BAB V PEMBAHASAN
Pengolahan data berdasarkan kumpulan data yang diperoleh diupayakan dapat menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara baby spa dengan perkembangan bayi usia 3-12 bulan di Suiss Mom, Baby and Kids Spa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016 di dua tempat yaitu di Suiss Mom, Baby and Kids Spa untuk responden eksperimen dan di wilayah Puskesmas Ngoresan untuk kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi kedatangan rutin responden bagi kelompok eksperimen dan Denver II untuk mengetahui perkembangan bayi yang terdiri dari perkembangan motorik kasar, motorik halus, personal sosial dan bahasa bagi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah bayi yang melakukan kunjungan baby spa secara rutin seminggu sekali sebanyak 17 bayi. Sesuai dengan teori Udin (2015) bahwa baby spa merupakan salah satu metode stimulasi komprehensif yang dapat memacu kecerdasan multipel bayi baik perkembangan maupun otak, sehingga apabila dilakukan secara terus menerus dan bervariasi dengan suasana bermain dan kasih sayang minimal satu minggu sekali hasil yang diperoleh lebih maksimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang paling banyak adalah bayi yang berusia 5 bulan (29,4%), sedangkan dari karakteristik jenis
44
45
kelamin pada penelitian ini mayoritas responden adalah perempuan (58,2%). Karakteristik usia dan jenis kelamin dalam penelitian ini digunakan sebagai matching pada kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol sebanyak 17 responden merupakan bayi yang tidak melakukan baby spa ataupun salah satu rangkaiannya (tidak diberi tambahan perlakuan sebagai stimulasi) dan sudah dimatching sesuai dengan usia dan jenis kelamin pada kelompok eksperimen sehingga dapat digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan bayi pada kelompok eksperimen dan kontrol memilik perbedaan. Pada perkembangan normal mayoritas terdapat pada kelompok eksperimen yaitu sebanyak 13 bayi (76,5%) sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 6 bayi (35,3%). Sesuai dengan teori Aulia (2015) bahwa pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memerhatikan kebutuhan bayi sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya, bayi yang mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan bayi yang kurang bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Bayi yang rutin melakukan baby spa yang tepat akan tidur lebih nyenyak dibanding biasanya. Proses tidur yang nyenyak dan teratur sangat baik bagi bayi sebab pada masa inilah bayi mengalami proses perkembangan (Rini, 2011). Pada kelompok eksperimen, bayi mendapatkan stimulasi secara komprehensif yaitu auditif, verbal, nonverbal, taktil dan juga visual yang diperoleh dari baby spa. Sehingga stimulasi komprehensif yang didapatkan secara terus menerus ini
46
memacu berbagai aspek kecerdasan bayi dan perkembangannya lebih optimal secara keseluruhan. Dari hasil pengamatan peneliti pada kelompok kontrol, stimulasi bayi diperoleh dari orangtua dan lingkungan yaitu lebih pada stimulasi auditif, nonverbal dan visual, sehingga perkembangan yang didapatkan kurang optimal karena tidak mendapat stimulasi taktil (sentuhan) yang dapat menunjang untuk peningkatan kemampuan perkembangan bayi dan otak sebagai pusat kecerdasan bayi. Sesuai dengan teori Galenia (2014) melalui sentuhan, bayi akan merasakan perhatian dan kasih sayang yang akan membuat otak akan berkembang sehat dan pertumbuhannya menjadi lebih baik. Hal ini terjadi karena ketika kulit disentuh, sebuah sinyal dikirim ke otak memerintahkan sel-sel saraf di otak untuk membuat hubungan antar sel sehingga merangsang tumbuh kembang fisik dan otak yang lebih baik. Semakin sering bagian otak tersebut mendapat stimulasi maka sinapsis pada bagian otak tersebut akan semakin sering diaktifkan sehingga menjadi semakin kuat. Hasil penelitian perkembangan suspek mayoritas terdapat pada kelompok kontrol sebanyak 8 bayi (47,1%) sedangkan pada kelompok eksperimen 4 bayi (23,5%), sebagian besar pada bayi berusia 5 bulan. Pada kelompok eksperimen mayoritas perkembangan suspek didapatkan karena adanya keterlambatan pada motorik kasar. Sementara pada kelompok kontrol mayoritas perkembangan suspek didapatkan karena adanya keterlambatan pada motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar dan motorik halus sangat bergantung pada kematangan bayi. Kematangan (pembawaan) adalah urutan perubahan yang
47
dialami individu secara teratur yang ditentukan oleh genetiknya sehingga sangat mempengaruhi perkembangan bayi, dalam proses mencari kematangan tersbut terdapat proses belajar dari interaksi lingkungan dan adanya rangsangan yang tepat sehingga perkembangan optimal dapat tercapai (Hidayat, 2008). Sehingga dalam hal ini adanya keterlambatan tidak dapat difokuskan akibat dari perlakuan baby spa saja meskipun bayi pada usia 3-6 bulan merupakan usia tahapan awal baby spa karena otot-otot bayi mulai melakukan gerakan-gerakan yang aktif, terkoordinir dari gerakan reflex pada usia sebelumnya. Indiarti (2007) menambahkan bahwa faktor lingkungan merupakan faktor yang paling penting dalam perkembangan bayi karena saar bayi berinteraksi dengan lingkungan maka akan memberikan pengalaman-pengalaman bagi bayi dalam proses belajarnya berinteraksi yang berdampak pada perkembangannya. Selain faktor genetik dan lingkungan, terdapat pula faktor lain yang mempengaruhi perkembangan bayi seperti budaya lingkungan terkait pemenuhan gizi, status sosial ekonomi, status kesehatan kurang sehingga dapat terhambat perkembangannya. Hasil penelitian perkembangan abnormal hanya terdapat pada kelompok kontrol sebanyak 3 bayi (17,6%), pada sektor motorik kasar terdapat lebih dari dua keterlambatan dan satu peringatan. Teori Widyastuti (2010) menyebutkan bahwa meskipun pola perkembangan sama bagi semua anak, namun setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda. Ada anak yang berkembang secara bertahap sesuai dengan pola perkembangannya, ada juga yang berkembang tidak mengikuti pola perkembangannya. Apabila bayi pada usia tertentu belum dapat melakukan
48
gerakan pada umunya yang terjadi pada usia tersebut, orangtua perlu memperhatikan apabila terdapat gangguan atau hanya kurang stimulasi. Ditambahkan oleh Desmita (2008) Lingkungan berperan penting dalam mempengaruhi perkembangan anak melalui cara pengasuhan yang diberikan. Perkembangan motorik anak tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, tempat tinggal ataupun tingkat pendidikan orangtua. Jika anak mendapatkan gizi yang cukup, perawatan kesehatan yang baik, mempunyai ruang gerak yang cukup dan mendapat kesempatan untuk melatih kemampuan motorik maka perkembangan motorik akan berkembang normal. Tetapi lingkungan yang memiliki kekurangan dalam berbagai aspek akan memperlambat perkembangan motorik tersebut. Fungsi keluarga adalah memberikan kesempatan dan stimulasi yang dapat menambah pengetahuan anak tentang dunia sekitarnya yang dapat dilakukan dengan cara memberi kasih sayang, selalu memberikan stimulasi baik visual, verbal, auditif maupun taktil dengan cara bermain bersama anak dalam suasana riang gembira. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa mayoritas bayi yang melakukan baby spa memiliki perkembangan yang normal yaitu 13 bayi (76,5 %) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas memiliki perkembangan suspek yaitu 8 bayi (47,1%). Perbedaan perlakuan stimulasi dapat memperjelas bahwa dengan pemberian stimulasi tambahan yang komprehensif dan berkelanjutan dapat meningkatkan kemampuan perkembangan secara keseluruhan. Menurut Suranto (2011), saat bayi mengalami perkembangan otak yang pesat tentu berpengaruh terhadap motorik kasar dan motorik halus karena stimulasi sentuhan
49
yang bertahap dan terus menerus merangsang homunculus serebri yaitu bagian otak yang berperan sebagai pusat gerakan otot-otot dan keseimbangan tubuh sehingga dapat mengoptimalkan perkembangan. Hasil penelitian Budi (2014) menunjukkan bahwa perkembangan bayi setelah baby spa mengalami peningkatan pada motorik kasar, secara deskriptif terlihat baby spa memberikan pengaruh terhadap perkembangan bayi khususnya pada motorik kasar. Riset lainnya yang dilakukan oleh Widodo dan Herawati (2008) menunjukkan adanya pengaruh massageefflurage (pijat dengan cara usap) terhadap motorik kasar pada bayi usia 3-4 bulan dalam kemampuan mengangkat kepala dan berguling. Selain itu gerakan yang dilakukan bayi pada saat berenang sangat
luas sehingga
memungkinkan bayi
untuk
mengeksplor
seluruh
kemampuannya dalam bergerak bebas. Kegiatan baby gym, baby swim, dan baby massage bila dilakukan teratur maka akan menstimulasi komprehensif bayi agar perkembangan bertambah pesat dan dengan mudah melakukan gerakan kompleks dan terkoordinasi. Sel sensorik juga tidak kalah penting karena berfungsi untuk perkembangan bahasa yang mencerminkan kemampuan intelektual atau kecerdasannya. Komunikasi nonverbal sangat penting karena membantu perkembangan sel sensorik. Otak bayi diibaratkan seperti sirkuit-sirkuit yang berdiri sendiri namun, dengan adanya rangsangan nonverval akan membantu otak membentuk sinapsis atau serabut yang menghubungkan sel-sel otak. Jika semakin banyak sel yang terhubung, bayi akan semakin pintar (Martha, 2009). Stimulasi bisa dilakukan pada saat terapis melakukan rangkaian baby spa sebaiknya
50
mengajak bayi berbicara dengan menerangkan kegiatan yang dilakukan, diiringi dengan ekspresi muka seperti tersenyum dan tertawa. Perkembangan personal sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi, kemampuan mandiri dan berinteraksi dengan lingkungan. Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan bayi, yang akan membuat bayi menjadi lebih ekspresif dan riang. Pemberian stimulasi visual pada ranjang bayi akan meningkatkan perhatian bayi terhadap lingkungannya, bayi akan gembira dengan tertawa-tawa dan menggerak-gerakkan seluruh tubuhnya (Desmita, 2008). Pada saat melakukan baby spa, ajak bayi bermain dan berinteraksi dengan menggunakan mainan sambil tersenyum sehingga bayi tertarik untuk mengamati mainan, karena pada tahun pertama bayi hanya mengamati objek disekitarnya kemudian di tahun selanjutnya barulah bayi akan mengembangkan dan memperluas sosialisasi, mengenal nilai moral dan etika, hal salah dan benar. Rangkaian baby spa memiliki manfaat yang baik bila dilakukan secara rutin sehingga dapat mencapai perkembangan yang optimal. Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi (2014) menunjukkan hasil bahwa frekuensi baby spa dengan kategori rutin memiliki perkembangan normal sejumlah 13 (86,7%) dan perkembangan suspek sejumlah 2 (13,3%). Sedangkan frekuensi baby spa dengan kategori tidak rutin memiliki perkembangan normal sejumlah 9 (47,4%) dan perkembangan suspek sejumlah 10 (52,6%). Hal ini membuktikan bahwa stimulasi harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga didapatkan hasil yang optimal dalam kemampuan
51
perkembangan bayi karena menstimulasi saraf otak sehingga kecerdasan dan koordinasi otot-otot bayi menjadi lebih baik. Pada responden yang tidak melakukan baby spa hasil menunjukkan bahwa sebagian responden mengalami perkembangan suspek (47,1%). Berdasarkan 4 sektor yang diteliti, hampir kebanyakan responden mengalami keterlambatan pada kemampuan motorik kasar. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat
pengetahuan
ibu
yang
belum
mengerti
mengenai
pentingnya
perkembangan bayi yang harus dicapai oleh bayi sesuai usia. Juga dilihat dari sikap keluarga, orangtua kurang memberikan stimulasi kepada bayinya sehingga bayi tidak dapat berkembang secara optimal (Rini, 2014). Usia 0-5 tahun merupakan golden age dimana merupakan masa bayi yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang bayi secara cermat agar sedini mungkin terdeteksi apabila terjadi kelainan. Soetjiningsih (2012) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi diantaranya cinta dan kasih sayang orangtua terhadap bayi, bayi yang tidak diasuh secara langsung oleh orangtua seperti dititipkan kepada pengasuh atau keluarga menyebabkan kurangnya untuk mendapatkan rasa cinta kasih dari orangtuanya sehingga perkembangan juga dapat terhambat. Faktor pemberian gizi juga penting dalam menunjang perkembangan bayi. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan nutrisi bayi maka dapat meningkatkan tumbuh kembang bayi. Berdasarkan analisis data yang dilakukan oleh peneliti menggunakan uji Chi-square dengan nilai 0,016 (p<0,05), menunjukkan terdapat hubungan baby spa dan perkembangan bayi usia 3-12 bulan.
52
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dewi (2014),
“Hubungan Frekuensi Baby spa dengan Perkembangan pada Bayi Usia 4-6 bulan di Klinik Baby spa Ananda Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang” hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bayi yang rutin baby spa mengalami perkembangan normal sebesar 64,7% dibandingkan yang melakukan baby spa tidak rutin dengan hasil p-value (0,043 <0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi (2014) “Pengaruh baby spa terhadap perkembangan motorik bayi usia 3-6 bulan di Mom’me Organic Baby and Kids Spa Kota Semarang” bahwa terdapat pengaruh baby spa terhadap perkembangan motorik bayi dengan hasil p-value 0,000<0,05. Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Daniati (2012) “Pengaruh baby spa terhadap kemampuan motorik kasar bayi usia 6-9 bulan” dengan hasil p=0,002<0,005 yang berarti ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terhadap motorik kasar bayi Stimulasi
yang
diberikan
akan
memberikan
pengaruh
terhadap
perkembangan bayi baik dari pemberian stimulasi verbal, nonverbal, sentuhan, auditif maupun visual. Orangtua yang sering memberikan stimulasi kepada bayinya secara tidak langsung merupakan bounding attachment yang dapat mempererat ikatan antara ibu dan bayi. Karena saat ibu berbicara dengan bayi, bayi akan lebih tertarik mendengar suara ibu dibandingkan dengan bunyi mainan. Dengan ciuman dan pelukan maka bayi akan merespon dengan melepaskan hormon oploid, hormon yang menciptakan perasaan senang dan merasakan kasih sayang sehingga meningkatkan bounding attachment (Galenia, 2014)