BAB V PEMBAHASAN
5.1 Metode Penambangan Pemilihan metode penambangan Block Cut Open Pit Mining dikarenakan seam batubara mempunyai kemiringan yang cukup signifikan yaitu sebesar 10-15° sehingga batas akhir penambangan pada sisi highwall berupa lereng dengan derajat kemiringan tertentu. Dengan kondisi tersebut lubang bukaan dipilih berbentuk open pit untuk memaksimalkan perolehan batubara dalam proses produksi. Untuk metode block cut sendiri digunakan mengingat lokasi penambangan yang mempunyai batas konsesi yang sempit (± 180 ha) sehingga proses penambangan harus dilakukan pada tempat yang terbatas. Metode block cut ini dipilih karena metode ini memaksimalkan penempatan tanah penutup (overburden dan top soil) pada kondisi terbatasnya lahan untuk pembuangan. Dengan metode block cut ini pula, urutan penambangan dapat lebih terjadwal sehingga produksi dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Dengan penggabungan antara metode block cut dan open pit ini maka rancangan penambangan dan penjadwalan produksi menjadi lebih baik dan dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan. 5.2 Perancangan Tambang Perancangan tambang yang dilakukan berupa perancangan batas awal lubang bukaan, perancangan lubang bukaan, ketersediaan alat, perancangan tahapan penambangan. 5.2.1 Perancangan Batas Awal Penambangan Batas awal penambangan ini di tentukan dengan menggunakan bantuan software Surpac 5.2, perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan batas awal penambangan ini masih merupakan perhitungan sederhana,hanya untuk mencari batas penambangan di permukaan lantai
53
batubara yang akan ditambang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada sketsa perhitungan seperti diperlihatkan pada gambar 5.1 berikut,
Batas 1
Batas Pola Perhitungan
Daerah 1
Batas 2
Topografi permukaan Daerah 2
Seam Batubara Rencana Desain Lereng
Gambar 5.1 Sketsa Penampang Pola Perhitungan Batas Awal Penambangan
Dari pola perhitungan tersebut terlihat bahwa perhitungan dilakukan hanya dengan memperhitungkan volume overburden dan batubara yang diperoleh dengan batas perhitungan tegak lurus antara permukaan dan batubara. Dari gambar tersebut volume overburden dan batubara yang masuk dalam perhitungan adalah jumlah volume dalam batas garis merah 1 dan 2 (daerah 1), dengan perhitungan ini dapat diestimasi batas penambangan di dalam lubang bukaan (batas di floor batubara) sesuai dengan ketentuan stripping ratio yang ditentukan yaitu maksimal stripping ratio 9. Setelah melakukan perhitungan dengan bantuan Software SURPAC 5.2 ini, dimunculkan batas penambangan dengan Stripping ratio 7; 7,5; 8; 8,5; 9. Selanjutnya stripping ratio yang akan digunakan dalam perancangan detail adalah sebesar 8,5 dengan pertimbangan bahwa stripping ratio maksimal yang di perbolehkan sebesar 9. Pertimbangan lain adalah apabila desain lereng sudah terbentuk, maka hasil perhitungan volume tadi harus ditambah dengan volume overburden di daerah 2 untuk mendapatkan stripping ratio sebenarnya. Besarnya volume di daerah 2 baru didapatkan dari perhitugan detail dengan menggunakan perhitungan
54
blok model dari Software SURPAC 5.2. Besar kecilnya volume di daerah 2 bisa menambah atau mengurangi besarnya stripping ratio dari perhitungan batas penambangan awal. 5.2.2 Perancangan Lubang Bukaan Lubang bukaan dari daerah penambangan berbentuk open pit, oleh karena itu perlu dibuat lereng dan juga akses jalan serta sistem penyaliran yang tepat. 5.2.2.1 Pembuatan Lereng Lereng dan jenjang yang dibuat berdasarkan rekomendasi dari Golder Associates, konsultan geoteknik untuk daerah penambangan Sanga-sanga ini. Berdasarkan data litologi yang mereka peroleh, maka
Golder
Associates
merekomendasikan
sudut
lereng
keseluruhan sebesar 45° dan sudut lereng tunggal sebesar 60°, sehingga didapatkan lebar jenjang sekitar 4-5m dan tinggi jenjang sebesar 10m. Dengan syarat pembuatan lereng tersebut maka perancangan lereng untuk pit dapat segera dilakukan menggunakan software SURPAC 5.2 dan bentuk akhir lereng pit dapat dilihat pada bab IV gambar 4.2 dengan elevasi terendah lereng – 0,714 mdpl dan elevasi tertinggi lereng ±114 mdpl. Monitoring lereng harus dilakukan karena ketinggian lereng keseluruhan yang cukup besar dan untuk mencegah peristiwa yang berhubungan dengan keselamatan kerja sewaktu proses penambangan berdekatan dengan lereng. 5.2.2.2 Jalan Angkut Jalan angkut tidak di gambarkan secara detail di sini, karena desain detail jalan angkut di dalam pit berubah-ubah sesuai dengan jadwal penambangan tiap blok. Namun masih terdapat ketentuan minimal dari jalan angkut yang harus dibuat di dalam tambang yaitu dengan lebar minimum 25 m dengan kemiringan maksimal 10% sesuai peralatan yang digunakan (Tabel 3.8). Lebar jalan ini disesuaikan dengan lebar alat angkut terbesar yang digunakan yaitu
55
Caterpillar 777 D dengan lebar alat ± 6,1 m (lihat gambar 5.2). Lebar jalan angkut yang digunakan adalah tipe two way-corner. Sedangkan tipe drainage yang digunakan adalah two way-crossfall (gambar 5.3). Untuk alat berat lain mempunyai lebar alat lebih kecil sehingga apabila alat berat lain melewati jalan angkut ini akan lebih leluasa bergerak.
Gambar 5.2 Klasifikasi Lebar Jalan (Caterpillar Haul Road Design Manual)
Gambar 5.3 Two Way Cross-fall (Caterpillar Haul Road Design Manual)
56
5.2.2.3 Sistem penyaliran Data pengukuran curah hujan pada lampiran A digunakan sebagai patokan untuk mengestimasi jumlah jam hujan tiap bulannya yang akan digunakan dalam perhitungan produktivitas alat. Nilai estimasi ini merupakan pendekatan nilai dari data hujan selama tahun 2005 sampai 2007 tersebut, karena persebaran hujan selama kurang lebih 3 tahun tersebut tidak merata, sehingga estimasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan sesuai kenaikan atau penurunan dari jumlah jam hujan dan curah hujan, dan persebaran musim dalam setahun di Indonesia. Sump diletakkan di dasar daerah penambangan dengan elevasi terendah sehingga semua air yang masuk ke tambang, baik air hujan maupun air tanah, dapat dikumpulkan di satu tempat sehingga tidak mengganggu aktivitas penambangan di sekitarnya. Lokasi sump juga berubah-ubah sesuai dengan kemajuan tambang (lampiran B). Untuk menghindari terjadinya banjir di area penambangan maka digunakan pompa Sykes HH150 dengan debit maksimum 478 m3/jam dan pompa Multiflo MFC 420 dengan debit maksimum 273 liter/detik. (lampiran D). Kedua pompa ini digunakan untuk memindahkan air dari sump menuju sediment pond, yang selanjutnya dari sediment pond akan dialirkan menuju sungai dengan melalui uji PH dan kandungan air sesuai dengan ketentuan pemerintah. 5.2.3
Ketersediaan Alat Alat-alat berat di daerah penambangan Sanga-sanga ini memang bekerja lebih berat, dikarenakan tidak adanya metode peledakan dalam pemuatan material. Untuk memberaikan dan memuat material overburden dan top soil digunakan Ekskavator Backhoe Komatsu PC 3000. Ekskavator ini melakukan free digging pada material overburden dan top soil yang akan dimuat oleh Dump Truck Caterpillar 777D. Kondisi material pada daerah penambangan ini termasuk material yang agak sukar digali, penggunaan Backhoe agak
57
kurang cocok pada kondisi ini (tabel 3.4). Power shovel, dragline dan BWE lebih cocok pada kondisi ini, namun ketiga alat ini mempunyai kapasitas yang besar dan membutuhkan biaya yang mahal dalam operasinya sehingga dengan penggunaan ekskavator Backhoe akan mengurangi biaya produksi dan kapasitasnya tidak berlebihan. Kondisi operasi yang baik dari Ekskavator Backhoe Komatsu PC 3000 ini dapat dilihat pada gambar 5.3
Gambar 5.4 Kondisi Kerja Optimal Komatsu PC 3000 (Komatsu Specification and Application Handbook)
Kondisi optimum ekskavator tersebut ditentukan pula oleh panjang lengan dari ekskavator dan tinggi Dump Truck yang digunakan. Kemampuan gigi gali dari bucket juga mempengaruhi produksi. Ekskavator Komatsu PC 3000 yang digunakan dalam
58
penggalian overburden di penambangan ini memerlukan tinggi Loading point untuk produksi optimal ± 4-5 meter, disesuaikan dengan loading height Dump Truck CAT 777 D ± 4.4 m, maka kondisi demikian akan membantu menjaga poduksi penggalian overburden tetap stabil. Dengan kedalaman lapisan tanah pucuk di daerah penambangan ± 1 m, dan jarak angkut ± 300m, kemudian untuk lapisan penutup (overburden) dengan kedalaman penggalian 4-5 m dan jarak angkut juga ± 300 m, maka penggunaan ekskavator Backhoe ini masih bisa dipertimbangkan mengingat klasifikasi kemampuan alat masih sesuai dengan kondisi daerah kerja di penambangan ini (tabel 3.5 dan tabel 3.6). Sedangkan untuk batubara dengan ketebalan rata-rata 4-5m dengan kondisi lantai tambang sedang dan kebutuhan produksi yang tinggi, maka penggunaan ekskavator Backhoe ini sudah cukup tepat (tabel 3.7). Alat angkut yang tersedia dengan tipe dump truck (CAT 777D dan Hino FM 260JD) masih cocok digunakan pada kondisi penambangan di daerah ini, dengan jarak angkut menuju disposal ± 300 m dan jarak angkut terjauh (pada awal penambangan) ke stockpile ± 1 km maka truck tipe rear dump ini masih bisa mengejar target produksi sesuai kapasitas masing-masing dan didukung dengan keadaan jalan yang tetap terpelihara baik dan kemiringan maksimal jalan sebesar 10% (tabel 3.10). Untuk menjaga daerah Loading point ekskavator tetap baik maka Dozer
CAT D 10 R diperlukan untuk membantu membentuk
Loading point ini sekaligus melakukan Ripping dari lapisan overburden yang akan digali sehingga akan membantu memudahkan ekskavator dalam melakukan penggalian. Dozer juga berfungsi memberikan umpan kepada ekskavator dengan melakukan dorongan material di daerah Loading point, sehingga material overburden juga
59
masih dapat dijangkau oleh ekskavator. Hal ini
juga membantu
dalam memenuhi perolehan overburden. Alat-alat berat bekerja non stop, sehingga faktor perawatan alat berat juga mempengaruhi produksi dari penambangan. Perawatan secara berkala dan pengecekan rutin alat berat akan mengurangi dan mencegah kerusakan parah pada alat berat. Selain itu kerjasama antara departemen Workshop dan departemen penambangan harus terjalin dengan baik. Pemeriksaan alat yang tidak maksimal dan kurang teliti dari departemen Workshop akan mempengaruhi kinerja alat dan produktivitas alat, sedangkan kelalaian dari operator alat berat untuk mengecek secara rutin alat yang mereka operasikan juga berdampak pada kerusakan-kerusakan yang akan mempengaruhi produksi penambangan nantinya. 5.2.4
Perancangan Tahapan Penambangan Penambangan direncanakan dimulai dari blok 1 menuju blok 6 (dari
arah utara menuju ke arah selatan). Pemilihan urutan penambangan ini berdasarkan pertimbangan adanya lokasi sumur bor minyak dan gas beserta jaringan pipa-pipa di permukaan maupun di dalam tanah. Dari informasi lokasi titik bor pada gambar 2.2, maka urutan penambangan relatif menjauhi sumur bor, yang terletak di sisi utara daerah penambangan. Pemilihan urutan ini sekaligus mengurangi resiko penambangan yang dapat menganggu aktivitas dari sumur bor minyak maupun gas. Pada 3 bulan pertama penambangan, penggalian dimulai pada blok 1 dan blok 2, dan ditargetkan pada akhir periode 3 bulan (triwulan) pertama tersebut blok 1 sudah bisa terbuka dan terbentuk lereng sedangkan blok 2 sudah mulai terbuka sebagian. Pada triwulan pertama ini juga batubara sudah mulai berproduksi, namun target batubara tidak terlalu tinggi, karena hanya sedikit area batubara yang terbuka dan bisa berproduksi. Pada triwulan kedua, wilayah blok 2 ditargetkan sudah mulai terbuka, dan cadangan batubara yang terdapat di blok 2 ini sudah bisa di gali
60
seluruhnya, blok 3 juga direncanakan bisa terbuka sebagian dan batubara di blok 3 juga sudah bisa berproduksi meskipun area batubara yang terbuka masih sempit. Pada triwulan ketiga batubara di blok 3 ditargetkan sudah bisa terbuka seluruhnya dan mulai berproduksi. Kemajuan penambangan juga ditargetkan sudah mencapai sebagian overburden blok 4 dan sebagian kecil batubara di blok 4 juga sudah mulai bisa di gali. Pada triwulan ketiga ini ditargetkan untuk produksi yang besar karena pada triwulan ketiga ini curah hujan diperkirakan akan minim (musim kering/kemarau). Pada triwulan keempat desain tambang sudah mulai bergerak ke daerah batas pit sebelah selatan. Pada tahap ini batubara di blok 4 ditargetkan bisa berproduksi secara keseluruhan bersamaan dengan mulai terbukanya sebagian blok 5. Pada akhir penambangan ditargetkan blok 5 dan blok 6 sudah mulai terbuka dan batubara juga dapat berproduksi secara keseluruhan. (lihat lampiran B ) 5.3 Penjadwalan Produksi Dengan mengikuti tahapan penambangan dengan baik, penjadwalan produksi dapat berjalan dengan baik pula. Waktu yang dialokasikan untuk penambangan selama 15 bulan adalah dari bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Maret 2009. Untuk mendapatkan target yang maksimal dalam penambangan dilakukan perhitungan produktivitas alat yaitu perhitungan berdasarkan peralatan yang dioperasikan. Hasil perhitungan ini nantinya dibandingkan dengan hasil perhitungan blok model menggunakan software SURPAC 5.2. perhitungan dengan software ini menggunakan pendekatan melalui blok model tiga dimensi dengan ukuran per blok sebesar 10 x 10 x 2,5 m (panjang x lebar x tinggi) 5.3.1
Perhitungan Produktivitas Alat Perhitungan ini meliputi perhitungan pasangan alat untuk mengangkut waste dan batubara. Perhitungan ini dibagi menjadi 3 bulanan (triwulan). Faktor yang mempengaruhi jam kerja efektif tiap bulannya
61
diantaranya adanya hari libur nasional dalam bulan tersebut, waktu yang dipergunakan untuk perawatan alat dan pengecekan alat yang datanya di dapatkan dari Departemen Workshop (bengkel), kehilangan waktu akibat turun hujan, kehilangan waktu akibat pergantian shift dan waktu yang dipergunakan untuk istirahat tiap shift (masing-masing shift mempunyai waktu istirahat 1 jam) 5.3.1.1 Perhitungan Produksi Waste (overburden dan top soil) Alat yang dipergunakan dalam pemuatan dan pemindahan waste ini adalah Ekskavator Backhoe Komatsu PC 3000, Ekskavator Backhoe Komatsu PC 1250 dan Dump Truck Caterpillar 777 D. Perhitungan produksi ini dilakukan pada kondisi optimal dan tidak optimal. Kondisi optimal adalah pada saat lingkungan dan kondisi kerja sangat menunjung untuk mendapatkan produksi yang maksimal sedangkan kondisi tidak optimal adalah pada saat lingkungan dan kondisi kerja tidak menunjang untuk produksi besar, misalnya dikarenakan adanya hujan sehingga jalanan menjadi licin dan waktu tempuh untuk pengangkutan menjadi meningkat. A. Fleet 1 Pasangan alat yang digunakan adalah 1 unit Ekskavator Backhoe Komatsu PC 3000 dengan kapasitas bucket (heaped) sebesar 15m3 dan 7 unit Dump Truck Caterpillar 777D dengan kapasitas masing-masing bak truk maksimal 60.1 m3 (heaped). Bucket fill factor yang digunakan sebesar 0,9 – severe (tabel 4.2 atas) karena parameter pada tabel tersebut paling mendekati kondisi lapangan. Sedangkan Load Factor yang digunakan sebesar 0,79 (lampiran E) mengambil dari parameter material Sand and Clay. Load Factor ini digunakan untuk mengkonversi satuan dalam perhitungan dari Loose Cubic Meter (LCM) menjadi Bank Cubic meters (BCM). Job Efficiency Dump Truck yang digunakan sebesar 0,75 (rather poor), parameter ini digunakan untuk menyesuaikan efisiensi kerja dump truck pada kondisi lapangan. Pada kondisi optimal , produksi sebesar 895 bcm/jam dan pada kondisi tidak optimal, produksi
62
diperkirakan sebesar 745 bcm/jam. Penggunaan hasil perhitungan ini disesuaikan dengan bulan yang diperkirakan tepat untuk mendapatkan hasil optimal atau tidak. B. Fleet 2 Pasangan alat yang digunakan adalah 1 unit Ekskavator Backhoe Komatsu PC 1250 dengan kapasitas bucket (heaped) sebesar 6,7 m3 dan 3 unit Dump Truck Caterpillar 777D dengan kapasitas masing-masing bak truk maksimal 60.1 m3 (heaped). Bucket fill factor yang digunakan sebesar 0,9 – rather difficult (tabel 4.2 bawah) karena parameter pada tabel tersebut paling mendekati kondisi lapangan. Sedangkan Load Factor yang digunakan sama dengan Fleet 1 sebesar 0,79. Job Efficiency Dump Truck yang digunakan juga sama dengan Fleet 1 sebesar 0,75 (rather poor). Pada kondisi optimal , produksi sebesar 300 bcm/jam dan pada kondisi tidak optimal, produksi diperkirakan sebesar 250 bcm/jam. Penggunaan hasil perhitungan ini disesuaikan dengan bulan yang diperkirakan tepat untuk mendapatkan hasil optimal atau tidak. Pasangan alat ini sangat cocok digunakan pada area kerja loading point yang relatif sempit karena ukuran alat PC 1250 ini lebih kecil dari PC 3000. 5.3.1.2 Perhitungan Produksi Batubara Alat yang dipergunakan dalam pemuatan dan pemindahan waste ini adalah Ekskavator Backhoe Caterpillar 345 B, Ekskavator Backhoe Caterpillar 385 dan Dump Truck Hino FM 260 JD . Perhitungan produksi batubara ini juga dilakukan pada kondisi optimal dan tidak optimal sesuai kondisi kerja alat. A. Fleet 1 Pasangan alat yang digunakan adalah 1 unit Ekskavator Backhoe Caterpillar 345 dengan kapasitas bucket (heaped) sebesar 2,4 m3 dan 6 unit Dump Hino FM 260 JD dengan kapasitas masing-masing bak truk maksimal 26 ton (heaped). Bucket fill factor yang digunakan sebesar 0,9 – rather difficult (tabel 4.2 bawah) karena parameter pada tabel tersebut paling mendekati kondisi lapangan. Sedangkan Load Factor yang
63
digunakan sebesar 0,74 (lampiran E) mengambil dari parameter material Coal. Load Factor ini digunakan untuk mengkonversi satuan dalam perhitungan dari Loose Cubic Meter (LCM) menjadi Bank Cubic meters (BCM). Job Efficiency Dump Truck yang digunakan sebesar 0,75 (rather poor). Produksi batubara ini sebenarnya mengikuti dari kemajuan pengupasan overburden. Namun perhitungan ini digunakan untuk mengetahui kapasitas alat untuk mengangkut batubara. Pada kondisi optimal, perolehan batubara sekitar 98 ton/jam dan pada kondisi tidak optimal perolehan diperkirakan sebesar 78 ton/jam. B. Fleet 2 Pasangan alat yang digunakan adalah 1 unit Ekskavator Backhoe Caterpillar 385 dengan kapasitas bucket (heaped) sebesar 5,8 m3 dan 14 unit Dump Hino FM 260 JD dengan kapasitas masing-masing bak truk maksimal 26 ton (heaped). Bucket fill factor yang digunakan sebesar 0,9 – rather difficult (tabel 4.2 bawah) karena parameter pada tabel tersebut paling mendekati kondisi lapangan. Sedangkan Load Factor yang digunakan sebesar 0,74 (lampiran E) mengambil dari parameter material Coal. Job Efficiency Dump Truck yang digunakan juga sama dengan fleet 1 sebesar 0,75 (rather poor). Produksi batubara ini sebenarnya mengikuti dari kemajuan pengupasan overburden. Namun perhitungan ini digunakan untuk mengetahui kapasitas alat untuk mengangkut batubara. Pada kondisi optimal, perolehan batubara sekitar 316 ton/jam dan pada kondisi tidak optimal perolehan diperkirakan sebesar 250 ton/jam. Perhitungan produksi untuk batubara harus diubah ke dalam satuan ton sesuai spesific gravity batubara sebesar 1,3 ton/m3 (lampiran E). 5.3.2 Perhitungan dengan Block Model Untuk memperkirakan volume overburden dan batubara yang di rancang, digunakan metoda perhitungan dengan bantuan software SURPAC 5.2. Perhitungan ini menggunakan blok model 3 dimensi untuk menentukan volume berdasarkan batas-batas pit yang telah dibuat sebelumnya. Ukuran tiap blok adalah 10 x 10 x 2,5 meter.
64
Dari gambar 5.4 bisa dilihat sketsa metode perhitungan dengan menggunakan blok model. Dimisalkan garis biru adalah batas dari lubang bukaan yang akan dihitung volumenya. Garis tersebut melewati blok model yang akan dipergunakan untuk menghitung volume dari area di dalam garis batas lubang bukaan tersebut. Setiap blok model mempunyai titik tengah (centroid). Volume dari lubang bukaan dihitung berdasarkan garis yang melewati blok model tersebut. Apabila titik tengah blok model berimpit dengan garis batas atau berada di dalam area lubang bukaan, maka secara otomatis blok model tersebut akan dihitung volumenya (blok model warna hijau). Namun apabila titik tengah blok model tidak berimpit atau berada di luar area lubang bukaan, maka blok model tadi tidak masuk dalam perhitungan volume (blok model warna abu-abu).
o
o o
o o
o
o o
o
o
o
o
o o
o o
o
o
H
o
o o
o
o
o
H
Dimensi blok model : 10 m o
2,5 m 10 m
Garis batas lubang bukaan berbentuk tabung
Titik tengah (centroid)
Gambar 5.5 Sketsa metode perhitungan blok model
65
Dengan menggunakan metode perhitungan ini dan dengan ukuran blok model 10 x 10 x 2,5 meter maka di dapatkan volume overburden sebesar 12014750 bcm dan volume batubara sebesar 1267500 bcm atau 1647750 ton. Perhitungan dengan menggunakan blok model ini merupakan pendekatan perhitungan volume, karena dari sketsa gambar 5.4 terdapat area yang kelebihan volume dan ada area yang tidak dihitung volumenya. Semakin kecil dimensi blok model yang digunakan, maka perhitungan juga akan semakin akurat mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. 5.3.3 Target Produksi Pada awal produksi penambangan mempunyai stripping ratio yang besar dikarenakan daerah penggalian berada di lereng
bukit dan
perolehan batubara juga masih sedikit, namun hal ini berlangsung hanya pada triwulan pertama penambangan, pada triwulan berikutnya stripping ratio daerah penambangan sudah sesuai dengan ketentuan batasan maksimal stripping ratio sebesar 9. Secara keseluruhan, stripping ratio daerah penambangan batubara Sanga-sanga ini masih sesuai ketentuan, dan masih layak untuk ditambang. Target Produksi pada tabel 4.6 mempunyai nilai di bawah perhitungan produksi berdasarkan produktivitas alat dan blok model. Penentuan target produksi yang lebih rendah ini memang untuk mengantisipasi loses dari perhitungan produktivitas alat dan blok model. Perhitungan berdasarkan produktivitas alat memang telah diestimasi sedetail mungkin, namun dalam pelaksanaan dilapangan, peralatan masih juga dapat kehilangan produksi dengan berbagai sebab, baik dari faktor peralatan yang mengalami kerusakan tiba-tiba dan membutuhkan waktu waktu
perbaikan
lebih
lama,
atau
dari
faktor
operator
yang
mengoperasikannya, atau bahkan karena faktor alam yang tidak terduga, misalnya turun hujan dengan waktu yang lama dan adanya tanah longsor di luar perkiraan sehingga peralatan tidak bisa bekerja secara maksimal.
66
Perhitungan dengan menggunakan blok model sendiri juga merupakan pendekatan perhitungan karena perhitungan ini tergantung dari dimensi blok model yang digunakan. Perhitungan overburden dan batubara yang dilakukan juga berdasarkan rancangan penambangan secara keseluruhan, sedangkan pelaksanaan di lapangan, sequence penambangan secara detail bisa berubah-ubah sesuai pergerakan dari area kerja yang digunakan untuk menggali, memuat, dan mengangkut. Hal ini bisa mengakibatkan adanya batubara atau overburden yang tidak bisa diambil dan dipindahkan sehingga terjadi loses produksi. Namun dapat pula batubara yang tidak terambil malah menjadi inventory yang bisa membantu meningkatkan produksi apabila target produksi sudah bisa tercapai. 5.4 Pengangkutan dan Penimbunan Penempatan lokasi waste dump (disposal) dan stockpile harus tepat. Karena penempatan kedua lokasi ini juga berpengaruh terhadap kemajuan dan proses produksi, terutama proses pengangkutan dan penimbunan waste material dan batubara. 5.4.1
Disposal Lokasi disposal ini ada 2, terletak di sisi utara dan sisi timur dari lubang bukaan. Disposal pertama diperkirakan bisa menampung waste material sebesar ±1,4 juta lcm material dan disposal kedua menampung ± 1,6 juta lcm material (lampiran blok model). Tiap disposal dirancang dengan sudut kemiringan tiap lereng sebesar 33°-37° dengan tinggi tiap lereng tunggal ± 10 m dan lebar jenjang ± 15 m. Lokasi disposal yang tidak terlalu jauh dari batas pit memudahkan pengangkutan dan penimbunan waste material dari dalam pit menuju disposal area. Kapasitas dari kedua lokasi disposal ini memang kurang, mengingat jumlah keseluruhan overburden ± 12 juta bcm. Namun kedua disposal ini masih bisa di perluas yaitu disposal pertama bisa diperluas ke arah utara dan disposal kedua bisa diperluas ke arah timur sampai dengan
67
batas konsesi penambangan. Perluasan ini bisa dilakukan sesuai dengan persyaratan keamanan timbunan dan kondisi topografi untuk perluasan tersebut. Perluasan ini tidak menyeluruh sampai overvurden di dalam lubang bukaan habis karena penimbunan waste material juga dilakukan di dalam pit (inpit disposal) yang telah selesai produksi batubaranya. Inpit disposal ini dilakukan pada saat batubara di blok 1 telah selesai masa produksinya, sehingga daerah mined out ini bisa digunakan sebagai dump area dari blok 2 yang akan di gali overburdennya. Secara berurutan area yang digunakan untuk waste dump ini merupakan area yang telah mined out. Jadi pergerakan dari inpit disposal ini juga mengikuti dari tahapan penambangan yang dilakukan (lampiran B) 5.4.2
Stock pile Stockpile terbagi menjadi 2 bagian, yaitu untuk menampung batubara dari pit dan yang kedua untuk menampung batubara yang telah di gerus dengan crusher dan menunggu untuk diangkut ke dalam kapal. Lokasi stockpile ini berada di sisi selatan dari batas penambangan karena lokasi ini paling dekat dengan dermaga yang digunakan untuk mengangkut batubara ke dalam kapal tongkang di sungai (barging). Jarak lokasi stockpile ini terbilang cukup jauh dengan daerah penambangan, terutama pada masa awal penambangan. Namun seiiring dengan kemajuan tambang dari utara menuju ke selatan maka jarak stockpile dengan
lokasi penambangan akan semakin dekat dan berpengaruh
terhadap daya kerja dari truk pengangkut batubara serta dapat mengurangi biaya untuk pengangkutan batubara tersebut.
68