PENELITIAN K3 PENYANGGAAN PADA PENAMBANGAN LONG WALL SEMI MEKANIS BATUBARA BAWAH TANAH DALAM RANGKA MENDUKUNG PENYUSUNAN KEBIJAKAN K3 TAMBANG DI MINERBAPABUM
Endri O Erlangga, Gunawan, Asep Bachtiar, Wiroto Wimbo Prihono, Aries Sutisna, Riyanto, Dudi Mulyadie, Nuhindro Priagung Widodo
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA PROYEK PENELITIAN TEKNOLOGI PENAMBANGAN
2010
KATA PENGANTAR
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam suatu kegiatan usaha terutama kegiatan yang memiliki tingkat resiko kecelakaan yang tinggi seperti kegiatan penambangan bawah tanah (underground mine) untuk dapat melakukan menambang dengan lancar dan aman. Seperti halnya di dalam tambang longwall semi-mekanis, K3 dapat dicapai dan diimplementasikan dengan syarat aspek-aspek yang mempengaruhi tambang longwall semi-mekanis diperhatikan dengan baik. Aspek-aspek yang berpengaruh agar K3 tercipta di dalam tambang longwall semi-mekanis adalah geologi, hidrogeologi, dan teknis mengenai penyanggaan. Pada panel permuka kerja longwall semi-mekanis, penyanggaan yang digunakan dapat berupa penyangga kayu dan hydraulic prop. salah satu permasalahan yang sangat kritis pada penambangan bawah tanah adalah permasalahan penyanggaan karena erat sekali kaitannya dengan masalah geoteknik. Kegiatan penyanggaan memerlukan perhitungan yang cermat, serta harus mengikuti SOP yang benar. Dalam kaitan tersebut maka sesuai dengan sasaran Balitbang ESDM, Puslitbang. tekMIRA maupun visi dan misi kelompok program untuk melakukan penelitian dan pengkajian bahan galian dan teknologi penambangan serta pengolahan mineral, sebagai realisasi dari kebijakan tersebut maka pada tahun anggaran 2010 Puslitbang. tekMIRA bekerja sama dengan PT. Fajar Bumi Sakti telah melakukan serangkaian perekaman/pengamatan untuk mengembangkan Penelitian K3 Penyanggaan pada Penambangan Long Wall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah dan diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan untuk mendukung penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum sehingga tercapai : - Tata cara penyanggaan yang benar dan efisien pada penambangan batubara bawah tanah. - dapat meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja pada penambangan batubara bawah tanah. Kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan ini, baik secara langsung maupun tidak lansung, kami sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Bandung, Desember 2010 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
Ir. Hadi Nursarya, M.Sc. NIP. 1954 0306 197803 1 001
i
SARI Seiring dengan semakin menjamurnya kegiatan penambangan batubara yang pada umumnya menggunakan sistim penambangan terbuka (suface mining) maka semakin kritis kondisi lingkungan yang ditandai perubahan penomena alam dari waktu ke waktu yang kian bertambah rentan Kondisi seperti ini menjadikan isu lingkungan yang paling disoroti akhir-akhir ini, sebagai konsekwensinya adalah pemerintah harus segera merealisasikan alih teknologi dari sistim penambangan terbuka ke sistim penambangan bawah tanah (underground mining) yang merupakan satu-satunya alternatif dikarenakan secara realita lebih ramah terhadap lingkungan dibandinkan dengan penambangan dipermukaan. Minerbapabum yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah harus segera membenahi peraturan-peraturan terutama yang berkaitan dengan K3 Penambangan Bawah Tanah karena sistim penambangan ini memiliki tingkat resiko kecelakaan yang sangat tinggi (high risk). Dalam rangka mendukung penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbabum, maka pada tahun anggaran 2010 Puslitbang tekMIRA telah melakukan penelitian K3 Penyanggaan pada penambangan Long Wall semi mekanis di Pt. Fajar Bumi Sakti dimana telah terjadi dua kali kecelakaan tambang selama dua tahun berturut-turut ( 22 Juni 2009 dan tanggal 5 Juni 2010) yang menelan korban 2 orang meninggal dan 1 orang luka berat. Lubang bukaan berbentuk trapesium (3-piece-set) dengan dimensi tinggi = 2,4 m; lebar roof = 2,4 m; lebar floor = 3,8 m. Penyanggaan pada lorong-lorong utama termasuk pada headgate dan tailgate pada panel tambang menggunakan kayu (ulin atau kahori), serta untuk daerah persimpangan digunakan gabungan kayu dan besi (I-beam sebagai cap). Dimensi penyangga kayu utama (cap dan post) adalah 20 cm x 20 cm (standar) dengan panjang 240 cm. Jarak antar penyangga 85 cm. Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang diperoleh pada lokasi kecelakaan, untuk penyangga apabila menggunakan kayu kelas I baik untuk SF cap maupun post diperoleh nilai faktor keamanan > 1,5 sedangkan apabila menggunakan kayu kelas II, terutama untuk SF cap sebagai penyangga beban utama diperoleh nilai faktor keamanan < 1,2 , oleh karena itu untuk memperoleh nilai SF > 1,5 baik untuk cap dan untuk post maka dapat dikombinasikan dua kelas kayu yang berbeda yakni : untuk cap menggunakan kayu kelas I sementara untuk dua buah post kiri-kanan dapat menggunakan kayu kelas II sehingga selain akan mengurangi beban biaya juga akan lebih memudahkan dari segi pengadaan. Kalau hasil perhitungan pada penyangga yang telah diterapkan masih memenuhi nilai faktor keamanan, maka kecelakaan yang terjadi lebih disebabkan karena masih belum optimalnya penerapan SOP, Volume air tanah yang berlebih akan sangat mempengaruhi stabilitas penyangga, sedangkan saluran yang telah dibuat hanya dapat menampung debit air sekitar 45 liter/detik, untuk itu maka volume air yang masuk dan diprediksi akibat dari adanya jebakan air di permukaan tamka pada koordinat ( X : 500715,71 dan Y : 9958646,94) dengan dimensi jebakan kurang lebih 20 m x 20 m x 3 m yang meresap deras dari atap memasuki petak 1 s/d 5 dimana terjadi ambrukan pada tamda dengan koordinat yang sama maka dapat dipastikan > 45 liter/detik sehingga mengikis kedudukan bantalan penyangga. ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………..………. i SARI …………………………………………………………………………………………………….……………………. ii DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………. iii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………………….………………………. v DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………………………………. vii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………………….………………………. vii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………………… 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………………………… 1.2. Ruang Lingkup Kegiatan …………………………………………………………………. 1.2.1. Evaluasi Tata Cara Penambangan ……………………………………. 1.2.2. Evaluasi Tata Cara Penyanggaan ………………………………………. 1.2.3. Pengamatan Geoteknik ………………………………………………… 1.2.4. Perhitungan Cadangan …………………………………………………….. 1.2.5. Pengamatan Tata Carar Pelaksanaan Keselamatan Kerja Penambangan Batubara Bawah Tanah …………………………………………………………………. 1.2.6. Pembuatan Laporan ……………………………………………………….. 1.3. Maksud dan Tujuan ………………………………………………………………………. 1.4. Sasaran Kegiatan ……………………………………………………………………………. 1.5. Lokasi Kegiatan ……………………………………………………………………………… 1.6. Tinjauan Umum ……………………………………………………………………………… 1.6.1. Lokasi Kegiatan dan Kesampaian Daerah …………………… 1.6.2. Demografi ……………………………………………………………………. 1.6.3. Iklim dan Curah Hujan …………………………………………………….. 1.6.4. Jenis Tanah ………………………………………………………………………. 1.6.5. Perekonomian ………………………………………………………………. 1.7. Geologi ………………………………………………………………………………………….. 1.7.1. Sejarah Geologi ………………………………………………………………. 1.7.2. Stratigrafi ………………………………………………………………………. 1.7.3. Struktur Geologi ……………………………………………………………….
1 1 3 3 3 3 3
TINJUAN PUSTAKA …………………………………………………………………………………… 2.1. Geologi ……………………………………………………………………….……………… 2.2. Hidrogeologi ………………………………………………………………………………… 2.3. Penambangan Batubara Bawah Tanah …………………………………………… 2.3.1. Room and Pillar ………………………………………………………………. 2.3.2. Longwall ………………………………………………………………………… 2.4. Tegangan Batuan Atap Pada Permukaan Kerja Longwall ……………….. 2.4.1. Abutmen Stress …………………………………………………………… 2.4.2. Atap Yang Membebani di Atas Lubang Bukaan ……………… 2.4.3. Batuan yang Terlepas di Atap Terowongan …………………… 2.5. Penyanggaan ………………………………………………………………………………… 2.5.1. Kayu ……………………………………………………………………………….. 2.5.2. Kuat tarik dan Kuat Tekan ……………………………………………… 2.5.3. Kuat Tekuk ………………………………………………………………………. 2.5.4. Kuat Lengkung …………………………………………………………………
14 14 18 19 19 21 22 22 25 38 39 39 42 42 43
iii
4 4 4 4 4 4 4 5 6 6 6 7 8 10 12
2.5.5. Kuat Geser ……………………………………………………………………. 2.5.6. Kekuatan yang Boleh Diterima Kayu …………………………….. 2.6. Hydraulic Prop ………………………………………………………………………………… 2.6.1. Prop Density …………………………………………………………………. 2.6.2. Intrusi Prop ………………………………………………………………………. 2.6.3. Ukuran Cap ……………………………………………………………………… 2.6.4. Perhitungan Faktor Keamanan ……………………………………… 2.6.5. Hal-hal Teknis Lain Yang Terkait Dengan Penyanggan ……… 2.7. Model Penyanggaan …………………………………………………………………….
44 45 46 46 48 49 50 53 56
BAB III
PROGRAM KEGIATAN ……………………………………………………………………………….. 3.1. Sistem Penambangan ……………………………………………………………………. 3.2. Jalan Masuk Utamam, peralatan Tambang dan Sistem Ventilasi …… 3.3. Penyanggaan ……………………………………………………………………………….. 3.4. Dokumen Lapangan yang Dipelajari …………………………………………….. 3.5. Karakteristik Masssa Batuan ………………………………………………………
61 61 64 64 74 75
BAB IV
METODOLOGI ………………………………………………………………………………………….. 83 4.1. Metodologi ……………………………………………………………………………………. 83
BAB V
PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………….. 84 5.1. Penyangga Model Three Pieces Sets dengan Kayu pada Main Gate dan Tall Gate …………………………………………………………………………. 84
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………………………………… 95 6.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………………… 95 6.2. Saran …………………………………………………………………………………………….. 96
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
………………………………………………………………………………………………………
97
…………………………………………………………………………………………………………………
99
iv
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13. 2.14. 2.15. 2.16. 2.17. 2.18. 2.19. 2.20. 2.21. 2.22. 2.23. 2.24
2.25. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. 3.11. 3.12.
Halaman
Peta Lokasi Penelitian ………………………………………………………………………………………. Peta Geologi Regional PT. Fajar Bumi Sakti (PT. FBS). ….………………………………………… Peta Cekungan Kutai …………………………………………………………………………………………. Kolom Stratigrafi Regional Daerah PKP2B …………………..……………………………………… Bentuk Umum Clay Veins atau Clay Dikes …………………………………………………………… Struktur Slickenside Pada Setiap Atap Lubang Bukaan ……………………………………… Hubungan Antara Span Dan Stund Up Time Pada Beberapa Nilai RMR ………………. Room and Pillar ………………………………………………………………………………………………….. Longwall ……..…………………………………………………………………………………………………….. Abutment Stress ……………………………………………………………………………………………….. Abutment Stress di Sekitra Lubang Bukaan ……………………………………………………….. Penyangga Dan Ilustrasi Beban Akibat Broken Strata Pada Immediate Roof ……… Tekanan pada Penyanggaan Menurut Siska …………………………………………………….. Distribusi Tekanan Berhubungan Dengan Ketebalan Lapisan Batubara Menururt Ostrava Institute Dengan System (a) Caving Dan (b) Stowing) ……………. Tekanan di Longwall Menurut Pendekatan Terzaghi …………………………………………. Distribusi Tekanan di Sekitar Penggalian Lubang Bukaan …………………………………… Model Atap Yang jatuh Karena Runtuhan Tarik Pada Perlapisan Batuan …………… Distribusi Tegangan Yang Umum di Sekitar Jalan Bukaan untuk Massa Batuan Yang Elastik …….……………………………………………………………………………………….. Medan Tegangan di Lapisan Batuan di Sekitra Jalan Bukaan yang Dikelilingi Zona Runtuhan ……………………………………………………………………………………. Tinggi Bagian yang Runtuhan pada Lapisan Batuan Berlapis ……………………………. Hubungan Antara Tegangan Pengukuran dan Tegangan pada Saat Runtuh ………… Penyangga dan Ilustrasi Beban Akibat Broken Strata pada Immediate Roof ………. Struktur Makroskopik Sebuah Kayu ………………………………………………………………….. Kecacatan Alamiah pada Kayu ………………………………………………………………………….. Kayu yang Sedang Diuji Pelengkungan dan Bnetuk-bentuk Patahan …………………… Permuka Kerja Longwall …………………………………………………………………………………… Antisipasi Terhadap Intrusi atau Penetrasi Lantai ………………………………………………. Ilustrasi Gaya Pembebanan Pada Setiap Atap Dan Gaya Penahan Dari Penyanggaan (Hydraulic Prop Dan Cribbing) Di Daerah Permuka Kerja (Dilihat Dengan Tampak Atas Dan Samping) ………………………………………………………. Ilustrasi Konseptual Kurva Reaksi Batuan …………………………………………………………….. Skematik panel Longwall dan Layout Daerah Penelitian Lapangan …………………….. Kondisi Portal Sebagai Jalan Masuk utama Tambang …………………………………………. Lori Sebagai Sarana Pengangkutan ……………………………………………………………………… Penyanggaan Pada Lorong Utama …………………………………………………………………….. Peyanggaan Pada Panel Penambangan …………………………………………………………….. Pemasangan Hydraulic Props dan Link Bar pada Front Penambangan ………………. Penyanggaan Dengan kayu pada Saat Development …………………………………………. Pemasangan Stut dan Palang untuk Mengunci Satu Set Penyangga dengan Penyangga Berikutnya ………………………………………………………………………………………. Pemasangan Pasak Untuk Mengunci Posisi Cap dan Siring dan Pemasangan Gabungan Cap Besi dengan Post kayu ………………………………………………………………… Penyanggan Model Three Pieces Set dengan Menggunakan Bahan Kayu …………….. Cap yang Pecah Karena Beban Berat Batuan yang Bergerak Runtuh ……………….. Kondisi Kerusakan pada Siring Akibat Beban Batuan atap dan Pengaruh Air Tanah pada Posisi Post Menjadi Tidak Stabil …………………………………………….. v
5 8 9 12 14 15 18 20 21 24 24 26 28 30 31 33 33 34 35 36 37 39 40 41 44 47 49
52 54 63 65 65 66 67 68 68 69 69 70 70 71
3.13. 3.14. 3.15. 3.16. 3.17. 3.18. 3.19. 3.20. 3.21. 3.22. 3.23. 4.1.
Kegiatan maintenante Penyanggaan ………………………………………………………………… Pemerikasaan Hydraulic Props yang Rusak, Segera Diganti ……………………………… Kondisi Batuan Atap yang Lemah dan Mudah Runtuh ……………………………………… Stock Kayu untuk Bahan Penyangga ………………………………………………………………… Model Link Bar untuk Cap ………………………………………………………………………………….. Lokasi Accidet pada Peta Sitiasi Seam B ………………………………………………………….. Peta topografi Seam A dan Tamda Anggi ………………………………………………………….. Jarak Lokasi Accident dengan Batas Terluar Area Kegiatan Tambang Terbuka …… Cross Section Kondisi Awal Sebelum Accident ……………………………………………. Cross Section tampak Samping pada lokasi Accident ……………………………………….. Pembongkaran Batuan dengan Tenaga Manusia Menggunakan Peralatan “Pick hammer” …………………………………………………………………………………………………. Diagram Alir Penelitian ……………………………………………………………………………………..
vi
71 72 72 73 73 78 79 80 81 84 82 83
DAFTAR TABEL TABEL 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 3.1.
Halaman Rock Mass Rating ………………………………………………………………………………………………. …………………………….. Faktor Runtuhan 1 Menurut Konfigurasi Geometri di Atap Faktor Kemampuan Untuk Swasangga …………………………………………………………. Kelas Awet Kayu ………………………………………………………………………………………………… Klasifikasi Pembebanan Batuan Menurut Terzaghi yang Dimodifikasi ………………. Produk Batubara PT. Fajar Bumi Sakti ………………………………………………………………..
17 28 29 41 51 62
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A.1. B.1. B.2. B.3. B.4. C C.1 C.2
Halaman
Faktor Penekanan Kayu (Buckling factor) ………………………………………………………….. Parameter Klasifikasi dan Pembobotannya …………………………………………………….. Penyesuaian Pembobotan Untuk Orientasi Diskontinues ……………………………….. Kelas Massa Batuan dari Pembobotan Total …………………………………………………….. Arti daripada Kelas Batuan ………………………………………………………………………………… Kondisi batuan Tipe dan RM ……………………………………………………………………………… Kecepatan Maksimum yang Diijinkan dan Harga Gaya Tarik Satuan …………………. Unsur-unsur Geometris Penampang Saluran ……………………………………………………… Resume Hasil Analisi Pengujian Laboratorium Geomekanika ………………………………
vii
100 101 102 102 102 103 104 105 106
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Peran batubara yang sangat penting saat ini adalah sebagai sumber energi pada pusat pembangkit listrik dan pabrik semen. Disamping itu sesuai dengan program pembangunan nasional dan kebijakan diversifikasi energi, maka peningkatan pengusahaan batubara juga ditujukan sebagai penghasil devisa melalui ekspor, dan diharapkan dapat berperan sebagai bahan bakar pada industri lainnya seperti pada pembakaran bata/genteng/kapur, industri pengeringan, industri steam dan industri lainnya dan bahkan sebagai bahan baku industri di masa depan. Disamping itu melalui teknologi konversi, batubara dapat dibuat BBM sintetis, bahan kimia dan gas bakar. Batubara terbukti telah memberikan peran penting dan memberikan keamanan dalam penyediaan supply untuk energi di Indonesia. produksi mulai tahun 2008 yang mencapai lebih dari 230 juta ton, batubara masih diharapkan untuk menjadi energi alternatif utama untuk minyak dan gas bumi. Pada umumnya cadangan batubara di Indonesia terdiri dari batubara peringkat rendah dimana cadangan ini banyak tersebar terutama di 2 pulau besar di Indonesia yaitu pulau Kalimantan dan Sumatera. Disisi lain, konsumen atau pengguna batubara seperti untuk pembangkit tenaga listrik, pabrik-pabrik semen dan industri-industri kecil berada di pulau Jawa. Sebagai tambahan kebijakan desentralisasi (otonomi daerah)
telah mendorong semua
Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan atau menggali semua cadangan batubara yang ada pada lokasi tersebut seperti halnya pengembangan industri lainnya, dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi baik pada wilayah tersebut maupun secara nasional. Data eksplorasi menunjukkan bahwa sumberdaya batubara di Indonesia diperkirakan sebanyak 104,60 milyar ton, dimana jumlah cadangan sebanyak 18,70 milyar ton (Badan Geologi, 2009). Diperkirakan empat puluh persen dari cadangan
terdiri dari batubara
kualitas tinggi (sub-bituminous dan bituminous coal). Cadangan batubara pada saat ini kebanyakan terletak pada lokasi yang dangkal dan dapat ditambang secara terbuka. Tetapi dengan adanya permasalahan lingkungan yang sangat ketat sehingga seringkali perizinan tambang terbuka menjadi sulit selain itu cadangan batubara dangkal makin menipis. Oleh
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
1
karena itu cadangan batubara bawah tanah akan semakin lebih dipertimbangkan untuk menjadi primadona produksi batubara di Indonesia. Pengambilan batubara di alam dilakukan melalui penambangan dan manusia terus berupaya agar penambangan batubara memungkinan untuk dilakukan secara teknis dan ekonomis. Salah satu metode penambangan yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan adalah dengan penambangan bawah tanah metode longwall semi-mekanis. K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk dapat menambang batubara dengan lancar dan aman. Di dalam tambang longwall semi-mekanis, K3 dapat dicapai dan diimplementasikan dengan syarat aspek-aspek yang mempengaruhi tambang longwall semi-mekanis diperhatikan dengan baik. Pada kegiatan penambangan bawah tanah, aspek geomekanika merupakan salah satu yang penting yang harus diperhatikan sehubungan dengan kestabilan lubang bukaan. Aspekaspek berikutnya yang berpengaruh agar K3 tercipta di dalam tambang longwall semimekanis adalah geologi, hidrogeologi, dan teknis mengenai penyanggaan. Pada panel permuka kerja longwall semi-mekanis, penyanggaan yang digunakan dapat berupa penyangga kayu dan hydraulic prop. Salah satu permasalahan yang sangat kritis pada penambangan bawah tanah adalah permasalahan penyanggaan karena erat sekali kaitannya dengan masalah geoteknik. Penyanggaan pada saat kegiatan penambangan di lokasi produksi (front kerja) memerlukan perhitungan yang cermat, selain itu pelaksanaan penyanggaan harus mengikuti SOP yang benar, disisi lain semakin sulitnya bahan baku kayu untuk penyangga menjadi permasalahan padahal perusahaan batubara yang telah menerapkan sistim penambangan bawah tanah pada saat ini jumlahnya masih langka, begitu juga penggunaan penyangga dengan hydraulic prop masih banyak kendala karena belum diproduksi di dalam negeri selain rumitnya prosedur untuk impor. Dalam kaitan tersebut maka sesuai dengan sasaran Balitbang ESDM, Puslitbang. tekMIRA maupun visi dan misi kelompok program untuk melakukan penelitian dan pengkajian bahan galian dan teknologi penambangan serta pengolahan mineral, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mendukung visi dan misi tersebut, sebagai realisasi dari kebijakan tersebut maka pada tahun anggaran 2010 Puslitbang. tekMIRA bekerja sama dengan PT. Fajar Bumi Sakti telah melakukan serangkaian perekaman/pengamatan kegiatan yang meliputi :
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
2
-
Tata cara penambangan
-
Tata cara penyanggaan
-
Pengamatan geoteknik batuan atap / dinding
-
Perhitungan Penyanggaan
-
Pengamatan tata cara pelaksanaan keselamatan kerja penambangan batubara bawah tanah
1.2.
Ruang Lingkup Kegiatan
1.2.1. Evaluasi Tata Cara Penambangan -
Persiapan terdiri dari: studi literatur, pengumpulan data sekunder, parameter, out line dan lain-lain
-
Mengkaji tata cara penambangan batubara bawah tanah
-
Mengevaluasi tata cara penambangan batubara bawah tanah yang ada saat ini
1.2.2. Evaluasi Tata Cara Penyanggaan -
Persiapan terdiri dari studi literatur, pengumpulan data sekunder (perpustakaan), parameter, outline ,dll
-
Mengkaji tata cara penyanggaan pada tambang batubara bawah tanah yang sedang beroperasi
-
Mengevaluasi tata cara penyanggaan penambangan batubara bawah tanah
1.2.3. Pengamatan Geoteknik -
Persiapan terdiri dari studi literatur, pengumpulan data sekunder (perpustakaan), parameter, outline, dll
-
Menguji parameter batuan atap
-
Mengamati, menilai dan mengkaji klasifikasi batuan atap
-
Mengevaluasi klasifikasi batuan atap
1.2.4. Perhitungan Penyanggaan -
Persiapan terdiri dari studi literatur, pengumpulan data sekunder (perpustakaan), parameter, outline ,dll
-
Mengkaji perhitungan penyanggaan pada tambang batubara bawah tanah yang sedang beroperasi
-
Mengevaluasi perhitungan penyanggaan penambangan batubara bawah tanah.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
3
1.2.5. Pengamatan Tata Cara Pelaksanaan Keselamatan Kerja Penambangan Batubara Bawah Tanah -
Persiapan terdiri dari studi literatur, pengumpulan data sekunder (perpustakaan), parameter, outline, dll
-
Mengamati tata cara pelaksanaan keselamatan kerja pada penambangan batubara bawah tanah
1.2.6. Pembuatan Laporan
1.3.
-
Laporan Teknis
-
Executive Summary
-
Laporan Ilmiah
Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan ini adalah mendata dan menganalisis kegiatan penyanggaan yang telah berlangsung di salah satu tambang bawah tanah di Indonesia yang menggunakan metode longwall semi mekanis. Tujuannya adalah mengembangkan Penelitian K3 Penyanggaan pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah untuk mendukung penyusunan Kebijakan K3 Tambang di lingkungan Minerbapabum sehingga dapat diperoleh contoh tata cara penyanggaan yang benar dan efisien pada penambangan batubara bawah tanah di Indonesia untuk meningkatkan keselamatan kerja pada penambangan batubara bawah tanah di Indonesia.
1.4.
Sasaran Kegiatan Tercapainya keselamatan kerja
tambang batubara bawah tanah terutama dalam hal
kegiatan penyanggaan kayu. 1.5.
Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan dilaksanakan di Kalimantan Timur.
1.6
Tinjauan Umum 1.6.1.
Lokasi Kegiatan dan Kesampaian Daerah Lokasi kegiatan di dalam area tambang batubara bawah tanah PT. Fajar Bumi Sakti (PT.FBS) yang secara administrasi terletak di Desa Loa Ulung, Kecamatan
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
4
Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur, Secara geografis terletak pada 117o11’11,816” Bujur Timur (BT) dan 0 o22’15,325” Lintang Selatan (LS). Lokasi tambang batubara PT Fajar Bumi Sakti terletak di tepi sungai Mahakam dan dapat dicapai dari kota Samarinda dengan menggunakan jalan sungai ke arah hulu berjarak ± 60 km selama 3 jam perjalanan atau lewat jalan darat melalui kota Tenggarong menuju desa Loa Tebu (5 km dari Tenggarong) dengan menggunakan perahu motor menyeberangi sungai mahakam menuju desa Loa Ulung. Selain itu lokasi tambang PT. Fajar Bumi Sakti juga dapat ditempuh melalui jalan darat lain sejauh ± 30 km ke arah Embalut dari persimpangan lokasi transmigrasi L1 belok ke arah desa Loa Ulung.
BAB II
Lokasi Penelitian
U
Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian 1.6.2. Demografi Penduduk asli yang menghuni di daerah sekitar lokasi kegiatan penambangan PT. Fajar Bumi Sakti adalah suku Kutai, penyebaran penduduk sebagian besar mengikuti pola transportasi yang ada
dan sungai Mahakam merupakan jalur arteri bagi
transportasi lokal. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar pemukiman penduduk terkonsentrasi di tepi sepanjang pinggiran sungai Mahakam, selain suku Kutai hampir diseluruh tepian aliran Mahakam dihuni pula oleh penduduk pendatang lokal
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
5
maupun pendatang dari luar, untuk pendatang lokal umumnya berasal dari suku Dayak dan Mandar, sedangkan pendatang dari luar umumnya dari Sulawesi, Jawa serta sebagian kecil dari Sumatera. Daerah-daerah yang agak jauh dari tepi sungai dimana belum terdapat prasarana jalan darat relatif kurang terisi dengan pemukiman penduduk. Mata pencaharian penduduk pada umumnya bekerja pada perusahaan-perusahaan pertambangan Batubara yang ada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, selain itu sebagian kecil berprofesi sebagai pegawai negeri, petani dan berwiraswasta. 1.6.3. Iklim dan Curah Hujan Karakteristik iklim di wilayah dimana penelitian dilakukan adalah iklim hutan tropika humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm per tahun dengan temperatur rata-rata 26oC. Perbedaan antara 50C – 7oC.
1.6.4. Jenis Tanah Jenis –jenis tanah yang terdapat di daerah ini menurut Soil Taxonomi USDA termasuk kedalam golongan Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptisol dan Mollisol, sedangkan menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah Podsolik, Alluvbial, Andosol dan Renzina.
1.6.5. Perekonomian Struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 relatif tidak mengalami pergeseran. Dua sektor yang sangat dominan dan memegang peranan penting dalam perekonomian Kutai Kartanegara karena memberi sumbangan nilai tambah terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan sub sektor pertambangan migas dan sub sektor pertanian dengan sub sektor kehutanan. Pada tahun 1999, peranan sektor pertambangan sebesar 78,22% terutama didukung oleh peranan sub sektor pertambangan migas sebesar 71,08%. Sedangkan sektor pertanian memiliki peranan 11,21% terutama didukung sub sektor kehutanan yang memiliki peranan 7,25%.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
6
Pada tahun 2003, peranan sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan menjadi 76,12% , hal ini terjadi karena menurunnya peranan sub sektor pertambangan migas yakni 69,96%. Sedangkan sektor pertanian juga mengalami penurunan menjadi 10,69% terutama didukung peranan sub sektor kehutanan sebesar 6,10%. Sementara itu, di tahun 2002 peranan sektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan sebesar 77,67% jika dibanding tahun 2003, sedangkan untuk sektor pertanian mengalami penurunan dari 10,06% dibandingkan tahun 2003. Bila komoditi minyak dan gas bumi dikeluarkan dari perhitungan PDRB, maka dampak terhadap nilai PDRB dan distribusinya juga akan berbeda bila dibandingkan dengan perhitungan PDRB dengan migas. Di sini terlihat nyata perbedaan peranan atau kontribusi sektor dalam membentuk struktur perekonomian daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Seperti halnya dengan migas, struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara tanpa migas tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 juga relatif kurang banyak mengalami pergeseran di mana terlihat bahwa tanpa migas sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Kutai Kartanegara karena memberi sumbangan nilai tambah terbesar. Pada tahun 1999, sektor pertanian menyumbang sebesar 38,73% dan dalam tahun 2003 menjadi 35,59%. Setelah sektor pertanian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian non migas; seperti batu bara, emas, perak dan lain-lain sebesar 20,52%. Sektor konstruksi 15,38% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 10,43% di tahun 2003.
1.7.
Geologi Ditinjau dari kedudukan regionalnya, daerah PKP2B PT. Fajar Bumi Sakti secara geologi termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Samarinda (S. Supriatna dkk. (1995), Puslitbang Geologi) yang juga merupakan bagian dari Cekungan Kutai berumur Tersier (Bemmelen, R.W. Van, 1949). Awal pengendapan sedimen di wilayah ini terbentuk pada waktu Eosen Akhir (Oligosen Awal) disaat proses transgresi mencapai puncaknya akibat terjadinya aktifitas tektonik di kawasan ini. Fenomena geologi ini dicirikan dengan diendapkannya sedimen klastis (terrestrial clastic deposits) dari Fm. Pamaluan dan Fm. Bebulu bagian atas. Setelah itu
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
7
pada kala Miosen Tengah. di Cekungan ini kemudian diendapkan Fm. Pulau Balang (Tmpb) yang memiliki hubungan jari menjari (inter fingering) dengan Fm. Warukin yang terdapat di Cekungan Barito. Selanjutnya pada waktu Miosen Akhir, secara selaras di atas formasi ini (Fm. Pulau Balang) lalu diendapkan Fm. Balikpapan (Tmbp) yang diyakini merupakan salah satu formasi pembawa batubara (coal bearing zone) potensial di kawasan ini.
PT. Fajar Bumi Sakti Gambar 1.2. Peta Geologi Regional PT. Fajar Bumi Sakti (PT. FBS) 1.7.1. Sejarah Geologi Daerah PKP2B PT. FBS terletak di kawasan Delta Mahakam (Mahakam Deltaic) yang merupakan bagian wilayah Cekungan Kutai. Cekungan ini di sebelah baratnya dibatasi oleh Tinggian Kuching, sementara di sebelah utaranya dibatasi oleh pegunungan Mangkalihat yang memisahkannya dari Cekungan Tarakan. Adapun di sebelah timur cekungan ini dipisahkan oleh palung Makasar, sedangkan di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan Meratus yang memisahkannya dari Cekungan Barito dan Sub Cekungan Pasir.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
8
Gambar 1.3. Peta Cekungan Kutai
Merujuk hasil kajian geologi yang dilakukan oleh penyelidik sebelumnya (Samuel, 1975), tahap awal pengendapan sedimen di cekungan ini diyakini terjadi pada waktu Eosen Awal. Proses pengendapan sedimen di cekungan ini hingga Oligosen Awal berlangsung dalam fase transgresi, di mana kala Oligosen Akhir pengendapan sedimen di cekungan ini berkembang ke arah timur. Sedimen yang diendapkan di Cekungan Kutai merupakan komplek lingkungan endapan delta yang terdiri dari beberapa siklus endapan delta. Tiap siklus dimulai dengan endapan paparan delta (delta plain) yang umumnya terdiri dari endapan rawa, endapan alur sungai, point bar, undak-undak sungai (river terrace), dan di kawasan yang lebih dalam diendapkan sedimen deltafront dan sedimen prodelta. Siklus pengendapan sedimen di Cekungan Kutai umumnya mengalami dua kali pergantian fase pengendapan, yaitu fase transgresi dan regresi. Perubahan fase pengedapan tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan jenis litologi yang dihasilkan oleh endapan yang ter-sedimentasikan dalam cekungan tersebut. Selama Miosen Bawah ke arah timur terbentuk delta progradasi yang mengakibatkan terbentuknya endapan delta dengan ketebalan >4000 meter. Proses sedimentasi delta ini terus berlangsung antara Miosen Tengah-Miosen Atas. Sedimen yang diendapkan terdiri dari batupasir tepi laut dan batupasir terestrial, greywacke, batulanau, batulempung, batugamping, lempung karbonatan, dan batubara akibat proses kompresi, pengangkatan, dan erosi yang saat ini disebut sebagai Fm. Pulau Balang. Di atas
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
9
sedimen berumur Miosen tersebut, maka proses pengendapan sedimen delta dan pantai terus berlangsung hingga Pliosen yang dewasa ini dikenal sebagai Fm. Kampung Baru.
1.7.2.
Stratigrafi Merujuk hasil pemetaan geologi yang dilakukan oleh S. Supriatna dkk. (Puslitbang Geologi, 1995), litologi yang menyusun cekungan ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan batuan setingkat formasi. Secara lthostratigafis berbagai satuan batuan yang menyusun daerah ini dan kawasan sekitarnya dari tua ke muda dapat diuraikan sebagai berikut: Fm. Pamaluan (Tomp) Litologinya terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping, dan batulanau yang diendapkan pada waktu Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan neritik. Penyebaran formasi dapat ditemukan melampar di sebelah baratlaut di luar dari wilayah yang dikaji.
Fm. Bebuluh (Tmb) Diendapkan pada kala Miosen Awal dengan susunan litologi terdiri dari batugamping dengan sisipan batugamping pasiran, dan serpih. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan neritik dan diduga saling berhubungan jari menjari (inter fingering) dengan Fm. Pamaluan. Pelamparan formasi ini dapat ditemukan tersingkap di bagian paling barat di luar dari daerah PKB2B, PT. FBS. Fm. Pulau Balang (Tmpb) Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Fm. Bebulu kala Miosen Tengah yang di bagian atasnya saling menjari (inter fingering) dengan Fm. Balikpapan. Secara umum litologinya terdiri dari greywacke, batupasir kuarsa, batugamping, tufa dasit, dan batubara yang diendapkan dalam lingkungan laut dangkal.
Fm. Balikpapan (Tmbp) Merupakan perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan batulanau, serpih, batugamping, dan batubara yang diendapkan pada waktu Miosen Tengah dalam lingkungan paras delta (delta front) hingga dataran delta (delta plain). Formasi ini memiliki hubungan jari menjari dengan Fm. Pulau Balang.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
10
Fm. Kampung Baru (Tpkb) Diendapkan secara tidak selaras di atas Fm. Balikpapan dengan susunan litologi berupa batupasir kuarsa dengan sisipan batulanau, serpih, dan lignit yang lunak dan mudah hancur. Diduga formasi ini diendapkan pada waktu Miosen Akhir-Plio Plistosen dengan lingkungan pengendapan delta hingga laut dangkal.
Endapan Alluvial (Qa) Merupakan sedimen termuda berupa endapan lepas berumur kuarter yang diendapkan tidak selaras di atas Fm. Kampung Baru. Endapannya berupa material lepas beragam ukuran seperti kerikil, pasir, dan lumpur hasil proses desintegrasi batuan yang diendapkan dalam lingkungan sungai, delta, dan pantai. Endapan alluvium ditemukan berupa undak-undak sungai (river terrace) dengan ketebalan yang bervariasi dari 0.5 meter hingga 15 meter. Penyebarannya cukup luas di sekitar pelataran atau di daerah aliran sungai Mahakam dan anak-anak sungainya. Sebagai ilustrasi, selanjutnya disajikan kolom stratigrafi regional wilayah PKP2B PT. FBS yang merujuk kepada Peta Geologi Lembar Samarinda yang sebelumnya telah dipetakan oleh S. Supriatna dkk.(Puslitbang Geologi, 1995) seperti yang disajikan dalam Gambar 1.4.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
11
Gambar 1.4. Kolom Stratigrafi Regional Daerah PKP2B PT. Fajar Bumi Sakti Kab. Kutai, Prop. Kalimantan Timur
1.7.3. Struktur Geologi Ditinjau dari struktur dan fenomena geologi yang berkembang di kawasan ini, secara regional areal PKP2B, PT. FBS dan sekitarnya merupakan wilayah lipatan (folded area) yang mengalami proses pensesaran dengan pola kelurusan bukit atau struktur regional berarah baratdaya-timurlaut dan baratlaut-tenggara. Umumnya, struktur perlipatan yang berkembang di wilayah ini berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu atau poros lipatan berarah baratdaya-timurlaut. Adapun sayap-sayap dari struktur antiklin dan sinklin tersebut membentang asimetri dengan sudut kemiringan lipatan agak landai hingga curam. Secara lokal, ujung dari struktur perlipatan tersebut ada
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
12
yang menunjam, terpotong oleh struktur sesar atau tertindih oleh batuan lain. Sebagai akibatnya, batuan berumur tersier dari formasi pembawa batubara (coal bearing formation) tersebut ikut juga terlipat, sebagian tersingkap, dan atau menyebabkan lapisan batubaranya dekat ke permukaan. Struktur pensesaran umumnya membentuk sesar normal, sesar geser (transcurrent faults), dan sesar naik (reverse faults) dengan arah umum baratlaut-tenggara atau baratdaya-timurlaut. Adapun pola kelurusan (bukit dan sungai) yang terbentuk sekarang, diyakini merupakan jejak atau indikasi struktur sesar dan kekar dengan pola yang searah dengan struktur regionalnya. Secara regional aktifitas tektonik yang terjadi sejak era Mesozoikum hingga Tersier memegang peranan penting dalam proses terbentuknya kondisi lithostratigrafi yang terjadi sekarang. Lokasi tambang PT.Fajar Bumi Sakti yang terletak pada struktur sinklin dengan pusat sumbu sinklin terletak di tengah lokasi KP dengan kemiringan/dip relatif datar dan struktur geologinya yang relatif stabil berbeda dengan dengan struktur antiklin dimana kondisi geologinya lebih komplek, dan pada kondisi yang demikian akan menyulitkan dalam kegiatan penambangan. Secara umum kemiringan batuan pada daerah ini relatif kecil dan sederhana sehingga tingkat kesulitan dalam melakukan penambangan baik secara tambang terbuka maupun dengan tambang dalam relatif kecil pula. Bentuk lapisan pembawa batubara adalah sinklin yang mempunyai kemiringan kecil < 5o dengan arah sumbu sinklin sekitar N 30o E, dan sumbu naik secara bertahap ke batas utara sampai batubaranya tersingkap, sedangkan batas bagian batubara sebelah barat terpotong-potong oleh sungai Mahakam.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Geologi Massa batuan di alam dapat memiliki struktur geologi yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh proses tektonik yang berlangsung secara terus menerus di kerak bumi. Proses tektonik ini mengakibatkan adanya tegangan dan regangan terhadap kerak bumi yang sangat heterogen. Tegangan dan regangan tersebut dapat menghasilkan patahan atau lipatan. Struktur geologi yang berupa patahan atau lipatan merupakan suatu struktur yang mayor. Struktur geologi minor yang diakibatkan oleh patahan atau lipatan dapat berupa bidangbidang diskontinyu (Moebs dan Stateham, 1984) seperti kekar dan slickenslide atau juga bisa berupa adanya clay veins atau clay dikes (Gambar 2.1. dan 2.2.).
Gambar 2.1. Bentuk umum clay veins atau clay dikes (Moebs dan Stateham, 1984)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
14
Gambar 2.2. Struktur slickenside pada atap lubang bukaan (Moebs dan Stateham, 1984) Suatu bidang diskontinyu di alam dapat diproyeksikan ke dalam peta, stereografis atau diagram rosette untuk melihat kecenderungan kutub bidang diskontinyu. Proyeksi tersebut akan membantu dalam menentukan penyanggaan yang diperlukan jika akan dibuat lubang bukaan di massa batuan tersebut. Pembuatan peta struktur geologi memerlukan suatu survei geologi. Survei tersebut akan mendapatkan data-data seperti dip direction dan dip bidang diskontinyu. Struktur-struktur diskontinyu tersebut dapat menjadi suatu bahaya pada saat berada di atap lapisan batubara (Moebs dan Stateham, 1984). Bahaya yang ditimbulkan adalah bisa terjadi batuan yang jatuh dan menimpa pekerja yang berada di bawah atap tersebut. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan penyangga hydraulic prop dan cribbing yang jarak antar penyangganya lebih dekat dan span lubang bukaan tidak terlalu besar. Data-data geologi juga dapat diperoleh melalui pemboran eksplorasi yang rinci dan teratur. Melalui data lubang bor, litologi yang ada di massa batuan dapat diketahui dengan jelas. Dengan memiliki suatu kumpulan data pemboran yang tingkat kepercayaannya tinggi, dapat dilakukan pemodelan endapan batubara dan massa batuan yang ada di sekitar endapan tersebut. Jika pemodelan endapan telah diketahui, maka pemodelan tersebut akan membantu untuk mengidentifikasi lapisan batuan di atap batubara yang memiliki potensi bahaya untuk runtuh. Lapisan seperti ini ditandai dengan memiliki nilai RQD rendah dan hasil
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
15
pemboran contoh inti yang pecah-pecah. Cara untuk mengkuantifikasi dan menilai suatu massa batuan dapat dilakukan dengan menggunakan RMR. RMR (Rock Mass Rating) dikembangkan oleh Bieniawski (1973) untuk mengklasifikasikan suatu massa batuan. Untuk menggunakan RMR, diperlukan 6 parameter yang harus diketahui, yaitu: a. UCS (kuat tekan uniaksial) batuan utuh b. RQD (rock quality disignation) c. Jarak antar bidang diskontinyu d. Kondisi kekar e. Kondisi air tanah f. Orientasi bidang diskontinyu Terdapat dua tahap dalam perhitungannya, yaitu tahap I mengevaluasi parameter a sampai e, untuk mendapatkan basic Rock Mass Value; kemudian dilanjutkan dengan tahap II yaitu rating adjustment terhadap orientasi bidang diskontinyu (parameter f), untuk mendapatkan nilai RMR. Data-data untuk setiap parameter dapat diperoleh dari survei geologi dan pengujian di suatu laboratorium geomekanika. Dengan menghitung masing-masing parameter, nantinya akan didapat suatu nilai akhir. Nilai akhir tersebut akan digunakan untuk mengklasifikasikan massa batuan tersebut, apakah termasuk batuan kelas I, II, III, IV atau V yaitu sebagai berikut. Kelas I: 100-81 (very good rock), Kelas II: 80-61 (good rock), Kelas III: 60-41 (fair rock), Kelas IV: 4021 (poor rock), Kelas V: <20 (very poor rock).
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
16
Tabel 2.1. Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
17
Gambar 2.3. Hubungan antara Span dan Stand-up Time pada Beberapa Nilai RMR (Bieniawski, 1989) Penilaian massa batuan pada tambang bawah tanah batubara (di atap, dinding dan di lantai terowongan) digunakan untuk penentuan stand-up time, span, dan penentuan jenis penyangga. 2.2.
Hidrogeologi Pengetahuan mengenai kondisi hidrogeologi akan membantu mengurangi bahaya yang akan dihadapi ketika melakukan penambangan longwall semi mekanis. Jika suatu lapisan batuan berada dalam keadaan jenuh oleh air, maka lapisan batuan tersebut mendapat bobot tambahan. Hal ini berarti pembebanan yang lebih besar dan hal ini memerlukan lebih banyak penyanggaan jika lapisan ini berada di atas atap batubara. Dalam menghadapi kondisi berupa adanya air tanah selama penambangan, dapat dilakukan penirisan dan memompa air ke bagian lain di dalam tambang atau dibawa ke permukaan. Beberapa jenis batuan tertentu seperti claystone akan mengembang jika terinfiltrasi oleh air dan mengkerut jika telah kering sehingga dapat menjadi tidak stabil bila hal ini terjadi di atap batubara.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
18
Genangan air pada lantai di dekat permuka kerja juga akan menjadi masalah. Genangan air tersebut akan membuat batuan pada lantai menjadi cenderung bersifat plastis (GonzálezNicieza dkk, 2008). Sifat plastis ini akan menjadi hal buruk bagi penyangga hydraulic prop karena pijakan hydraulic prop kurang kokoh dan penyanggaan menjadi kurang maksimal. Adanya air menurunkan daya dukung lantai sehingga hydraulic prop akan mempenetrasi lantai. Dampak dari hal ini adalah dapat terjadi konvergensi di atap batubara dan menjadi berbahaya bagi pekerja jika telah runtuh. 2.3.
Penambangan Batubara Bawah Tanah
Pada penambangan batubara dengan metode tambang dalam yang terpenting adalah bagaimana mempertahankan lubang bukaan seaman mungkin agar terhindar dari potensi: - Keruntuhan atap batuan - Ambruknya dinding lubang (rib spalling) - Penggelembungan lantai lapisan batubara (floor heave) Kejadian tersebut disebabkan oleh terlepasnya energi yang tersimpan secara alamiah dalam endapan batubara. Energi yang terpendam tersebut merupakan akibat terjadinya perubahan atau deformasi bentuk endapan batubara selama berlangsungnya pembentukan deposit tersebut. Pelepasan energi disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan tegangan yang terdapat pada masa batuan akibat dilakukannya kegiatan pembuatan lubang-lubang bukaan tambang. Disamping itu kegagalan dapat disebabkan batuan dan batubara itu tidak mempunyai daya penyangga disamping faktor-faktor alami dari keadaan geologi endapan batubara tersebut.
2.3.1.
Room and Pillar
Penambangan room and pillar adalah sebuah metode open stoping dimana kemajuan penambangan pada lapisan batubara yang datar atau dengan sudut kemiringan kecil menghasilkan ruangan-ruangan (rooms) dan tiang-tiang (pillars) dari batubara yang ditinggalkan yang berfungsi sebagai penyangga untuk menahan beban material diatasnya (Gambar 3.5). Pada metode ini, pengambilan endapan dilakukan dengan meninggalkan pilar-pilar dengan letak dan ukuran yang beraturan. Fungsi pilar disini ialah untuk menjamin agar rongga/ruangan penambangan tidak runtuh. Sebagai alat gali dapat digunakan mulai dari sistem non mekanis, semi mekanis, dan mekanis penuh. Ukuran pilar harus diperhitungkan secara cermat. Lebar pilar
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
19
ditentukan berdasarkan beban atap atau berat overburden diatas penggalian, lebar penggalian, dan kekuatan batuan disekitar penggalian. Beberapa variasi metode room and pillar berdasarkan penamaan lokal yaitu breast stoping, breast and bench stoping, board and pillar, stall and pillar, dan panel and pillar.
Gambar 2.4. Room and Pillar (Hartman, 1987)
Pada akhir penambangan, kadang dilakukan ekstraksi pilar yaitu mengambil endapan batubara yang semula sebagai pilar dengan maksud meningkatkan perolehan (recovery). Secara alami, penambangan room and pillar idealnya cocok untuk produksi batubara bawah tanah dan beberapa non logam dan sedikit mineral logam. Syarat penambangan room and pillar (Boshkov dan Wright, 1973; Morrison and Russel, 1973; Hamrin, 1982; Hartman, 1987) adalah: 1.
Kekuatan batubara : lemah sampai sedang
2.
Kekuatan batuan sekitar : sedang sampai kuat
3.
Bentuk batubara : rata (tabular)
4.
Kemiringan lapisan batubara : 0 - 15o
5.
Ukuran batubara : penyebaran luas, tebal < 4,5m
6.
Kadar batubara : sedang
7.
Kedalaman : dangkal sampai sedang (< 600m).
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
20
2.3.2.
Longwall
Metode
ini
menggunakan
lubang
mendatar,
terutama
digunakan
untuk
penambangan batubara tetapi dapat juga digunakan untuk penambangan non logam dan logam. Pada metode ini, penambangan dilakukan setelah terlebih dulu membuat 2 buah lorong penggalian pada suatu blok lapisan batubara (Gambar 3.6). Lorong yang satu terhubung dengan jalan udara utama (main shaft intake), berfungsi untuk menyalurkan udara segar serta untuk pengangkutan batubara. Lorong ini sebut dengan main gate. Sedangkan lorong satunya lagi yang disebut dengan tail gate terhubung dengan jalan udara keluar utama (main shaft exhaust), berfungsi untuk menyalurkan udara kotor keluar tambang serta untuk pengangkutan material ke lapangan penggalian (working face). Ada dua cara penambangan longwall yaitu: -
Cara maju (advancing)
-
Cara mundur (retreating)
Gambar 2.5. Longwall (Hartman, 1987)
Pada penambangan dengan metode advancing longwall terlebih dahulu dibuat lubang maju yang nantinya akan berfungsi sebagai lubang utama (main gate) dan lubang pengiring (tail gate), dibuat bersamaan pada pengambilan batubara dari lubang bukaan tersebut.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
21
Kedua lubang tersebut digunakan sebagai saluran udara yang diperlukan untuk menyediakan udara bersih pada lubang bukaannya disamping untuk transportasi batubaranya dan keperluan penyediaan material untuk lubang bukaannya. Metode ini akan memberikan hasil lebih cepat karena tidak memerlukan waktu menunggu lubang yang diperlukan, yaitu main gate dan tail gate.
Pada metode retreating longwall merupakan kebalikan dari metode advancing longwall, karena pengambilan batubara belum dapat dilakukan sebelum selesai dibuat suatu panelyang akan memberikan batasan lapisan batubara yang akan diekstraksi (diambil).
Pemilihan salah satu dari dua metode tersebut harus memperhatikan keadaan dan kondisi alami yang ditemukan pada endapan batubara itu sendiri.
Pada sistem penambangan longwall, peralatan yang digunakan pada saat ini sudah cukup canggih. Sebagai alat angkut batubara digunakan Armoured Face Conveyor (AFC) sedang untuk memotong dan memuat batubara digunakan Shearer Cutter Loader yang mempunyai satu atau dua drum dan disebut sebagai Double Ended Drum Ranging Shearer (DERS). Selanjutnya batubara akan ditumpahkan dan diangkut dengan Chain Conveyor lain yang dinamakan Stage Loader sebelum masuk ke Belt Conveyor.
2.4.
Tegangan Batuan Atap pada Permuka Kerja Longwall 2.4.1.
Abutment Stress Pada permuka kerja longwall, terjadi tegangan terinduksi di perbatasan permuka kerja yang biasa disebut sebagai abutment stress. Distribusi abutment stress di permuka kerja longwall tergantung pada karakteristik struktural oleh lapisan batubara, ukuran panel ekstraksi, jenis penyanggaan, dan faktor-faktor lain. Biasanya, besarnya abutment stress terkait dengan tegangan overburden yang biasanya tinggi karena mayoritas operasi tambang longwall berada pada rentang kedalaman 300 hingga 1300 meter (Jeremic, 1985).
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
22
Dalam kasus yang sederhana di mana lapisan batubara tidak berinteraksi dengan permuka atau struktur tambang yang lain, pengembangan abutment stress dapat dijelaskan dengan kesetimbangan dimana beban yang sebelumnya disangga oleh lapisan batubara harus ditransfer ke batubara yang solid di sekitar lubang bukaan batubara yang sudah diambil (Gambar 2.6.). Distribusi abutment stress di batubara yang belum ditambang dikarakterisasikan oleh tegangan puncak di dekat penyangga dan besarnya akan terus menurun seiring dengan semakin menuju ke dalam lapisan batubara yang masih utuh/solid (Jeremic, 1985).
Faktor yang paling berpengaruh terhadap abutment stress adalah lebar penggalian (seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.). Analisis yang sederhana menunjukkan bahwa untuk setiap pengambilan batuan dengan penggalian, tegangan dilepaskan dari busur di atas lubang bukaan dan ditransfer ke sisi samping lubang bukaan. Dengan semakin banyak penggalian yang dilakukan, maka destressing zone semakin bertambah besar dan beban yang ditransfer semakin meningkat. Dengan demikian nilai puncak abutment stress juga akan meningkat seiring dengan kemajuan permuka longwall (Jeremic, 1985).
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
23
Gambar 2.6. Abutment Stress (Whittaker, 1974)
Gambar 2.7. Abutment Stress di Sekitar Lubang Bukaan (Jeremic, 1985)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
24
2.4.2. Atap yang Membebani di Atas Lubang Bukaan (Immediate Roof) Pada lubang bukaan di permuka kerja sudah terbentuk dan disangga, batuan yang berada di atas lubang bukaan tersebut akan membebani permukaan atap. Penyanggan yang digunakan di permuka kerja juga terkena pembebanan dari atap. Ketinggian atap yang membebani lubang bukaan di atas permuka kerja dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Birön and Arioğlu, 1980).
m K 1
(2-1)
K 1 E
(2-2)
E s k k
(2-3)
h
hm
k s k
t h s
(2-4) (2-5)
Keterangan: h
= ketinggian immediate roof (meter)
K
= faktor ekspansi immediate roof
m
= ketebalan lapisan batubara (meter)
E
= laju ekspansi immediate roof
s = bobot isi immediate roof (solid), dalam ton/m3 k = bobot isi immediate roof (broken), dalam ton/m3
t = tekanan immediate roof, dalam ton/m2 Ilustrasi yang menggambarkan immediate roof di permuka kerja dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
25
h
m K 1
σt = γs h
m
Gambar 2.8. Penyangga dan Ilustrasi Beban Akibat Broken Strata pada Immediate Roof (Birön and Arioğlu, 1980)
Contoh perhitungan untuk mencari tekanan: di lapisan setebal 2 meter dengan bobot isi atap dalam keadaan solid adalah 2,5 t/m3 dan dalam keadaan terberai 1,8 t/m3 adalah sebagai berikut.
h2
1,8 5,15 meter 2,5 1,8
σ t 5,15 2,5 12,875 t/m 2 Tekanan pada penyanggaan kayu dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Siska, 1972).
σ t m γ α1 α 2 α 3
1 K 1
(2-6)
(2-7)
.................................................................
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
26
V 3 1 Vt
(2-8)
me m m d
(2-9)
Keterangan: σt
=
tegangan atap terhadap penyanggaan, dalam ton per meter persegi (t/m2)
m
1
=
ketebalan lapisan, dalam meter
=
bobot isi immediate roof, dalam ton per meter kubik (t/m3)
=
nilai faktor peruntuhan, dihitung sebagaimana dalam persamaan (2-7), Gambar 3.10(a) atau dalam Tabel 2.1.
2
=
nilai faktor stowing; caving = 1,0; hand stowing = 0,7; pneumatic stowing = 0,5; hydraulic stowing = 0,12
3
=
nilai faktor immediate roof untuk menyangga diri sendiri seperti dihitung dalam persamaan 8, Gambar 2.10(b), atau seperti diberikan dalam Tabel 2.2.
K
=
faktor ekspansi
Vt
=
volume immediate roof yang disangga, dalam meter kubik
Va
=
volume immediate roof yang menyangga diri sendiri, dalam meter kubik
V1
=
volume immediate roof pada permuka kerja yang tidak disangga, dalam meter kubik
V2
=
volume immediate roof yang disangga dan menyangga diri sendiri, dalam meter kubik
l
=
lebar permuka kerja yang disangga, dalam meter
x
=
lebar permuka kerja yang tidak disangga, dalam meter
h
=
ketinggian immediate roof, dalam meter
=
sudut bidang rekahan, derajat, terhadap bidang vertikal
me
=
ketebalan relatif lapisan, dalam meter
md
=
ketebalan stowing, dalam meter
Ilustrasi mengenai tekanan terhadap penyanggaan menurut Siska (1972) dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
27
V
1
V a
Vt Va Vt
t
3 V
V1 Vt
V t 1
Gambar 2.9. Tekanan pada penyanggaan menurut Siska (1972)
Tabel 2.2. Faktor Runtuhan α1 Menurut Konfigurasi Geometri di Atap (Birön and Arioğlu, 1980; Siska, 1972) Kondisi Atap Batuan atap yang mudah runtuh (Kategori 1) Sering runtuh, kadang-kadang tertunda (Kategori 2)
Batuan atap yang kuat runtuh alamiah dengan sulit (Kategori 3)
Complete stowing
Dimensi Geometri x=0 φ = 0º x = 0,5 m φ = 40º m < 1,5 m x = 1,7 m φ = 15º m < 1,5 m x = 1,7 m φ = 10º m> 1,5 m
Faktor Runtuhan α1 1,0
me = m – md
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
28
Tabel 2.3. Faktor Kemampuan untuk Swasangga Kondisi Immediate Roof Mudah runtuh Sering runtuh, kadangkadang tertunda Atap kuat, sulit untuk runtuh
Litologi Coarse shale bands Fine shale bands Shaly silt Sandstone yang berbutir halus, sedang Coarse band shale Sandstone-konglomerat berbutir kasar
Stowing Gob Caving Pneumatic
α3 0,75 0,40
Caving Pneumatic
0,50 0,35
Caving Pneumatic
0,40 0,35
Gambar 2.10 mengilustrasikan penyelidikan oleh Ostrava Research Institute (Siska, 1972) terhadap tekanan di berbagai kondisi permuka kerja. Tegangan dihitung terkait dengan ketebalan lapisan batubara. Sebagai contoh, untuk atap yang mudah runtuh, tegangan pada lapisan setebal 2 meter adalah 12 t/m 2 di dalam sistem stowing (kurva sebelah bawah) dan sekitar 16 t/m2 di permuka kerja yang runtuh (kurva sebelah atas). Kategori-kategori tersebut diberikan menurut hasil rekahan di contoh pemboran dan hasilnya dapat disimpulkan sebagai berikut.
Di bawah kondisi atap statis, tekanan atap yang bekerja pada penyanggaan meningkat seiring dengan bertambahnya ketebalan batubara.
Di bawah kondisi atap yang berubah, tekanan atap yang bekerja pada penyangga lebih rendah di permuka kerja yang menggunakan stowing dibandingkan caving.
Di bawah kondisi atap yang sangat stabil dan lapisan yang sangat tebal, sistem stowing lebih baik digunakan untuk mengurangi tekanan.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
29
Gambar 2.10. Distribusi Tekanan Berhubungan dengan Ketebalan Lapisan Batubara Menurut Ostrava Research Institute (Birön and Arioğlu, 1980; Siska, 1972) dengan Sistem (a) Caving dan (b) Stowing.
Contoh penggunaan persamaan tersebut: terdapat sebuah permuka kerja yang mudah runtuh setebal 2 meter. Lapisan ini dengan runtuhan, termasuk coarse grained shale bands. Digunakan faktor ekspansi K = 1,35 dan bobot isi sebesar 2,5 t/m3. α1 = 1, α2 = 1, α3 = 0,75, K = 1,35
t 2m 2,5t / m 3 1 0,75
1 = 10,70 t/m2 1,35 1
Hasil perhitungan ini mirip dengan perhitungan tekanan longwall sebelumnya (12,875 t/m2).
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
30
Metode lain untuk menghitung tekanan longwall adalah dengan menggunakan persamaan Terzaghi (1965) yang dibuat untuk menghitung tekanan untuk terowongan di kedalaman yang dangkal dan dengan kondisi batuan atap sebagai material lepas. Persamaan yang diadopsi untuk tegangan longwall ditunjukkan pada Gambar 2.11. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.
t
B K tan
(2-10) (2-11)
Keterangan: σt = tekanan pada penyanggaan, dalam ton per meter persegi (t/m2) = bobot isi immediate roof, dalam ton per meter kubik (t/m3) B = setengah dari lebar permuka kerja yang terkena pembebanan (dalam meter) B1 = setengah dari lebar permuka kerja yang sebenarnya, dalam meter m = ketebalan lapisan batubara, dalam meter. = sudut gesek dalam pada atap batuan, dalam derajat K = koefisien empiris, dapat dianggap sebagai K = 1
σt Tekanan atap Bidang rek ah (45 an
) 2
2 B 1 2B 2(B1 m tan(45 ) 2
Gambar 2.11. Tekanan di Longwall Menurut Pendekatan Terzaghi (Birön and Arioğlu, 1980, Terzaghi, 1965)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
31
Contoh penggunaan persamaan Terzaghi tersebut: dapat dihitung tekanan pada permuka kerja longwall yang berketebalan 2 meter, lebar 4 meter, bobot isi atap adalah 2,5 t/m3 dan sudut gesek dalam adalah 40º. = 2 + 2 × 0,4663 = 2,93 meter
σt
2,5 t/m 3 2,93 m 1 tan40 = 8,72 t/m2
Hasil ini mirip dengan perhitungan sebelumnya sebesar 10,70 dan 12,875 t/m 2.
Perhitungan penyanggaan untuk tambang longwall pernah dilakukan di tambang bawah tanah Ombilin oleh Kramadibrata dan Jones (1988). Keadaan tegangan di sekitar lubang bukaan pada perlapisan batuan yang relatif datar digambarkan melalui sebuah skema mengenai redistribusi tegangan yang ditunjukkan oleh Gambar 2.12. Pada skema tersebut dapat diuraikan bahwa setelah redistribusi tegangan, daerah pada atap yang tidak dilalui oleh tegangan akan cenderung bergerak ke bawah karena efek gravitasi, sehingga dapat terjadi pemisahan di batas-batas lapisan batuan. Tegangan diatap terowongan akan teredistribusi ke arah sisi samping terowongan yang akan menyebabkan deformasi batuan pada dinding- terowongan menuju ke arah dalam-terowongan, serta terjadinya deformasi lantai terowongan dalam arah lateral yang dapat menyebabkan pengangkatan lantai.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
32
Gambar 2.12. Distribusi Tekanan di Sekitar Penggalian Lubang Bukaan (Jones, 1986, disadur dari Kramadibrata dan Jones, 1988) Jika batubara di kedua sisi penggalian cukup kuat, gaya geser (S) dapat menyebabkan atap untuk runtuh di sepanjang sisi-sisi penggalian. Tegangan tekan dan tarik juga akan terjadi di atap lapisan dan rekahan tarik di sepanjang garis tengah penggalian juga dapat terjadi (lihat Gambar 2.13).
Gambar 2.13. Model Atap yang Jatuh Karena Runtuhan Tarik pada Perlapisan Batuan (Jeremic, 1985, dalam Kramadibrata & Jones, 1988) Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
33
Perilaku lapisan di sekitar penggalian tergantung kepada kedalaman penggalian di bawah permukaan dan kuat tekan perlapisan batuan. Di dalam kondisi tegangan hidrostatik, tegangan tekan maksimum yang berkembang pada dinding suatu lubang bukaan yang berbentuk lingkaran dan panjangnya tak hingga dalam suatu medium elastik adalah 2σv (σv= tegangan alamiah). Jika nilai tegangan melebihi nilai kuat tekan batuan, maka sebuah zona “yield” batuan akan terbentuk disekitar lubang bukaan. Dalam zona tersebut, lapisan akan terdeformasi ke dalam lubang bukaan dan memberikan tegangan tambahan pada sistem penyanggaan. Wilson (1980) menganalisis tegangan di batas antara zona “yield” dan zona elastis serta mengembangkan persamaan untuk jari-jari zona “yield”, R . 1 ( k 1)
R R 0 2q 0 p' (k 1) (p p' )(k 1)
(2-12)
R =
Jari-jari yield atau batas zona elastik di sekiitar lubang bukaan
R0 =
Jari-jari lubang bukaan
q
Beban penutup = g *H [MPa]
=
p’ =
Tambahan tahanan penyanggaan, dianggap sebagai kohesi batuan pada zona yield yang dapat dianggap mempunyai nilai 0,1 MPa kecuali ada bukti lain diluar nilai tersebut
p
=
Tahanan penyanggaan
k
=
faktor tegangan triaksial
Gambar 2.14. Distribusi Tegangan yang Umum di Sekitar Jalan Bukaan untuk Massa Batuan yang Elastik (Kramadibrata&Jones, 1988)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
34
Gambar 2.15. Medan Tegangan di Lapisan Batuan di Sekitar Jalan Bukaan yang Dikelilingi Zona Runtuhan (Kramadibrata&Jones, 1988) Wilson juga menganalisis perilaku perpindahan batuan dalam zona yield sebagai berikut:
1 v (k 1) q f 2 q - f Cd (p p' )(k 1) (k 1) E
( 2 ) ( k 1)
(2-13)
Keterangan: C
=
Perpindahan dinding terowongan secara diametrik (ke arah pusat)
=
Nisbah Poisson
E
=
Modulus elastisitas
k
=
Faktor tegangan triaksial
=
Nilai kuat tekan batuan yang ditentukan di laboratorium
=
Faktor yang menghubungkan kekuatan dari laboratorium dengan insitu dan
f
memperhitungkan tingkat kekar atau rekahan =
Faktor ekspansi, dapat dianggap 0,2, kecuali ada bukti lain yang menyatakan hal yang lain
Persamaan ini dapat disederhanakan berdasarkan asumsi bahwa nisbah Poisson batubara yang berada di lapisan adalah sama dengan 0,25, nilai modulus Young diberikan oleh σ*0,31*103 dan faktor ekspansi adalah 0,2. 2,2
4 (k 1)q f 2q f ( k 1) Cd 103 (k 1) (p p' )(k 1)
(2-14)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
35
Dari persamaan (3-12), kedalaman zona yield, H’, apabila diasumsikan R = R0 maka H’ dapat dihitung sebagai berikut:
1 2 g
H'
( p p' )(k 1) f
(2-15)
Dalam strata batuan yang berlapis, tahanan penyangga dapat diperkirakan dengan teori Airey (lihat Gambar 2.16).
Gambar 2.16. Tinggi Bagian yang Runtuh pada Lapisan Batuan Berlapis (Kramadibrata dan Jones, 1988) Tinggi runtuh maksimum adalah fungsi dari sudut gesek dalam () pada setiap lapisan dan lebar span (d). Sehingga tahanan minimum (P) yang diperlukan penyangga yang dibutuhkan adalah:
P
d g 4 tan
...........................(2-16)
A. Faktor tegangan triaksial, k Ketika batuan termampatkan, kekuatannya meningkat secara drastis. Tingkat peningkatan kuat tekan yang dipengaruhi oleh tegangan pengungkungan didefinisikan sebagai faktor tegangan triaksial yang berbanding terbalik dengan Konstanta Rankine (R), sebagai berikut.
k
1 1 sin R 1 sin ........................... (2-17)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
36
Keterangan: ϕ = sudut gesek dalam Grafik yang menggambarkan hubungan antara nilai kuat tekan (σ1) dengan tegangan pengungkungan (σ3) dapat dilihat pada Gambar 3.18.
Gambar 2.17. Hubungan antara Tegangan Pengungkungan dan Tegangan pada Saat Runtuh (Kramadibrata dan Jones, 1988)
B. Faktor Tegangan Insitu, f Umumnya diketahui bahwa kekuatan insitu pada lapisan yang berkekar dan lapisan yang lemah akan terlihat lebih kuat ketika diuji di laboratorium pada ukuran contoh yang kecil. Hal ini terutama disebabkan oleh tidak adanya bidang-bidang lemah seperti cleat atau kekar pada contoh skala kecil. Penelitian untuk mengestimasi nilai faktor tersebut dilakukan oleh Hustrulid dan Wilson. (a)
Hustrulid Hustrulid mengusulkan bahwa penyesuaian sifat-sifat batubara dari data laboratorium ke nilai insitu dapat diperoleh dengan persamaan berikut.
insitu
k 36 ....................... (2-18)
untuk contoh berukuran kubus dengan dimensi di atas 36 inchi (0,9 meter) atau
insitu
k h ......................... (2-19)
untuk contoh berukuran kubus dengan dimensi yang lebih kecil. Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
37
k = faktor Gaddy
k lab D Keterangan: σlab= nilai kuat tekan contoh di laboratorium D = dimensi ukuran kubus, dalam inchi
(b)
Wilson Wilson (1980) mengusulkan sebuah rentang nilai yang disebut sebagai faktor insitu, f, sebagai berikut. f = 1 untuk batuan berkekar yang kuat dan masif, f = 2 untuk kekar yang spasinya lebar atau bidang-bidang perlapisan di dalam batuan yang kuat f = 3 untuk yang lebih berkekar namun tetap batuan masif f = 4 untuk batuan lemah dan berkekar f = 5 untuk batuan yang closely-cleated dan lempung yang kurang stabil f = 6 & 7 untuk batuan lemah di sekitar zona patahan
insitu
lab f
......................... (2-20)
2.4.3. Batuan yang Terlepas di Atap Terowongan (Broken Strata) Batuan yang terlepas di atap terowongan akibat pemisahan antar lapisan (broken strata) dapat memberikan pembebanan tambahan pada sistem penyangga tambang longwall (Gambar 3.19.) Tambahan pembebanan ini disebabkan oleh distribusi tegangan di dalam massa batuan yang terakumulasi di dinding-dinding dan atap lubang bukaan. Tegangan tangensial ini akan semakin besar jika dimensi lubang bukaan semakin besar.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
38
Gambar 2.18. Penyangga dan Ilustrasi Beban Akibat Broken Strata pada Immediate Roof (Birön and Arioğlu, 1983)
2.5.
Penyanggaan 2.5.1. Kayu Kayu sebagai penyangga memiliki berbagai macam kelebihan dan kekurangan (Birön and Arioğlu, 1983). Kelebihan kayu sebagai penyangga antara lain adalah: 1.
Ringan dan mudah dibawa.
2.
Jika akan patah maka kayu akan memberikan sinyal efek visual sehingga mudah dideteksi (tampak jelas kayu melengkung) dan suara (akan ada bunyi retakan).
3.
Dapat mudah diganti dan bisa didapat dalam waktu singkat.
4.
Potongan-potongan kayu yang kecil dapat digunakan lagi untuk ganjal kayu, material pengisi, dan lain-lain.
5.
Kayu pada jenis tertentu memiliki kekuatan yang tinggi dan berat yang rendah, mempunyai daya penahan yang tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, mudah diangkut, dibentuk/dikerjakan dan dipasang sesuai dengan kebutuhan.
Adapun kerugiaan kayu sebagai penyangga antara lain adalah: 1. Sifatnya yang kurang homogen dengan cacat-cacat alami seperti arah serat yang berbentuk spiral dan diagonal, mata kayu, dsb. 2. Beberapa kayu kurang awet dalam kondisi tertentu, kelembaban dapat mempengaruhi kekuatannya.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
39
3. Kayu mudah menjadi medium hidup jamur (adanya jamur akan mengurangi kekuatan kayu). 4. Kayu dapat memuai dan menyusut dengan perubahan – perubahan kelembaban. 5. Meskipun tetap elastis, pada pembebanan dengan waktu yang cukup lama pada suatu balok seringkali terdapat lendutan yang relatip besar. 6. Salah satu sifat kayu yang seringkali ditemukan adalah sebagai suatu material yang merugikan dibandingkan bahan baja dan beton adalah sifatnya yang mudah terbakar sehingga jika terjadi kebakaran maka api akan merambat dengan cepat dan menghasilkan gas-gas beracun. 7. Kekuatan mekaniknya sangat tergantung pada struktur serat dan kecacatan alamiah di kayu. Memang kayu adalah material yang dapat mudah terbakar, akan tetapi biasanya bahwa kebakaran yang terjadi hampir dapat dipastikan selalu dimulai dengan kebakaran didalam ruangan dari pada bahan lain yang mudah terbakar, dan kondisi seperti ini sangat mungkin terjadi pada tambang- tambang bawah tanah batubara. Struktur makroskopik pada sebuah kayu dapat dilihat pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19. Struktur Makroskopik Sebuah Kayu (Birön and Arioğlu, 1983) Kayu memiliki struktur serat yang berlapis-lapis. Lapisan-lapisan ini tersusun terusmenerus selama tumbuhan kayu tersebut masih hidup. Lapisan ini akan membentuk suatu cincin pertumbuhan jika kita melihat penampang atas dari suatu batang pohon. Faktor-faktor yang mempengaruhi kayu adalah kandungan air dan kecacatan alamiah. Kandungan air ketika kondisi normal (suhu 20ºC dan kelembaban relatif 80%) adalah sekitar 20%. Kayu yang memiliki kandungan air kurang dari 20% dinyatakan kering sedangkan jika lebih dari 30% dinyatakan basah. Kandungan air pada kayu dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dalam hal ini oleh kelembaban relatif (Birön and Arioğlu, 1980). Kecacatan alamiah pada suatu kayu berarti adanya cacat disebabkan
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
40
oleh kondisi ketika tumbuhan kayu tersebut tumbuh Birön and Arioğlu, 1980). Contohnya seperti cincin pertumbuhan kayu yang tidak simetris karena pengaruh matahari dan angin, adanya rekahan karena iklim yang kering dan adanya mata kayu pada batang pohon (lihat Gambar2.20.).
Gambar 2.20. Kecacatan Alamiah pada Kayu (Birön and Arioğlu, 1983)
Kekuatan mekanis kayu terdiri atas tensile strength (kuat tarik), crushing strength (kuat tekan), buckling strength (kuat tekuk), bending strength (kuat lengkung), dan shear strength (kuat geser). Penilaian jenis – jenis kayu didasarkan atas klasifikasi sebagai berikut Tabel 2.4. Kelas Awet Kayu KELAS AWET a. b.
c.
d. e.
selalu berhubungan dengan tanah lembab hanya terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dilindungi terhadap pemasukan air dan kelemasan dibawah atap tidak berhubungan dengan tanah lembab dan dilindungi terhadap kelemasan seperti diatas (c) tetapi dipelihara yg baik,selalu di cat dsb serangan oleh rayap
I
II
III
IV
8 tahun
5 tahun
3 tahun
sangat pendek
sangat pendek
20 tahun
15 tahun
10 tahun
beberapa tahun
sangat pendek
Tak terbatas
tak rbatas
sangat lama
beberapa tahun
pendek
tak terbatas
tak terbatas
tak terbatas
20 tahun
20 tahun
jarang
agak cepat
sangat cepat
sangat cepat
tidak
V
(sumber : Ir. K.H. Felix Yap, ” Kontruksi Kayu ” , Penerbit Dhiwantara, Februari 1965, Bandung) Dalam dunia internasional hanya dipergunakan 3 tingkat kelas awet : I durable (primary) wood-species, II semi durable (4) (secondary) dan III general utility.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
41
2.5.2. Kuat Tarik dan Kuat Tekan Kuat tarik pada bagian kayu yang sejajar dengan arah serat dapat mencapai 300 MPa (Birön and Arioğlu, 1983). Namun jika arah pembebanan semakin menjauhi sumbu serat (semakin tegak lurus), kuat tarik kayu akan terus menurun. Kuat tekan juga mirip seperti kuat tarik dalam masalah arah pembebanan. Semakin tegak lurus arah pembebanan terhadap arah serat, maka kuat tekan kayu akan jauh menurun. Kuat tekan dan kuat tarik suatu kayu akan semakin tinggi jika berat jenisnya bertambah (Kollmann&Cote,1968). Kelembaban yang tinggi akan menurunkan nilai kuat tekan dan kuat tarik (Kollmann&Cote, 1968). 2.5.3. Kuat Tekuk Buckling strength diukur sejajar terhadap arah sumbu serat kayu. Jika rasio panjang terhadap diameter kurang dari 11, maka nilai kuat tekan kayu yang digunakan. Buckling strength suatu kayu, dapat dihitung dengan persamaan (Birön and Arioğlu, 1980)
2 E 2
untuk 100 ...................... (2-21)
c (1 a b2 ) untuk 100 ...(2-22) Keterangan: λ
= slenderness rasio
E
= modulus elastisitas kayu
σ
= buckling strength kayu
σc = kuat tekan kayu a, b = konstanta kualitas kayu, untuk tambang umumnya: a = 0; b = 2 = panjang kayu d
= diameter kayu
Saxena dan Singh (1969) mendapati nilai dan persamaan untuk buckling strength dari uji kayu di berbagai macam tambang di India sebagai berikut.
P 47,2 1,5
h ................................... (2-23) d
Keterangan: P = bearing capacity prop (ton) h = tinggi prop (milimeter) d = diameter prop rata-rata (milimeter)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
42
2.5.4. Kuat Lengkung Kayu horizontal dapat mengalami kondisi tegangan lengkung di mana serat bagian atas mendapat tekanan dan serat bagian bawah mendapat tarikan. Kuat lengkung (modulus of rupture) dapat dihitung sebagai berikut (Birön and Arioğlu, 1980)
σb
M max .......................................... (2-24) W
M max
Pk ....................................... (2-25) 4
W
bh 2 6 ...............................................(2-26)
σb
Pk 4 3 Pk ....................... (2-27) bh2 6 2 bh2
Keterangan: σb
=
kuat lengkungan (modulus of ruputre)
Mmax
=
perpindahan maksimum akibat lengkungan
Pk
=
beban terhadap kayu
=
span, panjang balok
W
=
modulus penampang balok
b
=
lebar balok
h
=
tinggi balok
ƒ
=
defleksi/pembengkokan kayu
Λ
=
usaha kerja oleh defleksi
Usaha kerja sehingga ada defleksi dapat dihitung sebagai berikut (Birön and Arioğlu, 1980).
Pdƒ ............................................. (2-28) Rasio n adalah perbandingan antara kerja yang terjadi terhadap usaha kerja maksimum adalah faktor kesempurnaan (factor of completeness) dan merupakan parameter kualitas kayu (Kollmann and Cote, 1968). Bentuk-bentuk patahan kayu dapat dilihat pada Gambar 2.21. Persamaannya adalah sebagai berikut.
n
........................................ (2-29) Pk ƒmax
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
43
Gambar 2.21. Kayu yang Sedang Diuji Pelengkungan dan Bentuk-bentuk Patahan (Kollmann and Cote, 1968).
Umumnya, nilai n berkisar di 0,7 namun dapat juga turun hingga 0,5 karena adanya kecacatan alamiah seperti adanya cabang batang yang tidak tumbuh (seperti semacam tunas). 2.5.5. Kuat Geser Newlin dan Wilson (1919) menemukan suatu persamaan parabolis antara kuat geser τs dan berat jenis R, sebagai berikut.
s
AR 4 3 ......................................... (2-30) 0,098
Keterangan: τs = kuat geser (MPa) R = berat jenis (gr/cm3) A = konstanta terhadap arah dan kondisi serat
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
44
2.5.6. Kekuatan yang Boleh Diterima Kayu Kayu merupakan suatu material alami yang memiliki banyak faktor-faktor yang tidak dapat diketahui dan dapat mempengaruhi kekuatannya sehingga diperlukan suatu faktor keamanan yang besar. Tegangan yang berada dalam ambang batas aman untuk diterima oleh kayu dapat dihitung dengan persamaan (Birön and Arioğlu, 1983):
sf
X KS ƒ k ƒ y ............................. (2-31) n
Keterangan: σsf = tegangan yang boleh diterima oleh kayu
X = tegangan rata-rata yang diterima pada sampel kecil tanpa cacat K
= konstanta statistik agar kemungkinan kekuatan terlampaui kecil, secara umum, diambil K = 2
S
= standar deviasi yang diterima pada sampel kecil tanpa cacat
n
= faktor keamanan untuk berbagai macam kasus pembebanan untuk penyanggaan jangka panjang. Untuk pembebanan bending, n = 2,25; untuk tekanan dan geseran n = 1,4
ƒ k = faktor untuk kecacatan alamiah. Standar Inggris adalah 0,40 – 0,75. Untuk prop
yang penuh dengan rekahan dan cacat diambil 0,5.
ƒy
= faktor untuk lama pembebanan. Untuk pembebanan yang lama, ƒ y = 1, untuk durasi singkat ƒ y = 1,5.
2.6.
Hydraulic Prop Hydraulic prop pada tambang bawah tanah memiliki prinsip kerja mirip seperti dongkrak hidraulik untuk mengangkat mobil. Hydraulic prop memanfaatkan sifat mekanik dari fluida (berupa tekanan) untuk menaikkan dan menurunkan prop. Hydraulic prop cenderung mudah untuk dinaikkan dan diturunkan (hanya perlu pompa tangan hidraulik) dan mampu menahan beban relatif konstan pada level yang diinginkan (Birön and Arioğlu, 1983). 2.6.1. Prop Density Perhitungan kebutuhan prop (prop density) didasarkan pada tegangan di atap dengan persamaan-persamaan sebagai berikut:
h
m ............................................. (2-32) K 1
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
45
K 1 E ...............................................(2-33) E s k ..........................................(2-34) k hm
k ........................................ (2-35) s k
t h s (Birön, 1983) ........................... (2-36)
B B1 m tan(45 ) ......................(2-37) 2 t
B (Terzaghi, 1965) .............. (2-38) K tan
P kN .................................... (2-39) t La n n
D
N ................................................. (2-40) La
Keterangan: h
= ketinggian immediate roof (meter)
K
= faktor ekspansi immediate roof
m
= ketebalan lapisan batubara (meter)
E
= laju ekspansi immediate roof
s = bobot isi immediate roof (solid), dalam ton/m
3
k
= bobot isi immediate roof (broken), dalam ton/m3
t
= tekanan immediate roof, dalam ton/m2
γ
= berat jenis immediate roof (ton/m3)
B
= setengah lebar face yang mengalami pembebanan (meter)
B1 = setengah lebar aktual face (meter) φ
= sudut geser dalam batuan atap (º)
K
= koefisien empiris (dalam persamaan Terzaghi), biasanya K = 1
L
= lebar permuka kerja, jarak yang perlu diberi penyangga (meter)
a
= jarak antar baris penyangga (meter)
Pn = kemampuan pembebanan sebuah prop (ton) k
= faktor efisiensi prop (untuk Friction Prop 40 ton = 0,45 ; HP (Hydraulic Prop) 40 ton = 0,82 ; HP 30 ton = 0,89 ; HP 20 ton = 0,92)
N
= jumlah prop per baris
n
= safety factor, biasanya 2
D
= prop density (buah per meter persegi)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
46
Gambar 2.22. Permuka Kerja Longwall (Birön and Arioğlu, 1980) Contoh perhitungan: Akan dihitung jarak antar baris a dan prop density pada permuka kerja batubara dengan ketebalan 2 meter yang disangga empat friction props dalam sebuah baris yang berkapasitas 40 ton dengan articulated caps 1,25 meter. Sudut gesek dalam atap pada atap adalah = 40º dan bobot isi batuan atap adalah = 2,5 t/m3.
Tekanan atap di permuka kerja menurut persamaan Terzaghi (persamaan 10 dan 11) adalah:
t
B tan
B B1 m tan(45 ) 2 B1
L 5,0 2,5 meter 2 2
dengan m = 2 meter, ϕ = sudut gesek dalam, 40º
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
47
40 ) 2,5 + 2 tan 25º = 3,43 meter 2 2,5 t/m 3 3,43m t = 10,22 t/m 2 0 tan 40 B 2,5 2 tan (45
10,22 t / m 2 5 m a
a D
40 t 0,45 4 2
40 0,45 4 0,70 m 2 10,22 5 4 1,14 per meter persegi 5 0,70
2.6.2. Intrusi Prop Prop dapat mengintrusi lantai tambang jika ground pressure dari prop melebihi daya dukung lantai tambang. Untuk mengantisipasinya, hydraulic prop dapat diberikan sepatu/bantalan pada kakinya (lihat Gambar 2.23). Jika luas kaki prop adalah A dan daya dukung yang aman di lantai tambang adalah sf , maka tegangan yang dihasilkan oleh prop harus sebagai berikut agar tidak mengintrusi lantai (Birön and Arioğlu, 1980).
P k n sf ....................................... (2-41) A
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
48
Gambar 2.23. Antisipasi Terhadap Instrusi atau Penetrasi Lantai (Birön and Arioğlu, 1980)
2.6.3. Ukuran Cap Untuk pemilihan jenis cap (bagian atas prop yang kontak dengan bidang atap), dapat didasarkan pada tegangan pelengkungan maksimum yang dapat diterima oleh cap (Birön and Arioğlu, 1980)
M max 0,1 t a () 2 sf ........(2-43) W W Keterangan: t = tegangan dari atap
a
= jarak antar baris
= span (jarak antar post)
W = section modulus atau modulus tampang dari besi cap (Wx)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
49
2.6.4. Perhitungan Faktor Keamanan Perhitungan faktor keamanan pada atap setiap panel kerja dapat dihitung dengan mengetahui nilai beban yang dialami batuan di atap dan nilai kapasitas penyanggaan. Penghitungan nilai beban di atap dapat dimulai dari mencari nilai tinggi batuan yang membebani atap (Rock Load) menurut Terzaghi (Tabel 2.5.) atau dengan menggunakan nilai RMR massa batuan di atap. Setelah didapat parameter nilai tinggi batuan yang membebani atap (bisa menurut Terzaghi atau RMR), kemudian dapat dihitung nilai tekanan pada atap. Dengan mengetahui nilai tekanan pada atap, akan dapat ditemukan nilai pembebanan di atap. Kapasitas penyanggaan yang digunakan di panel untuk suatu luas tertentu akan dibagi dengan nilai pembebanan yang terjadi pada luas permukaan atap tersebut. Luas permukaan yang digunakan cukup luas permukaan untuk satu konfigurasi penyanggaan saja agar perhitungan menjadi lebih sederhana. Nilai faktor keamanan yang dapat dianggap ideal adalah sekitar lebih dari 1,4. Parameter yang dapat diubah jika ingin meningkatkan faktor keamanan ke 1,4 (iterasi) adalah mengurangi lebar span (akan mengurangi luas permukaan sehingga pembebanan berkurang) atau menambah kapasitas penyanggaan jika memungkinkan (agar kekuatan atap bertambah, namun harus diperhatikan juga daya dukung lantai). Ilustrasi mengenai luas permukaan atap yang dihitung dan gaya pembebanan serta penyanggaan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
50
Tabel 2.5. Klasifikasi Pembebanan Batuan Menurut Terzaghi yang Dimodifikasi (Terzaghi, 1946; Deere dkk, 1970; Rose, 1982)
No 1.
Rock Condition Hard and intact
RQD 95-100
Rock Load Zero
Remarks Light lining required only if spalling or popping occurs Light support, mainly for
2.
Hard stratified or schistose
90-99
0-0,5 B
protection against spalls. Load may change erratically from point to point
3.
Massive, moderately jointed
85-95
0-0,25 B
No side pressure
4.
oderately blocky and seamy
75-85
0,25B-0,20(B+Ht)
5
Very blocky and seamy
30-75
(0,20-0,60) (B+Ht)
Terzaghi values because
6.
Completely crushed but
3-30
(0,60-1,10)(B+Ht)
water table has little effect
Types 4, 5 and 6 reduced by about 50% from
on rock load (Terzaghi,
chemically intact 6.a
Sand and gravel
0-3
(1,10-1,40)(B+Ht)
1946; Brekke, 1968) Heavy side pressure, invert
7.
Squeezing rock, moderate depth
NA
(1,10-2,10)(B+Ht)
struts required. Circular ribs are recommended
8.
Squeezing rock, great depth
NA
(2,10-4,50)(B+Ht) Circular ribs are required. In Up to 250 ft
9.
Swelling rock
NA
irrespective of
extreme cases, use yielding support
value of (B+Ht)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
51
Arah kemajuan permuka kerja
Tampak atas
Daerah yang telah ditambang dan ambrukan
Luas permukaan atap yang mengalami Lapisan batubara pembebanan
Cribbing
Hydraulic prop
Tampak samping Rock Load Ketinggian rock load (ht)
Fa
Fa
Fa
Fa
Fa
Fa
Gaya oleh penyangga
Arah kemajuan permuka kerja
Cribbing Hydraulic prop
Gambar 2.24. Ilustrasi gaya pembebanan pada atap dan gaya penahan dari penyanggaan (hydraulic prop dan cribbing) di daerah permuka kerja (dilihat dengan tampak atas dan samping).
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
52
2.6.5. Hal-hal Teknis Lain yang Terkait dengan Penyanggaan 1.
Pada saat penyanggaan hydraulic props akan dipasang di daerah dekat permuka kerja, harus diperhatikan bahwa waktu pemasangan harus tepat agar keruntuhan belum terjadi pada atap batubara. Interaksi antara penyangga dengan massa batuan secara kualitatif diilustrasikan oleh kurva reaksi batuan (lihat Gambar 2.25) Konsep ini dikembangkan secara detail oleh Deere dkk (1970) namun diskusi telah dilakukan oleh R. Fenner di Austria pada tahun 1938. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Brown dkk (1983).
2.
Ketika sebuah lubang bukaan digali, batuan akan bergerak ke arah dalam (konvergensi). Kurva reaksi batuan memperlihatkan beban yang harus diberikan kepada atap atau dinding lubang bukaan untuk mencegah perpindahan lebih lanjut. Perpindahan yang terjadi sebelum penyanggaan dipasang ditunjukkan oleh garis OA. Jika penyangga tidak dapat menekan secara sempurna, maka beban dari penyangga ditunjukkan oleh garis AA’. Namun, bagaimanapun juga, penyangga akan berdeformasi juga dan seiring dengan deformasi dari dinding lubang bukaan, titik keseimbangan tercapai pada titik C ketika perpindahan radial pada dinding sama dengan OB dan deformasi penyangga sama dengan AB dan tahap beban penyanggaan adalah BC.
3.
Akan tetapi, keseimbangan di titik C hanya akan tercapai jika penyangga dirancang dan dipasang dengan tepat. Garis AeE pada Gambar 2.26 menunjukkan penyanggaan yang dipasang sebelum lubang bukaan telah stabil. Garis AF menunjukkan penyanggaan yang terlalu fleksibel. Garis GH menunjukkan penyanggaan yang pemasangannya terlambat. Ketiga garis tersebut menunjukkan penyanggaan yang tidak efektif. Oleh karena itu, ahli teknik lubang bukaan harus ingat bahwa penyanggaan harus dipasang secepat mungkin agar deformasi awal batuan membebani penyangga pada waktu yang sama ketika massa batuan sedang melakukan perpindahan dan tegangan geser menciptakan upaya untuk swasangga.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
53
Gambar 2.25. Ilustrasi Konseptual Kurva Reaksi Batuan (Deere dkk, 1970) 4.
Dapat juga dikatakan bahwa semakin lemah massa batuan, maka penyanggaan harus dipasang secepat mungkin. Data-data kuantitatif untuk membuat kurva reaksi batuan dan penyangga diperoleh melalui pengukuran in situ. Dengan menggunakan pengukuran pada perpindahan radial pada permukaan lubang bukaan dan massa batuan
sebagai
fungsi
terhadap waktu selama
penerowongan, proses stabilisasi dan pemberian penyanggaaan dapat ditentukan (Bieniawski, 1984).
5.
Kurva reaksi batuan ini juga dapat diperoleh dari pemodelan dengan metode numerik (seperti finite difference). Pada saat dilakukan pemodelan, parameterparameter untuk setiap material dimasukkan dan model lubang bukaan diberi tekanan internal yang merepresentasikan penyanggaan yang digunakan. Parameter-parameter yang digunakan di dalam pemodelan dapat diperoleh melalui pengujian di laboratorium dan in situ. Oleh karena itu, adanya penyelidikan geoteknik yang rinci akan sangat bermanfaat dalam menentukan konfigurasi hydraulic prop yang menyangga ruang kerja penggalian batubara
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
54
dengan aman. Pengujian yang dilakukan di laboratorium dapat berupa uji triaksial, uji kuat tarik dan uji kuat tekan. Sedangkan pengujian in situ yang dapat dilakukan adalah in situ load plate tests dan in situ penetration tests.
6.
Penentuan jumlah hydraulic prop yang diperlukan dapat didasarkan pada nilai faktor keselamatan yang ingin dicapai. Nilai faktor keselamatan merupakan ratio antara nilai kekuatan batuan dengan nilai pembebanan pada batuan tersebut.
7.
Pemasangan hydraulic prop harus juga mengingat kondisi di lapangan. Kaki hydraulic prop dapat diberi bantalan kayu (sepatu) agar tekanan yang diberikan oleh hydraulic prop terhadap lantai berada dalam batas daya dukung lantai. Hydraulic prop yang melakukan penetrasi ke dalam lantai akan membuat fungsi penyanggaan pasif hilang dan memicu konvergensi pada atap ruang kerja.
8.
Ketika rentang lubang bukaan semakin membesar, seperti di dekat persimpangan dengan main gate atau tail gate, maka tegangan tangensial akan semakin besar dan nilai faktor keamanan akan semakin turun. Hal ini berarti diperlukan penyanggaan yang lebih kuat lagi. Penggunaan hydraulic prop dapat dibantu dengan menggunakan cribbing atau digunakan lebih banyak hydraulic prop lagi. Setiap kali telah dilakukan peledakan batubara di permuka kerja, semua penyanggaan dan atap di panel tersebut harus diperiksa dengan rinci untuk mengurangi bahaya ambrukan secara tidak terduga. Kondisi geologi pada massa batuan di sekitar permuka kerja perlu ditinjau ulang pada setiap kemajuan tertentu sehingga menjadi masukan bagi para perencana untuk menentukan apakah penyanggaan yang ada saat ini sudah cukup atau perlu ditambah sehingga nilai faktor keselamatan naik. Pada saat setiap kali memindahkan penyangaan hydraulic prop dari baris paling belakang ke baris terdepan (paling dekat dengan permuka kerja), penyanggaan tambahan dapat diadakan untuk menjaga keamanan para pekerja ketika melepaskan hydraulic prop. Setelah hydraulic prop dipindahkan sesuai rencana, harus dipastikan bahwa atap yang ditinggalkan telah ambruk. Jika atap belum ambruk, pelaksanaan ambrukan atap harus dilakukan oleh pekerja dari tempat yang terlindung dan aman dan penyangaan tambahan perlu disiapkan. Atap harus ambruk agar akumulasi tegangan di pinggir atap berkurang. Apabila atap yang
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
55
ditinggalkan ambruk sekaligus akan menimbulkan getaran dan perpindahan udara yang mendadak, dimana kondisi ini tidak baik untuk keamanan tambang.
9.
Kayu-kayu yang digunakan di atas hydraulic prop perlu dikontrol secara berkala dan harus dilakukan penggantian material jika dilihat kayu sudah ada sedikit kecacatan. Kepala pengawas tambang bawah tanah dan kepala operasional di permuka kerja harus dapat membayangkan distribusi tegangan di sekitar lubang bukaan agar dapat mengambil langkah-langkah preventif terhadap runtuhan atap. Kondisi atap yang telah mengalami banyak rekahan harus sangat diwaspadai.
10. Para perencana tambang longwall semi-mekanis harus menyusun dokumendokumen keselamatan berupa SOP (standar operasi dan prosedur) dan mensosialiasikan kepada para pekerja. Perencana tambang juga perlu menyusun peta K3 tambang yang memberikan petunjuk lokasi-lokasi keselamatan. Peta bahaya geologi yang berisi daerah-daerah di mana potensi ambrukan atap dapat terjadi bisa menjadi dokumen yang bermanfaat sebagai informasi daerah kerja mana yang harus diwaspadai oleh para pekerja.
11. Lingkungan K3 yang baik tidak akan serta merta muncul jika semua alat pelindung diri telah digunakan. K3 harus menjadi sifat interinsik yang dimiliki oleh setiap pekerja tambang bawah tanah. Dengan kesadaran K3 yang konsisten dari manajemen tingkat atas hingga bawah, maka pekerjaan penambangan tambang bawah tanah diharapkan dapat berlangsung terus menerus sampai cadangan batubara di tambang tersebut telah habis.
2.7. Model Penyanggaan Akibat dari kegiatan pembuatan lubang bukaan maka kesetimbangan tegangan batuan sekeliling lubang bukaan akan terganggu sehingga dapat menyebabkan runtuhnya batuan, baik pada atap maupun dinding lubang bukaan. Untuk memberikan keamanan pada para pekerja dari runtuhnya batuan maka kemajuan penggalian harus diikuti dengan kemajuan penyanggaan. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat bahwa prinsip utama penyanggaan adalah untuk menambah kekuatan batuan, mencegah over break dan memperkecil deformasi masa batuan sehingga menambah stand up time dari batuan sekeliling lubang bukaan. Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
56
Macam-macam sistem penyanggaan tergantung dari keadaan massa batuan. Salah satu faktor adalah RMR yang dimiliki oleh massa batuan itu sendiri, semakin besar RMR yang dimiliki oleh suatu massa batuan maka penyanggaan yang dibutuhkan semakin kecil atau bahkan pada akhirnya tidak diperlukan penyanggaan. Jenis dan model penyanggaan yang diterapakan di lokasi penambangan batubara PT. Fajar Bumi Sakti adalah menggunakan hydraulic props and bars (link bar) dikombinasikan dengan penyanggaan yang menggunakan bahan kayu dengan model Three Pieces Sets. Dipilihnya penyanggaan dengan kayu karena bahan kayu mudah didapat dan cukup tersedia di daerah penelitian sehingga tidak memberatkan kondisi pinansial masyarakat penambang. Perancangan penyangga kayu dibuat untuk mendapatkan cap, side post dan siring (wedges) dengan ukuran yang sesuai. Tegangan pada cap dan side post ditentukan dengan dimensi yang sesuai, dimana momen dan diagram geser dijadikan satu. Penyangga kayu bekerja dengan sebuah batang yang kemudian diberi penyangga pada kedua ujung batang tesebut. Kekuatan batang kayu dan beban yang akan diterima oleh batang kayu tersebut perlu diperhatikan. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam perancangan penyangga kayu adalah sebagai berikut :
Ht
=
100 RMR x Lb 100
t
=
ht
qt
= ta
Mmaks
= 0,125 qt Lb2
W
= =
F
= 1/8 qt Lb2
bh 2 ( kayu berpenampang persegi ) 6
db 3 32
( kayu berpenampang lingkaran )
= bh ( luas penampang kayu persegi ) =
db 2 4
( luas penampang kayu lingkaran )
Dimana :
ht
= Tinggi beban batuan (m)
Lb
= Lebaran beban batuan (m)
t
= Tekanan pada penyangga (ton/m
2
)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
57
= Densitas batuan (ton/m )
qt
= Beban per satuan panjang (ton/m)
a
= Spasi penyangga (m)
3
Mmaks = Momen pelengkungan maksimum (ton/m) 3
W
= Modulus penampang (m )
b
= Lebar penampang kayu persegi (m)
h
= Tinggi penampang kayu persegi (m)
db
= Diameter penampang kayu lingkaran (m)
F
= Luas penampang (m
2
)
A. Rancangan CAP Kayu yang akan digunakan untuk cap harus mempunyai tegangan pelengkungan yang lebih besar dari tegangan pelengkungan yang dialami. Tegangan pelengkungan yang bekerja pada cap dihitung sebagai berikut :
b
≤ sf
b
=
b
1/8qtLb = 1/6bh2
Mmak W
≤ sf 2
σ aL = ¾ t 2b 1bh b
=
≤ sf ( kayu berpenampang persegi )
2
≤ sf
1 qL 2 8 t b ≤ sf (db )3 32
= 1,275
qtL b db
2
2
≤ sf
( kayu berpenampang lingkaran )
b
= Tegangan pelengkungan ( kg/cm 2 )
sf
= Tegangan pelengkungan yang diijinkan ( kg/cm
2
)
B. Rancangan Side Post Side Post menerima tekanan dari samping dan reaksi panjang ujung cap. Didalam merancang side post , tegangan normal dan tegangan pelengkungan harus dihitung. Secara praktis diameter side post yang akan digunakan sama dengan diameter untuk cap. Tegangan pelengkungan pada side post dihitung sebagai berikut:
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
58
n + b ≤ sf -
M ωR 0,85 mak ≤ sf W F
R = 0,5 qt Lb 4L k 4L y = dy dy
=
ω = f( ) Tegangan pelengkungan pada side post untuk kayu berpenampang persegi:
-
1/8q y L b ω0,5qt L b 0,85 1/6bh2 bh
2
≤ sf 2
σ y aL y σ aL - 0,5 ω t b 0,638 ≤ bh bh2
sf
Tegangan pelengkungan pada side post untuk kayu berpenampang lingkaran :
ω0,5qt L b -
0,785 d y
2
0,85
dy
2
1,084
2
0,098 d y
σ y aL y
qtL b - 0,637 ω
1/8q y L b
dy
≤
sf
2
3
≤
sf
Dimana :
n
= Tegangan normal
ω
= Faktor penekukan kayu (buckling faktor), fungsi dari
R
= Reaksi beban cap (ton)
qy
= Beban samping (ton/m)
Lk=Ly
= Panjang side post untuk penekukan (m)
n
= Tekanan samping (ton/m2)
= Angka kerampingan (slenderness)
dy
= Diameter side post (m)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
59
C. Rancangan siring atau wedges Perancangan dilakukan dengan asumsi bahwa tegangan pelengkungan di bawah batas keamanan. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
hk = 0,865 a y sf
1/ 2
hk = 0,865 a t sf
1/ 2
(Tebal siring untuk samping)
(Tebal siring untuk atas)
Dimana :
hk Tebal siring (cm)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
60
BAB III PROGRAM KEGIATAN 3.1. Sistem Penambangan Melakukan pengamatan sistem penambangan tambang batubara bawah tanah yang diterapkan di PT. Fajar Bumi Sakti, serta model penyanggaan yang selama ini digunakan baik pada lokasi permuka kerja longwall dan main gate (head gate) maupun yang diterapkan pada lokasi permuka kerja Panel. PT. Fajar Bumi Sakti telah melakukan kegiatan penambangan batubara dengan sistim tambang dalam dimulai sejak tahun 1982, dan sistim tambang dalam ini dilakukan terutama untuk kondisi-kondisi lapisan batubara yang tidak dapat (sulit) ditambang dengan sistim penambangan terbuka. Dalam kegiatan tambang dalam di PT.Fajar Bumi Sakti dilakukan dengan dua metode, yaitu metode longwall dan room & pilar, dalam hal ini penelitian dipokuskan pada longwall karena berkaitan dengan model penyanggaan yang diterapkan. Untuk mengurangi tingkat kesulitan dalam kegiatan ini maka penambangan dilakukan sejajar dengan arah srike lapisan batubara, sehingga akan lebih memudahkan dalam proses penambangan, drainase maupun transportasi. Pada kegiatan penambangan ambrukan longwall didasarkan atas penggunaan hydraulic props and bars (link bar) pada permuka longwall dan penyangga cribbing di antara hydraulic props. Sedangkan penambangan batubara dilakukan menggunakan metode manual, yaitu peledakan dan penggalian batubara di permuka longwall dengan pickhammer kemudian batubara yang telah terberaikan diangkut menggunakan chain conveyor menuju main gate. Dari lorong main gate, batubara diisikan ke dalam lori dan diangkut ke luar tambang ditarik dengan hois t (kawat penarik) yang berkapasitas 300 HP, untuk selanjutnya diangkut ke stock pile batubara yang berlokasi di tepi sungai Mahakam. Pengangkutan untuk konsumen dalam negeri dilakukan dengan dua tahapan, yaitu dari stock pile dimuat ke kapal (barge) kemudian diangkut ke konsumen melalui sungai Mahakam. Untuk konsumen luar egeri seperti ke Jepang, Taiwan, Philipina dll, dilakukan dengan tiga tahapan yaitu dari stock pile dimuat ke tongkang (barge) kemudian diangkut melalui sungai Mahakam menuju Muara Jawa/Berau, untuk selanjutnya dipindahkan ke kapal besar untuk kemudian dikirim ke negara tujuan Pada umumnya istilah penambangan Longwall Semi Mekanis digunakan untuk sistem penambangan menggunakan drum shearer pada penggalian batubara di permuka longwall.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
61
Dengan demikian untuk penambangan di PT. Fajar Bumi Sakti (PT. FBS) dapat dikatakan penambangannya menggunakan sistem longwall manual. Jenis dan Data Produk Batubara PT. FBS Ditunjukkan pada Tabel 3.1. Sistem longwall yang digunakan bertipe single entry, yaitu 1 (satu) main gate dan 1 (satu) tail gate. Skematik sistem single entry dan Layout tambang PT. FBS dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tabel 3.1. Produk Batubara PT. Fajar Bumi Sakti High CV Coal Total Moisture
Sub Bituminus Coal :
12-25%
Total Moisture
:
26 – 32%
PROXIMATE ANALYSISI (Air Dried Basis)
PROXIMATE ANALYSISI (Air Dried Basis)
Inheret Moisture
:
8.5 Approx
Inheret Moisture
:
18% Approx
Ash
:
7 – 8%
Ash
:
6%
Volatile Matter
:
38 – 42%
Volatile Matter
:
38 – 42%
Fixed Carbon
:
By different
Fixed Carbon
:
By different
Total Sulfur
:
0.8 – 1.4%
Total Sulfur
:
0.2 – 0.5%
Gross Carolic Value
:
6500 - 6800 Kcal/Kg
Gross Carolic Value
:
5200 – 588 Kcal/Kg
Hardgrove Grindability Index
:
Min 40
Hardgrove Index
Chorine
:
0.015%max
Phosphorus
:
0.0007%max
Grindability :
Min 45
Sumber: website PT. FBS, 2008 (http://fajarbumisakti.co.id
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
62
Perkiraan bts open pit
Lokasi Penelitian permuka kerja development)
Daerah ambrukan (Gob Area)
Lokasi Penelitian (permuka kerja panel longwall B12 dengan lebar 99m)
Rute jalan pada saat kunjungan lapangan (tgl. 23 Juni 2010)
Lubang peranginan utama (exhaust system)
(a) skematik panel longwall yang digunakan saat ini di PT. FBS
Inclined shaft 15o (jalan masuk utama dari portal tambang)
(b) layout tambang PT. FBS untuk penambangan di seam B
Gambar.3.1. Skematik panel Longwall dan Layout Daerah Penelitian Lapangan
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
63
3.2. Jalan Masuk Utama, Peralatan Tambang dan Sistem Ventilasi Jalan masuk utama berupa inclined shaft dengan kemiringan 15o. Sedangkan terowongan menuju panel B12, kemiringan yang diamati bervariasi, yaitu: 0 o dan 4-5o. Pada jalan masuk utama tersebut terdapat fasilitas rel sebagai lintasan lori. Di lokasi portal terdapat papan peringatan K3. Kondisi portal dapat dilihat pada Gambar 2. Terdapat 2 (dua) jenis lori yang digunakan, yaitu jenis kayu dan jenis besi (lihat Gambar 3). Jenis kayu dapat mengangkut beban seberat 0,85 ton, sedangkan jenis besi dapat mengangkut beban seberat 0,91 ton. Lori tersebut digunakan untuk mengangkut batubara, material, dan pekerja. Rangkaian lori ditarik dengan wire rope dengan sistem hoisting. Sistem hoisting menggunakan winch utama dengan kapasitas 100 HP dan terletak di permukaan. Banyaknya rangkaian lori standar yang ditarik adalah 12 lori. Dimensi rel adalah sbb. Lebar = 4 cm dan tinggi 7,5 cm; diatur dengan jarak antar pasangan rel: sisi luar 66 cm dan sisi dalam 59 cm. Di lorong-lorong utama terdapat penerangan lampu yang memenuhi strandar K3 di tambang bawah tanah batubara. Di lokasi kerja (head gate, tail gate, dan longwall face) tidak terdapat penerangan. 3.3. Penyanggaan Lubang bukaan berbentuk trapesium (3-piece-set) dengan dimensi tinggi = 2,4 m; lebar roof = 2,4 m; lebar floor = 3,8 m. Penyanggaan pada lorong-lorong utama termasuk pada headgate dan tailgate pada panel tambang (dapat dilihat pada Gambar 4) menggunakan kayu (ulin atau kahori), serta untuk daerah persimpangan digunakan gabungan kayu dan besi (I-beam sebagai cap). Dimensi penyangga kayu utama (cap dan post) adalah sebagai berikut: 18 cm x 18 cm (standar 20 cm x 20 cm) dengan panjang 240 cm. Jarak antar penyangga 85 cm. Sambungan antar penyangga menggunakan kayu palang yang dipaku diantara penyangga (7 cm x 12 cm x 135 cm) dan kayu yang diletakkan diantara penyangga - di lapangan disebut stut dari kayu meranti - (7 cm x 12 cm x 70 cm). Penempatan kayu palang diletakkan di sisi dalam penyangga kayu dan di sisi luar (untuk sisi luar bagian atas, digunakan istilah siring). Untuk double way digunakan dimensi tinggi = 2,4 m; lebar roof = 3 m; lebar floor = 4,5 m. Dimensi penyangga kayu di bagian cap : (20 cm x 20 cm) dengan panjang 300 cm. Dimensi Ibeam yang digunakan untuk cap di daerah persimpangan: tebal 5 mm; lebar 15 cm; dan tinggi 15 cm.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
64
Portal yang disangga dengan three piece set Beberapa instruksi K3 yang diletakkan di kayu berbentuk trapesium dan diperkuat besi papan peringatan K3 di dekat portal dan concrete.Tampak rel 1 jalur sebagai lintasan lori Gambar 3.2. Kondisi Portal Sebagai Jalan Masuk Utama Tambang
Lori besi dan kayu dengan tipe dumping ke samping
Gambar 3.3. Lori Sebagai Sarana Pengangkutan
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
65
Penyangga kayu utama
Penyangga kayu berbentuk trapesium
siring
Kondisi sambungan side post dan cap
I-beam sebagai cap
Gabungan antara penyangga kayu dan besi I-beam pada persimpangan
Siring
Gambar 3.4. Penyanggaan Pada Lorong Utama Penyanggan pada permuka kerja longwall menggunakan hydraulic prop tinggi maksimum 2,2 m dengan jarak antar penyangga (spasi penyangga) yang dipraktekkan di Panel B12 = 0,8 m. Hydraulic prop menahan atap dengan menekan link bar dengan panjang = 1,4 m dan berdiri diatas base dari kayu (sepatu) (lihat Gambar 4.5). Kemiringan main gate di Panel B12 adalah 7 o sedangkan permuka kerja relatif datar. Banyaknya hydraulic prop dari permuka kerja batu bara Panel B12 ke arah daerah ambrukan adalah 4 buah (dibutuhkan 3 buah link bar). Diantara hydraulic prop dipasang penyangga cribbing dengan dimensi kayu (20 cm x 20 cm x 75 cm atau 15 cm x 15 cm x 75 cm).
Sebelum pengamatan kondisi di lapangan dilakukan, telah terjadi kecelakaan kerja berupa ambrukan pada daerah permuka kerja dan main gate B12 yang menyebabkan kecelakaan kerja Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
66
(1 orang meninggal dunia). Untuk menambang kembali panel B12, dibuat permuka kerja baru di daerah main gate, sehingga terdapat pillar batubara yang ditinggalkan pada panel B12. Dari hasil diskusi di lapangan, kondisi air yang cukup besar berkontribusi mempengaruhi kestabilan hydraulic prop. Namun demikian hasil diskusi lapangan ini belum dapat dipergunakan sebagai data analisis kejadian ambrukan ini, karena masih diperlukan kajian detail yang memperhitungkan semua aspek geomekanika dan operasi teknis serta kondisi kerja.
Link bar
Hydraulic props
Kondisi penyanggan pada permuka kerja longwall
Kondisi antara hydraulic prop dan bagian atap
Kondisi batuan lantai
Kayu sebagai base untuk hydraulic prop Cribbing
Kondisi antara hydraulic prop dan bagian lantai
Penyanggaan di sekitar lokasi kecelakaan kerja berupa ambrukan
Gambar 3.5. Penyanggaan pada Panel Penambangan
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
67
Gambar 3.6. Pemasangan Hydraulick Props dan Link Bar pada Front Penambangan
Balok untuk bantalan penyangga
Stick besi untuk penahan pada saat pemasangan post
Gambar 3.7. Penyanggaan dengan Kayu pada Saat Development
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
68
Gambar 3.8. Pemasangan Stut dan Palang untuk Mengunci Satu Set Penyangga dengan Penyangga Berikutnya
Post kayu dipasang dengan cap besi
Gambar 3.9. Pemasangan Pasak Untuk Mengunci Posisi Cap dan Siring dan Pemasangan Gabungan Cap Besi dengan Post Kayu
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
69
Gambar 3.10. Penyanggaan Model Three Pieces Set dengan Menggunakan Bahan Kayu
Cap yang pecah dan patah dikarenakan beban berat batuan atap yang runtuh
Gambar 3.11. Cap yang Pecah Karena Beban Berat Batuan yang Bergerak Runtuh
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
70
Kondisi Air Tanah yang berpengaruh buruk pada stabilitas penyangga
Gambar 3.12. Kondisi Kerusakan pada Siring Akibat Beban Batuan Atap dan Pengaruh Air Tanah pada Posisi Post Menjadi Tidak Stabil
Gambar 3.13. Kegiatan Maintenance Penyanggaan
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
71
Gambar 3.14. Pemeriksaan Hydraulick Props yang Rusak, Segera Diganti
Gambar 3.15. Kondisi Batuan Atap yang Lemah dan Mudah Runtuh
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
72
Gambar 3.16. Stock Kayu untuk Bahan Penyangga
Gambar 3.17. Model Link Bar untuk Cap
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
73
3.4.
Dokumen Lapangan yang Dipelajari Prosedur operasi standar yang telah dikumpulkan pada waktu penelitian lapangan adalah sebagai berikut: -
Teknis pengeboran lubang ledak di longwall Pastikan peralatan bor diperiksa kelayakannya untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kegagalan operasional pada saat dioperasikan. Pastikan selang karet dalam kondisi bersih sebelum disambung ke alat bor Isi botol oli secukupnya lalu sambungkan selang karet ke botol oli, pastikan tidak terlepas. Hidupkan mesin bor agar mesin bor dialiri oli dan pasang batang bor dan pastikan terkunci dengan benar. Periksa batu gantung pada bagian atap sebelum mulai pemboran, jatuhkan dahulu apabila ada. Arah lubang bor harus lurus, titik lubang bor membentuk segitiga Jarak lubang diantara hydraulic props harus diperhatikan. Batang bor jangan sampai terjepit, atasi jika terjadi Perhatikan conveyor yang sedang berjalan pada saat permboran
-
Cara membuat primer dan blasting di longwall Saat memasukkan detonator dalam dynamit harus memakai stick akyu kecil Dynamit primer dipisahkan dengan dinamit sekinder Semua kabel dalam keadaan di shunted. Buat lubang bor berdasarkan pola peledakan yang telah disetujui Lakukan pengisian bahan peledak menggunakan stick kayu Hindari detonator terkena tumbukan benda keras saat dimasukkan ke dalam lubang Semua proses penyambungan bahan peledak dilakukan oleh orang yang ahli
-
Teknis pemotongan batubara di sistem longwall Pick hammer diperiksa dan dipastikan berfungsi dengan baik Dilarang memotong batubara dengan cara undercutting Dilarang membuka hydraulic prof lebih dari satu kali Setelah selesai pemotongan batubara dilakukan pemsangan hydraulic props Pastikan lokasi pemotongan batubara bebas dari sisa bahan peledak Pastikan hasil pemotongan batubara tidak merusak belt conveyor
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
74
-
Teknis pemasangan link bar dan hydraulic props di sistem longwall Pengecekan kondisi link bar dan hydraulic props dalam keadaan aman saat digunakan Perhatikan jarak aman antar bar Apabila beberapa link bar telah terpasang segera pasang hydraulic props. Pemasangan hydraulick props harus menggunakan ukuran dan kapasitas yang sama. Periksa tekanan hydraulic props Pemasangan hydraulic props bagian bawah ahrus dipasang sepatu dari kayu dan lantai dalam keadaan rata Pemasangan hydraulic props harus tegak lurus dari link bar
-
Teknis pencabutan penyangga dan pengambrukan batuan atap di sistem longwall Pastikan dilakukan pengecekan kekuatan batu atap untuk mengantisipasi terjadinya ambrukan pada saat pelaksanaan pekerjaan pelepasan/pencabutan hydraulic props dan link bar, Pengangsuran kayu-kayu untuk keperluan stappling harus terlebih dahulu dilakukan sebelum penggeseran/pemindahan conveyor Pemindahan release chock ke depan diikuti dengan pencabutan hydraulic prop dengan terlebih dahulu dipasang pengaman agar batu atap tidak jatuh pada saat masih pengerjaan pelepasan. Pencabutan hydraulic prop dan link bar harus dilakukan satu arah dari main gate ke tail gate atau sebaliknya.
-
Teknis pembersihan batubara, tugas operator hoist dan operator pengawal gerobak Diwaktu angsur kayu dilarang bagian ujung kayu terjungkit ke atas Penyekopan batubara dikiri dan kanan talang konveyor harus bersih dan juga pada celah bantalan hydraulic prop tetapi pastikan alat jangan sampai bergeser atau terjatuh. Isi batubara digeobak jangan berlebihan Operator hoist sebelum mengoperasaikan harus mengecek seluruh hal yang terkait dengan tanggungjawabnya. Wire rope jangan sampai kusut atauterjepit Dilarang memuat batubara ke dalam gerobak yang bukan bermuatan batubara
-
Penanganan air pada penambangan bawah tanah
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
75
Monitoring air permukaan dan air tanah Penguatan penyanggaan Pengendalian air pada daerah penambangan (longwall, development, room and pillar, jalur ventilasi, jalur transportasi, sump) Pengawasan dan hubungan kerja 3.5.
Karakteristik Massa Batuan Untuk memperkirakan kekuatan massa batuan dari hasil penyelidikan geoteknik dan uji contoh batuan di laboratorium dapat dilakukan dengan membuat klasifikasi massa batuan, yang dalam hal ini menggunakan system RMR (Rock Mass Rating). Ada 5 parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan system RMR ini, yaitu kekuatan batuan (kuat tekan), RQD, spasi atau kerapatan bidang lemah, kondisi bidang lemah (permukaan, pelapukan, bukaan, kemenerusan), dan kondisi air tanah pada bidang lemah. Klasifikasi massa batuan dilakukan pada masing-masing sektor/model batuan di setiap cross-section. Dari hasil klasifikasi massa batuan didapatkan nilai RMR (Rock Mass Ratting) adalah sebagai berikut :
1. Penentuan RMR A. lokasi pengamatan A: Batulempung Parameter - Strength of intact rock material (UCS) - Drill core quality (RQD) - Spacing of discontinuties - Condition of discontinuities - Groundwater Total RMR - Adjusment for Discontinuity Orientation
Pengamatan 4 MPa 66 % 100-200 mm Slightly rough surface, Damp Fair
Range of value 1 - 5 MPa 75 - 90 % 100- 200 mm Slightly rough surface, lembab Fair Total RMR
Rating RMR 1 13 8 25 10 57 -5 52
RMR Total 52, termasuk kedalam batuan kelas III (Fair Rock 41-60), dengan rata-rata stand up time 1minggu untuk 5 m span.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
76
B. lokasi pengamatan B: Batulempung Parameter - Strength of intact rock material (UCS) - Drill core quality (RQD) - Spacing of discontinuties - Condition of discontinuities
Pengamata n 3 MPa 30 % 100-200 mm Slightly weathered wall, dripping
Range of value 1 - 5 MPa 90 - 100 % 100- 200 mm
Rating RMR 1 8 8
Slightly weathered wall, 25 - Groundwater menetes 4 Total R MR 46 - Adjusment for Discontinuity Orientation Fair Fair -5 Total RMR 41 RMR Total 41, termasuk kedalam batuan kelas III (Fair Rock 41-60), dengan rata-rata stand up time 1minggu untuk 5 m span. A. lokasi pengamatan Blok B. 12: Batuan Sedimen Parameter - Strength of intact rock material (UCS) - Drill core quality (RQD) - Spacing of discontinuties - Condition of discontinuities
Pengamatan
Range of value
5,86 MPa 60 % 100-200 mm Slightly rough surface, Damp
Rating RMR 2 13 8
2 - 25 MPa 50 - 75 % 100- 200 mm Slightly rough surface, 25 - Groundwater lembab 10 Total RMR 58 - Adjusment for Discontinuity Orientation Fair Fair -5 Total RMR 53 Rmr Total 52, termasuk kedalam batuan kelas III (Fair Rock 41-60), dengan rata-rata stand up time 1 minggu untuk 5 m span. B. lokasi pengamatan Blok B. 12: Batuan Sedimen Parameter - Strength of intact rock material (UCS) - Drill core quality (RQD) - Spacing of discontinuties - Condition of discontinuities
Pengamatan 5,99 MPa 60 % 100-200 mm Slightly weathered wall, Damp
Rating RMR 2 13 8
Range of value 2 - 25 MPa 50 - 75% 100- 200 mm Slightly weathered wall, 25 - Groundwater lembab 10 Total RMR 58 - Adjusment for Discontinuity Orientation Fair Fair -5 Total RMR 53 Rmr Total 53, termasuk kedalam batuan kelas III (Fair Rock 41-60), dengan rata-rata stand up time 1minggu untuk 5 m span. Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
77
Lokasi acident
Gambar 3.18 Lokasi acident pada Peta Situasi Seam B
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
78
Gambar 3.19 Peta Topografi Seam A dan Tamda Anggi
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
79
Gambar 3.20 Jarak Lokasi Accident Dengan Batas Terluar Area Kegiatan Tambang Terbuka
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
80
CROSS SECTION KONDISI AWAL LONGWALL SEAM B ( B12) KAYU SIRING 7 *12*135 CM
COAL
BANTALAN HP 20 *20*35 CM
PENYANGGA SUSUN
CONVEYOR
HYDRAULIK PROPS
Gambar 3.21 Cross Section kondisi Awal sebelum Acident
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
81
1.0 M
CR OSS SECTION TAMPAK SAMPING LOKASI ACCIDENT
CONVEYOR
COAL
POSISI ACCIDENT
Gambar 3.22 Cross Section Tampak Samping pada lokasi Acident
Gambar 3.23 Pembongkaran batuan dengan tenaga manusia menggunakan peralatan ” Pick Hammer ”
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 82 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
BAB IV METODOLOGI 4.1.
Metodologi Secara garis besar metodologi Penelitian K3 Penyanggaan pada penambangan Longwall semi mekanis Batubara Bawah Tanah dalam rangka mendukung penyusunan Kebijakan K3 Tambang di lingkungan Minerbapabum adalah dengan rangkaian kegiatan sebagai berikut: -
Pengamatan dan pengkajian tata cara penambangan
-
Pengamatan dan pengkajian tata cara penyanggaan
-
Penentuan
klasifikasi
masa
batuan
untuk
perhitungan
perencanaan
penyanggaan -
Pengamatan keselamatan kerja tambang batubara bawah tanah.
Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.1. -
Studi Literatur Desain tambang yang telah ada Evaluasi tata cara penambangan yang sedang berlangsung Evaluasi tata cara penyanggaan Evaluasi tata cara keselamatan kerja
- Kondisi Geologi - Pengumpulan data Geoteknik (parameter batuan atap, kondisi air bawah tanah, kondisi kekar batuan , uji laboratorium,)
Klasifikasi Masa Batuan um Analisis data
-
Pembahasan Pengolahan dan perhitungan
Rekomendasi Sistem Penyanggaan Semi Mekanis
Gambar 4.1. Diagram Alir Penelitian
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 83 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Penyangga Model “three piece sets” dengan Kayu pada Main Gate dan Tail Gate Untuk menilai kekuatan suatu penyangga diperlukan perhitungan interaksi antara batuan dengan penyangga dalam hal ini adalah kekuatan penyangga dalam menyangga beban batuan. Kondisi lubang bukaan dengan penyangga dapat digambarkan sebagai berikut :
cap penahan utama beban batuan atap
Siring/ wedge atas Beban batuan atap yang harus disangga
Lebar bukaan Tinggi bukaan
Siring/ wedge samping
post/ kaki penyangga
Gambar 5.1. Penyanggaan Model three piece sets dengan Kayu Persamaan-persamaan yang digunakan dalam perancangan penyangga kayu adalah sebagai berikut :
ht =
100 RMR x Lb 100
t
=
qt
= t a
Mmaks
= 0,125 qt Lb2
ht
= 1/8 qt Lb2
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 84 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
W
bh 2 6
=
( kayu berpenampang persegi )
3 = db ( kayu berpenampang lingkaran )
32
F
= bh ( luas penampang kayu persegi ) =
db 2 4
( luas penampang kayu lingkaran )
Dimana : ht
= Tinggi beban batuan (m)
Lb
= Lebaran beban batuan (m)
t
= Tekanan pada penyangga (ton/m
= Densitas batuan (ton/m )
qt
= Beban per satuan panjang (ton/m)
a
= Spasi penyangga (m)
Mmaks
= Momen pelengkungan maksimum (ton/m)
W
= Modulus penampang (m )
b
= Lebar penampang kayu persegi (m)
h
= Tinggi penampang kayu persegi (m)
db
= Diameter penampang kayu lingkaran (m)
F
= Luas penampang (m2)
2
)
3
3
A. Rancangan CAP Kayu yang akan digunakan untuk cap harus mempunyai tegangan pelengkungan yang lebih besar dari tegangan pelengkungan yang dialami. Tegangan pelengkungan yang bekerja pada cap dihitung sebagai berikut :
b
≤
b
=
b
1/8qt L b = 1/6bh2
sf
Mmak W
≤
sf
2
σ t aL b = ¾ 1bh2 b
=
≤
sf
≤
sf
( kayu berpenampang persegi )
2
1 qL 2 8 t b ≤ sf (db )3 32
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 85 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
qtL b
= 1,275
db
2
≤
2
sf
( kayu berpenampang lingkaran )
b = Tegangan pelengkungan ( kg/cm 2 )
sf = Tegangan pelengkungan yang diijinkan ( kg/cm 2 )
B. Rancangan Side Post Side Post menerima tekanan dari samping dan reaksi panjang ujung cap. Didalam merancang side post , tegangan normal dan tegangan pelengkungan harus dihitung. Secara praktis diameter side post yang akan digunakan sama dengan diameter untuk cap. Tegangan pelengkungan pada side post dihitung sebagai berikut:
n + b ≤ sf
-
M ωR 0,85 mak W F
R
= 0,5 qt Lb
=
ω
= f( )
≤ sf
4L k 4L y = dy dy
Tegangan pelengkungan pada side post untuk kayu berpenampan persegi :
-
1/8q y L b ω0,5qt L b 0,85 1/6bh2 bh
2
≤ sf
Tegangan pelengkungan pada side post untuk kayu berpenampang lingkaran : -
ω0,5qt L b 0,785 d y
- 0,637 ω
2
0,85
qtL b dy
2
1/8q y L b
2
≤ sf
0,098 d y
1,084
σ y aL y dy
3
2
≤ sf
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 86 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
σ y aL y σ aL - 0,5 ω t b 0,638 bh bh2
2
≤ sf
Dimana :
n
= Tegangan normal
ω
= Faktor penekukan kayu (buckling faktor), fungsi dari
(lihat
Tabel A )
R
= Reaksi beban cap (ton)
qy
= Beban samping (ton/m)
Lk=Ly = Panjang side post untuk penekukan (m)
n
= Tekanan samping (ton/m2)
= Angka kerampingan (slenderness)
dy
= Diameter side post (m)
C. Rancangan siring atau wedges Perancangan dilakukan dengan asumsi bahwa tegangan pelengkungan di bawah batas keamanan. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
hk = 0,865 a y sf
1/ 2
hk = 0,865 a t sf
1/ 2
(Tebal siring untuk samping)
(Tebal siring untuk atas)
Dimana : hk
= Tebal
siring (cm)
Data - data yang diketahui (1) : Nilai Akhir Rating (RMR)
= 53
Densitas batuan (lihat lampiran B) (
)
= 2,237 ton/m3
Poisson ratio (lihat lampiran B) (μ)
= 0,34
Jenis kayu kelas kuat II (ditentukan) ( sf)
= 1. 000 ton/ m2
Panjang cap
(ditentukan)
(Lb)
= 2,20 m
Panjang post
(ditentukan)
(Ly)
= 2,20 m
(b)
= 0,2 m
Lebar balok (ditentukan)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 87 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Tinggi balok (ditentukan)
(h)
= 0,2 m
Spasi penyangga (ditentukan)
(a)
= 0,85 m
A. Rancangan Cap
=
ht
t
1 0 0- 5 3 x 2,20 m 100
= 2,313 ton/m2
= 2,237 x 1,034
b
≤
sf
FK
=
sf b
= 1,034
2,313(0,85)(2,20) 2 = 0,75 (0,2)(0,2) 2
b
= 892,095 FK ( Kayu Kelas II )
=
1.000 = 1,121 892,095
FK ( Kayu Kelas I )
=
1.500 = 1,681 892,095
B. Rancangan Side Post qt
= ta = 2,313 (0,85) = 1,966 ton/m =
= 1-
y = k.
t
k
0,34 = 0,515 1- 0,34
= 0,515 x 2,313
= 1,191 ton/m2
qy
= 1,191 x (0,85) = 1,012 ton/m
= 4
2,2 0,2
= 44
ω = f( )
= f(44) = 1,42 (lihat tabel A) Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 88 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
2 sf = - 0,5 (1,42) 1,966 (2,20) ± 0,638 1,191(2,20) (0,20) (0,20) (0,20) (0,20)2
= - 76,772 ± 459,714
1- 2 1+
= - 536,486
2 = 382,942
FK ( Kayu Kelas II ) =
1.000 536,486
= 1,864
FK ( Kayu Kelas I )
1.500 536,486
= 2.796
=
C. Rancangan siring atau wedges Untuk kayu kelas I 1/ 2
hk
y = 0,865 a sf
hk
= 0,865 (0,85)
hk
t = 0,865 a sf
hk
2,313 = 0,865 (0,85) 1500
(Tebal siring untuk samping)
1/ 2
1,191 1500
= 0,021 m = 2,1 cm 2 cm
1/ 2
(Tebal siring untuk atas)
1/ 2
= 0,029 m = 2,9 cm 3cm
Untuk kayu kelas II 1/ 2
hk
1,191 = 0,865 (0,85) 1000
hk
2,313 = 0,865 (0,85) 1000
1/ 2
= 0,025 m = 2,5 cm 3 cm
= 0,035m = 3,5 cm 4 cm
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 89 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Data - data yang diketahui (2) :
Nilai Akhir Rating (RMR)
Densitas batuan (lihat lampiran B) (
Poisson ratio (lihat lampiran B) (μ)
= 0,35
Jenis kayu kelas kuat II (ditentukan) ( sf)
= 1. 000 ton/ m2
Panjang cap
(ditentukan)
(Lb)
= 2,20 m
Panjang post
(ditentukan)
(Ly)
= 2,20 m
Lebar balok (ditentukan)
(b)
= 0,2 m
Tinggi balok (ditentukan)
(h)
= 0,2 m
Spasi penyangga (ditentukan)
(a)
= 0,85 m
= 53
)
= 2,274 ton/m3
A. Rancangan Cap
1 0 0 - 53 x 2,20 m 100
ht
=
t
= 2,274 x 1,034
b≤ FK
= 1,034 = 2,351 ton/m2
sf =
sf b
2 b = 0,75 2,351(0,85)(2,20) (0,2)(0,2)2
= 906,751 FK ( Kayu Kelas II ) =
1.000 = 1,102 906,751
FK ( Kayu Kelas I )
1.500 = 1,654 906,751
=
B. Rancangan Side Post qt = t a = 2,351 (0,85) = 1,998 ton/m k
=
y
= k.
= 1-
0,35 = 0,538 1- 0,35
t
= 0,538 x 2,351
= 1,265 ton/m2
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 90 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
qy
= 1,265x (0,85)
= 4
ω
= f( )
2,2 0,2
= 1,075ton/m
= 44
= f(44) = 1,42 (lihat tabel A ) 2 sf = - 0,5 (1,42) 1,998 (2,20) ± 0,638 1,265(2,20) (0,20) (0,20) (0,20) (0,20)2
= - 78,022 ± 488,277
1- 2
1+
= - 566,299
2 = 410,255
FK ( Kayu Kelas II ) =
1.000 566,299
= 1,766
FK ( Kayu Kelas I )
1.500 566,299
= 2.649
=
C. Rancangan siring atau wedges Untuk kayu kelas I 1/ 2
hk
y = 0,865 a sf
hk
1,265 = 0,865 (0,85) 1500
hk
t = 0,865 a sf
(Tebal siring untuk samping) 1/ 2
= 0,021 m = 2,1 cm 2 cm
1/ 2
(Tebal siring untuk atas)
2,351 1500
1/ 2
hk = 0,865 (0,85)
= 0,029 m = 2,9 cm 3 cm
Untuk kayu kelas II 1/ 2
hk
1,265 = 0,865 (0,85) 1000
hk
2,351 = 0,865 (0,85) 1000
1/ 2
= 0,026 m = 2,6 cm 3 cm = 0,036 m = 3,6 cm 4 cm
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 91 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Apabila lebar bukaan ditambah menjadi 2,40 m, panjang side post 2,40 m maka, dengan data batuan dan data geoteknik yang sama, diperoleh nilai SF sebagai berikut : A. Rancangan Cap
1 0 0 - 53 x 2,40 m 100
ht
=
t
= 2,274 x 1,128
b≤ FK
= 1,128 = 2,565 ton/m2
sf =
sf b
2 b = 0,75 2,565(0,85)(2,40) (0,2)(0,2) 2
= 1.177,312 FK ( Kayu Kelas II ) =
1.000 1.177,312
= 0,85
FK ( Kayu Kelas I )
1.500 1.177,312
= 1,27
=
Untuk mendapatkan nilai SF 1,5 maka tebal balok untuk cap harus 0,25 m, dan menggunakan kayu kelas I dengan rincian perhitungan sebagai berikut : FK
=
sf b
2 b = 0,75 2,565(0,85)(2,40) (0,20)(0,25) 2
= 1.004,64 FK ( Kayu Kelas II ) =
1.500 = 1,494 1,5 1.004,64
Dari hasil perhitungan data 1 dan 2 apabila menggunakan kayu kelas I baik untuk SF cap maupun post diperoleh nilai faktor keamanan > 1,5 sedangkan apabila menggunakan kayu kelas II, terutama untuk SF cap sebagai penyangga beban utama diperoleh nilai faktor keamanan < 1,2 , oleh karena itu maka untuk memperoleh nilai SF > 1,5 baik untuk cap dan untuk post maka dapat dikombinasikan dua kelas kayu yang berbeda yakni : untuk cap menggunakan kayu kelas I sementara untuk dua buah post kiri-kanan dapat digunakan kayu kelas II sehingga selain akan mengurangi beban biaya juga akan lebih memudahkan dari segi pengadaan. Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 92 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat stabilitas penyangga kayu, selain kondisi kayu yang mengalami pelapukan, pergerakan batuan karena pengaruh getaran dari kegiatan peledakan, gempa bumi, dan juga air tanah (underground water). Volume air tanah yang berlebih akan sangat mempengaruhi stabilitas penyangga karena volume air yang melebihi kapasitas paritan yang dibuat akan mengikis kedudukan bantalan penyangga. Dari data yang diperoleh saluran penirisan yang dibuat : Lebar bawah dan atas 20 cm dengan kedalaman paritan 20 cm, jenis material batuan lempung dengan bentuk penampang persegi panjang, sisi saluran dibuat tegak lurus. Untuk kondisi bentuk saluran dan jenis batuan seperti itu maka berdasarkan tabel C 1 koefisien kekasaran permukaan saluran (n) = 0,025 dan kecepatan aliran air maksimum yang diijinkan (v) = 1,14 m/detik.
20 cm f X = 20 h
cm
20 cm Gambar 5.2. Dimensi Penampang Saluran Penirisan Dari gambar 5.2. , x = 20 cm diasumsikan dibuat untuk kedalaman basah (h) ditambah tinggi jagaan (f). X
=h+f
A
= Bh ( lihat tabel C 2 )
20
= h + 30% h
A
= 0,20 m x 0,197 m
20
= h + 0,3 h
A
= 0,0394 m2
h
= 19,7 cm = 0,197 m Q
=vA
Q
= 1,14 x 0,0394
Q
= 0,044916 m3/detik
Q
= 44,916 liter/detik
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 93 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Jadi saluran yang telah dibuat hanya dapat menampung debit air sekitar 45 liter/detik, untuk itu maka volume air yang masuk dan diprediksi akibat dari adanya jebakan air di permukaan tamka pada koordinat ( X : 500715,71 dan Y : 9958646,94) dengan dimensi jebakan kurang lebih 20 m x 20 m x 3 m yang meresap deras dari atap memasuki petak 1 s/d 5 dimana terjadi ambrukan pada tamda dengan koordinat yang sama dipastikan > 45 liter/detik sehingga mengikis kedudukan bantalan penyangga.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 94 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan a. Penelitian mengenai K3 Penyanggaan pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah Dalam Rangka Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum telah dilaksanakan.
b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam K3 Penyanggaan adalah: -
Kondisi geologi
-
Tatacara penambangan
-
Tatacara penyanggaan
-
Pengamatan geoteknik batuan atap/diinding
-
Tatacara pelaksanaan K3
c. Perhitungan penyanggaan long wall semi mekanis dibagi dua yaitu : -
Lubang bukaan yang tidak lebar (Narrow excavation), misalnya di lubanglubang utama, main gate, tail gate.
-
Lubang bukaan yang lebar (wide excavation) misalnya di panel permuka kerja longwall
d. Berdasarkan hasil perhitungan untuk penyanggaan kayu dengan ukuran lubang bukaan serta dimensi balok yang standar diperoleh angka yang masih memenuhi nilai faktor keamanan, maka masih terjadinya kecelakaan, cap kayu yang pecah, siring yang patah, kaki (post) penyangga yang selip lebih disebabkan oleh karena penerapan SOP yang belum optimal seperti halnya : -
Pemeriksaan dan perawatan drainage yang belum otimal sehingga volume air yang berlebih tidak terantisipasi, kondisi ini dapat mempengaruhi kestabilan kaki penyangga karena bantalan penyangga yang terkikis air.
-
Koordinasi yang kurang terjalin antara management yang bertugas pada tamka dan tamda sehingga adanya jebakan air di permukaan pada koordinat ( X : 500715,71 dan Y : 9958646,94) dengan dimensi jebakan kurang lebih 20 m x 20 m x 3 m tidak segera diantisipasi sehingga diprediksi menjadi salah satu yang mengakibatkan aliran air yang deras dari atap pada petak 1 s/d 5
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 95 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
dimana terjadi ambrukan
pada tamda dengan koordinat yang sama.
(berdasarkan buku laporan hubungan kerja pada tanggal 03 s/d 05 Juni 2010) -
Penyimpanan kayu pada ruang terbuka akan sangat mempengaruhi kekuatan kayu, karena kayu yang terkena hujan/ kemarau secara bergantian dan terus menerus akan mengurangi kekuatan kayu.
-
Penerangan yang kurang terkontrol akan mempersulit pekerja untuk mewaspadai kondisi berbahaya seperti batuan atap yang akan jatuh, kondisi kaki penyangga yang miring, siring patah, hydraulic prop yang lepas link bar yang miring serta hal-hal lain yang dapat menimbulkan terjadinya ambrukan.
6.2. Saran a. Studi kasus untuk penelitian K3 penyanggaan pada penambangan longwall semi mekanis perlu ditambah dengan lokasi tambang bawah tanah lain di Indonesia. b. Perlu dilakukan kajian secara spesifik tiap parameter yang berpengaruh terhadap penyanggaan. Misalnya: penentuan dimensi pillar, penentuan kekuatan jangka panjang material kayu untuk penyangga, geometri pemasangan hydraulic prop, pengaruh peledakan terhadap penyanggaan yang telah terpasang, pengaruh pemuaian batuan akibat kehadiran air terhadap kestabilan bantalan hydraulic prop di atap maupun di lantai, pengaruh struktur geologi terhadap kestabilan lubang bukaan. c. Perlu dikaji K3 antara penggunaan hydraulic prop dengan Power Roof Support. d. Perlu pengukuran langsung tiap parameter-parameter geoteknik seperti : -
pengukuran konvergensi (misal: tape extensometer, plumb bob, horizontal roof strain indicator)
-
pengukuran perpindahan perlapisan batuan (misal: borehole extensometer, simple weighted bed separation indicator, stratascope)
-
pengukuran pergerakan atap arah lateral (misal: plumb bob, stratascope)
-
pengukuran tegangan insitu dan tegangan akibat penambangan (misal: flat jack, surface rosette undercoring, borehole deformation gauge/over coring, borehole pressure cell, mechanical strain gauge, surface-mount photoelastic gauge)
-
support load measurement (misal: powered-support pressure recorder, prop load cell, roof bolt load cell, roof bolt u-cell, surface-mount photoelastic gauge)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 96 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
DAFTAR PUSTAKA
1. Barczak, T.M. A Retrospective Assessment of Longwall Roof Support with A Focus on Challenging Accepted Roof Support Concepts and Design Premises. Proceedings of the 25th International Conference on Ground Control in Mining, Morgantown, West Virginia, 2006, pp. 232-243. 2. Bieniawski, Z.T. “Rock Mass Classification of Rock Mass and Its 3. Application in Tunnelling”, Proc. of 3rd Int. Cong. on Rock Mech., Johanesburg, Vol. I, 1976, p. 97-106 4. Bieniawski, Z.T. Rock Mechanics Design in Mining and Tunneling. A.A. Balkema, 1984, Rotterdam, Netherlands 5. Brown, E.T., Bray, J.W., Ladanyi, B. dan Hoek, E., Ground Response curves for rock tunnels, J. Geotech. Eng., 1983, v 109, pp 15-39. 6. Birön, C dan Arioğlu, E. “Design of Supports in Mines”, John Wiley & Sons, 1983, Canada 7. Birön, C dan Arioğlu, E. “Mandenlerde Tahkimat Isleri ve Tasarimi (Supporting and Design of Supports in Mines)”, Birsen Kitabevi, Istanbul, 1980. 8. Deere, D.U., Peck, R.B., Parker, H., Monsees, J.E. dan Schmidt, B. Design of tunnel support systems. Highway Research Record, No. 339, 1970, pp. 26-33. 9. González-Nicieza, C., Menéndez-Díaz, A., Álvarez-Vigil, A.E., Álvarez-Fernández, M.I. Analysis of support by hydraulic props in a longwall working. International Journal of Coal Geology, 2008, 67-02, Elsevier. 10. Jeremic, M.L. “Strata Mechanics in Coal Mining”, A.A. Balkema, Rotterdam, Netherlands, 1985. 11. Jones, I.O., “Coal Mining Technology”, Lectueres Notes, Vol. III, Western Australian School of Mines, 1986. 12. Kollmann, F.F.P. dan Cote, W.A., “Principles of Wood Science and Technology”, Vol I, Solid Wood, Springer-Verlag, Berlin, 1968.
13. Kramadibrata, S dan Jones, I.O. “Problems Associated with Longwall Mining at Ombilin and Possible Solutions”, A Report Submitted to Perum Tambang Batubara, Curtin University of Technology Western Australian School of Mines, December 1988. 14. Moebs, N.N. dan Stateham, R.M. Geologic Factors in Coal Mine Roof Stability – A Progress Report. United States Bureau of Mines Information Circular, 1984. 15. Nevlin, J.A. dan Wilson, T.R.C. “The Relations of the Shrinkage and Strength Properties of Wood to its Specific Gravity”, U.S. Dept. of Agriculture, Bull. No. 676 (1919)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 97 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
16. Saxena, N.C. dan Singh , B. “Props in longwall workings”, J. Mines, Metal, Fuels (India), January, 1969. 17. Rose, D. “Revising Terzaghi’s Tunnel Rock Load Coefficients”. Proc. 23rd U.S. Symp. Rock Mech., AIME, New York, 1982, pp 953-960. 18. Terzaghi, K., “Theoretical Soil Machines”, 3 rd Ed., Wiley, New York, 1965. 19. Terzaghi, K. “Rock Defects and Loads on Tunnel Support” Rock Tunneling with Steel Suports, ed R.V. Proctor and T. White, Commercial Shearing Co., Youngstown, OH, 1946, pp. 15-99. 20. Whittaker, B.N., 1974. “An Appraisal of Strata Control Practice”, The Min. Eng., October: 1302-1309. 21. Wilson, A.H, “ A Method of Estimating the Closure and Strength of lining Recquired in Drivages Surrounded By An Yield Zone”, Int. Jour. Rock Mech. Min. Sci. & Geomech. Abstr. Vol. 17, 1980, pp. 349-355. 22. Wilson, A.H, “The Stability of Underground Working in the Soft Rock of Coal Measures”, Thesis Ph.D., University of Nottingham, 1980. 23. Ir. Anggrahini, M. Sc., “Hidrolika Saluran Terbuka”’ Penerbit Citra Media, 1997, Surabaya.
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 98 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Lampiran
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 99 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Tabel A. Faktor Penekukan Kayu (Buckling Factor) λ
λ 0
λ
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
1
1.01
1.01
1.02
1.03
1.03
1.04
1.05
1.06
1.06
0
10
1.07
1.08
1.09
1.09
1.1
1.11
1.12
1.13
1.13
1.15
10
20
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.2
1.21
1.23
1.23
1.24
20
30
1.25
1.26
1.27
1.29
1.29
1.3
1.32
1.33
1.34
1.35
30
40
1.36
1.38
1.39
1.4
1.42
1.43
1.44
1.46
1.47
1.49
40
50
1.5
1.52
1.53
1.55
1.56
1.58
1.6
1.61
1.63
1.65
50
60
1.67
1.69
1.7
1.72
1.74
1.76
1.79
1.81
1.81
1.85
60
70
1.87
1.9
1.92
1.95
1.97
2
2.03
2.05
2.08
2.11
70
80
2.14
2.17
2.21
2.24
2.27
2.31
2.34
2.38
2.42
2.46
80
90
2.5
2.54
2.58
2.63
2.68
2.73
2.78
2.83
2.88
2.94
90
100
3
3.07
3.14
3.21
3.28
3.35
3.43
3.5
3.57
3.65
100
110
3.73
3.81
3.89
3.97
4.05
4.13
4.21
4.29
4.38
4.46
110
120
4.55
4.64
4.73
4.82
4.91
5
5.09
5.19
5.28
5.33
120
130
5.48
5.57
5.67
5.77
5.88
5.98
6.08
6.19
6.29
6.4
130
140
6.51
6.62
6.73
6.84
6.95
7.07
7.18
7.3
7.41
7.53
140
150
7.65
7.77
7.9
8.02
8.14
8.27
8.39
8.52
8.65
8.9
150
160
8.91
9.04
9.18
9.31
9.45
9.58
9.72
9.86
10
10.11
160
170
10.29
10.43
10.58
10.73
10.88
11.03
11.18
11.33
11.48
11.64
170
180
11.2
11.95
12.11
12.27
12.44
12.6
12.78
12.93
13.03
13.26
180
190
13.43
13.61
13.78
13.95
14.12
14.3
14.48
14.66
14.84
15.03
190
200
15.2
15.38
15.57
15.16
15.95
16.14
16.33
16.52
16.71
16.81
200
210
17.11
17.31
17.51
17.71
17.92
18.12
18.33
18.53
18.74
18.95
210
220
19.17
19.38
19.6
19.81
20.03
20.25
20.47
20.69
20.92
21.44
220
230
21.37
21.6
21.83
22.06
22.3
22.53
22.77
23.01
23.25
23.43
230
240
23.73
23.98
24.22
24.47
24.72
24.97
26.22
25.48
25.73
25.85
240
250
26.25
(Sumber : Cermal Biron Ergin Ariogin, “Design of Support in Mines”, 1983)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 100 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
250
Tabel B. Klasifikasi Geomekanika Massa Batuan B.1. Parameter Klasifikasi dan Pembobotannya PARAMETER 1
2
3
kekuatan batuan Indeks kekuatan Poin Load utuh Kuat tekan uniaksial Pembobotan Kualitas inti bor RQD Pembobotan Spasi diskontinuitas Pembobotan
Kondisi diskontinuitas
4
Pembobotan Aliran per 10 meter panjang terowongan 5
Air tanah
Rasio
Tekanan pori Teg. Utama
Keadaan umum Pembobotan
>10 Mpa
4-10 Mpa
>250 Mpa 15 90%-100% 20 >2 m 20 Pemukaan sangat kasar, tidak menerus, tidak ada separasi, tidak lapuk
100-250 Mpa 12 75%-90% 17 0.6-2m 15
30 Tidak ada
SELANG NILAI 2-4 Mpa 1-2 Mpa
50-100 Mpa 7 50%-75% 13 200-600 mm 10 Permukaan permukaan agak kasar, agak kasar, separasi < 1 separasi < 1 m, mm sangat agak lapuk lapuk 25
20
< 10 liter/menit 10-25 liter/menit
25-50 Mpa 4 25%-50% 8 60-200 mm 8 Permukaan halus gouge < 5mm separasi 1-5 mm menerus
Untuk nilai yang kecil dipakai hasil dari kuat tekan uniaksial 5-25 Mpa 2
1-5 Mpa 1 < 25% 5 < 60 mm 5
Gouge halus dengan tebal > 5 mm atau separasi > 5 mm, menerus
10
0
25-125 liter/menit
> 125 liter/menit
0
0,0-0,1
0,1-0,2
0,2-0,5
> 0,5
Kering 15
Lembab 10
Basah 7
Menetes 4
Mengalir 0
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
< 1 Mpa 0
101
B.2. Penyesuaian Pembobotan Untuk Orientasi Diskontinuitas Orientasi Jurus dan Kemiringan Kekar
Sangat Menguntungkan
Menguntungkan
Biasa
Tidak Menguntungkan
Sangat tidak Menguntungkan
Terowongan
0
-2
-5
-10
-12
Pondasi
0
-2
-7
-15
-25
Lereng
0
-5
-25
-50
-60
Pembobotan
(Sumber : Bieniawski, “Rock Mass and Classification in Rock Engineering”, 1976)
B.3. Kelas Massa Batuan dari Pembobotan Total Pembobotan
100-81
80-51
50-41
40-21
<20
Nomor Kelas
I
II
III
IV
V
Deskripsi
Sangat baik
Baik
Sedang
Jelek
Sangat jelek
(Sumber : Bieniawski, “Rock Mass and Classification in Rock Engineering,”1976)
B.4. Arti daripada Kelas Batuan Nomor Kelas Stand-up time Rata-rata
Kohesi Sudut geser dalam
I
II
III
IV
V
10 tahun untuk span 15m
6 bulan untuk span 8 m
1 minggu untuk
10 jam untuk
span 5 m
span 2.5
30 menit untuk span I m
> 400 KPa
300-400KPa
200-300
100-200 KPa
< 100 KPa
>45
35-45
25-35
15-25
<15
(Sumber : Bieniawski, “Rock Mass and Classification in Rock Engineering”,1976)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
102
Tabel C. Kondisi batuan, tipe dan RM Tipe I
Kondisi Batuan
RMR
Batuan stabil, dengan stand up time rata-rata 10 tahun untuk
100 - 81
span 5 meter dan jarang terjadi keruntuhan batuan lokal. II
Batuan stabil, dengan stand up time lebih dari 1 tahun dan
80 – 61
jarang terjadi keruntuhan batuan lokal. Tergolong batuan yang cukup stabil dengan stand up time III
beberapa hari sampai satu minggu, kemudian akan mengalami
60 – 41
keruntuhan setelah satu minggu. Merupakan batuan yang terlihat tidak stabil, bergabung ataupun IV
terpisah pada suatu kelompok, menunjukkan keruntuhan batuan
40 - 21
dan mungkin membutuhkan scaling setelah satu hari. Dirancang untuk batuan yang mengalami pergeseran yaitu V
batuan semi plastis (misal mengandung clay) atau karena
< 20
tingginya pengaruh mekanika dan kimiawi, terutama pada batuan yang terdapat kekar atau zona vein / bijih (Sumber : Risono. “PONGKOR MINING METHODS OVERVIEW”. Departement of Mining Unit Bisnis Pertambangan Emas. PONGKOR 2003)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 103 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Tabel C.1 Kecepatan Maksimum yang Dijinkan dan Harga Gaya Tarik Satuan
Jenis Bahan dari Saluran
Air mengandung Lanau Kalloidal
Air Jernih n
0 2
0
2
0 2
ft/sec
lb/ft
m/det
n/m
ft/sec
lb/ft
m/det
0
n/m2
Pasir Lanau perpasir, non colloidal Lanau halus, non colloidal Lanau aluvial, non colloidal
0.02
1.5
0.027
457
1.29
2.5
0.075
0.762
3.59
0.02
1.75
0.037
0.533
1.77
2.5
0.075
0.762
3.59
0.02
2
0.048
0.61
2.3
3
0.11
0,914
5.27
0.02
2
0.048
0.61
2.3
3.5
0.15
1.07
7.18
Lanau kaku biasa
0.02
2.5
0.075
0.762
3.59
3.5
0.15
1.07
7.18
Abu vulkanik
0.02
2.5
0.075
0.762
3.59
3.5
0.15
1.07
7.18
0.025
3.75
0.26
1.14
12.4
5
0.46
1.52
22
0.025
3.75
0.26
1.14
12.4
5
0.46
1.52
22
0.025
6
0.67
1.83
32.1
6
0.67
1.83
32.1
0.02
2.5
0.075
0.762
3.59
5
0.32
1.52
15.3
0.03
3.75
0.38
1.14
18.2
5
0.66
1.52
31.6
0.03
4
0.45
1.22
20.6
5.5
0.8
1.68
38.3
0.025
4
0.3
1.22
14.22
6
0.67
1.83
32.1
0.035
5
0.91
1.52
43.6
5.5
0.1
1.68
52.7
Lempung keras, sangat colloidal Lanau aluvial, kolloidal Serpih dan pecahan keras Kerikil halus Lanau bergradasi sampai kerakal Lanau bergradasi sampai kerakal bila kalloidal Kerikil kasar non colloidal Kerakal dan batuan bulat
(Sumber : Ir. Anggraini, M.Sc., “Hidrolika Saluran Terbuka”, 1997, Surabaya)
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 104 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Tabel C.2 Unsur-unsur Geometris Penampang Saluran
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 105 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum
Laporan Hasil Penelitian K3 Penyanggaan Pada Penambangan Longwall Semi Mekanis Batubara Bawah Tanah di PT. Fajar Bumi Sakti, 106 Kalimantan Timur, tahun 2010 Untuk Mendukung Penyusunan Kebijakan K3 Tambang di Minerbapabum