DAMPAK KESEHATAN MASYARAKAT AKIBAT PENAMBANGAN PASIR BESI DI SEKITAR PENAMBANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA
SITI NOVIANTI NIDN : 0431058102 ANDIK SETIYONO NIDN : 0406027401
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SILIWANGI 2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul Daftar Isi…..……………………………………………………………………………………………….i Ringkasan…………………………………………………………………………………………………ii Daftar Tabel………………………………………………………………………………………………iii Daftar Gambar……………………………………………………………………………………………iv BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang…………………………………………………………………………….........1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………. ….2 C. Tujuan……………………………………………………………………………………….. ….2 D. Manfaat…………………………………………………………………………………………..3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup…………………………………….. ….4 B. Penambangan Pasir Besi…………………………………………………………………. ….4 C. Dampak Positif dan Negatif……………………………………………………………….. ….7 D. Moratorium Sebagai Harapan Solusi…………………………………………………….. ….8 E. Upaya Reklamasi dan Rehabilitasi Pantai Bekas Penambangan Pasir Besi………… …9 F. Kesehatan Lingkungan Pemukiman………………………………………………………..11 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian……………………………………………………………………………..13 B. Waktu dan Lokasi ………………………………………………………………………… 13 C. Populasi dan Sampel……………………………………………………………………...... 13 D. Variabel Penelitian………………………………………………………………………….. 15 E. Analisis Data………………………………………………………………………………… 16 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Wilayah ……………………………………………………………………17 B. Aspek Kesehatan Masyarakat ……………………………………………………………. …24 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan……………………………………………………………………………………. …35 B. Saran………………………………………………………………………………………… ...36 DAFTAR PUSTAKA
RINGKASAN
Pasir besi adalah salah satu potensi alam yang luar biasa di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah lama dieksploitasi oleh pengusaha. Beberapa wilayah di Kabupaten Tasikmalaya seperti di Cipatujah, beberapa waktu yang lalu menimbulkan polemik dan dipermasalahkan dari berbagai kalangan. Keresahan masyarakat akibat tambang pasir besi menjadi indikator sosial juga isu kesehatan akibat debu dari pengangkutan pasir besi sepanjang jalur transport pasir besi menuju pengolahan. Rusaknya badan jalan akibat kelebihan tonase truk pengangkut pasir besi menambah daftar dampak akibat tambang pasir besi. Akibat rusaknya badan jalan pun berakibat kerugian lain berupa tidak lancarnya transportasi lain, kerugian waktu karena harus bergerak pelan termasuk kerugian BBM melambatnya transport sehingga berdampak emisi kendaraan yang lebih pekat sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dampak akibat penambangan pasir besi terhadap kesehatan masyarakat sekitar daerah penambangan di Kabupaten Tasikmalaya. Merumuskan saran pengelolaan dan pemantauan dampak sebagai upaya penanggulangan dampak akibat penambangan pasir besi di sekitar daerah penambangan di Kabupaten Tasikmalaya. Metode penelitian kuantitatif dan merupakan penelitian deskriptif yaitu menggambarkan data yang diperoleh di lokasi penelitian baik data primer ataupun sekunder untuk mendapatkan informasi akurat hasil penelitian. Data dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan distribusi frekuensi dari data yang didapat dari survey di lapangan dan data sekunder yang berasal dari instansi terkait. Dampak penambangan pasir besi secara subyektif dirasakan dampaknya oleh sebagian besar responden (90%) sedang sisanya tidak merasakan dampak aktivitas tambang tersebut (10%). Dampak secara subyektif tersebut dirasakan responden dalam tingkatan sangat mengganggu sebanyak 20 (74%) responden dari 27 responden yang merasakan dampak. Sisanya sebanyak 7 responden menyatakan dampak yang dirasakan cukup mengganggu. Dampak yang dirasakan responden meliputi : air tanah berubah rasanya menjadi asin dan berbau. Hal ini disebabkan abrasi akibat penambangan pasir besi sehingga berakibat infiltrasi air laut ke air tanah. Dampak lain yang dirasakan responden adalah polusi udara berupa sebaran debu akibat penambangan maupun pengangkutan pasir besi. Hal lain yang memperparah adalah rusaknya jalan sehingga sebaran debu semakin dirasakan oleh responden. Responden juga merasakan rusaknya lingkungan sekitar tempat tinggal karena dijadikan area tambang pasir besi. Lubang dalam ukuran besar ditinggalkan oleh penambang tanpa ada reklamasi lahan. Lubang-lubang tersebut mampu menggenangkan air hujan sehingga menjadi tempat perindukan/sarang nyamuk Setengah lebih (57%) responden menyatakan pernah mengalami kesakitan selama ada kegiatan tambang pasir besi, sisanya sebanyak (47%) responden menyatakan tidak pernah mengalami kesakitan. Jenis kesakitan yang dirasakan responden adalah ISPA sebanyak 8 responden (50%), hipertensi sebanyak 7 responden (44%) dan jenis penyakit lainnya hanya 1 responden. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu mengevaluasi aktivitas tambang pasir besi mengingat dampak kesehatan masyarakat dan sikap masyarakat yang mayoritas tidak setuju dengan aktivitas tersebut. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu tegas dalam mengawasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan yang dijalankan oleh pihak perusahaan yang merupakan kewajibannya. KATA KUNCI: Dampak Kesehatan Masyarakat, Pasir besi, Tasikmalaya
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Populasi Penelitian………………………………………………………………………..15 Tabel 3.2 .Sampel Penelitian……………………………………………………………………….. 16 Tabel 4.1 Batas Wilayah 3 (tiga) Kecamatan yang Memiliki Pesisir di Kabupaten Tasikmalaya………………………………………………………………18 Tabel 4.2. Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah, dan Banyaknya Desa dari 3 (tiga) Kecamatan yang Memiliki Pesisir di Kabupaten Tasikmalaya………....19 Tabel 4.3. Luas Wilayah Desa Pesisir di Kabupaten Tasikmalaya……………………………...19 Tabel 4.4. Luas Wilayah dan Ketinggian di Kabupaten Tasikmalaya……………………………20 Tabel 4.5. Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tiga Kecamatan Yang Memiliki Wilayah Pesisir Di Kabupaten Tasikmalaya…………………………….. ….21 Tabel 4.6 Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya………………………23 Tabel 4.7 Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Pesisir……………………………………………………………………. …..23 Tabel 4.8 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Sex Ratio Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010………………………………………………. …..24 Tabel 4.9 Jumlah Petani di Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya…………………………...24 Tabel 4.10 Jumlah Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya………………………...25 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Jenis Rumah Responden………………………………………..27 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Jenis Tembok Rumah Responden……………………………...27 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Jenis Lantai Rumah Responden………………………………..28 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jenis Tempat Pembuangan Feces Responden………………28 Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Pengelolaan Sampah Responden………………………………28 Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Makan Responden……………………………………………….29 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Jenis Lauk Pauk yang Biasa Dikonsumsi Masyarakat….........29 Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Dampak yang Dirasakan Responden…………………………..30 Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Tingkatan Dampak yang Dirasakan Responden………………31 Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Kesakitan Responden Selama Ada Tambang Pasir Besi…….31 Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Jenis Penyakit yang Dirasakan Responden…………………….31 Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Responden Mencari Pengobatan jika Mengalami Kesakitan...32 Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap Aktivitas Tambang Pasir Besi….. 34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Tingkat pendidikan responden di Kecamatan Cipatujah,Cikalong dan Cipatujah...27 Gambar 4.2 Jenis pekerjaan responden di Kecamatan Cipatujah, Cikalong dan Karangnunggal………………………………………………………………………….28
BAB I PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup maka pembangunan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup mutlak diperlukan. Pembangunan pada sisi ekonomi memenuhi kebutuhan hidup manusia tetapi pada sisi lingkungan hampir pasti menghasilkan dampak lingkungan. Dampak lingkungan tersebut hendaknya dikelola dengan sebaik-baiknya agar dampak terhadap lingkungan dapat dihindari dan disisi lain manfaat ekonomi dapat diperoleh untuk kesejahteraan manusia. Kesan kepentingan ekonomi dan lingkungan dapat dipadukan jika pemilik usaha menjalankan pengelolaan lingkungan yang sesuai aturan dengan pengawasan yang melekat dari instansi yang bertanggungjawab juga peran serta masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut. Masyarakat sering kali dalam posisi tidak berdaya dan pemilik usaha dalam posisi pemilik modal seringkali memanfaatkan kondisi tersebut untuk tidak disiplin mengelola lingkungan akibat usaha yang mereka jalankan. Pemerintah sebagai pihak regulator dan pengawas pengelolaan lingkungan hendaknya makin fokus menyikapi permasalahan yang terjadi akibat usaha berupa dampak yang hendaknya dikelola oleh pemilik usaha. Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki potensi mineral yang melimpah hendaknya disikapi positif baik dalam pengelolaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga tidak mengorbankan lingkungan yang menanggung beban dampak negatif akibat tidak dikelolanya dampak yang ada. Perijinan yang memenuhi prosedur baik studi kelayakan ekonomi, teknis maupun lingkungan harus menjadi perhatian pemerintah dalam menerbitkan ijin usaha dalam mengelola potensi mineral oleh pengusaha. Pelibatan masyarakat baik masyarakat umum ataupun masyarakat akademis dalam menentukan keputusan akan lebih memberi keterbukaan suatu rencana usaha. Pasir besi adalah salah satu potensi alam yang luar biasa di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah lama dieksploitasi oleh pengusaha. Beberapa wilayah di Kabupaten Tasikmalaya seperti di Cipatujah, beberapa waktu yang lalu menimbulkan polemik dan dipermasalahkan dari berbagai kalangan. Keresahan masyarakat akibat tambang pasir besi menjadi indikator sosial juga isu kesehatan akibat debu dari pengangkutan pasir besi sepanjang jalur transport pasir besi menuju pengolahan. Rusaknya badan jalan akibat kelebihan tonase truk pengangkut pasir besi menambah daftar dampak akibat tambang pasir besi. Akibat rusaknya badan jalan pun
berakibat kerugian lain berupa tidak lancarnya transportasi lain, kerugian waktu karena harus bergerak pelan termasuk kerugian BBM melambatnya transport sehingga berdampak emisi kendaraan yang lebih pekat sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Kerusakan pesisir/sempadan pantai akibat penambangan pasir berakibat abrasi pantai. Rusaknya ekosistem pantai tersebut berdampak pada aktivitas ekonomi nelayan. Akibat dari rusaknya ekosistem pantai maka peluang nelayan untuk melaut menjadi kecil sehingga pendapatan nelayan akan berkurang. Karakteristik pasir besi yang mampu menahan gelombang laut menjadi hilang karena eksploitasi pasir besi. Akibat yang lebih berbahaya jika terjadi gelombang pasang seperti tsunami maka wilayah pesisir pantai selatan Kabupaten Tasikmalaya akan mengalami kerusakan lebih parah jika dibandingkan pasir besinya tidak diekploitasi. Kajian dampak penambangan pasir besi tersebut hendaknya perlu dilakukan lebih mendalam agar dampak yang diperkirakan dan hasil temuan menjadi dasar pengambilan keputusan. Perlu dikaji dengan membandingkan antara dampak positif dan dampak negatif. Dampak manakah yang sekiranya lebih besar akan menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten. Langkah pengelolaan serta pemantauan dalam rangka penanggulangan dampak negatif hendaknya menjadi perhatian agar kepentingan ekonomi tidak dikontrakan dengan kepentingan lingkungan serta bagaimana agar kedua kepentingan tersebut tidak ada yang dirugikan.
B. Rumusan Masalah Apakah dampak yang terjadi akibat penambangan pasir besi, terhadap kesehatan masyarakat sekitar daerah penambangan di Kabupaten Tasikmalaya? C. Tujuan 1. Mengidentifikasi
dampak
akibat
penambangan
pasir
besi
terhadap
kesehatan
masyarakat sekitar daerah penambangan di Kabupaten Tasikmalaya. 2. Merumuskan
saran
penanggulangan
pengelolaan
dampak
akibat
dan
pemantauan
penambangan
penambangan di Kabupaten Tasikmalaya
pasir
dampak besi
di
sebagai
upaya
sekitar
daerah
D. Manfaat 1. Bagi Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Sebagai dasar pengambilan keputusan terhadap akibat penambangan pasir besi sekitar daerah penambangan di Kabupaten Tasikmalaya 2. Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi dan bahan untuk mempersiapkan diri terhadap akibat penambangan pasir besi sekitar daerah penambangan Kabupaten Tasikmalaya 3. Bagi Pihak Penambang Pasir Besi Sebagai bahan pertimbangan untuk mengelola dampak penambangan pasir besi dan bahan informasi terkini terkait respon masyarakat akibat penambangan pasir besi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa pengertian Dampak Lingkungan adalah perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan. Secara umum dampak lingkungan dihasilkan oleh efek lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Dampak lingkungan tidak selalu berarti negatif, tetapi juga bisa berarti positif. Dampak lingkungan bersifat positif apabila terjadi perubahan yang menguntungkan bagi lingkungan, sedangkan dampak bersifat negatif apabila terjadi perubahan yang merugikan, mencemari dan merusak lingkungan. Dampak positif yang dirasakan yaitu salah satunya adalah dapat menyerap tenaga kerja, masyarakat di sekitar usaha penambangan memang merasa terbantu dengan adanya usaha penambangan karena mereka bisa ikut bekerja menjadi buruh disana, bagi sebagian masyarakat memang menyadarinya karena pertambangan tersebut memberikan sedikit keringanan beban. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa dalam pasal 5 tentang Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah untuk menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia. B. Penambangan Pasir Besi Penambangan pasir besi yang telah dilakukan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang luar biasa. Lahan-lahan bekas penambangan dibiarkan begitu saja menjadi pemandangan yang merusak lingkungan. Kegiatan konservasi dan reklamasi lahan untuk mengembalikan kondisi lingkungan pasca penambangan pasir tidak dilakukan. Lahan-lahan dibiarkan rusak, sementara pengembalian kondisi lingkungan secara alamiah memerlukan waktu yang sangat lama. Pasir besi memiliki kandungan mineral yang dapat menghasilkan nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan sebagian pihak-pihak tertentu mengabaikan prinsip lingkungan, bahwa kekayaan alam semestinya diambil manfaatnya dengan tetap memperhatian kelestarian lingkungan sekitarnya.
Perubahan system pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi adalah keniscayaan yang tak terhindarkan dari demokratisasi politik bagi terwujudnya otonomi masyarakat maupun perluasan partisipasinya di tingkat lokal. Selain bisa mereduksi inefisiensi pembangunan yang sentralistis, desentralisasi juga bisa mengalihkan lokus perumusan kebijakan publik dari badan pemerintah pusat ke pemerintah lokal, untuk membuka peluang yang jauh lebih lebar bagi demokrasi yang substansial. Proses otonomi daerah banyak ditandai dengan terjadinya eksploitasi sumberdaya alam—khususnya sumberdaya yang tak terbaharui. Eksploitasi sumberdaya alam sebaiknya dapat meningkatkanan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk kemaslahatan rakyat, namun tidak jarang menggunakan keterlibatan private sector (asing) dalam industri ekstraksinya. Akar permasalahan penambangan pasir besi paling tidak bisa dilihat dari beberapa faktor diantaranya (tersedia di http://taselamedia.com/2014/01/moratorium-atau-memorium/:), yaitu: Pertama ; Grand Design yang belum komprehensif tentang pengembangan daerah pesisir, sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak berbasiskan hasil pemikiran dan perencanaan yang ideal, baik melalui RPJPD atau RPJMD. Kesan yang timbul untuk program untuk wilayah pesisir masih bersifat politis pragmatis dan parsial. Sebaiknya sebuah program harus berdasarkan perencanaan yang terintegrasi antara potensi-potensi unggulan secara sosial juga ekonomi dan mempunyai sifat yang bisa dikembangkan secara keberlanjutan (Sustainable program). Sebagai contoh kita lihat bagaimana disepakatinya potensi wisata yang sangat besar untuk bisa dikembangkan, dengan eksotiknya pantai pesisir Tasikmalaya Selatan dimana Pantai Selatan Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki panjang 52,5 km, telah mengalami kerusakan terumbu karang sebesar 25 persen. Salah satu efeknya dengan adanya eksplorasi pasir besi akan berdampak kerusakan terumbu karang tempat hidupnya ikan. Perlahan-lahan wilayah objek wisata berubah fungsi menjadi ladang penambangan. Penyu-penyu yang dulu mempunyai habitat tersendiri di wilayah pantai Cipatujah sekarang sudah tidak ada lagi penyu yang bertelur di sepanjang pantai Tasikmalaya Selatan. Potensi wisata menjadi terganggu karena infrastruktur jalan yang rusak sehingga wisatawan tidak tertarik lagi untuk mengunjungi wisata di daerah pesisir Tasikmalaya Selatan.
Kedua; Mentalitas birokrasi, dimana pendekatan politis pragmatis menimbulkan karakter berbangsa dan bernegara para birokrasi (eksekutif dan legislatif) mempunyai mentalitas yang pragmatis. Sensitifitas para pemimpin dalam melihat keresahan masyarakat sepertinya sangat sulit dirasakan oleh mereka. Sebagai gambaran belum adanya suara legislatif yang berasal dari Tasik Selatan yang bersuara lantang dan terus memperjuangkan permasalahan pasir besi ini, sebagian besar diam. Begitu juga pihak eksekutif, adanya moratorium penambangan pasir besi itu juga didorong ketika sudah ramai-ramai ada tuntutan untuk penutupan penambangan pasir besi. Ketiga; Penegakan aturan yang lemah, kebijakan moratorium seperti tidak tegas, karena pemimpin wilayah sangat sering berbicara pada publik tentang akan ditutupnya penambangan pasir besi, namun realisasinya lemah. Tim yang dibentuk oleh bupati juga seperti tidak berbuat apa-apa, padahal hasil selama jeda moratorium, tim ini harus melakukan kajian yang konprehensif dan diumumkan ke publik akan hasil kajian tersebut. Sebenarnya tim ini merupakan orang-orang yang memahami dan kompeten di bidangnya. terdiri dari orang-orang yang mempunyai kemampuan dalam memberikan rekomendasi terhadap pemimpin wilayah, karena mereka sebagai expert judgment, pakar yang dapat memberikan pertimbangan kepada Bupati. Keempat; Apatisme warga, sikap warga akan keberadaan penambangan pasir besi tentu akan terbelah menjadi dua kubu, ada yang menolak dengan berbagai kondisi seperti: 1.Menolak karena mereka tidak terlibat akan pekerjaan tersebut (emosional reason), 2.Menolak karena idealisme yang berdasarkan pemikiran rasional (rasional reason). Mereka tahu bahwa dampak dari penambangan pasir besi lebih besar daripada manfaat yang dipeorleh apabila dilihat dari sudut kepentingan masyarakat umum dan kepentingan masa depan. Namun demikian ada juga masyarakat yang menerima, yaitu sebagian masyarakat yang dapat menerima kehadiran perusahaan di sekitar mereka karena merasa diuntungkan secara sepihak dengan terbukanya lahan kerja baru bagi mereka. Namun jumlah mereka sebetulnya tidak sebanding dengan yang menolak. Namun walau jumlah yang menolak lebih besar, mereka kebanyakan tidak berani untuk berbicara atau melakukan pergerakan penolakan, karena sering terjadi intimidasi kepada kelompok ini, sehingga mereka memutuskan lebih baik diam.
C. Dampak Positif dan Negatif Dampak positif dari penambangan pasir besi tentu ada, dari mulai terbukanya lapangan kerja, sampai dengan adanya pemasukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun hanya beberapa orang saja yang dapat ikut kerja dalam penambangan pasir tersebut tidak sebanding dengan orang-orang yang merasa dirugikan terhadap proses penambangan ini. Begitu juga dengan PAD yang masuk Kas Daerah tidak sepadan dengan perbaikan jalan dan infrastuktur lainnya yang rusak. Sebenarnya potensi tambang merupakan karunia Tuhan yang harus digunakan oleh manusia, sehingga sah saja kalau diekploitasi. Namun walaupun menurut undang-undang memang ada koridor hukum dimana bumi dan air atau kekayaan negeri ini digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat, kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat, namun demikian ada aturan main yang secara konstitusi diatur sedemikian rupa, yang nampaknya kurang diperhatikan. Secara lebih rinci, dampak negatif yang timbul yang diakibatkan oleh penambangan pasir besi diantaranya adalah: Pertama: Rusaknya lingkungan, seperti: jalan yang dilalui oleh angkutan trasportasi pasir besi rusak berat. Kerusakan lainnya adalah terjadinya abrasi pantai yang semakin kuat. Hilangnya habitat hewan langka seperti penyu. Pasir merupakan habitat penting bagi penangkaran penyu yang merupakan hewan pantai. Kedua: Sulit berkembangnya potensi agrowisata dan sektor kelautan yang lainnya. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam RPJMD atau RTRW-nya selalu mencantumkan untuk wilayah Tasik Selatan bagian pesisir merupakan daerah pengembangan wisata bahari dan perikanan. Tentu saja program ini yang merupakan program unggulan tidak akan berjalan optimal dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir besi di sekitarnya. Ketiga : Adanya keresahan sosial, dimana kehidupan masyarakat di sekitar kawasan penambangan akan mengalami benturan-benturan yang sifatnya tatanan sosial, yang diakibatkan
dari
terbentuknya
kelompok
pro
penambangan
dengan
yang menolak
penambangan. Mereka yang pro ekonomi dan yang pro lingkungan sering berbenturan kepentingan. Tidak jarang akan terjadi benturan secara fisik, atau tawuran dan ada pergerakan yang sifatnya intimidasi secara sistematis dan terstruktural, sehingga menimbulkan keresahan bagi kehidupan sosial masyarakat di sekitar penambangan pasir besi.
D. Moratorium Sebagai Harapan Solusi Keputusan yang diambil oleh penguasa wilayah dengan mengeluarkan surat keputusan untuk memberhentikan kegiatan penambangan pasir besi , merupakan sebuah keputusan yang sangat tepat. Karena telah terjadi berbenturan antar berbagai kepentingan dalam kegiatan penambangan pasir besi ini. Harapan masyarakat agar moratorium yang sudah dibuat dapat disepakati dan ditegakkan oleh semua pihak yang terkait. Keputusan Bupati perlu didukung oleh semua kalangan, untuk kepentingan bersama. Keputusan ini tepat yang dapat ditinjau dari aspek politis, sosial, budaya, ekonomi, serta untuk keberlanjutan lingkungan. Kini yang harus dilakukan adalah bagaimana memulihkan kembali kondisi lingkungan bekas penambangan pasir besi yang ditinggalkan begitu saja oleh para pengusaha dan para penambang. Untuk itu tetap diperlukan rekomendasi yang bersifat expert judgment (rekomendasi berbasis rasional/kajian akademik). E. Upaya Reklamasi dan Rehabilitasi Pantai Bekas Penambangan Pasir Besi Pertambangan pasir besi mempunyai pengaruh merugikan bagi kondisi lingkungan sebab lahan- lahan yang dulunya memiliki panorama yang indah untuk dilihat kini kondisinya sangat memprihatinkan setelah dilakukannya kegiatan penambangan pasir besi. Pasca kegiatan penambangan pasir besi banyak sekali perubahan kondisi lingkungan yang mengarah pada hal yang negatif, diantaranya kondisi jalan yang rusak berat, udara yang terasa panas dan gersang, rusaknya lahan–lahan pertanian dan ekosistem. Perubahan tata guna lahan yang terjadi di berbagai wilayah dalam skala besar berakibat punahnya berbagai habitat flora dan fauna serta terganggunya ekosistem. Masalah degradasi lingkungan yang disebabkan oleh eksploitasi sumber daya alam dapat kita saksikan diberbagai wilayah di dunia dan yang paling parah kondisinya ada di negara berkembang. Penurunan lingkungan dapat kita jumpai di berbagai belahan bumi, terutama di tempat-tempat dimana eksploitasi sumberdaya alam sudah tidak mengindahkan kelestarian lingkungan dan pengelolaan yang tidak bertangung jawab. Masalah degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan dan masalah ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya alam bagi manusia yang ada di planet bumi.
1.
Reklamasi Lahan Bekas Penambangan Reklamasi tanpa langkah yang tepat hanya akan memperbesar potensi bencana alam. Tujuan reklamasi itu untuk menciptakan bentang alam tahan erosi dan pengikisan arus laut. Reklamasi lahan bekas pertambangan pasir besi tidak bisa dilakukan dengan sekadar menutup bekas tambang lubang dengan tanah. Perlu aturan dan mekanisme sesuai aturan hukum untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah lingkungan. Reklamasi harus menjamin rasa aman dan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat setempat. Selain itu, reklamasi juga harus ditujukan untuk menciptakan kawasan yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif bukan tambang.
2.
Zonasi Penambangan Pembangunan daerah merupakan upaya terpadu yang menggabungkan dimensi kebijakan pengembangan masyarakat, perwujudan pemerintah yang baik, integrasi ekonomi antar wilayah dan keterkaitan ekonomi global, pelayanan regional dan lokal, pengelolaan pertanahan dan tata ruang, termasuk pemanfaatan sumberdaya alam, serta penanganan secara khusus daerah-daerah yang mempunyai masalah sosial, ekonomi, dan politik yang serius. Menghindari kegagalan pengelolaan lingkungan ini maka pemantauan harus dilakukan sedini mungkin, sejak awal dari pembangunan, secara terus menerus dengan frekuensi yang teratur. Kegiatan penambangan pasir besi sekarang ini pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk itu
perlu adanya zonasi penambangan pasir besi untuk mengurangi
kerusakan lingkungan. 3.
Reboisasi Lahan Bekas Penambangan Dalam pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan pelestarian alam dan lingkungan sosial. Pelestarian mempunyai pengertian keabadian atau bersifat lestari dalam hal ini suatu upaya untuk memanfaatkan sumberdaya bagi kesejahteraan manusia yang berkelanjutan.
Selain memanfaatkan lingkungan, manusia juga harus bertanggungjawab atas keberlanjutan dari lingkungan sehingga kecermatan dan kemerataan pemanfaatan akan terus berlanjut dari masa kini hingga masa datang untuk diwariskan ke generasi selanjutnya. Peranan manusia yang bersifat positif adalah peranan yang berakibat menguntungkan lingkungan karena dapat menjaga dan melestarikannya. Diperlukan adanya upaya reboisasi di lahan bekas penambangan untuk mengurangi kerusakan lingkungan di sekitar wilayah penambangan pasir besi. F. Kesehatan Lingkungan Pemukiman Lembaga pemukiman terbentuk karena manusia memerlukan tempat untuk tinggal dan bernaung. Seiring perkembangan zaman maka manusia saat ini bermukim di rumah, sehingga terbentuk daerah perumahan atau pemukiman. Sejak itu telah banyak timbul permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan pemukiman. Pemukiman dapat menjadi reservoir penyakit bagi keseluruhan lingkungan. Kesulitan yang khas bagi lingkungan pemukiman ialah bahwa rumah adalah milik pribadi sehingga sulit ada tindakan langsung kepada pemilik rumah sehingga diperlukan pendekatan secara khusus. Timbulnya masalah kesehatan lingkungan di pemukiman pada dasarnya disebabkan karena orang belum paham akan fungsi rumah. Apakah rumah sekedar untuk bernaung saja ataukah untuk istirahat total (jasmani, ruhani dan sosial). Perbedaan pemahaman ini akan mempengaruhi manusia akan bentuk berikut fasilitas yang dipenuhi di dalam rumah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan perumahan diantaranya: kualitas bangunan, pemanfaatan bangunan, pemeliharaan bangunan. Kualitas bangunan terkait dengan bahan bangunan dan konstruksinya serta denah rumah. Bahan bangunan dan kontruksi menentukan apakah suatu rumah mudah rusak,mudah terbakar, lembab, panas, mudah jadi sarang serangga pembawa penyakit, bising dan lain-lain.Penghuni dapat menderita kecelakaan akibat konstruksi yang tidak kuat atau dapat terjadi kebakaran. Penyakit dapat diderita oleh penghuni karena system ventilasi yang kurang memadai, atau gangguan pernafasan karena udara sekitar rumah yang tercemar akibat aktivitas manusia atau faktor alam. Lantai rumah yang dalam wujud tanah akan memberikan risiko kecacingan kepada penghuni rumah.
Pemanfaatan bangunan atau rumah juga perlu diperhatikan. Banyak rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila penggunaannya tidak sesuai peruntukannya maka dapat menjadi gangguan kesehatan. Misal rumah yang ukuran luasnya terlalu kecil, karena alasan ekonomi harus dihuni oleh sekian penghuni sehingga terkesan padat. Overcrouded di dalam rumah jelas akan mempermudah terjadinya transmisi penyakit apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit maka penularan penyakit akan lebih cepat terjadi. Pemeliharaan rumah dapat mempengaruhi kesehatan penghuni. Segala fasilitas yang disediakan apabila tidak dipelihara dengan baik maka memicu terjadinya penyakit. Lantai yang jarang dibersihkan, akan banyak mengandung debu, tanah yang berasal dari berbagai tempat dan dapat mengandung bakteri, telur cacing ataupun zat-zat yang memicu gangguan pernafasan serta alergi.
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian Metode penelitian kuantitatif dan merupakan penelitian deskriptif yaitu menggambarkan data yang diperoleh di lokasi penelitian baik data primer ataupun sekunder untuk mendapatkan informasi akurat hasil penelitian.
B.
Waktu dan Lokasi Waktu pelaksanaan kajian dampak penambangan pasir besi terhadap kesehatan masyarakat sekitar daerah penambangan di Kabupaten Tasikmalaya adalah selama 5 bulan hari kalender. Lokasi
kajian
di
Kecamatan
Cipatujah,
Kecamatan
Cikalong
dan
Kecamatan
Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya. Lokasi ditentukan pada wilayah pesisir pantai yang memiliki potensi pertambangan pasir besi.
C.
Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi menurut Sumaatmadja (1988:111) adalah keseluruhan kasus (masalah dan peristiwa) individu manusia baik perorangan atau kelompok dan gejala (fisis, ekonomi, sosial, budaya, dan politik) yang ada pada ruang tertentu. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi wilayah dan populasi penduduk. Populasi wilayah dalam kajian ini adalah wilayah pesisir pantai yang memiliki potensi pertambangan pasir besi, yaitu Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Cikalong,
dan
Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya. Kecamatan Cipatujah terdiri dari lima (5) desa, yaitu Desa Cipatujah, Ciandum, Cikawungading, Sindangkerta, dan Ciheras. Kecamatan Cikalong terdiri dari lima (5) desa, yaitu Desa Mandalajaya, Cikadu, Sindangjaya, Kalapagenep, dan Cimanuk serta Kecamatan Karangnunggal 1 desa yaitu Desa Cidadap. Sementara populasi penduduk adalah KK (Kepala Keluarga) di Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Cikalong dan Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya.
Tabel 3.1. Populasi Penelitian Kecamatan
Desa
Cipatujah Ciandum Cipatujah Cikawungading Sindangkerta Ciheras Mandalajaya Cikadu Cikalong Sindangjaya Kalapagenep Cimanuk Karangnunggal Cidadap Jumlah Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
KK 2.158 1.996 932 1.267 1.601 1.790 1.091 1.384 1.522 1.146 1.803 16.690
2. Sampel Secara sederhana, sampel adalah bagian dari populasi (Sumaatmadja, 1988:112). Dengan kata lain sampel terdiri atas sejumlah suatu analisis yang merupakan bagian dari keseluruhan anggota populasi. Adapun jenis sampel yang digunakan dalam kajian ini, yaitu purposif sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian. Yang menjadi sampelnya adalah masyarakat sekitar penambangan pasir besi di Kecamatan Cipatujah, Cikalong dan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya. Adapun jumlah KK yang menjadi sampel penelitian dengan meggunakan rumus Slovin :
di mana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 20%. Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh sampel minimal: 𝑛=
16.690 1 + 16.690(0.20)2
n = 25 (dibulatkan 30)
Kemudian dengan cara proporsional diperoleh sampel untuk masing-masing responden seperti pada tabel berikut : Tabel 3.2. Sampel Penelitian Sampel KK Populasi Kecamatan Desa KK Proporsional Jumlah Cipatujah 2,158 (2,158/16.690)*30 4 Ciandum 1,996 (1.996/16.690)*31 4 Cipatujah Cikawungading 932 (932/16.690)*32 2 Sindangkerta 1,267 (1.267/16.690)*33 2 Ciheras 1,601 (1.601/16.690)*34 3 Mandalajaya 1,790 (1.790/16.690)*35 3 Cikadu 1,091 (1.091/16.690)*36 2 Cikalong Sindangjaya 1,384 (1.384/16.690)*37 2 Kalapagenep 1,522 (1.522/16.690)*38 3 Cimanuk 1,146 (1.146/16.690)*39 2 (1.803/16.690)*30 3 1,803 Karangnunggal Cidadap Jumlah 16,690 30 Sumber : Kecamatan dalam angka, 2012
D. Variabel Penelitian Variabel penelitian menurut Arikunto (2006:10) adalah hal-hal yang menjadi objek penelitian, yang ditatap dalam suatu kegiatan penelitian (point to be noticed), yang menunjukan variasi, baik secara kuantitaif maupun kualitatif, atau gejala yang bervariasi yang menjadikan objek penelitian. Variabel penelitian akan menggambarkan karakteristik kajian.
Variabel dalam kajian ini yang berkaitan dengan dampak penambangan pasir besi terhadap kesehatan masyarakat sekitar daerah penambangan di Kabupaten Tasikmalaya, meliputi: a. b. c. d.
Kualitas Kesehatan Lingkungan Pemukiman Aspek Pemenuhan Gizi Masyarakat Dampak Kesehatan Masyarakat Sikap Responden terhadap Penambangan Pasir Besi
E.Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan distribusi frekuensi dari data yang didapat dari survey di lapangan dan data sekunder yang berasal dari instansi terkait.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Wilayah 1. Letak Geografis Secara geografis Kabupaten Tasikmalaya terletak antara 07°10' 00" - 07°14' 00" Lintang Selatan dan 107°08' 00" - 108°00' 00" Bujur Timur. Secara administratif Kabupaten Tasikmalaya memiliki batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Ciamis Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Garut Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ciamis Kabupaten Tasikmalaya mempunyai luas wilayah 271.251,71 ha, dengan panjang garis pantai sekitar 50,314 Km. Secara administratif terdiri dari 39 Kecamatan, 351 desa. Secara administrasi, Kabupaten Tasikmalaya memiliki 3 (tiga) kecamatan yang memiliki wilayah pesisir, yaitu Kecamatan Cikalong, Kecamatan Cipatujah, dan Kecamatan Karangnunggal dengan luas total 200,72 km2 atau 6,60% dari luas wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Adapun batas wilayah ketiga kecamatan yang memiliki pesisir di Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Batas Wilayah 3 (tiga) Kecamatan yang Memiliki Pesisir di Kabupaten Tasikmalaya Batas Wilayah
Kecamatan Cipatujah Karangnunggal
Utara
Selatan
Bojonggam-bir Culamega
Samudera Hindia
Timur Karangnungg al Bantarkalong Cikatomas Cikalong
Bojongasih Samudera Cibalong Hindia Cikatomas Samudera Cikalong Kab. Ciamis Pancatengah Hindia Sumber : Tasikmalaya Dalam Angka Tahun 2012
Barat Kab. Garut Cipatujah Karangnunggal
Wilayah Pantai Selatan tersebut merupakan salah satu jalur wilayah pegunungan selatan dengan luas wilayah 753,15 km2. Ketiga kecamatan pesisir tersebut memiliki 42 desa dan dari seluruh desa di atas tidak seluruhnya termasuk desa pantai. Hanya 11 desa yang dapat disebut sebagai desa pesisir. Lima desa di Kecamatan Cipatujah, Satu desa di Kecamatan Karangnunggal, dan lima desa di Kecamatan Cikalong. dengan luas wilayah 168,81 km2.
Tabel 4.2. Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah, dan Banyaknya Desa dari 3 (tiga) Kecamatan yang Memiliki Pesisir di Kabupaten Tasikmalaya Banyak Luas Wilayah No Kecamatan Ibukota Desa (Ha) 1. 2. 3.
Cipatujah Cipatujah 2.465,45 Karangnunggal Karangnunggal 136,10 Cikalong Cikalong 13.629,5 Jumlah ke-3 Kecamatan 16.231,05 Sumber : Tasikmalaya Dalam Angka Tahun 2012
15 14 13 42
Tabel 4.3. Luas Wilayah Desa Pesisir di Kabupaten Tasikmalaya No Kecamatan/Desa Luas Wilayah (Km2) CIPATUJAH 1. 1. Desa Ciandum 21,20 2. Desa Ciheras 26,38 3. Desa Cikawungading 23,68 4. Desa Sindangkerta 23,51 5. Desa Cipatujah 15,00 2. 3.
KARANGNUNGGAL 1. Desa Cidadap CIKALONG 1. Desa Mandalajaya 2. Desa Cikadu 3. Desa Sindangjaya 4. Desa Cimanuk 5. Desa Kalapagenep
Jumlah Sumber: Kecamatan Dalam Angka Tahun 2012
8,95 13,32 9.72 12,17 7,22 9,53 170,68
2. Karakteristik Fisik Dasar a. Kondisi Topografi Wilayah Kabupaten Tasikmalaya memiliki ketinggian berkisar antara 0 – 2.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara umum wilayah tersebut dapat dibedakan menurut ketinggiannya, yaitu: bagian Utara merupakan wilayah dataran tinggi dan bagian Selatan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 – 100 meter dpl. Kondisi topografi wilayah pesisir selatan Kabupaten Tasikmalaya tidak terlepas dari kondisi topografi Kabupaten Tasikmalaya secara keseluruhan. Wilayah Kabupaten Tasikmalaya memiliki ketinggian berkisar antara 0 – 2.500 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara umum wilayah tersebut dapat dibedakan menurut ketinggiannya, yaitu bagian Utara merupakan wilayah dataran tinggi dan bagian Selatan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 – 100 meter dpl. Tabel 4.4. Luas Wilayah dan Ketinggian di Kabupaten Tasikmalaya No Kecamatan Luas Wilayah Ketinggian ( Ha ) (Mdpl) 1 Cipatujah 2.465,45 0 – 500 2 Karangnunggal 136,10 0 - 400 3 Cikalong 13.629,5 0 - 200 Sumber : Hasil Analisis Peta RBI 1 : 25.000 Berdasarkan ketinggian wilayahnya, ketiga kecamatan yang memiliki wilayah pesisir, yaitu Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Cikalong, dan Kecamatan Karangnunggal memiliki ketinggian antara 0-500 mdpl. Sementara itu berdasarkan kemiringannya, Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Cikalong, dan Kecamatan Karangnunggal memiliki kemiringan yang datar (0%-2%) di bagian Selatan dan kemiringannya semakin landai (2% - 5%) ke arah Utara.
Tabel 4.5. Luas Wilayah Menurut Kemiringan Tiga Kecamatan Yang Memiliki Wilayah Pesisir Di Kabupaten Tasikmalaya Kemiringan (Ha) No. Kecamatan 0-8% 8-15% 15-25% 25-40% > 40% 1 Cipatujah 1.039,78 3.718,75 4.780,55 4.369,53 10.556,84 2 Karangnunggal 667,82 4.597,23 2.447,15 2.077,01 4.155,14 3 Cikalong 973,14 1.109,31 4.394,54 4.210,19 3.374,87 Sumber: BPN Kabupaten Tasikmalaya.
Jumlah (Ha) 24.465,45 13.944,35 14.062,05
Kondisi kemiringan lahan di Kabupaten Tasikmalaya berturut-turut yaitu sangat curam (> 40%) sebesar 1,39%, agak curam
(15% - 40%) sebesar 25,35%, curam (5% - 15%)
sebesar 27,11%, landai (2% - 5%) sebesar 13,27%, dan datar ( 0% - 2%) sebesar 32,87% dari luas Kabupaten Tasikmalaya. Dari data kemiringan lahan terlihat bahwa sebagian besar bentang alam Kabupaten Tasikmalaya didominasi oleh bentuk permukaan datar sampai dengan agak curam, dengan kondisi kemiringan lahan tersebut kurang menguntungkan untuk pengembangan prasarana dan sarana wilayah. Bentuk wilayah sebagian besar bergelombang sampai berbukit, kecuali di Kecamatankecamatan bagian Utara bentuk wilayah berbukit sampai bergunung. b. Kondisi Geologi Kondisi geologi di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1)
Geologi Landscape Depresi Daerah ini terisi oleh material-materia vulkanis akibat munculnya vulkanis Gunung Galunggung, Gunung Sawal dan Galunggung Cakrabuana.
2)
Geologi Landscape Pegunungan Lipatan dan Patahan Batuan di daerah ini berbeda-beda, baik dari jenis maupun sifatnya dan dapat di bedakan ke dalam dua golongan, yaitu: a) Golongan pertama b) Golongan kedua
: Batuan Kapur : Batuan Pasir Laut
3) Geologi Landscape dataran Pantai Selatan Material ini terdiri dari batuan pasir liat, batuan kapur, dan sedimen pasir pantai yang kadang-kadang dalam bentuk rawa pantai.
Berdasarkan kondisi geomorfologinya, wilayah Kabupaten Tasikmalaya dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan, yaitu: 1)
Satuan Vulkanik Berelief Tinggi Sebagian besar batuannya terbentuk dari hasil erupsi vulkanik dan berpola aliran radier. Hampir seluruh anak sungai dari satuan ini ditampung oleh aliran Sungai Ciwulan. Satuan ini membentang seperti tapak kuda yang melingkar dan terbuka ke arah Selatan.
2)
Satuan Perbukitan Sedimen Satuan ini tersebarkan berelief tinggi dan sedang dengan batuan yang berupa sedimen klastika, berpola aliran dentritik dan hampir paralel. Daerah satuan ini dialiri oleh sungai yang agak besar sebanyak lima buah dan hampir paralel ke arah Selatan. Satuan ini menempati bagian tengah dari tapak kuda satuan perbukitan vulkanik.
3)
Satuan Kara Berelief Sedang Satuan ini terdiri dari batu gamping, secara keseluruhan berpola aliran dentritik dan beberapa sungai ada yang mengalir di bawah permukaan tanah. Satuan ini menyebar di bagian bawah permukaan tanah dalam lingkaran dari satuan perbukitan sedimen terlipat.
4) Satuan Peneplain Satuan ini terdiri dari batuan vulkanik dan sedimen klastika yang berumur paling tua yang terdapat di Tasikmalaya, mempunyai relief rendah, berpola aliran hampir paralel menuju sungai yang menampungnya. Berdasarkan formasi batuannya, wilayah Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari 4 (empat) formasi, yaitu : 1)
Formasi Jampang Batuannya terdiri atas erupsi volkanik dan bersisipan dengan batuan pasir, batu gamping batu lanau, dan batu lempung serta beberapa batuan diatasnya yang terereksikan. Formasi ini berumur miosen bawah, mempunyai anggota bentang dengan batuan berkomposisi Tuf Asam bersisipan Batuan Gamping.
2)
Formasi Pamutuan Formasi ini yang terdapat hanya anggotanya, yaitu Kalkarenit yang berbentuk batu gamping klasik berselingan dengan napal dan berumur Miosen Tengah.
3) Formasi Halang Formasi ini terdiri dari batu pasir, batu lempung dengan sisipan batu pasir gampingan, batu gamping pasiran, breksi, konglomerat, bagian bawah dominan batu pasir litik ke arah atas dominan napalan.
4) Formasi Bentang Formasi ini terdiri atas batu pasir tufan, batu pasir gampingan dengan sisipan breksi tif, konglomerat, batu pasir, batu lempung, tufan berlapis baik. 3. Kondisi Demografis Kondisi demografis kependudukan di wilayah pesisir Kabupaten Tasikmalaya, yaitu di Kecamatan Cipatujah, Kecamatan Karangnunggal, dan Kecamatan Cikalong dan masingmasing desa dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.6 Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya Jumlah Penduduk Kecamatan
Desa
Cipatujah
Cipatujah Ciandum Cikawungading Sindangkerta Ciheras Karangnunggal Cidadap Cikalong Mandalajaya Cikadu Sindangjaya Kalapagenep Cimanuk Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
KK
Jiwa
2.158 1.996 932 1.267 1.601 1.462 1.790 1.091 1.384 1.522 1.146
5.257 5.481 6.788 6.405 5.756 4.721 5.943 3.135 4.724 5.474 3.846
Jumlah penduduk terbanyak di wilayah pesisir tersebut berada di Desa Cikawungading dan Desa Cikadu memiliki jumlah paling penduduk sedikit dibandingkan dengan 11 desa lainnya. Kepadatan penduduk wilayah pesisir dapat dilihat pada Tabel 4.7 Tabel 4.7 Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Pesisir Kecamatan Cipatujah Karangnunggal Cikalong
Luas Daerah (km2) 23.265,8 136.10 13629.5
Jumlah Penduduk 65.724 82.717 62231
Kepadatan per km2 283 604 457
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012 Kepadatan penduduk tertinggi sampai terrendah berturut-turut adalah Kecamatan Cipatujah 283 jiwa/km2, Kecamatan Karangnunggal 604 jiwa/km2, Kecamatan Cikalong 457 jiwa/km2, serta. Selanjutnya dapat diketahui jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin serta komposisi sex ratio di masing-masing kecamatan dapat diihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.8 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Sex Ratio Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010 Sex Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Ratio Cipatujah Karangnunggal Cikalong
32.730 41.490 31.035
32.994 41.227 31.196
65.724 82.717 62.231
99,19 1.00,63 99,48
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2012 Perlu diketahui potensi sumberdaya manusia di wilayah pesisir dapat dilihat dari jumlah petani dan nelayan. Jumlah petani dan nelayan tersebut merupakan potensi sumber daya manusia yang dimiliki wilayah pesisir yang dapat mengelola potensi sumber daya alam khususnya bidang pertanian, perikanan, dan kelautan. Berikut ini adalah jumlah petani dan jumlah nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Tasikmalaya. Tabel 4.9 Jumlah Petani di Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya Kecamatan Cipatujah
Desa
Cipatujah Ciandum Cikawungading Sindangkerta Ciheras Karangnunggal Cidadap Cikalong Mandalajaya Cikadu Sindangjaya Kalapagenep Cimanuk Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2012
Jumlah Petani 629 662 1.243 1.073 1.749 2.821 2.600 1.292 1.519 3.422 872
Tabel 4.10 Jumlah Nelayan di Wilayah Pesisir Kabupaten Tasikmalaya
No
Kecamatan / Desa
Nelayan Penuh
Jumlah Nelayan (orang) Nelayan Nelayan Sambilan Sambilan Utama Tambahan
Jumlah
I. 1. 2. 3. 4. 5.
Cipatujah Ciheras Ciandum Cipatujah Sindangkerta Cikawungading Jumlah I
45 42 224 311
122 104 96 129 92 543
313 276 251 375 398 1.613
480 380 347 546 714 2.467
II. 1.
Karangnunggal Cidadap Jumlah II
126 126
47 47
294 294
467 467
12 42 248 293 595 2.502
12 73 372 462 919 3.853
III. 1. 2. 3. 4. 5.
Cikalong Mandalajaya Sindangjaya 3 28 Kalapagenep 43 81 Cimanuk 97 72 Cikadu Jumlah III 143 181 Jumlah Total 580 771 Sumber: Potensi Desa Pesisir Kabupaten Tasikmalaya 2011
B. Aspek Kesehatan Masyarakat 1. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat (responden) pada umumnya lulusan SMP sebesar 46,67%, lulusan Sekolah Dasar sebesar 40%, lulusan SMA 10% dan Lulusan PGA 3,33%. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang berada di wilayah penambangan pasir besi, mengindikasikan bahwa peluang untuk memasuki pasar kerja formal relatif kecil kemungkinannya.
Gambar 4.1 Tingkat pendidikan responden di Kecamatan Cipatujah, Cikalong dan Cipatujah. Sumber : Hasil survey lapangan 2. Mata Pencaharian Selanjutnya apabila kita perhatikan mengenai mata pencahariannya, ternyata kebanyakan masyarakat di ketiga kecamatan tersebut, sebanyak 33,33% bermata pencaharian sebagai wiraswasta, 30% sebagai petani, 23,33% sebagai buruh, 10% sebagai nelayan dan sebesar 3,33% sebagai sopir. Dengan memperhatikan data tersebut, masyarakat yang berada di sekitar wilayah penambangan pasir besi mempunyai penghasilan, apalagi sebagai wiraswasta dapat memperoleh pendapatan yang relatif besar. Selain wiraswasta pun masyarakat mempunyai penghasilan dari hasil pertanian yang mereka kerjakan setiap tahunnya, walaupun sebagian masyarakat belum mampu menutupi kebutuhannya secara layak dari hasil pertanian tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran jenis pekerjaan masyarakat yang berada di wilayah penambangan pasir besi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
JENIS PEKERJAAN RESPONDEN DI KECAMATAN CIPATUJAH, CIKALONG DAN KARANGNUNGGAL
Frekuensi Proporsi (%)
33,33
30,00
23,33 10,00 10
9
Tani
Nelayan
3,33
7
3
1 Wiraswasta
Buruh
Proporsi (%) Frekuensi
Sopir
Gambar 4. 2 Jenis pekerjaan responden di Kecamatan Cipatujah, Cikalong dan Karangnunggal Sumber : Hasil survey lapangan 3. Kesehatan Lingkungan Pemukiman Jenis rumah responden didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki rumah permanen dimana konstruksi bangunan terdiri dari bahan yang membuat rumah responden permanen yang terdiri dari tembok disemen dan sebagian kecil rumah tidak permanen dan setengah permanen. Berikut distribusi frekuensi jenis rumah responden: Tabel 4.11 : Distribusi Frekuensi Jenis Rumah Responden No Jenis Rumah f % 1 Permanen 25 83% 2 Setengah Permanen 3 10% 3 Tidak Permanen 2 7% Jumlah 30 100% Jenis dinding rumah responden diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki rumah berdinding tembok diplester sebesar 90% sebagian kecil jenis kayu dan bilik. Secara distribusi terlihat pada tabel berikut: Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Jenis Tembok Rumah Responden No Jenis Tembok f % 1 Tembok diplester 27 90% 2 Bilik 2 7% 3 Kayu 1 3% Jumlah 30 100%
Jenis lantai rumah responden tergambarkan bahwa sebagian besar (90%) berjenis keramik sisanya (10%) jenis plester semen. Tabel 4.13 : Distribusi Frekuensi Jenis Lantai Rumah Responden No Jenis Lantai f % 1 Keramik 27 90% 2 Plester semen 3 10% Jumlah 30 100% Jenis tempat pembuangan feces responden sebagian besar memanfaatkan cubluk sebanyak 28 responden (94%) sisanya membuang feces ke kolam dan septic tank. Tabel 4.14 : Distribusi Frekuensi Jenis Tempat Pembuangan Feces Responden No Jenis Tempat Pembuangan f % Feces 1 Cubluk 28 94% 2 Septic Tank 1 3% 3 Kolam 1 3% Jumlah 30 100% Pengelolaan sampah responden sebagian besar responden membuang sampahnya ke sangai (67%), sampah dibakar (23%) dan dibuang di galian (10%) Tabel 4.15 : Distribusi Frekuensi Pengelolaan Sampah Responden No Jenis Pengelolaan Sampah f % 1 Dibuang ke sangai 20 67% 2 Dibakar 7 23% 3 Dibuang di galian 3 10% Jumlah 30 100%
Secara umum aspek kesehatan lingkungan pemukiman responden memperhatikan kebutuhan rumah sehat dilihat dari beberapa indikator seperti kesediaan rumah permanen, jenis dinding, jenis lantai. Walaupun dalam pengelolaan feces dan pengelolaan sampah masih belum diperhatikan seiring persepsi masyarakat terkait sampah/limbah, serta lahan/sungai yang tersedia cukup mendukung masyarakat berpraktek membuang sampah ke sungai serta feces yang dibuang ke cubluk.
4. Aspek Pemenuhan Gizi Masyarakat Aspek pemenuhan gizi di masyarakat dilihat dari indicator frekuensi makan masyarakat, dimana responden sebagian besar dalam sehari frekuensi makan 3 kali sebanyak 83% sisanya makan 2 kali dalam sehari dan tidak tentu seperti tergambar dalam tabel dibawah ini: Tabel 4.16 : Distribusi Frekuensi Makan Responden No Frekuensi Makan f % 1 3 kali 25 83% 2 Tidak tentu 3 10% 3 2 kali 2 7% Jumlah 30 100% Selain frekuensi makan, pemenuhan gizi masyarakat dapat dilihat dari jenis lauk pauk yang biasa dikonsumsi masyarakat. Mayoritas masyarakat mengkonsumsi ikan sebagai lauk pauk sehari-hari sebanyak (57%) diikuti jenis yang lainnya (23%), temped an telur masing-masing (10%). Tabel 4.17 : Distribusi Frekuensi Jenis Lauk Pauk yang Biasa Dikonsumsi Masyarakat No Jenis Lauk Pauk f % 1 Ikan 17 57% 2 Lainnya (Tahu, Daging) 7 23% 3 Telur 3 10% 4 Tempe 3 10% Jumlah 30 100% Makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat seluruhnya adalah adalah nasi (100%) dan tidak diketahui jenis makanan pokok lainnya. Potensi wilayah yang memungkinkan dengan tanaman padi serta budaya yang ada menyebabkan masyarakat lebih memilih nasi sebagai makanan pokok. Wilayah pesisir juga yang mendorong masyarakat mengkonsumsi ikan sebagai lauk pauknya.
5. Dampak Kesehatan Masyarakat Dampak penambangan pasir besi secara subyektif dirasakan dampaknya oleh sebagian besar responden (90%) sedang sisanya tidak merasakan dampak aktivitas tambang tersebut (10%). Tabel 4.18 : Distribusi Frekuensi Dampak yang Dirasakan Responden No Pernyataan f % 1 Merasakan dampak 27 90% 2 Tidak merasakan dampak 3 10% Jumlah 30 100% Dampak secara subyektif tersebut dirasakan responden dalam tingkatan sangat mengganggu sebanyak 20 (74%) responden dari 27 responden yang merasakan dampak. Sisanya sebanyak 7 responden menyatakan dampak yang dirasakan cukup mengganggu. Sebanyak 3 responden yang menyatakan tidak merasakan dampak karena tempat tinggal responden cukup jauh dari aktivitas tambang pasir besi. Tabel 4.19 : Distribusi Frekuensi Tingkatan Dampak yang Dirasakan Responden No Tingkatan Dampak f % 1 Sangat Mengganggu 20 74% 2 Cukup Mengganggu 7 26% Jumlah 27 100% Dampak yang dirasakan responden meliputi : air tanah berubah rasanya menjadi asin dan berbau. Hal ini disebabkan abrasi akibat penambangan pasir besi sehingga berakibat infiltrasi air laut ke air tanah. Dampak lain yang dirasakan responden adalah polusi udara berupa sebaran debu akibat penambangan maupun pengangkutan pasir besi. Hal lain yang memperparah adalah rusaknya jalan sehingga sebaran debu semakin dirasakan oleh responden. Responden juga merasakan rusaknya lingkungan sekitar tempat tinggal karena dijadikan area tambang pasir besi. Lubang dalam ukuran besar ditinggalkan oleh penambang tanpa ada reklamasi lahan. Lubang-lubang tersebut mampu menggenangkan air hujan sehingga menjadi tempat perindukan/sarang nyamuk. Getaran adalah dampak yang juga dirasakan sebagian besar responden, akibat pengangkutan pasir besi dengan truck tonase yang melebihi kemampuan jalan desa yang juga berdampak rusaknya jalan desa sehingga memperparah sebaran debu. Sebanyak 23 responden menyatakan dampak getaran ini terkategori sedang dan berat dari 25 responden yang menyatakan dampak getaran.
Namun responden sebagian besar (97%) mendapatkan kompensasi dari dampak penambangan pasir besi tersebut dari pihak perusahaan, hanya 3% responden yang tidak mendapatkan kompensasi dampak dari perusahaan penambangan pasir besi. Bentuk kompensasi rata-rata yang diterima responden adalah sejumlah uang. Setengah lebih (57%) responden menyatakan pernah mengalami kesakitan selama ada kegiatan tambang pasir besi, sisanya sebanyak (47%) responden menyatakan tidak pernah mengalami kesakitan. Tabel 4.20 : Distribusi Frekuensi Kesakitan Responden Selama Ada Tambang Pasir Besi No Pernyataan f % 1 Mengalami Kesakitan 16 53% 2 Tidak Mengalami Kesakitan 14 47% Jumlah 30 100%
Jenis kesakitan yang dirasakan responden adalah ISPA sebanyak 8 responden (50%), hipertensi sebanyak 7 responden (44%) dan jenis penyakit lainnya hanya 1 responden. Tabel 4.21 : Distribusi Frekuensi Jenis Penyakit yang Dirasakan Responden No Jenis Penyakit f % 1 ISPA 8 50% 2 Hipertensi 7 44% 3 Lainnya 1 6% Jumlah 16 100% Kualitas udara yang berdebu berpotensi penyebab terjadinya kejadian penyakit ISPA yang dirasakan oleh 8 responden (50%) sedang hipertensi disebabkan oleh banyak faktor selain faktor makanan, olah raga juga karena factor tekanan (stress). Sangat dimungkinkan dampak penambangan pasir besi menyebabkan responden tertekan karena ketidaknyamanan tempat tinggal yang berdebu, adanya getaran, kualitas air tanah yang asin. Lebih lanjut perlu ada penelusuran penyebab utama kasus kesakitan hipertensi pada responden. Tindakan responden dalam mencari pengobatan saat mengalami kesakitan, sebagian besar responden mencari pengobatan ke puskesmas (44%) dan ke dokter (37,5%).
Tabel 4.22 : Distribusi Frekuensi Responden Mencari Pengobatan jika Mengalami Kesakitan No Tindakan Mencari Pengobatan f % 1 Ke Puskesmas 7 44% 2 Ke Dokter 6 37,5% 3 Diobati sendiri 2 12,5% 4 Beli obat di warung 1 6,25% Jumlah 16 100% Berikut data 10 jenis penyakit tahun 2012-2013 yang didapat di 3 Puskesmas: Puskesmas Cikalong 1. ISPA 2. Gastritis 3. Hyportesis 4. Obs. Febris 5. Diare 6. Pinderma 7. Dermatitis 8. Arthritis Rheumatroid 9. Asma Bronkhiale 10. Cefalgia Puskesmas Cipatujah 1. ISPA 2. TB Paru 3. Mialgia 4. Gastritis 5. Diare 6. Dermatitis 7. Diabetes Melitus 8. Mialgia 9. Hipertensi 10. Arthritis Rheumatoid
Puskesmas Karangnunggal 1. Gastritis 2. ISPA 3. Arthritis Rheumatoid 4. Mialgia 5. GE 6. Dermatitis 7. Hipertensi 8. ISIC 9. Asma 10. Faringitis Jelas terlihat ISPA dari data kesakitan di 3 puskesmas wilayah survey menunjukkan urutan 1 atau 2 yang paling banyak diderita masyarakat. Debu penambangan pasir besi berpotensi dihasilkan saat mulai pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk, penambangan pasir besi, pemisahan pasir besi dengan jenis tanah lain, pengangkutan pasir besi yang melewati jalan desa. Hasil observasi dari semua tahapan aktivitas penambangan pasir besi tidak dilakukan proses pembasahan sehingga sangat berpotensi dihasilkannya debu. Pengoperasian alat tambang dan mobilisasi material tambang berpotensi terhadap peningkatan konsentrasi partikulat dan gas NOx, SO2,dan CO. Hal ini terjadi akibat terjadinya peningkatan arus lalu lintas menuju lokasi kegiatan yang mengangkut material dan alat tambang yang digunakan dalam aktivitas tambang. Kondisi jalan desa yang tidak beraspal atau beraspal tapi sudah rusak memperparah munculnya peningkatan partikulat dan gas pencemar udara. Tambang pasir besi yang keberadaannya ada di sekitar masyarakat tentunya dampak yang ditimbulkan berupa sebaran debu dan munculnya gas pencemar udara akan memapar masyarakat setempat sehingga dalam waktu tertentu akan berdampak pada kesakitan diantaranya ISPA.
Penambahan volume lalu lintas selama mobilisasi material dan alat
tambang
mengakibatkan peningkatan kebisingan yang bersumber dari kendaraan pengangkut hasil tambang. Ketenangan masyarakat yang
sebelum aktivitas tambang berubah
setelah adanya aktivitas tambang. Lalu lalang truck besar dan kecil selama pengangkutan hasil tambang maupun suara alat tambang yang lain akan menghasilkan kebisingan di sekitar pemukiman penduduk. Jika ketenangan masyarakat berubah akibat lalu lintas meningkat karena lalu lalang kendaraan pengangkutan hasil tambang dan pengoperasian alat tambang yang lain maka masyarakat akan terpengaruhi akibat kebisingan. Kebisingan ini berpotensi menimbulkan dampak kesehatan masyarakat yaitu peningkatan tekanan darah dan apabila paparan kebisingan terus berlanjut akan berakibat hipertensi pada masyarakat. Aktivitas tambang mengakibatkan abrasi pantai dan infiltrasi air laut ke air tanah. Akibatnya akan berpotensi terjadinya pencemaran air tanah yang dikonsumsi masyarakat. Air laut yang tercemar serta bahan pencemar lainnya yang ada dalam tanah masuk ke air tanah seiring terjadinya infiltrasi air laut ke air tanah. Hal ini dirasakan oleh masyarakat dengan indikasi air sumur yang berasa asin. Akibat dari asinnya air sumur dan dikonsumsinya air tersebut maka berpotensi munculnya diare yang diderita masyarakat. Atau dapat juga konsentrasi debu yang juga mengandung bakteri/virus mengkontaminasi makanan yang disantap oleh masyarakat. Sehingga kondisi ini sangat berpotensi meningkatkan kasus diare di masyarakat 6. Sikap Responden terhadap Penambangan Pasir Besi Sebagian besar responden menyatakan sikapnya tidak setuju dengan aktivitas tambang pasir besi sebanyak 27 responden (90%) dan hanya sebagian kecil responden setuju adanya aktivitas tambang pasir besi (3 responden)
Tabel 4.23 : Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap Aktivitas Tambang Pasir Besi No Sikap f % 1 Tidak setuju 27 90% 2 Setuju 3 10% Jumlah 30 100%
Pernyataan ketidaksetujuan responden dengan alasan karena pihak perusahaan tidak menepati janji untuk mereklamasi lahan bekas tambang dan melakukan penghijauan, terjadi kerusakan lingkungan parah, polusi udara, banyaknya debu, jalan menjadi rusak, munculnya getaran dan kebisingan, serta menimbulkan perpecahan di lingkungan masyarakat. Adapun yang setuju adanya tambang pasir besi adalah adanya peluang kerja di perusahaan tambang pasir besi.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Aspek kesehatan lingkungan pemukiman masyarakat sekitar tambang pasir besi dari indikator rumah sehat secara rata-rata sudah memenuhi syarat kecuali pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga
2. Aspek pemenuhan gizi masyarakat terpenuhi dengan indikator frekuensi makan sebagian besar 3 kali makan dan jenis lauk pauk utama ikan yang merupakan potensi laut yang ada di wilayahnya
3. Aspek dampak kesehatan masyarakat secara umum masyarakat merasakan dampak negatif dari aktivitas tambang pasir besi berupa air tanah yang berasa asin dan bau, kebisingan, getaran, sebaran debu yang mengganggu bahkan berdampak jenis kesakitan yang diderita masyarakat yaitu ISPA.
4. Aspek sikap masyarakat terhadap aktivitas tambang pasir besi secara mayoritas tidak setuju adanya kegiatan tersebut karena pihak perusahaan tidak menepati janji untuk mereklamasi lahan bekas tambang dan melakukan penghijauan, terjadi kerusakan lingkungan parah, polusi udara, banyaknya debu, jalan menjadi rusak, munculnya getaran dan kebisingan, serta menimbulkan perpecahan di lingkungan masyarakat.
B. SARAN 1. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu mengevaluasi aktivitas tambang pasir besi mengingat dampak kesehatan masyarakat dan sikap masyarakat yang mayoritas tidak setuju dengan aktivitas tersebut 2. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu tegas dalam mengawasi pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan yang dijalankan oleh pihak perusahaan yang merupakan kewajibannya. 3. Pihak perusahaan seharusnya mematuhi peraturan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan akibat tambang pasir besi 4. Masyarakat sekitar tambang pasir besi hendaknya memperhatikan dampak kesehatan masyarakat dengan tindakan pencegahan dengan pembinaan dari pihak puskesmas setempat
DAFTAR PUSTAKA
1. Soemirat, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,1994 2. Kusnoputranto, Kesehatan Lingkungan, FKM UI, Jakarta, 1986 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 4. http://taselamedia.com/2014/01/moratorium-atau-memorium/: 5. Kusnoputranto, Air Limbah dan Ekskreta Manusia, Dirjen Dikti, Jakarta, 1997 6. Lemeshow, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997 7. Sastroasmoro, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995 8. Supariasa, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta,2002 9. Mukono, Toksikologi Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya, 2005 10. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya,Tasikmalaya Dalam Angka, 2012-2013 11. Sudharto P.Hadi, Dampak Sosial AMDAL, Diponegoro University Press, Semarang, 2010