantu Sindang Palay
2000
162
81,989,000
2
Puskesmas Pembantu Cikundul
2000
187.5
3
Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir
2001
4
Regrouping SDN Baros Paket B
5
Kantor Kelurahan Cipanengah
6
SDN Cipanengah
77 Tabel V.7 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Bogor Luas Normalisasi Biaya Sebenarnya Bangunan Biaya
Model Pemerintah HST= 1,996,943
Estimasi Biaya Model HSTBGN95% HST= 1,497,033
Model HSTBGN90% HST= 1,462,918
243,577,025 Perbedaan %
485,257,214 241,680,189 99.22
363,778,964 120,201,939 49.35
355,489,163 111,912,138 45.95
173,368,383
278,596,460 Perbedaan %
539,174,682 260,578,223 93.53
404,198,848 125,602,389 45.08
394,987,959 116,391,499 41.78
250.42
157,539,130
253,159,446 Perbedaan %
500,074,533 246,915,087 97.53
374,886,947 121,727,501 48.08
366,344,017 113,184,571 44.71
2001
192.96
122,772,519
197,290,813 Perbedaan %
385,330,173 188,039,360 95.31
288,867,444 91,576,630 46.42
282,284,728 84,993,915 43.08
1 UGBSMKN GunungPutri
2002
180
151,178,000
219,428,397 Perbedaan %
359,449,788 140,021,391 63.81
269,465,899 50,037,502 22.80
263,325,306 43,896,908 20.01
3 RKB+ KM/WC SMUNGunung
2004
266.52
223,933,036
294,196,924 Perbedaan %
532,225,320 238,028,396 80.91
398,989,174 104,792,251 35.62
389,897,003 95,700,079 32.53
No.
Proyek
Tahun
1
3 RKBSMP 18 Bogor
2001
243
151,576,064
2 3 RKB+WCSMP 18 Bogor
2001
270
RuangKantor dan Perpustakaan SMP 18
2001
4 LaboratoriumSMP 18 Bogor
3
5
6
Tabel V.8 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Cirebon Luas Bangunan
1 SMKNII Cirebon
2005
195
197,100,000
221,524,242.23 Perbedaan %
376,271,846.08 154,747,603.85 69.86
297,496,763.74 75,972,521.51 34.30
287,563,796.93 66,039,554.70 29.81
2
Kantor Dinas Kimpraswil
2005
346
318,883,000
358,398,350.77 Perbedaan %
667,641,326.89 309,242,976.12 86.28
527,866,052.59 169,467,701.82 47.28
510,241,403.79 151,843,053.02 42.37
3
2 RKBSDN Mekarwangi I
2005
108
116,744,432
131,211,171.04 Perbedaan %
208,396,714.75 77,185,543.71 58.83
164,767,438.38 33,556,267.34 25.57
159,266,102.92 28,054,931.88 21.38
Proyek
Biaya Normalisasi Biaya Model Pemerintah Sebenarnya HST=1,929,599
Estimasi Biaya Model HSTBGN95% Model HSTBGN90% HST=1,525,624 HST=1,474,686
Tahun
No.
78
Tabel V.9 Hasil Validasi dengan Angka Inflasi di Kota Bandung No.
Proyek
Tahun
Luas Bangunan
Biaya Sebenarnya
Normalisasi Biaya
1
Gedung Perpustakaan PPPG IPA
2002
524.165
515,192,589
2
Gedung Mess Penatar PPPG IPA
2002
383.11
2003
974
3 SDN Pejagalan
Model Pemerintah HST = 2,003,623
Estimasi Biaya Model HST BGN 95% HST = 1,554,415
Model HST BGN 90% HST = 1,491,946
783,927,085 Perbedaan %
1,050,229,102 266,302,018 33.97
814,770,006 30,842,921 3.93
782,025,999 -1,901,085 -0.24
372,622,365
566,989,454 Perbedaan %
767,608,046 200,618,592 35.38
595,511,980 28,522,526 5.03
571,579,523 4,590,069 0.81
822,696,711
1,183,839,451 Perbedaan %
1,951,528,900 767,689,449 64.85
1,514,000,335 330,160,884 27.89
1,453,155,634 269,316,184 22.75
Dari Tabel V.5 sampai Tabel V.9 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah cenderung overestimate hingga mencapai angka 90 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 4 % hingga 50 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 2 % hingga 46 %. Pengujian model dengan angka inflasi umum tidak mewakili biaya bangunan gedung negara, sebab angka inflasi sebenarnya berasal dari Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK menunjukkan perubahan harga paket barang dan jasa yang rata-rata dikonsumsi oleh rumah tangga selama 1 bulan, seperti bahan makanan, sandang, perumahan, kesehatan, rekreasi, olahraga, transportasi dan komunikasi.
V.3. Uji Model Dengan Data Komponen Harga Tahun yang bersangkutan
Uji validasi model HST BGN yang dilakukan dengan menggunakan angka inflasi kurang cocok untuk dipakai, karena tidak mewakili komponen bangunan gedung negara. Untuk itu maka model HST BGN yang dikembangkankan akan diuji dengan menggunakan data komponen harga-harga di tahun yang bersangkutan. Data mengenai komponen harga di tahun yang bersangkutan diperoleh dari datadata kontrak yang dikumpulkan sesuai lokasi tempat dibangunnya bangunan gedung negara. Berikut hasil estimasi biaya yang menggunakan model pemerintah
79 dan model yang dikembangkan pada berbagai lokasi berdasarkan data harga komponen di tahun yang bersangkutan. Tabel V.10 Hasil Validasi di Kota Sukabumi No.
Proyek
Tahun
Luas Bangunan
1
Puskesmas Pembantu Sindang Palay
2000
162
Pemda Model 95% Model 90%
737,685 591,805 584,271
81,989,000 Perbedaan %
119,504,948 37,515,948 45.76
95,872,417 13,883,417 16.93
94,651,957 12,662,957 15.44
2
Puskesmas Pembantu Cikundul
2000
187.5
Pemda Model 95% Model 90%
737,685 591,805 584,271
101,764,297 Perbedaan %
138,315,912 36,551,615 35.92
110,963,445 9,199,148 9.04
109,550,876 7,786,579 7.65
3
Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir
2001
84
Pemda Model 95% Model 90%
890,138 682,916 674,240
51,064,950 Perbedaan %
74,771,552 23,706,603 46.42
57,364,928 6,299,978 12.34
56,636,182 5,571,232 10.91
776.4
Pemda Model 95% Model 90%
1,004,999 798,069 787,618
475,497,526 Perbedaan %
780,281,089 304,783,563 64.10
619,620,438 144,122,912 30.31
611,506,494 136,008,968 28.60
2004
134
Pemda Model 95% Model 90%
1,181,514 934,793 922,672
98,501,519 Perbedaan %
158,322,915 59,821,397 60.73
125,262,271 26,760,752 27.17
123,637,990 25,136,471 25.52
2005
393.2
Pemda Model 95% Model 90%
1,394,613 1,130,412 1,110,830
405,218,000 Perbedaan %
548,361,797 143,143,797 35.33
444,477,980 39,259,980 9.69
436,778,261 31,560,261 7.79
4
Regrouping SDNBaros 2002 Paket B
5
Kantor Kelurahan Cipanengah
6
SDNCipanengah
Nilai HST
Nilai Kontrak
Model Pemerintah
Estimasi Biaya Model 95%
Model 90%
Dari Tabel V.10 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Sukabumi cenderung overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 9 % hingga 30 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 7 % hingga 28 %.
80
Tabel V.11 Hasil Validasi di Kota Bogor No.
Proyek
1 3 RKB SMP 18 Bogor
Tahun
Luas Bangunan
Nilai HST
Estimasi Biaya
Nilai Kontrak Model Pemerintah
Model 95%
Model 90%
2001
243
Pemda Model 95% Model 90%
850,546 679,076 663,438
151,576,064 Perbedaan %
206,682,658.73 55,106,594.50 36.36
165,015,376.60 13,439,312.37 8.87
161,215,387.49 9,639,323.26 4.66
2
3 RKB + WC SMP 18 Bogor
2001
270
Pemda Model 95% Model 90%
850,546 679,076 663,438
173,368,383 Perbedaan %
229,647,398.59 56,279,015.82 32.46
183,350,418.44 9,982,035.67 5.76
179,128,208.33 5,759,825.55 3.32
3
Ruang Kantor dan Perpustakaan SMP 18
2001
250.42
Pemda Model 95% Model 90%
850,546 679,076 663,438
157,539,130 Perbedaan %
212,993,709.47 55,454,579.93 35.20
170,054,117.73 12,514,988.19 7.94
166,138,096.03 8,598,966.49 5.46
4
LaboratoriumSMP 18 Bogor
2001
192.96
Pemda Model 95% Model 90%
850,546 679,076 663,438
122,772,519 Perbedaan %
164,121,340.86 41,348,821.65 33.68
131,034,432.38 8,261,913.17 6.73
128,016,959.55 5,244,440.34 4.27
5
1 UGB SMKNGunung Putri
2002
180
Pemda Model 95% Model 90%
1,319,066 1,001,635 977,675
151,178,000 Perbedaan %
237,431,951.05 86,253,951.05 57.05
180,294,298.62 29,116,298.62 19.26
175,981,579.84 24,803,579.84 16.41
266.52
Pemda Model 95% Model 90%
1,356,819 1,010,465 985,001
223,933,036 Perbedaan %
361,619,496.18 137,686,460.18 61.49
269,309,187.54 45,376,151.54 20.26
262,522,493.24 38,589,457.24 17.23
6 3 RKB + KM/WC SMUN 2004 Gunung Sindur
Dari Tabel V.11 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Bogor cenderung overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan memiliki perbedaan yang lebih baik. Model yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 6 % hingga 21 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 4 % hingga 18 %. Tabel V.12 Hasil Validasi di Kota Bandung No.
Proyek
Tahun
Luas Bangunan
1
Gedung Perpustakaan PPPG IPA
2002
524.165
Pemda Model 95% Model 90%
1,301,103 1,051,072 1,008,009
515,192,588.55 Perbedaan %
681,992,527.48 166,799,938.93 32.38
550,935,102.87 35,742,514.32 6.94
528,363,055.70 13,170,467.15 2.56
2
Gedung Mess Penatar PPPG IPA
2002
383.11
Pemda Model 95% Model 90%
1,301,103 1,051,072 1,008,009
372,622,365.27 Perbedaan %
498,465,477.86 125,843,112.59 33.77
402,676,155.91 30,053,790.64 8.07
386,178,341.31 13,555,976.04 3.64
2003
974
Pemda Model 95% Model 90%
1,388,641 1,059,017 1,015,517
822,696,711.00 Perbedaan %
1,352,536,098.91 529,839,387.91 64.40
1,031,482,382.28 208,785,671.28 25.38
989,113,554.25 166,416,843.25 20.23
3 SDN Pejagalan
Nilai HST
Nilai Kontrak
Model Pemerintah
Estimasi Biaya Model 95%
Model 90%
81 Dari Tabel V.12 diketahui bahwa, hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Bandung cenderung overestimate hingga mencapai +60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 7 % hingga 26 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 3 % hingga 21 %. Tabel V.13 Hasil Validasi di Kota Cirebon No.
Proyek
1 SMKN II Cirebon
Tahun
Luas Bangunan
2005
195
2
Kantor Dinas Kimpraswil
2005
346
3
2 RKB SDN Mekarwangi I
2005
108
Nilai HST
Nilai Kontrak
Model Pemerintah
Estimasi Biaya Model 95%
Model 90%
Pemda Model 95% Model 90%
1,479,593 1,141,546 1,107,230
197,100,000 Perbedaan %
288,520,631 91,420,631 46.38
222,601,386 25,501,386 12.94
215,909,833 18,809,833 9.54
Pemda Model 95% Model 90%
1,479,593 1,141,546 1,107,230
318,883,000 Perbedaan %
511,939,171 193,056,171 60.54
394,974,766 76,091,766 23.86
383,101,550 64,218,550 20.14
Pemda Model 95% Model 90%
1,479,593 1,141,546 1,107,230
116,744,432 Perbedaan %
159,796,042 43,051,610 36.88
123,286,921 6,542,489 5.60
119,580,831 2,836,399 2.43
Dari Tabel V.13 hasil estimasi yang menggunakan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Cirebon cenderung overestimate hingga mencapai + 60 %. Sedangkan hasil estimasi berdasarkan model HST BGN yang dikembangkan dengan Confidence Level 95% memiliki perbedaan sebesar 6 % hingga 25 %, dan dengan Confidence Level 90% memiliki perbedaan sebesar 3 % hingga 21 %. Secara umum, hasil validasi masing-masing lokasi survei berdasarkan harga komponen pada tahun yang bersangkutan menunjukkan bahwa estimasi dengan menggunakan model HST BGN yang dikembangkan cenderung memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan model Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Model yang dikembangkan memiliki perbedaan hingga + 30% dari nilai proyek, sedangkan model Pemerintah memiliki perbedaan hingga + 60% dari nilai proyek. Selain itu hasil validasi berdasarkan harga komponen pada tahun bersangkutan memiliki perbedaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil validasi berdasarkan inflasi tahunan. Hasil validasi berdasarkan harga komponen pada
82 tahun yang bersangkutan memiliki perbedaan hingga + 30% dari nilai proyek, sedangkan hasil validasi berdasarkan nilai inflasi tahunan memiliki perbedaan hingga + 50% dari nilai proyek. Hal ini disebabkan karena angka inflasi tahunan memang bukan ditujukan untuk bangunan gedung negara. V.4. Pembahasan Terkait Tingkat Akurasi Harga Satuan Tertinggi
Harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah merupakan nilai maksimum dari estimasi biaya, baik pada tahap konseptual ataupun penganggaran. Nilai tersebut merupakan batas tertinggi dalam mengestimasi suatu biaya dalam pembangunan bangunan gedung negara. Pada uji validasi, nilai kontrak bangunan yang diperoleh dijadikan sebagai alat untuk mengetahui seberapa akurat model HST BGN yang akan dikembangkan. Akurasi yang dimaksud disini adalah seberapa dekat nilai taksiran berdasarkan model yang dikembangkan dengan nilai kontrak proyek yang ada dalam dokumen kontrak pada masing-masing lokasi survey. Berdasarkan hasil uji validasi yang menggunakan harga komponen di tahun yang bersangkutan, terdapat perbedaan sebesar ∆ antara model pemerintah dan model yang dikembangkan terhadap nilai kontrak proyek pada masing-masing wilayah survey. Perbedaan antara model yang dikembangkan dengan nilai kontrak proyek disebut ∆1, sedangkan perbedaan antara model pemerintah dengan nilai kontrak proyek disebut ∆2. Karena terdapat sejumlah n data proyek, maka nilai ∆1 dan ∆2 dirata-ratakan. Nilai ∆1 rata-rata dan ∆2 rata-rata merupakan nilai taksiran tunggal, atau sering disebut dengan point estimate. Menaksir suatu populasi dengan menggunakan nilai tunggal (point estimate) akan mempunyai tingkat kesalahan yang tinggi dan juga tidak memberikan informasi mengenai derajat ketepatan (akurasi) dari taksirantaksirannya. Untuk alasan ini, selang pada nilai suatu parameter sering digunakan untuk melengkapi taksiran titik (point estimate) dari parameter yang sama. Selang-selang yang demikian dinamakan selang keyakinan (confidence interval), dan metode taksirannya dikenal dengan penaksiran selang (interval estimation). Tabel V.14 berikut memuat nilai ∆1 dan ∆2 serta selang-selang penaksirannya berdasarkan lokasi Sukabumi :
83 Tabel V.14. Interval Estimate di Kota Sukabumi No. 1 2 3 4 5 6
Proyek Puskesmas Pembantu Sindang Palay Puskesmas Pembantu Cikundul Puskesmas Pembantu Sudajaya Hilir Regrouping SDN Baros Paket B Kantor Kelurahan Cipanengah SDN Cipanengah Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate
Δ1 (%) 16.933 9.040 12.337 30.310 27.168 9.689 17.579 9.133 27.164 7.995 19.170
Δ2 (%) 45.757 35.918 46.424 64.098 60.731 35.325 48.042 12.127 60.769 35.315 25.454
Dari Tabel V.14 di atas, diketahui bahwa dengan menggunakan tingkat keyakinan yang sama (dalam hal ini 95%), model yang dikembangkan mempunyai interval estimate yang lebih kecil dibandingkan dengan model Pemerintah. Dengan tingkat keyakinan yang sama, bila interval estimate-nya semakin sempit, berarti tingkat ketelitian (keakuratan) taksiran semakin tinggi. Tabel-tabel berikut memuat nilai ∆1 dan ∆2 serta selang-selang penaksirannya berdasarkan lokasi survey lainnya : Tabel V.15. Interval Estimate di Kota Bogor No. 1 2 3 4 5 6
Proyek 3 RKB SMP 18 Bogor 3 RKB + WC SMP 18 Bogor Ruang Kantor dan Perpustakaan SMP 18 Bogor Laboratorium SMP 18 Bogor 1 UGB SMKN Gunung Putri 3 RKB + KM/WC SMUN Gunung Sindur Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate
Δ1 (%) 8.866 5.758 7.944 6.729 19.260 20.263 11.470 6.516 18.309 4.632 13.677
Δ2 (%) 36.356 32.462 35.201 33.679 57.055 61.486 42.706 12.974 56.322 29.091 27.231
Tabel V.16. Interval Estimate di Kota Cirebon No. Proyek 1 SMKN II Cirebon 2 Kantor Dinas Kimpraswil 3 2 RKB SDN Mekarwangi I Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate
Δ1 (%) 12.938 23.862 5.604 14.135 9.188 36.958 -8.688 45.646
Δ2 (%) 46.383 60.541 36.877 47.934 11.908 77.515 18.352 59.164
84
Tabel V.17. Interval Estimate di Kota Bandung No. Proyek 1 SMKN II Cirebon 2 Kantor Dinas Kimpraswil 3 2 RKB SDN Mekarwangi I Mean Standar Dev. Batas Atas 95% Batas Bawah 95% Interval Estimate
Δ1 (%) 6.938 8.065 25.378 13.460 10.336 39.138 -12.217 51.354
Δ2 (%) 32.376 33.772 64.403 43.517 18.101 88.482 -1.448 89.931
Dari Tabel V.14 sampai Tabel V.17, diketahui bahwa model yang dikembangkan mempunyai interval estimate yang lebih kecil dibandingkan dengan model pemerintah, dengan tingkat keyakinan yang sama yaitu 95%. Bila interval estimate semakin sempit, berarti tingkat ketelitian (akurasi) taksiran semakin baik terhadap populasi yang ditinjau. Makna dari harga satuan tertinggi ini bahwa dalam mengestimasi biaya, baik pada tahap konseptual ataupun penganggaran tidak boleh melebihi dari harga satuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota, karena nilai harga ini merupakan nilai maksimum dalam estimasi biaya penganggaran. Harga satuan tertinggi ini bisa menjadi sebagai acuan dalam beberapa hal. Hal pertama sebagai acuan dalam mengestimasi biaya yang tidak boleh melebihi nilai maksimum ini. Dan hal yang kedua sebagai acuan agar nilai maksimum ini tidak digunakan sebagai Mark Up proyek, karena nilainya yang tinggi. Selain itu harga satuan tertinggi (HST) ini dijadikan sebagai standar kualitas bangunan gedung yang dapat dipenuhi oleh pemerintah. Jika diperhatikan lebih lanjut, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara harga satuan tertinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan nilai-nilai kontrak pada masing-masing lokasi survei. Perbedaan ini terletak pada tingkat akurasi yang diperoleh. Hal ini wajar saja terjadi, karena harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah tersebut merupakan batas maksimum dalam mengestimasi biaya bangunan gedung. Tentunya terdapat waste (pemborosan) dari segi biaya pelaksanaan konstruksi bangunan gedung negara bila terus memakai harga satuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah tersebut.
85 Diharapkan dengan model Harga Satuan yang dikembangkan dapat mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara. Model HST BGN dalam penelitian ini dikembangkan dari 48 data bangunan gedung negara dengan karakteristik sebagai berikut : a. Bangunan gedung sederhana 1 lantai milik pemerintah. b. Luas bangunan gedung sampai 500 m2. c. Menggunakan bekisting dari kayu untuk pekerjaan beton. d. Pembuatan pasta beton masih dilakukan secara manual. e. Atap bangunan menggunakan genteng. f. Kusen pintu, jendela dan daun pintu serta rangka atap umumnya menggunakan kayu. Model HST BGN ini akan efektif bila digunakan untuk bangunan yang sesuai dengan karakteristik diatas. Model ini tidak akurat bila digunakan untuk bangunan gedung sederhana yang lebih dari 1 lantai, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus, dimana terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kuantitas komponen dominan masing-masing bangunan. Selain itu model HST BGN ini mempunyai kekurangan dalam mengestimasi biaya dengan luas bangunan gedung negara yang lebih dari 500 m2 dan penggunaan pasta beton yang menggunakan beton Ready Mix.
V.5. Pembahasan HST BGN Terkait Indeks Lokasi
Indeks lokasi dapat dikatakan sebagai suatu ukuran statistik yang menunjukkan perubahan-perubahan
atau
perkembangan-perkembangan
suatu
kegiatan/
peristiwa/ bahan yang sama jenisnya yang berhubungan satu sama lain dalam dua lokasi yang berbeda. Dengan kata lain, indeks lokasi merupakan suatu ukuran yang dipakai untuk melakukan perbandingan dua keadaan yang sama jenisnya dalam dua lokasi yang berbeda. Indeks lokasi dibutuhkan untuk mengukur secara kuantitatif adanya perubahan dari keadaan dalam dua lokasi yang berlainan. Dengan memakai indeks lokasi, kita dapat mengetahui perubahan (kenaikan atau penurunan) biaya hidup, produksi, ekspor, harga, jumlah uang beredar, tingkat
86 pengangguran, dan upah pada waktu tertentu dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Berdasarkan penelitian tentang Indeks Lokasi untuk estimasi biaya konseptual konstruksi bangunan gedung (Abduh, 2006), untuk menghitung indeks lokasi tersebut harus diketahui biaya bangunan representatif diwakili oleh harga material dan upah dominan. Tentunya harus diketahui harga material dan upah dominan tersebut untuk suatu lokasi tertentu serta harga material dan upah dominan dari suatu lokasi yang kita jadikan basis (Base Location). Nilai pada model HST BGN yang dikembangkan bisa dijadikan sebagai biaya bangunan representatif pada masing-masing lokasi survey. Perhitungan indeks lokasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : IL =
Dimana :
Bn × 100 Bo
I L = Indeks lokasi tertentu Bn = Biaya konstruksi bangunan representatif pada lokasi tertentu Bo = Biaya konstruksi bangunan representatif pada lokasi basis (Base Location)
Indeks lokasi basis yaitu kota Bandung ditetapkan 100, sehingga indeks lokasi kota Sukabumi dapat dihitung dengan cara berikut (hasil perhitungan lain dapat dilihat pada Tabel V.18):
Indeks Bangunan pada Kota Sukabumi =
HST BGN Kota Sukabumi × 100 HST BGN Kota Bandung
Tabel V.18. Indeks Lokasi Tahun 2007 Berdasarkan Nilai HST BGN Klasifikasi Selang
Lokasi Nilai HST Tahun 2007 Indeks Lokasi Kota Bandung Rp 1,554,415.13 100.0 Kota Sukabumi Rp 1,450,414.74 93.3 Kepercayaan Kota Bogor Rp 1,497,032.77 96.3 95 % Kota Cirebon Rp 1,525,624.43 98.1 Kota Bandung Rp 1,491,946.24 Selang 100.0 Kota Sukabumi Rp 1,429,379.18 95.8 Kepercayaan Kota Bogor Rp 1,462,918.37 98.1 90 % Kota Cirebon Rp 1,474,686.14 98.8 NB : Kota Bandung ditetapkan sebagai kota Basis (Base Location )
87 Dengan adanya nilai indeks lokasi ini, kita bisa mengestimasi biaya konstruksi di suatu lokasi yang akan dikerjakan berdasarkan biaya konstruksi di lokasi basis yang telah selesai dikerjakan. Dalam penggunaan indeks lokasi untuk mengestimasi, maka nilai indeks tersebut harus mengikuti rumus perhitungan dengan penyesuaian terhadap lokasi proyek (Location Adjustment Conceptual Estimate), sebagai berikut :
Hn = Ho Dimana : Hn = Ho =
I2 I1
Harga konstruksi di lokasi yang akan dikerjakan. Harga konstruksi di lokasi yang telah selesai dikerjakan.
I2
=
Indeks lokasi yang akan dikerjakan.
I1
=
Indeks lokasi yang telah selesai dikerjakan.
V.6. Pembahasan HST Terkait Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)
Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) merupakan angka indeks yang menunjukkan perbandingan harga bahan bangunan/konstruksi antar lokasi yang berbeda pada periode yang sama. IKK dihitung menurut kelompok jenis bangunan yang mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI). Penghitungan IKK menggunakan 3 (tiga) kelompok jenis bangunan. Indeks Kemahalan Konstruksi Kabupaten/kota adalah angka yang menunjukkan perbandingan tingkat kemahalan harga bangunan/konstruksi (TKK) suatu kabupaten/kota (kecuali Provinsi DKI Jakarta) atau provinsi terhadap TKK ratarata nasional untuk periode waktu tertentu. Tingkat kemahalan harga bangunan Kabupaten/Kota merupakan cerminan dari suatu nilai bangunan/ konstruksi, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk membangun 1 (satu) unit bangunan per satuan ukuran luas di suatu kabupaten/kota. Nilai TKK diperoleh melalui pendekatan terhadap sejumlah jenis bahan bangunan yang menjadi paket komoditas, yaitu dengan cara mengalikan harga masing-masing jenis bangunan, termasuk sewa alat berat, dengan kuantitas/volumenya. Pengertian paket komoditas IKK di sini adalah suatu paket yang terdiri dari sejumlah bahan bangunan/konstruksi yang dominan digunakan untuk membangun
88 satu unit bangunan/konstruksi. Paket komoditas yang digunakan dalam penghitungan IKK ini terdiri dari 60 jenis barang dan 4 sewa alat berat yang terdapat dalam daftar HPB-K. Pengelompokan jenis bangunan mengacu pada klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) yang terdiri dari 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu : a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal; b. Bangunan pek. umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan; c. Bangunan lainnya. Berikut nilai Indeks Kemahalan Konstruksi pada 4 wilayah survey berdasarkan data yang ada di Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat : Tabel V.19. IKK Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 - 2007 Kabupaten/Kota
1 Kota Sukabumi 2 Kota Bandung 3 Kota Bogor 4 Kota Cirebon (Sumber: BPS Jawa Barat,2008)
Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) 2006 2007 130,12 150,02 129,99 148,54 132,10 150,24 130,92 148,12
Indeks kemahalan konstuksi merupakan angka perbandingan antara tingkat kemahalan harga bangunan suatu kabupaten/kota terhadap tingkat kemahalan harga bangunan rata-rata nasional. Harga bahan bangunan yang dikumpulkan meliputi barang-barang hasil pertambangan/penggalian dan barang-barang hasil industri. Angka ini tidak bisa dijadikan sebagai alat untuk estimasi biaya bangunan gedung negara, karena pada perhitungannya mengacu pada 3 (tiga) kelompok jenis bangunan, yaitu : a. Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, yang terdiri dari : 1.
Konstruksi gedung tempat tinggal, meliputi: rumah yang dibangun sendiri, real estate, rumah susun, dan perumahan dinas.
2.
Konstruksi gedung bukan tempat tinggal, meliputi: konstruksi gedung perkantoran, industri, kesehatan, pendidikan, tempat hiburan, tempat ibadah, terminal/stasiun dan bangunan monumental.
b. Bangunan pekerjaan umum untuk jalan, jembatan, dan pelabuhan, yang terdiri :
89 1.
Bangunan jalan, jembatan, dan landasan, meliputi: pembangunan jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, pagar/tembok, drainase jalan, marka jalan, dan rambu lalu lintas.
2.
Bangunan jalan dan jembatan kereta, meliputi: pembangunan jalan dan jembatan kereta.
3.
Bangunan dermaga, meliputi: pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan dermaga/pelabuhan, sarana pelabuhan, dan penahan gelombang.
c. Bangunan Lainnya. Selain itu angka IKK ini juga tidak memperhitungkan upah dan produktifitas tenaga kerja pada masing-masing lokasi, sehingga kurang cocok dipakai dalam mengestimasi biaya penganggaran bangunan gedung.