BAB IV PENAMBANGAN
4.1 Metode Penambangan Cadangan Batubara yang terdapat dalam daerah penambangan Sangasanga mempunyai kemiringan umum sekitar 10-15° dan dengan cropline yang berada di sisi barat daerah penambangan. Wilayah konsesi penambangan yang tidak begitu luas (± 180 ha) mengharuskan sistem penambangan dapat dilaksanakan dengan baik, terutama dalam penanganan top soil dan overburden. Dari luas wilayah penambangan dan kondisi topografi, maka sistem penambangan yang cocok diterapkan di daerah ini adalah metode block cut open pit mining dengan beberapa penyesuaian. Dengan metode penambangan ini maka penimbunan OB dapat direncanakan mengambil lokasi di dalam pit (inpit disposal). Pada saat awal penambangan overburden masih ditimbun di area di luar pit. Kemudian dalam kurun waktu tertentu apabila pit area dirasa cukup luasnya untuk dilakukan inpit disposal, maka penimbunan di luar pit dapat segera dikurangi. Terdapatnya beberapa sumur minyak dan gas di sekitar areal tambang mengharuskan pelarangan peledakan dalam metode penambangan yang dilakukan. Oleh karena itu metode pengupasan top soil dan penggalian overburden hanya dilakukan dengan alat mekanis, yaitu dengan metode free digging dengan menggunakan ekskavator tipe Backhoe dan di bantu dengan adanya ripping dari dozer. 4.2 Perancangan Tambang Tahapan perancangan tambang yang dilakukan meliputi perancangan batas awal penambangan, desain pit yang meliputi sudut lereng , jalan angkut, dan pola penyaliran yang digunakan dan setelah itu dikorelasikan dengan ketersediaan alat beserta kapasitas produksi dari alat dalam penggalian,
34
pemuatan, pengangkutan overburden dan batubara. Tahapan terakhir dari perancangan adalah menentukan urutan pertambangan berdasarkan sistem penambangan yang dilakukan. 4.2.1
Perancangan Batas Awal Penambangan Rancangan pit yang akan dipakai harus dengan ketentuan stripping
ratio maksimal 9. Tahapan awal dalam menentukan rancangan batas akhir penambangan adalah dengan menentukan batas pit (boundary pit) di permukaan area lantai cadangan batubara yang akan ditambang. Dalam menentukan batas (boundary) dari pit ini maka harus ditentukan perkiraan besarnya volume dari overburden dan batubara. Dalam memperkirakan besarnya stripping ratio ini digunakan perhitungan dengan menggunakan bantuan software. Maka secara sederhana didapatkan batas pit limit dengan stripping ratio berkisar 8,5 (gambar 4.1 ) U
Batas Pit pada lantai cadangan batubara dengan stripping ratio 8,5
Gambar 4.1 Sketsa batas awal penambangan
4.2.2
Perancangan Lubang Bukaan Berdasarkan batas pit yang diperoleh sebelumnya, maka desain lebih
rinci dari pit dapat dilakukan, yaitu penentuan lereng akhir dari final pit, menentukan perkiraan jalan angkut dan pola penyaliran yang mungkin berdasarkan lokasi dari pit.
35
4.2.2.1
Pembuatan Lereng Lereng yang dibentuk tidak melalui pola peledakan, karena adanya
pelarangan penggunaan metode peledakan dalam sistem penambangan. Dengan adanya hal tersebut, maka lereng dibentuk dengan menggunakan ekskavator dengan terlebih dahulu ditentukan batas dari toe dan crest dari lereng tunggal. Berdasarkan data litologi lapisan batuan dari daerah penambangan ini sebagian besar terdiri dari sandstone, mudstone, siltstone. Lapisan batuan tersebut tersebar merata hampir diseluruh batasan tambang, sehingga dari data tersebut ditentukan besarnya sudut untuk lereng tunggal 60º dan untuk keseluruhan lereng sebesar 45 º. Tidak adanya metode peledakan dalam pembuatan lereng ini juga berpengaruh pada lebar jenjang yang akan dibuat, karena semakin lebar jenjang maka kemungkinan biaya yang digunakan untuk pengkupasan lapisan tanah dan batuan akan menjadi semakin besar. Lebar jenjang yang digunakan dengan mempertimbangkan sudut lereng tunggal dan sudut keseluruhan lereng adalah ± 4-5 meter. (gambar 4.2) U
(mengikuti arah y)
Gambar 4.2 Model lereng akhir lubang bukaan
36
4.2.2.2
Jalan Angkut Akses jalan yang digunakan melanjutkan dari akses jalan yang
sebelumnya telah ada. Lokasi penambangan yang terletak di pesisir sungai dan relatif dekat dengan pemukiman penduduk semakin mempermudah akses jalan. Untuk jalan angkut penambangan (terutama yang berada di dalam lubang bukaan) akan mengikuti dari tahapan penambangan karena jalan angkut tersebut nantinya akan berubah sesuai dengan tahapan penambangan dan lokasi disposal yang digunakan. Kriteria lebar jalan yang digunakan dalam pembuatan jalan angkut ini adalah minimal ± 25 meter, lebar jalan tersebut sudah disesuaikan dengan lebar alat angkut yang digunakan ( Dump Truck CAT 777D) Untuk jalan hauling batubara akan memanfaatkan akses jalan yang sudah ada sebelumnya (menuju rom pad). Truk yang digunakan dalam hauling batubara adalah Dump Truck Hino FM 260 JD kapasitas 20 ton sehingga lebar jalan untuk hauling batubara ini lebih kecil daripada untuk pengangkutan overburden. Namun untuk jalan hauling batubara di dalam lubang bukaan mengikuti dari jalan angkut untuk mengangkut overburden.
±2
±2
Gambar 4.3 Contoh Jalan Ideal Penambangan 4.2.2.3
Sistem Penyaliran Lokasi tambang berdekatan dengan sungai Sanga-Sanga, anak
Sungai Mahakam. Air dalam tambang sebagian besar berasal dari air
37
hujan dan air tanah. Salah satu kendala dalam penambangan di lokasi ini adalah jalan menjadi licin apabila turun hujan, karena litologi batuan di daerah pit yang sebagian merupakan mudstone dan siltstone, yang apabila terkena air dapat berubah menjadi lumpur. Pada saat daerah tambang dalam kondisi hujan (basah) maka produksi penambangan dihentikan sementara sampai hujan reda dan kondisi jalan layak untuk dilewati. Sebaran hujan dapat dilihat pada lampiran A. Sebaran hujan ini dipergunakan untuk menentukan perkiraan waktu dalam perhitungan produktivitas peralatan. Pencegahan membanjirnya air di lokasi tambang dilakukan dengan pembuatan sump. Sump ini dibuat sebagai penampung air sementara di dalam tambang. Air, terutama yang berada di dalam pit, dialirkan menuju sump., kemudian air dalam sump tersebut di pompa menuju ke sediment pond, dan dalam tahap akhir, air tersebut disalurkan menuju sungai dengan melalui kendali mutu air dan pH yang sesuai dengan standar dari pemerintah. Pada bulan-bulan hujan, yaitu pada bulan September sampai bulan April jumlah pompa dapat ditambah untuk mengimbangi jumlah air yang terdapat di daerah tambang dan mencegah banjir terjadi di daerah penambangan. 4.2.3
Ketersediaan Alat Alat berat merupakan faktor yang penting dalam pelaksanaan kegiatan
tambang. Secara garis besar, alat yang dipakai dalam tambang dibagi antara lain berdasarkan fungsinya yaitu untuk penggalian, pengangkutan, dan alat penunjang desain tambang. Pasangan alat (fleet) yang akan digunakan dalam penambangan sangat menentukan besarnya produksi. Pasangan alat ini harus sesuai agar seimbang antara besarnya produksi dan biaya perawatan, serta pemeliharaan alat. Alat-alat yang tersedia di daerah penambangan Sangasanga dapat dillihat pada tabet 4.1. beserta jumlah, kapasitas tiap unit dan lingkup kerja dari masing-masing peralatan tersebut di lapangan.
38
Tabel 4.1 Daftar Alat-alat yang Tersedia No
Alat
Jumlah
1
Excavator Backhoe Komatsu PC 3000
2
2
Excavator Backhoe Komatsu PC 1250 Excavator Backhoe Caterpillar 385B Excavator Backhoe Caterpillar 345 Dump Truck Caterpillar 777D Dump Truck Hino (sub contractor) Dozer Caterpillar D 10 T
1
3 4 5 6 7
Kapasitas Per unit 15 m3 (heaped) (bucket)
2
6.7 m3 (heaped) (bucket) 5,8 m3 (heaped) (bucket) 2.4 m3 (heaped) (bucket) 60,1 m3 (heaped) (bak) 20 ton (heaped) (bak) -
1 1 20 20
8
Dozer Komatsu D 375 A
2
-
9
Wheel Loader Volvo L180 Motor Grader Cat 16 H Cat 14 H Water Truck
2
4,2 m3 (heaped)
1 1 1
-
2 1
478 m3/jam 273 liter/detik
10 11 12
Pompa Sykes HH 150 Multiflo MFC 420
Lingkup Kerja Loading Overburden Loading Overburden Loading batubara Loading batubara Hauling OB Hauling Batubara Ripping Loading point, scrap Loading point/ jalan , land clearing Ripping Loading point, scrap Loading point/ jalan, land clearing Loading batubara di stockpile Pembuatan jalan, perataan jalan Penyiraman jalan agar tidak terlalu berdebu saat kondisi terlalu kering Memindahkan air dari sump menuju sediment pond
Perawatan alat berat merupakan hal yang sangat penting seiring dengan berjalannya proses penambangan, kondisi lokasi yang sering berlumpur karena hujan, dan kerja dari alat yang relatif non stop mengakibatkan alat bekerja secara maksimal. Apabila perawatan dan pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik maka akan berdampak pada kerusakan alat dan juga berkurangnya produksi yang telah ditargetkan. Tidak adanya peledakan pada sistem penambangan yang digunakan mengharuskan alat gali bekerja lebih berat, untuk menggali batuan digunakan ekskavator dengan dibantu oleh ripping dozer. Dengan kondisi bekerja non stop dari ekskavator, sangat rawan terjadi kerusakan pada alat
39
berat ini, terutama pada gigi bucket yang bekerja untuk menggali batuan insitu langsung. Penggantian gigi bucket harus dilakukan secara berkala sehingga efisiensi ekskavator tetap stabil dan mencegah timbulnya kerusakan alat dengan jangka waktu yang relatif lama. 4.2.4
Perancangan Tahapan Penambangan Penambangan
direncanakan
dimulai
dari
sisi
utara
daerah
penambangan dan bergerak ke selatan (gambar 4.3). Lokasi stockpile berada di sebelah barat batas pit blok 6 sedangkan lokasi disposal berada di sebelah timur laut batas pit blok 1 dan sebelah timur batas pit blok 3. Lokasi daerah penambangan merupakan daerah yang relatif sempit. Oleh karena itu lokasi disposal yang telah direncanakan tidak akan sanggup menampung semua overburden yang berasal dari dalam pit. Dengan kondisi demikian maka direncanakan penimbunan disposal di dalam pit (inpit disposal). Sesuai metode tambang yang digunakan yaitu metode block cut open pit mining, maka pit di bagi menjadi beberapa blok, yaitu dibagi menjadi 6 blok. Penggalian dilakukan secara bertahap pada tiap blok.(lampiran B)
U
Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5 Pit boundary
Blok 6
Gambar 4.4 Blok Penambangan
40
Tabel 4.2 Hasil Perhitugan Blok Model Blok
Overburden (bcm)
Batubara (ton)
Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5 Blok 6 Total
200250 3262750 2488500 3095750 2381250 586250 12014750
30225 406250 343200 482950 332800 52325 1647750
4.3 Penjadwalan Produksi Produksi
ditargetkan
dimulai
pada
bulan
Januari
2008
dan
penambangan ditargetkan selesai pada bulan Maret 2009. Dalam 1 hari produksi di bagi menjadi 2 shift, siang dan malam (@ 12 jam). Produksi yang dilakukan ditargetkan sesuai tahapan penambangan yang diterapkan sebelumnya. Dengan pola triwulan produksi terdapat evaluasi untuk pertimbangan produksi triwulan berikutnya. Perhitungan produksi ini disesuaikan dengan kapasitas alat dan pasangan alat (fleet). Lokasi penggalian yang baik juga akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas produksi, ditambah lagi tidak adanya peledakan maka produksi penambangan baik overburden dan batubara sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja alat berat tersebut. 4.3.1 Perhitungan Produktivitas Alat Penentuan pasangan alat (fleet) juga menentukan pencapaian target produksi. Alat yang digunakan harus diperhitungkan kapasitas dan juga efisiensinya. Produksi dari pasangan alat ini ditentukan dengan memperhitungkan cycle time dari alat gali dan alat muat yang digunakan, kapasitas alat, dan beberapa parameter lain yang bisa mempengaruhi jam bekerja alat untuk produksi. Beberapa faktor itu diantaranya adalah adanya
41
hujan, jam untuk perawatan alat atau perbaikan alat bila ada kerusakan, adanya istirahat pada tiap shift dan beberapa faktor lain. Produksi dari alat ini ditentukan dari produksi tiap jam kemudian ditentukan sampai produksi tiap bulannya, dan akan dikorelasikan dalam produksi bulan berikutnya dalam tiap triwulan produksi. (lampiran C).
Tabel 4.3 Bucket Fill Factor (Backhoe)
( Komatsu Specification and Application Handbook)
Tabel 4.4 Job Efficiency Dump Truck
(Komatsu Specification and Application Handbook)
4.3.1.1 Perhitungan Produksi Waste (overburden dan top soil) A. Fleet 1 •
Excavator Komatsu PC 3000 (lihat lampiran D) 9 Kapasitas bucket (q) : 15 m3 (heaped) 9 Bucket fill factor (K) : 0.9 (lihat tabel 4.2) 9 Load Factor (S)
: 0.79 (lihat lampiran E)
42
9 Cycle time Excavator : → 35 detik
a) Wilayah kerja optimal
b) Wilyah kerja kurang kurang optimal → 40 detik •
Dump Truck Caterpillar 777D (lihat lampiran D) 9 Cycle time dump truck a) Wilayah kerja optimal
→ 15 menit (900 detik)
(opt)
b) Wilayah kerja kurang optimal (nopt) → 18 menit (1080 detik) 1. Estimasi jumlah dump truk yang dibutuhkan (M) M=
Cmt n × Cms
di mana, n : jumlah cyle time Excavator untuk mengisi bak truk sampe penuh → 4 Cms
: Cycle time Excavator (detik)
Cmt
: Cycle time dump truck (detik) M opt =
900 ≈ 7 truk 4 × 35
M nopt =
1080 ≈ 7 truk 4 × 40
2. Estimasi produktivitas dump truk
P= C×
3600 × Et × M Cmt
di mana, P
: produktivitas perjam (m3/jam)
Et
: efisiensi kerja dari dump truck
C
: produktivitas tiap cycle; C = n x q x K x S
→ 0.75 (lihat tabel 4.3)
Popt = (4 × 15 × 0,9 × 0,79) ×
3600 × 0,75 × 7 = 895,86 bcm ≈ 895 bcm 900
Pnopt = (4 × 15 × 0,9 × 0,79) ×
3600 × 0,75 × 7 = 746,55 bcm ≈ 745 bcm 1080
43
B. Fleet 2
•
Excavator Komatsu PC 1250 (lihat lampiran D) 9 Kapasitas bucket (q) : 6.7 m3 (heaped) 9 Bucket fill factor (K) : 0.9 (lihat tabel 4.2) 9 Load Factor (S)
: 0.79 (lihat lampiran E)
9 Cycle time Excavator : → 50 detik
a) Wilayah kerja optimal
b) Wilyah kerja kurang kurang optimal → 60 detik •
Dump Truck Caterpillar 777D (lihat lampiran D) 9 Cycle time dump truck (menit) → 15 menit (900 detik)
a) Wilayah kerja optimal
b) Wilayah kerja kurang optimal → 18 menit (1080 detik) 1. Estimasi jumlah dump truk yang dibutuhkan (M)
M=
Cmt n × Cms
di mana, n : jumlah cyle time Excavator untuk mengisi bak truk sampe penuh → 7 Cms
: Cycle time Excavator (detik)
Cmt
: Cycle time dump truck (detik) M opt =
900 ≈ 3 truk 7 × 50
M nopt =
1080 ≈ 3 truk 7 × 60
2. Estimasi produktivitas dump truk
P= C×
3600 × Et × M Cmt
di mana, P
: produktivitas perjam (m3/jam)
Et
: efisiensi kerja dari dump truck
→ 0.75 (lihat tabel 4.3)
44
C
: produktivitas tiap cycle; C = n x q x K x S
Popt = (7 × 6,7 × 0,9 × 0,79) ×
3600 × 0,75 × 3 = 300,11 bcm ≈ 300 bcm 900
Pnopt = (7 × 6,7 × 0,9 × 0,79) ×
3600 × 0,75 × 3 = 250,09 bcm ≈ 250 bcm 1080
4.3.1.2 Perhitungan Produksi Batubara A. Fleet 1
•
Excavator Caterpillar CAT 345 (lihat lampiran D) 9 Kapasitas bucket (q)
: 2,4 m3 (heaped)
9 Bucket fill factor (K)
: 0.9 (lihat tabel 4.2)
9 Load Factor (S)
: 0.74 (lihat lampiran E)
9 Cycle time Excavator
•
a) Wilayah kerja optimal
→ 60 detik
b) Wilayah kerja kurang optimal
→ 70 detik
Truck HINO (lihat lampiran D) 9 Cycle time truck
a) Wilayah kerja optimal
→ 40 menit (2400 detik)
b) Wilayah kerja kurang optimal → 50 menit (3000 detik) 1. Estimasi jumlah dump truck yang dibutuhkan (M)
M=
Cmt n × Cms
di mana, n : jumlah cyle time Excavator untuk mengisi bak truk sampe penuh → 7 Cms
: Cycle time Excavator (detik)
Cmt
: Cycle time truck (detik) M opt =
2400 ≈ 6 truk 7 × 60
M nopt =
3000 ≈ 6 truk 7 × 70
45
2. Estimasi produktivitas truck
P= C×
3600 × Et × M Cmt
di mana, P
: produktivitas perjam (m3/jam)
Et
: efisiensi kerja dari truck
C
: produktivitas tiap cycle; C = n x q x K x S
Popt = (7 × 2,4 × 0,9 × 0,74) ×
→ 0.75 (lihat tabel 4.3)
3600 × 0,75 × 6 = 75.52 m3/jam ≈ 98.18 ton/jam 2400
≈ 98 ton/jam Pnopt = (7 × 2,4 × 0,9 × 0,74) ×
3600 × 0,75 × 6 = 60.42 m3/jam ≈ 78.54 ton/jam 3000
≈ 78 ton/jam
B. Fleet 2
•
Excavator Caterpillar CAT 385 (lihat lampiran D) 9 Kapasitas bucket (q) : 5,8 m3 (heaped) 9 Bucket fill factor (K) : 0.9 (lihat tabel 4.2) 9 Load Factor (S)
: 0.74 (lihat lampiran E)
9 Cycle time Excavator
a) Wilayah kerja optimal
→ 45 detik
b) Wilayah kerja kurang optimal → 55 detik •
Truck HINO (lihat lampiran D) 9 Cycle time truck
c) Wilayah kerja optimal
→ 40 menit (2400 detik)
d) Wilayah kerja kurang optimal → 50 menit (3000 detik)
46
1. Estimasi jumlah dump truk yang dibutuhkan (M)
M=
Cmt n × Cms
di mana, n : jumlah cyle time Excavator untuk mengisi bak truk sampai penuh → 4 Cms
: Cycle time Excavator (detik)
Cmt
: Cycle time truck (detik) M opt =
2400 ≈ 14 truk 4 × 45
M nopt =
3000 ≈ 14 truk 4 × 55
2. estimasi produktivitas dump truk
P= C×
3600 × Et × M Cmt
di mana, P
: produktivitas perjam (m3/jam)
Et
: efisiensi kerja dari truck
C
: produktivitas tiap cycle; C = n x q x K x S
Popt = (4 × 5,8 × 0,9 × 0,74) ×
→ 0.75 (lihat tabel 4.3)
3600 × 0,75 × 14 = 243,35 m3/jam ≈ 316,36 ton/jam 2400
≈ 316 ton/jam
Pnopt = (4 × 5,8 × 0,9 × 0,74) ×
3600 × 0,75 × 14 = 194,68 m3/jam ≈ 253,09 ton/jam 3000
≈ 253 ton/jam
47
4.3.2 Target Produksi
Dari perhitungan produksi tersebut maka dapat ditentukan produktivitas alat dan dengan menggunakan perhitungan volume blok model desain SURPAC (lampiran F) didapatkan jumlah volume overburden dan cadangan batubara yang bisa ditambang sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditentukan. Kemudian hasil perhitungan tersebut bisa dibandingkan dalam tabel 4.5
Tabel 4.5 Perbandingan Perhitungan Produksi Produksi Berdasarkan Produktivitas Alat (PA)
Perhitungan berdasarkan Blok Model (BM)
Stripping Ratio
Waktu OB (bcm)
Batubara (ton)
OB (bcm)
(PA)
(BM)
93535
20,2
20,1
Jan, Feb, Mar
- 2008
2097680
103348
April, Mei, Juni
- 2008
2815576
418736
2657050
401180
6,72
6,62
Juli, Agust, Sep t- 2008
3078102
452714
2921000
439465
6,79
6,64
Okt, Nov, Des
- 2008
2413160
372601
2129750
357630
6,47
5,95
Jan, Feb, Mar
- 2009
2532066
367106
2422000
355940
6,89
6,8
12936584
1714505
12014750
1647750
7,54
7,29
besarnya
produksi
Total
Dari
tabel
dapat
dilihat
bahwa
1884950
Batubara (ton)
berdasarkan
produktivitas alat yang didapatkan dari perhitungan produksi dari pasangan alat (fleet) selama 3 bulanan lebih besar daripada perhitungan blok model yang didapatkan dari perhitungan software. Dengan angka yang lebih besar ini maka target yang ditentukan akan bisa tercapai karena kapasitas alat masih mampu dalam mencapai hasil perhitungan blok model tersebut.
48
Berdasarkan data dari perhitungan produktivitas alat dan perhitungan blok model, maka target produksi yang dapat dipenuhi selama jangka waktu 15 bulan terlihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Target Produksi Bulan Jan, Feb, Mar
Target Produksi Batubara (ton) - 2008
93000
April, Mei, Juni - 2008
401000
Juli, Agust, Sept- 2008
439000
Okt, Nov, Des
- 2008
357000
Jan, Feb, Mar
- 2009
355500
Total
1645500
Pada tiga bulan pertama masa penambangan masih didapatkan stripping ratio yang besar, baik pada produksi berdasarkan produktivitas alat ataupun
sesuai perhitungan blok model. Hal ini karena alat yang digunakan pada awal produksi masih sedikit, terutama pada bulan Januari, proses penggalian overburden dan batubara mengalami peningkatan pada bulan berikutnya yaitu
bulan Februari, dikarenakan ada penambahan alat berat ekskavator PC 3000 dan 7 unit Dump Truck 777 D. Perhitungan produktivitas alat dan blok model pada 3 bulan berikutnya, kesemuanya masih dalam stripping ratio yang di targetkan, yaitu di bawah stripping ratio 9. Dengan perhitungan blok model yang telah ditetapkan tersebut, penambangan direncanakan berakhir selama masa produksi 1 tahun lebih 3 bulan. Dan total stripping ratio dari perhitungan blok model sampai penambangan selesai dilakukan adalah sebesar 7,29. 4.4 Pengangkutan dan Penimbunan
Proses pengangkutan dan penimbunan dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengangkutan dan penimbunan waste material ke lokasi disposal, kemudian pengangkutan dan penimbunan batubara ke stockpile , sebelum melalui proses
49
penggerusan (crushing) dan proses pengangkutan ke kapal di sungai (barging). 4.4.1
Disposal
Pada awal penambangan, lokasi disposal pertama berada di sebelah timur laut daerah batas pit (gambar 4.5). Dan lokasi disposal kedua berada di daerah timur dari batas pit (gambar 4.6). Disposal pertama direncanakan untuk menampung waste material dari blok 1 dan sebagian blok 2 penambangan dengan kapasitas ± 1,4 juta bcm. Disposal kedua direncanakan untuk menampung waste material dari sebagian blok 2 dan sebagian blok 3 penambangan yaitu sebesar ± 1,6 juta bcm (lampiran F). Desain kedua lokasi disposal tidak terlalu jauh dari lokasi penambangan untuk mempersingkat jarak tempuh dan juga mengurangi waktu tempuh dalam menuju lokasi tersebut. Namun volume desain disposal yang dibuat tidak bisa menampung seluruh waste material yang ada pada seluruh pit, waste material di dalam pit akan dibuang ke dalam pit itu sendiri (inpit disposal). Inpit disposal ini dapat dilakukan pada saat blok kedua sudah
terbuka secara keseluruhan sehingga inpit disposal dapat dilakukan pada blok 1. inpit disposal dilakukan dari sebagian waste material blok 3 yang sudah tidak cukup lagi ditampung disposal di luar pit. (lihat lampiran tahapan penambangan untuk mengetahui lokasi inpit disposal)
50
U
U
Pit boundary
Desain disposal 1
Lokasi disposal 1
Gambar 4.5 Desain dan lokasi disposal 1
U
U
Pit boundary
Desain disposal 2
Lokasi disposal 2
Gambar 4.6 Desain dan lokasi disposal 2
4.4.2
Stock pile
Lokasi stockpile berada di arah barat daya dari pit (gambar 4.6). Lokasi ini diambil untuk memudahkan dalam pemuatan batubara untuk crushing dan barging. Pemilihan lokasi stockpile juga mempertimbangkan tahapan
51
dari penambangan yaitu bergerak dari utara menuju ke selatan sehingga seiring dengan kemajuan penambangan maka lokasi dari stockpile ini akan semakin dekat dan waktu tempuh untuk pengangkutan batubara dari pit menuju ke stockpile juga akan semakin pendek.
U
Sungai Mahakam
Sungai Sanga-sanga Dermaga (barging) Stockpile Crusher ke dermaga
akses jalan
Rom Pad
ke daerah tambang
Gambar 4.7 Lokasi Stock pile
52