BAB V PEMBAHASAN Data yang terkumpul telah dilakukan pengolahan data yang diupayakan dapat menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian pisang ambon terhadap kadar hemoglobin ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan. Hasil penelitian tehadap 34 responden dengan kelompok eksperimen 17 responden ibu hamil dan kelompok kontrol sebanyak 17 responden. A. Rerata Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Kelompok Pre-Test Pada Kelompok Eksperimen Sebelum Diberi Pisang Ambon dan Kelompok Kontrol Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rerata kadar hemoglobin ibu hamil kelompok pre-test pada kelompok eksperimen sebesar 11,5 gr/dl% dan kelompok kontrol sebesar 11,5 gr/dl%. Pada rerata kadar hemoglobin sebelum diberikan pisang ambon sudah di uji statistik terlebih dahulu agar tidak ada perbedaan yang signifikan dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya, hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti menggunakan uji stastistik non parametrik Mann Whitney, didapatkan nilai p=0,629 dengan nilai p lebih dari 0,05 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada kelompok
pre-test
sebelum
diberikan
intervensi,
dari
data
tersebut
menunjukkan bahwa hasil kadar hemoglobin dalam penelitian ini dimulai dari hasil rerata yang sama. B. Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Kelompok Post-Test Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
36
37
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rerata kadar hemoglobin ibu hamil kelompok post-test pada kelompok eksperimen sebesar 13,1 gr/dl% dan kelompok kontrol sebesar 10,7 gr/dl%. Pada rerata kadar hemoglobin setelah diberikan pisang ambon dan yang tidak diberikan pisang ambon di uji statistik terlebih dahulu agar mengetahui adakah perbedaan yang signifikan dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kemudian, hasil analisis data yang dilakukan
oleh
peneliti
menggunakan uji stastistik non parametrik Mann Whitney, didapatkan nilai p=0,000 dengan nilai p kurang dari 0,05 menyatakan hipotesis diterima dan terdapat pengaruh perbedaan yang bermakna tentang pemberian pisang ambon terhadap peningkatan kadar rerata hemoglobin pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan. Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa usia responden paling banyak adalah antara 20–35 tahun yaitu pada kelompok eksperimen 12 responden (70,59%) dan kelompok kontrol 15 responden (88,24%), sedangkan usia paling sedikit <20 tahun yaitu pada kelompok eksperimen 1 responden (5,88%). Usia ibu hamil yang semakin matang akan semakin matang pula dalam menangkap segala informasi dan pengetahuan yang diberikan kepada ibu hamil. Menurut Ambarwati (2008) pada ibu yang mempunyai anak atau hamil dengan usia kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap, sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan terutama pada ibu yang mengalami anemia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Serli (2013) yang menujukkan bahwa Berdasarkan hasil uji statistic Chi-Square (X²) dapat dilihat bahwa nilai α=0,000 (X²=12,206) dan CI 95% = 1,702-7,100. hal ini dapat
38
dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia. Nilai OR=3,4. Hal ini dapat dikatakan bahwa ibu hamil pada kelompok umur risiko tinggi mempunyai risiko untuk mengalami anemia sebesar 3,4 kali. Menurut Fika (2009) dari hasil penelitian yang dilakukan pada ibu hamil yang menderita anemia terdapat pada ibu yang berusia 25-35 tahun (64,4%). Hal ini sesuai dengan studi survei karakteristik ibu hamil dengan kejadian anemia di Rumah Sakit H.A. Sultan daeng Raja Kabupaten Bulukumba periode Januari-Desember 2008 didapatkan bahwa ibu hamil yang menderita anemia terdapat pada umur 25-35 tahun (54,8 %), namun berbeda dengan hasil studi analitik yang dilakukan di Bantimurung pada tahun 2004 yang mendapatkan jumlah ibu hamil yang menderita anemia justru terdapat pada ibu yang berusia <25 tahun dan >35 tahun. Selain faktor usia ibu, faktor lain yang dapat memengaruhi adalah pendidikan dan pekerjaan ibu. Berdasarkan tabel 4.1 pendidikan ibu mayoritas adalah SMA / SMK pada kelompok eksperimen 8 responden (47,06%) dan pada kelompok kontrol 13 responden (76,48%), sedangkan pendidikan ibu minoritas adalah pada kelompok eksperimen yaitu perguruan tinggi 1 responden (5,88%) dan kelompok kontrol yaitu Sekolah Dasar (SD) 1 responden (8,82%). Serta berdasarkan tabel 4.1 pekerjaan ibu terbanyak adalah tidak bekerja (ibu rumah tangga) pada kelompok eksperimen sebanyak 9 responden (52,94%) dan kelompok kontrol sebanyak 11 responden (64,70%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Amiruddin dkk, (2007), faktor yang memengaruhi status anemia adalah umur, tingkat pendidikan, pekerja
39
berat dan konsumsi tablet Fe <90 butir. Selain itu, berdasarkan umur kawin pertama menurut Tobing (2008), prevalensi wanita baik yang anemia maupun tidak anemia berumur antara 18-25 tahun yaitu 13,3% anemia dan 34% pada kelompok yang tidak anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai resiko yang tinggi untuk hamil, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Wanita yang hamil pada usia muda dari segi biologis, perkembangan alat biologisnya belum optimal. Secara sosial ekonomi belum siap mandiri dan secara medis sering mendapatkan gangguan kesehatan, mudah mengalami abortus, perdarahan dalam kehamilan, lahir prematur, kematian janin dalam kandungan, mati saat lahir, dan risiko BBLR (Ridwan, 2007). Berdasarkan pada distribusi data tabel 4.1 diketahui bahwa usia kehamilan ibu terbanyak adalah trimester III sebanyak 11 responden (64,70%) pada kelompok eksperimen dan 10 responden (58,82%) pada kelompok kontrol. Faktor usia kehamilan ibu juga memengaruhi kadar hemogobin ibu. Menurut Saifuddin (2014), anemia dapat terjadi sebagai akibat perubahan sistem hematologi dalam masa kehamilan. Pada ibu hamil dengan anemia biasanya mengeluh merasa lemah, pucat, dan mudah pingsan sementara tensi masih dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi, pucat (Saifuddin, 2010). Anemia dalam kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl selama masa kehamilan pada trimester I dan III dan kurang dari 10 g/dl selama masa post partum dan trimester II. Darah akan
40
bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya
plasma
sehingga
terjadi
pengenceran
darah.
Perbadingannya tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kelahiran 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Proverawati, 2009). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu. Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak (1992), bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi (Amiruddin dkk, 2007). Biasanya selama kehamilan, terjadi hipertensi eryhroid dari sumsung tulang, dan meningkatkan massa RBC. Namun, peningkatan yang tidak proporsional dalam hasil volume plasma menyebabkan hemodilusi (hydremia kehamilan): Hct menurun dari antara 38% dan 45% pada wanita sehat yang tidak hamil sampai sekitar 34% selama kehamilan tunggalan dan sampai 30%
41
selama
akhir
kehamilan
multifetal.
Jadi
selama
kehamilan,
anemia
didefinisikan sebagai Hb <10 g/dL (Ht <30%). Jika Hb <11,5 g/dL pada awal kehamilan, wanita mungkin perlu diberikan obat profilatik karena hemodilusi berikutnya biasanya mengurangi kadar Hb untuk <10 g/dL. Meskipun hemodilusi, kapasitas pembawa O2 tetap normal selama kehamilan. Hct biasanya meningkat segera setelah melahirkan. Anemia terjadi pada 1/3 dari perempuan selama trimester III. Penyebab paling paling umum adalah defisiensi zat besi dan folat (Proverawati, 2011). Anemia adalah jumlah sel darah merah menurut atau kadar Hb menurun dibawah normal (normal wanita 12%, pria 14%). Wanita hamil dikatakan anemia apabila kadar Hbnya dibawah 10% untuk mengetahui secara pasti kadar Hb dilakukan tes darah (Ellealawiyah, 2012). Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah melaksanakan salah satu program untuk mengatasi anemia pada ibu hamil, yaitu pemberian zat besi (tablet Fe) terhadap ibu hamil sebanyak 90 tablet. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2001). Lautan, dkk, (2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita anemia, dan 13 (42%) menderita kekurangan besi (Amiruddin, dkk, 2007). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2010 menunjukkan, 80,7% perempuan usia 10-59 tahun telah mendapatkan TTD, namun hanya 18% di antaranya yang mengonsumsi sebanyak 90 tablet. Data terbaru bahkan
42
menyebutkan bahwa ibu hamil yang terkena anemia mencapai 40%-50%. Itu artinya 5 dari 10 ibu hamil di Indonesia mengalami anemia. Faktor paritas (kehamilan) ibu berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa paritas ibu terbanyak adalah ke-2 yaitu pada kelompok eksperimen sebanyak 6 responden (35,30%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 9 responden (52,94%). Menurut Setiawan, (2013) paritas secara luas mencakup gravida atau jumlah kehamilan, prematur atau jumlah kelahiran, dan abortus atau jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu yang melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia) yang merupakan faktor internal yang memengaruhi ibu hamil. Sesuai dengan teori menurut Saifuddin, (2014) penyebab anemia terbanyak disebabkan oleh defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan menurun seperti hemoglobinopati. Penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, dan meningkatnya kebutuhan nutrisi ibu selama masa hamil. Anemia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi anemia adalah gejala dari
suatu
kelainan
yang
sebab-sebabnya
harus
ditentukan.
Untuk
mengevaluasi penderita anemia diperlukan anamnesis dari riwayat penyakitnya dan pemeriksaan fisik, demikian juga riwayat nutrisi dan obat-obatan yang dikonsumsi oleh penderita seperti alkohol dan obat-obat lain yang
43
menimbulkan anemia dan riwayat keluarga yang menderita anemia. Pemeriksaan fisik yang diperlukan diantaranya adalah pada kulit, kemudian pada conjungtiva mata yang tampak pucat. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan hematologik yaitu pemeriksaan darah rutin (eritrosit, leukosit, trombosit, hemoglobin, hematrokit), apusan darah perifer dan pemeriksaan sumsum tulang (Baradero, 2008). Pada kasus anemia perlu diketahui riwayat anemia selama hamil, dan riwayat penyakit keluarga seperti leukemia, hemofillia, dan thallasemia (Ambarwati, 2010). Salah satunya yang dilakukan dalam penelitian ini menurut Saifuddin (2010) pemeriksaan Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb dengan spektrofotometri merupakan standar, kesulitannya ialah alat ini hanya tersedia di kota seperti salah satunya kota Surakarta. Penanganan anemia dalam kehamilan sudah diprogamkan oleh pemerintah yaitu terapi Fe peroral yang diberikan pada ibu dengan anemia defisiensi besi adalah preparat besi : ferrosulfat, ferro gluconat atau Naferrobisitrat. Pemberian preparat Fe 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 g% per bulan. Pemberian preparat Na-ferro bisitrat memiliki efek samping pada traktus gastrointestinal relatif kecil dibandingkan dengan ferrosulfat (Saifuddin, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang sebelumnya telah melahirkan anak hidup berpengaruh pada kondisi kesehatan ibu hamil serta pemenuhan nutrisi selama pada masa kehamilan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia. C. Perbedaan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
44
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai rerata kadar hemoglobin ibu hamil kelompok pre-test pada kelompok eksperimen sebesar 11,5 gr/dl% setelah post-test pada kelompok eksperimen kadar hemoglobin menjadi 13,1 gr/dl% dan kelompok kontrol sebesar 11,5 gr/dl% setelah post-test pada kelompok kontrol kadar hemoglobin menjadi 10,7 gr/dl%. Hasil penelitian ini didapatkan dari pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan sebelum perlakuan dan sesudah diberikan pengaruh pisang ambon selama antara 7 - 14 hari pada 34 responden yaitu ibu hamil. Dalam penelitian ini peneliti memberikan intervensi waktu pemberian pisang ambon pada responden selama tujuh hari. Hal ini didasari pada teori Burke, et al (1996) bahwa jumlah sel-sel darah merah terjadi dalam waktu yang dapat diprediksi yaitu 7 - 14 hari. Perlu diketahui bahwa kebutuhan folat selama 2 - 4 bulan disimpan dihati (Sibernagl dan Lang, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heltty (2008) tentang pengaruh jus kacang hijau terhadap kadar hemoglobin dan jumlah sel darah dalam konteks asuhan keperawatan pasien kanker dengan kemoterapi dengan hasil terdapat peningkatan kadar hemoglobin dan sel darah pasien dalam penelitian ini dipengaruhi intervensi jus kacang hijau, terlihat nilai p=0,000. Jumlah keseluruhan 34 responden dengan kelompok eksperimen 17 responden ibu hamil mengalami peningkatan kadar hemoglobin sebanyak 17 responden (100%) ibu hamil, dan yang tidak ada yang mengalami penurunan. Selanjutnya, penelitian terhadap kelompok kontrol 17 responden ibu hamil yang tidak diberikan pisang ambon mengalami sedikit peningkatan kadar
45
hemoglobin yaitu pada 8 responden (47,06%) ibu hamil, sedangkan yang mengalami penurunan kadar hemoglobin sebanyak 9 responden (52,94%) ibu hamil. Pada kelompok kontrol dalam penelitian ini terlihat penurunan rerata kadar hemoglobin. Menurut Bakta (2007) bahwa penurunan kadar hemoglobin 1 gr/dl dalam waktu seminggu tanpa disertai perdarahan merupakan satu petunjuk ke arah anemia hemolitik. Ini sering disebut hemolisis yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Hasil ini menunjukkan bahwa rerata hemoglobin pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rerata hemoglobin pada kelompok kontrol. Selain itu berdasarkan uji Mann-Whitney diperoleh nilai signifikansi p sebesar 0,000 dimana nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata hemoglobin yang bermakna antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sehingga membuktikan bahwa terdapat pengaruh pemberian pisang ambon terhadap hemoglobin pada ibu hamil. Menurut (Nixon dan Cahyono, 2009) pisang mengandung vitamin dan mineral yang unggul dibandingkan dengan buah lain, terutama untuk vitamin B6 (pyridoxine), vitamin C, Kalium (K), serat, mangan (Mn), vitamin A, zat kalium, fosfor, besi. Ini berarti mengkonsumsi tiga buah pisang dalam sehari berarti telah mengkonsumsi kebutuhan vitamin B6 (pyridoxine), vitamin C, Kalium (K), serat dan mangan (Mn) dalam penelitian ini. Hal ini karena pisang bermanfaat
dalam mengendalikan
tekanan
darah
tinggi
dan stroke,
mengendalikan kadar gula darah, mencegah depresi dan stres, baik daya pikir, mengobati radang pencernaan, serta baik bagi kesehatan mata. Pada penelitian
46
ini telah didukung oleh teori bahwa pisang ambon memberikan manfaat pada ibu hamil dalam meningkatkan kadar hemoglobin. Proses penyerapan besi membutuhkan vitamin C yang membantu dalam absorbsi besi dan membantu melepaskan besi dari tempat penyimpanannya (Whitney dan Rofles, 2008). Pisang ambon yang mengandung vitamin C berguna untuk membantu penyerapan besi sehingga absorbsi akan lebih banyak dalam usus. Vitamin C atau asam askorbat memiliki sifat berbentuk serbuk atau hablur, berwarna putih agak kekuningan, larut baik dalam air, sukar larut dalam ethanol dan tidak larut dalam kloroform. Sensitif terhadap cahaya sehingga bila terkena cahaya akan berubah warna menjadi gelap. Mudah teroksidasi. Sifatnya asam (Soemardjo, 2009). Cara kerjanya sebagai reduktan, vitamin C mereduksi cupri (Cu2+) menjadi cuprus (Cu+) dan ion ferri (Fe3+) menjadi ion ferrous (Fe2+) yang akan berpengaruh terhadap penyerapannya di usus halus dan dengan demikian memberikan efek yang menguntungkan (Jourkesh et al., 2011). Ini berarti pisang ambon yang dikonsumsi oleh kelompok ekperimen setiap hari telah memenuhi kebutuhan vitamin C 100% yaitu lebih dari 10,74mg dalam setiap harinya (Nixon, 2009). Angka kecukupan yang direkomendasikan untuk vitamin C adalah 75mg untuk wanita. Asam askorbat akan dikeluarkan melalui urin pada intake lebih dari 60mg per hari (Bailo et al., 2011). Pada manusia sehat kebutuhan vitamin C 400mg - 1000mg (Sari, 2011). Oleh sebab itu pisang ambon berpengaruh terhadap hemoglobin pada ibu hamil karena pisang mengandung vitamin C 10,74mg, vitamin B6 0,68mg, zat kalium 467,28mg, serat 2.830mg dan mangan (Mn) 0,18mg (Nixon, 2009).
47
Pisang ambon juga merupakan salah satu buah yang kaya akan kandungan kalium. Kalium merupakan mineral yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat gizi ke sel-sel, mengendalikan keseimbangan cairan dalam jaringan dan sel tubuh, membantu memperlancar pengiriman oksigen ke otak, serta membantu mengatur tekanan darah (Kowalski, 2010). Konsumsi kalium banyak akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan intraselular, sehingga cenderung menarik cairan dari berbagai ekstraselular (Astrawan, 2008). Menurut Nixon (2009), anjuran untuk mengkonsumsi kalium perhari adalah 2.000mg dan sebuah pisang dengan berat 120 gram, mampu menyumbang kalium sebesar 560mg dari kebutuhan sehari. Terdapat beberapa bahan yang diperlukan untuk pembentukan sel darah antara lain zat besi, vitamin C dan vitamin B (Bakta, 2007). Bahan tersebut bisa diperoleh melalui makanan alami salah satunya pisang ambon. Telah dijelaskan diatas bahwa pisang ambon memiliki kandungan yang diperlukan dalam pembentukan sel darah, dengan demikian konsumsi pisang ambon dapat membantu meningkatkan pembentukan sel darah dan hemoglobin. Menurut Sadikin (2002), bahwa asupan nutrisi yang adekuat juga dapat membantu mencukupi bahan-bahan yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan darah adalah asam folat dan vitamin B yang merupakan bahan pokok pembentukan inti sel; besi sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin; cobalt, magnesium, seng, asam amino, vitamin C dan B kompleks. Dalam penelitian ini suplementasi besi berupa besi oral digunakan untuk profilaksis maupun terapi. Besi oral biasanya merupakan besi non-heme.
48
Besi oral bisa dalam bentuk garam ferro atau ferri, namun yang paling banyak digunakan adalah garam ferro disebabkan sifat-sifatnya yang baik seperti kelarutannya yang tinggi dalam lambung, mudah diabsorbsi yaitu 3x dari penyerapan bila dalam bentuk ferri, terutama pada keadaan perut kosong. Suplemen tersebut menyediakan zat besi non-heme dan absorbsi akan banyak ketika ditelan dengan sumber vitamin C yang mempermudah penyerapan (Lestari, 2008). Pada penelitian ini kelompok kontrol dan kelompok eksperimen selama 7 hari telah mengkonsumsi tablet besi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Utama dkk, (2013) tentang “Perbandingan Zat Besi dengan dan Tanpa Vitamin C terhadap Kadar Hemoglobin Wanita Usia Subur”, memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan peningkatan kadar hemoglobin pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan nilai yang signifikan (p=0,000). Selain itu hasil penelitian lain juga sejalan dengan hasil penelitian Adi dkk, (2012) tentang “Edukasi Gizi Terhadap Pola Konsumsi Ibu Hamil Anemia Dalam Upaya Perbaikan Kadar Hemoglobin Di Puskesmas Sudiang Raya Makassar”, yang memperoleh hasil ada pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan konsumsi zat gizi ibu hamil anemia, yaitu vitamin C (<0,05). Namun, tidak demikian dengan asupan zat gizi yang lain. Ditemukan pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan kadar hemoglobin ibu hamil anemia (p =0,01). Beberapa penelitian tentang pendidikan gizi terutama tentang zat besi dan kadar hemoglobin menunjukkan bahwa pendidikan gizi memberikan pengaruh yang positif terhadap pengetahuan gizi besi dan kadar hemoglobin. Berdasarkan data-data dan teori diatas terlihat terjadi peningkatan rerata kadar hemoglobin pada responden yaitu ibu hamil dipengaruhi dari berbagai
49
faktor. Pada data diatas juga dibahas bahwa yang memengaruhi peningkatan kadar hemoglobin dalam penelitian ini adalah kandungan dalam pisang ambon yang meliputi vitamin B6 (pyridoxine), vitamin C, Kalium (K), serat dan mangan (Mn). Dalam hal ini peneliti memberikan tambahan asupan gizi serta nutrisi berupa pisang ambon yang membantu meningkatkan optimalisasi penyerapan zat besi non-heme sehingga absorbsi akan lebih banyak terserap dalam tubuh yang kemudian memengaruhi pembentukan dan peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pola makan responden tidak dibatasi.