MITIGASI DAMPAK LINGKUNGAN PENAMBANGAN BIJIH BESI DI KECAMATAN PELAIHARI AND BAJUIN, KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN. THE IMPACT MITIGATION OF THE IRON ORE MINING ENVIRONMENT TO THE WATERSHED OF TABANIO RIVER IN PELAIHARI AND BAJUIN SUBDISRICT, KABUPATEN TANAH LAUT, SOUTH KALIMANTAN Hidir Tresnadi PTSM-TPSA-BPPT
[email protected] Abstract There are some iron ore deposits in the watershed of River Tabonio in Pelaihari and Bajuin Sub-District, Tanah Laut district. The Mining of these deposits must meet the requirements of the quality standard of the iron ore mining waste water, Permen Lingkungan Hidup No. 21 of 2009. Based on the analysis of water samples taken at the iron ore mine site in Desa Sumber Mulia, the content of Fe, Mn, Cu, Ni, Zn, Pb, Ni does not exceed the threshold of waste water quality standards, except for Cr (VI). Therefore, to determine the possible spread of the existing impacts, it is necessary to study the geology engineering and hydrogeology of the Tabanio watershed to monitor and mitigate the spread possibilities of the pollutants. The research findings indicate that the watershed around the mine site should be mapped in detail, the reservoir of the ex-mined site should be mapped in detail, particularly the post-mining sites, which has the lowest topography, because the water will be released into the surrounding rivers. Furthermore, it should be considered also the hydraulic gradient surface water and groundwater level, and the detail geomorphology mapping in the mining area. Key Words : Iron ore, Cr(VI), Geomorphology,Tabanio Watershed Abstrak Di kecamatan Pelaihari dan Bajuin, Kabupaten Tanah Laut terdapat sebaran endapan bijih besi dan chrom, yang merupakan DAS Sungai. Endapan chrom yang ditemukan berasosiasi dengan endapan bijih besi. Penambangan harus memenuhi persyaratan baku mutu air limbah kegiatan penambangan bijih besi, Permenlh no 21 tahun 2009. Berdasarkan analisis terhadap contoh air yang diambil pada lokasi tambang bijih besi di Sumber Mulia, maka kandungan Fe, Mn, Cu, Ni, Zn, Pb, Ni tidak melebihi batas ambang baku mutu air limbah, kecuali Cr(VI). Oleh karena itu untuk mengetahui kemungkinan penyebaran dampak yang ada, maka perlu dilakukan penelitian geologi teknik dan hidrogeologi DAS Tabanio untuk memantau dan melakukan mitigasi penyebaran polutan yang akan terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah aliran sungai di sekitar lokasi tambang harus dipetakan secara rinci, pembentukan reservoir air di lokasi bekas penambangan harus dipetakan secara rinci batas-batasnya, khususnya lahan bekas tambang, yang memiliki topogragfi terendah, yang menjadi kolam saat pasca tambang, karena air akan dikeluarkan ke aliran air sungai di sekitarnya. Selain itu, harus dipertimbangkan pula gradien hidraulik air permukaan maupun muka air tanahnya, pemetaan geomorfologi daerah penambangan. Secara regional setiap kelokan sungai dan dataran banjir harus dibuat penampang melintangnya untuk mengetahui
sebaran sifat fisik dan kimia lapisan batuan secara vertikal dan horisontal, yang mengandung pencemar yang terendapkan. Kata Kunci : Bijih besi, Cr(VI), Geomorfologi, DAS Tabanio
1. PENDAHULUAN Kabupaten Tanah Laut memiliki potensi sumberdaya bijih besi yang tersebar di Kecamatan Bajuin, Pelaihari dan Takisung. Endapan bijih besi memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan genesa dan keterdapatannya pada batuan induknya, host rock. Pada umumnya endapan bijih ini banyak,tersebar, namun cadangannya hingga kini belum diketahui dengan pasti. Masih diperlukan eksplorasi yang lebih rinci baik kuantitas maupun kualitasnya agar dapat digolongkan sebagai endapan yang memiliki cadangan besar dan dapat menjadi pasokan bijih besi nasional. Kegiatan penambangan ini akan mengubah bentang alam dan membuat
lubang
bukaan sehingga country rock dan tanah penutup tersingkap ke permukaan bumi, yang akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia ketika bercampur dengan udara pada atmosfir terbuka. Dalam panambangan bijh besi harus dilakukan pemantauan dan pengendalian dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Baik dalam bentuk morfologi permukaan bumi, maupun parameter-paramater kualitas lingkungan laiinya. Dalam penambangan bijih besi, ada peraturan yang harus dipatuhi oleh setiap kegiatan pertambangan bijih besi, PerMen LH No 21 Tahun 2009. Selain itu Profil Lingkungan Hidup di Kabupaten Tanah Laut menjadi penting sebagai ambang kualtas lingkungan daerah yang dapat menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan untuk mengelola lingkungan dalam menjaga dan melindungi kesehatan masyarakat. Pada berbagai studi kasus menunjukkan bahwa daerah aliran sungai pegunungan harus dikelola dengan seksama hati-hati berkaitan hubungan antara hulu dan hilirnya, hubungan lereng dan saluran sungainya, proses-proses utama yang terjadi, gangguan fungsi peran ekologi dan fisiknya, dan kerentanan aliran sungainya (Wohl, 2007). Penambangan yang terjadi dan berlangsung lama, bahkan yang masih aktif hingga sekarang, serta sistim saluran sungai dan dataran banjir di seluruh dunia yang memiliki sejarah penambangan telah terkontaminasi oleh konsentrasi limbah kaya logam, yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan pembangunan berkelanjutan. Dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia timbul akibat terdapatnya logam berat dalam waktu lama pada endapan sungai dan tanah aluvial serta terbentuknya bioakumulasi alami yang terjadi pada hewan dan tumbuhan (Macklin et al., 2006) Umumnya lebih daripada 90 % beban logam di sungai akan ditransportasikan dalam fasa padatan, yang terserap sebagai coating (lapisan) pada permukaan partikel atau bergabung dalam butiran-butiran mineral.
Dengan demikian proses geomorfik fluivial
menjadi penting dalam transportasi dan berpindahnya logam-logam berat yang berasal dari lokasi-lokasi tambang. (Miller, 1997) 2. METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian pengelolaan lingkungan regional penambangan bijih besi di Kecamatan Bajuin, dan Pelaihari,
Kabupaten Tanah Laut, maka dilakukan tahapan
penelitian sebagai berikut : a. Studi literatur daerah penelitian b. Survey lapangan daerah penelitian c. Pengambilan contoh air dan tanah Daerah Penelitian, di Sumber Mulia, Pelaihari d. Pengujian Laboratorium sampel penelitian e. Pengolahan dan penyajian data dan informasi penelitian, yang disajikan baik dalam bentuk statistik grafis maupun informasi geografi f.
Analisis dan Pembahasan
g. Kesimpulan dan Saran
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Morfologi Kabupaten Tanah Laut dapat di bagi atas 2 (dua) satuan utama, yaitu : a. Satuan dataran rendah landai hingga berombak umumnya tedapat di bagian selatan. Satuan ini membentang memanjang dari Timur ke Barat dan melebar di bagian barat yang terdiri dari rawa-rawa dan daerah aliran sungai yang bermuara di Laut Jawa. b. Satuan bukit bergelombang dan pegunungan terdapat di bagian utara sampai ke perbatasan dengan Kabupaten Banjar, dengan puncak gunungnya. Endapan Bijih Besi dan Kromit di daerah penelitian memiliki morfologi satuan bukit bergelombang seperti di Sungai Bakar, Pontain, Sungai Riam, dan Pemalongan, sedang Ambungan dan Kortein memiliki satuan dataran rendah. 3.2.
Geologi Regional Geologi batuan pembawa mineralisasi bijih besi di Kab. Tanah laut merupakan batuan
ultrabasa, yang berumur Jura (Gambar 1). Pelapukannya, terutama serpentinit yang
mengalami dekomposisi dan akumulasi kimia menghasilkan bijih besi tipe laterit. Seri batuan gunungapi –sedimen berumur Kapur Atas, terutama yang bersifat gampingan (“calcareous”) diterobos oleh kompleks batuan intrusi (granit, granodiorit, dioritdll), menghasilkan endapan bijih besi tipe kontak metasomatik (“skarn”). Endapan ini diperkirakan terjadi pada Kapur Akhir –Tersier Awal ( Sofyan, dkk, 2007). 3.3.
Penambangan Endapan Bijih besi yang tersebar dan terdapat Kabupaten Tanah Laut, ada yang
masih berupa sumberdaya endapan dan ada yang sudah ditambang. Yang sudah ditambang terdapat di Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Pelaihari. Selain itu terdapat juga mineral logam kromit. Endapan bijih ini merupakan endapan bijih primer berukuran kerikil seperti di Sungai Bakar hingga bongkah besar seperti di Pemalongan dan Sumber Mulia. Di Sungai Riam dan Tanjung endapan bijih ada yang berupa besi lateritik. Endapan Bijih Besi yang sudah ditambang terdapat di Sumber Mulia, Pemalongan, dan Sungai Riam. Sehingga survey dilakukan ke lokasi penambangan tersebut. Endapan bijih ditambang dengan menggunakan metoda tambang terbuka. Sebaran endapan bijih besi di Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Pelaihari dapat dilihat pada Gambar 2. 3.3.1. Sumber Mulia Pada tahun 2008 penambangan Bijih Besi di Sumber Mulia dilakukan oleh tiga Perusahaan yang melakukan penambangan dengan SPK yang berbeda sesuai dengan kerjasama yang dilakukan dengan Perusahaan Penambangan Daerah Kabupaten Tanah Laut. Ada tiga tambang di lokasi ini, Tambang I, telah menghentikan aktifitasnya, karena harga bijih besi di pasar internasional sedang turun. Namun penduduk setempat tetap melakukan penambangan di lereng tambang tersebut.
Pada tahun 2008 penambangan
dikerjakan dengan melakukan pemberaian bijih utama dengan menggunakan rock breaker, yang kemudian hancuran batuan yang diperoleh dipindahkan oleh backhoe ke stockpile dekat tambang. Dari stockpile pemuatan ke dalam truk pengangkut dilakukan oleh backhoe yang kemudian dibawa ke stockpile pelabuhan ekspor. Tambang II, terletak di bagian selatan tambang I, masih melakukan pembuatan paritan (trenching), yang bertujuan untuk mengetahui penyebaran lateral secara horisontal dan vertikal endapan bijih besi yang akan ditambang. Pembuatan trenching dan penambangan yang dilakukan terhadap bijih besi dilakukan dengan menggunakan backhoe
dan tenaga manusia. Bijih besi yang ditambang oleh penambangan dipecah dengan palu lalu dimasukan ke dalam karung-karung untuk diangkut dan dibawa oleh truk pengangkut. Tambang III, terletak di bagian timur Tambang I, lokasi tambang ini masih aktif pada tahun 2007. Pada tahun 2008 tambang ini telah menghentikan kegiatannya karena bijih utamanya telah habis. Dasar tambang kemudian tertutup oleh air sehingga menjadi reservoir bagi air permukaan dari sekitarnya. Pada bagian timur tambang ini masih terdapat kegiatan pengupasan tanah penutup yang bertujuan untuk menambang bijih utama yang terdapat diperkirakan di bagian bawahnya. 3.3.2. Pemalongan Lokasi tambang terletak dekat hulu Sungai Tabanio di Bajuin, dekat perbukitan bagian utara Pelaihari. Penambangan dilakukan dengan 2 backhoe dan yang juga berfungsi sebagai alat muat dan pemindahan bijih besi dari lokasi grizzly ke stockpile bijih besi di dekatnya. 3.3.3. Sungai Riam Lokasi Tambang ini berdekatan dengan Tambang Sumber Mulia. Endapan bijih besi merupakan bijih besi lateritik. Penambangan dilakukan dengan peralatan berat back hoe dan tenaga manusia. 3.3.4. Sungai Bakar Tambang ini terletak berdekatan dengan Tambang Bijih Besi Pemalongan. Tambang ini dieksploitasi dengan back hoe dan tenaga manusia. 3.4.
Pendekatan Geomorfologi dalam Pengelolaan DAS Daerah Pertambangan Air lindian dari daerah penambangan dan timbunan tanah penutup dapat memasuki
lingkungan ekosistem akuatik yang ada. Jika kandungan logam-logam berat tersebut memasuki aliran sungai maka dapat terbawa jauh ke daerah hilirnya. Prose-proses fisik dan kimia yang berangsung di sungai dapat meningkatkan, langsung atau tidak langsung, yang akan mempercepat penyebaran polutan yang ada. Daerah aliran sungai meliputi jarigan sungai-sungai kecil hingga besar yang terdapat di suatu daerah, baik pegunungan, bukit dan dataran rendah, yang menunjukkan keanekaragaman fisik dan biologi yang ada dan terjadi, yang terkait sejarah pemggunaan tata guna lahan yang terjadi di daerah aliran sungai tersebut.
Kegiatan manusia akan
berdampak
pada daerah aliran sungai yang secara langsung akan mengubah geometri
saluran, dinamika gerakan air dan sedimen, kontaminan dalam sungai, atau komunitas riparian dan aquatik yang ada. Misalnya pembuatan saluran baru untuk kegiatan iriigasi pertanian, pembangunan dam-dam dan bendungan, penambangan aluvial sungai. Demikian pula yang secara tidak langsung akan berdampak pada aliran sungai, seperti perambahan dan penggundulan hutan, budidaya pertanian, perkebunan, dan peternakan, pembangunan irigasi pertanian, dan urbanisasi akan mengubah proses aliran sungai yang terjadi. Dampak kegiatan manusia terhadap daerah aliran sungai dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu : keteraturan aliran sungai, integritas biotik, pencemaran air, perubahan saluran sungai dan tata guna lahan yang ada. Para pakar geomorfologi semakin banyak terlibat dalam evaluasi dan remediasi sistim perairan sungai yang terkena dampak kegiatan penambangan, namun protokol generik atau dasar yang dipergunakan untuk evaluasi berbasis geomorfologi belum dicoba dan dilakukan. Namun penyusunan skema evaluasi dan pengelolaan berbasis geomorfologi untuk sistim sungai di Ingris dan Wales, yang memiliki sejarah terkontaminas telah dilakukan (Macklin et al., 2006). Pada penelitian untuk mitigasi pencemaran polutan, maka pengaruh peranan proses fisik dan kimia pada dispersi logam berat dalam sistim sungai yang ada, maka diasumsikan bahwa saluran sungai-sungainya : a. Tetap tidak berubah pada proses dan bentuknya ketika sejak awal terbentuknya limbah tambang di daerah aliran sungai yang ada b. Memperlihatkan
metamorfosis
dalam
bentuk
saluran sungai-sungainya
yang
diakibatkan oleh adanya masukan limpasan dan debris dari tambang-tambang yang ada. Pada umumnya semua proses yang terjadi mengakibatkan variasi konsentrasi logam dalam sedimen atau endapan yang berpindah melalui saluran sungai yang stabil dan secara bersamaan mengalami metamorfosa juga. Bagaimana pun juga pola ke hilir, lateral dan vertikal pada konsentrasi metal cenderung menjadi lebih rumit dan kompleks pada saluran sungai yang mengalami transformasi. Kompleksitas ini diakibatkan oleh perubahan spasial dan temporal pada jenis, kecepatan dan besar proses erosi dan pengendapan yang terjadi, yang dapat mengakibatkan sangat bervariasinya perlapisan endapan stratigrafi yang terjadi pada saat pasca tambang terjadi, dan disebabkan juga oleh kuantitas debris terkontaminasi yang lebih besar yang terbentuk di tepi-tepi sungai dan dapat tererosi dan terdistribusi untuk terendapkan kembali secara sporadis pada saat banjir ( Miller, 1997). Oleh karena itu, proses
pemetaan rinci daerah tambang dan sungai di sekitarnya menjadi penting utuk dipetakan secara rinci untuk mengetahui proses arah dan aliran debris, erosi dan dan banjir yang dapat melakukan pembentukan perubahan saluran sungai sehingga terjadi transformasi pada morfologi, dimensi lateral, vertikal dan sedimentasi yang terdapat pada dinding dan dasar sungai. 4.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Kegiatan penambangan bijih besi terjadi pada suatu daerah yang relatif kecil, tetapi
secara regional dapat mengakibatkan dampak lebih besar pada lingkungan sekitarnya. Dalam kegiatan penambangan bijih besi telah dikeluarkan baku mutu air limbah kegiatan tersebut, PerMen LH no 21 tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan / atau Kegiatan Pertambangan Bijih Besi. Di Kecamatan Pelaihari, khususnya di Sumber Mulia, terdapat endapan bijih besi yang ketika dilakukan penambangan tidak memberikan dampak perubahan pH pada sistim aquatik yang ada. Namun begitu harus dilihat apakah ada parameter kualitas lain yang melebihi ketentuan yang telah ditentukan, misalnya logam berat, kekeruhan dll. Kisaran pH yang normal, kandungan Fe, Mn, Zn, Cu dan Pb pada sistim drainase penambangan di Sumber Mulia menunjukkan bahwa potensi pembentukan air asam tambang tidak ada dan unsur-unsur tersebut tak ada, yang dapat dilihat Gambar 3, 4, 5 ,6 ,7 , dan 8. Potensi pencemar dari penambangan bijih besi hanya berasal dari Cr, yang lebih tinggi dari batas ambangnya (Gambar 9). Oleh karena itu setiap kegiatan penambangan bijih besi harus diawasi dan dikendalikan kemungkinan terjadinya pencemaran oleh Cr (VI), meskipun ini tidak berarti bahwa paramater lain diabaikan. Berdasarkan profill lingkungan hidup yang ada (KLH Kab Tanah Laut, 2007), maka telah terjadi : a. Di Pelaihari, desa Bajuin, Belayang dan Telaga, pencemaran air permukaan, yang lebih disebabkan oleh kekeruhan akibat sedimentasi yang tinggi, b. Di wilayah pesisir, Telaga dan Tampang, terjadi tingkat keasinan akibat kandungan klorida, c. Di Desa Bajuin, Tampang, Telaga dan pusat Kota, Jln datu Insad, adanya pH yang rendah yang berakibat pada keasaman air, d. Di Pusat Kota, Jln Datu Insad, Sungai Bakar, Tampang dan Telaga, kandungan Mn dan Fe Total berada di atas Baku Mutu
e. Di Sungai Bakar, Tampang, Telaga, Bajuin, kandungan NO3, NH3, BOD, COD dan DO akibat limbah cair yang menyebabkan proses reduksi-oksidasi, dan kandungan bakteri colli yang tinggi >1100 MPH/100 ml adalah indikator bahwa air telah tercemar secara organik. f.
Dari 20 sampel air yang analisis di laboratorium terhadap kadar bakteri colli total, hanya 4 sampel yang mempunyai nilai di bawah baku mutu air klas I yang mempunyai toleransi (ambang) kandungan bakteri colli dalam air 1000 MPN/100 ml. Sementara dari 16 sampel yang dianalisis di wilayah kajian mempunyai kandungan bakteri colli berkisar antara 1100 - 2400 MPN/100 ml, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tubuh perairan pada semua satuan ekosistem di wilayah kajian sudah tercemar oleh bakteri colli.
Yang harus diperhatikan adalah lokasi pengambilan contoh yang telah dilakukan untuk profil Lingkungan Hidup kabupaten Tanah Laut. Lokasi sebaran pengambilan contoh pada umumnya berada di hilir lokasi sebaran endapan bijih besi, ada yang cukup jauh, 5 km bahkan 15 km, dari lokasi penambangan bijih besi. Tata guna lahan di sepanjang sungai pun beraneka ragam sehingga kemungkinan penyebab munculnya pencemaran bisa terjadi dari beberapa faktor, misalnya penggundulan hutan, perkebunan kelapa sawit, karet, dll. Lokasi Sebaran pengambilan sampel untuk profil lingkungan hidup dapat dilihat pada Gambar 2. Di daerah Kecamatan Pelaihari, daerah penambangan bijih besi terdapat pada DAS Tabanio dengan luas 62,300 Ha (62,3 km2). Daerah aliran sungai ini dari hulu sungai, timur laut, yang berawal dari Riam Pinang dan Tebimg Siring mengalir hingga bermuara di daerah pantai Kecamatan Takisung, bagian barat. Begitu pula halnya dengan sebaran endapan bijih besi dimulai dari kedua tempat ini hingga berakhir di muaranya. Di pantai Takisung dapat dijumpai pula bongkahan endapan bijih besi dipantai-pantai yang langsung berbatasan dengan air laut. Kegiatan penambangan bijih besi daerah Pelaihari tidak begitu besar. Namun bukaan tambang tetap akan mengakibatkan lindian kandungan logam yang tidak diinginkan. Demikian pula singkapan bijih besi yang ada, tersebar dan tidak ditambang harus dipertimbangkan pula sebagai sumber pencemar alami, jika sumber mineral besi dianggap salah satu sumber pencemaran. Di Tambang Bijih Besi Pemalongan, Sumber Mulia dan Sungai Bakar, sungai di sekitarnya tak memiliki kekeruhan yang berarti, airnya tetap jernih. Berati bahwa kegiatan penambangan tidak menumbulkan kekeruhan dalam kegiatannya. Namun ketika hujan maka air yang berasal dari sistim penirisan tambang mengakibatkan kekeruhan pada air di
sekitarnya. Meski kekeruhan tersebut tidak hanya berasal dari kegiatan penambangan, karena secara alami pada saat hujan kekeruhan juga berasal dari air limpasan yang berasal dari tanah terbuka yang berada di sekitar aliran sungainya atau dari daerah hulunya akibat erosi dan bukaan lahan oleh kegiatan manusia seperti perkebunan dll. Yang patut dikontrol adalah lokasi titik penaatan kualitas lingkungan pada setiap lokasi penambangan, yang merupakan batas penaatan keluaran dari sistim remediasi drainase penambangan, yang harus memenuhi baku mutu lingkungan pada peraturan yang ada. Secara hidrogeologi maka, daerah penelitiain memiliki karakteristik batuan
tidak
cukup mampu untuk menyimpan air, butir tanah didominasi fraksi lempung yang relatif mudah jenuh air dan kedap, sehingga pada daerah-daerah yang rendah (lowland) menjadi banjir dan penggenangan setiap tahunnya. Daerah-daerah di sepanjang aliran sungai, sekitar rawa-rawa, dataran fluvio-marin, dan daerah sekitar muara, merupakan daerah paling tinggi mendapatkan ancaman banjir dan penggenangan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Tabanio termasuk dalam daerah rawan bahaya banjir tinggi. Banjir dan genangan yang sering terjadi setiap musim penghujan di wilayah perkotaan Pelaihari, menunjukkan bahwa daerah tangkapan hujan di bagian hulu sudah terganggu dan tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini diakibatkan oleh perubahan iklim global “global warming”, yang diakibatkan rusaknya hutan lindung di wilayah perbukitan bagian hulu daerah aliran sungai di Kabupaten Tanah Laut. Oleh karena itu keberadaan hutan lindung, (hutan hujan tropis). Menjadi sangat penting. Selain itu faktor yang harus dipertimbangkan adalah daya serap air oleh batuan, karena secara hidrogeologi, batuan di daerah hulu S Tabanio merupakan batuan akifer dengan ABT sangat kecil dan merupakan akifer fraktur / celahan, yang berarti bahwa air hujan yang jatuh di hulu hanya sedikit terserap di daerah hulu, hal ini dapat dilihat pada sebaran akifer pada peta hidrogeologi yang terdapat pada Gambar 10. Yang berarti bahwa sebagaian besar air hujan menjadi limpasan yang akan mengalir melalui sistim aliran yang ada menuju ke hilirnya. Yang perlu diperhatikan adalah pola curah hujan tahunan yang ada didaerah penelitian (Gambar 11), karena dengan mengetahui pola musim, kemarau dan hujan, maka dapat diperkirakan kemungkinan potensi keaktifan yang terjadi pada pembentukan sedimentasi pencemar di sungai dan dataran banjir di DAS Tabanio. Daerah hidrogeologinya,
penambangan yang
ini
belum
dilakukan
untuk
dipetakan
secara
mendapatkan
rinci
mitigasi
geomorfologi bencana
dan
dampak
pertambangan secara mikro terhadap morfologi bumi, seperti sungai dan proses-prosesnya yang terjadi secara rinci. Langkah penelitian yang dapat dilakukan berupa pembuatan
penampang melintang pada setiap kelokan-kelokan sungai yang ada, dan pada daerah yang mungkin menjadi sumber pencemar, dan setiap dataran banjir yang ada. Pembuatan penampang melintang dan vertikal dilakukan dengan membuat pemboran vertikal untuk mengetahui perubahan vertikal dan horisontal lapisan batuan yang ada baik secara fisik maupun kimia. Sehingga penampang yang dibuat dapat memberikan gambaran setiap perubahan fisik dan kimia lapisan batuan secara vertikal dan horisontal dan kemungkinan sebaran logam pencemar yang ada pada aliran sungai. Tahapan-tahapan usia morfologi sungai harus diperhatikan apakah sudah pada tahapan tua, atau masih muda. Berdasarkan dengan ketersediaan skala peta yang ada sekarang, maka ketelitian peta kontur topografi morfologi daerah penelitian dan sebaran endapan bijh besi yang ada harus ditingkatkan, agar proses yang terjadi ada saat hujan, banjir dan sedimentasi endapan di sungai dapat dipahami. Lebih jauh lagi bahwa tata guna lahan daerah penelitian, selain pertambangan, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, juga dipertimbangkan kemungkinan pengaruhnya sebagai pencemar sebagai salah satu pencemar daerah aliran sungai. Sehingga setiap kegiatan penelitian yang dilakukan pada sepanjang aliran sungai dapat dirinci kegiatan erosi, sedimentasi, pencemaran dan prosesnya yang terjadi di daerah aliran Sungai Tabanio. Penelitian juga dilakukan terhadap berbagai batuan induk bijih besi dan chromite sebagai kemungkinan sumber pencemar dengan melakukan tracing float di sekitar sungai-sungai dimana didapati singkapan bijih besi, chromite dan pengendapan butiran-butirannya di setiap lekuk sungai dan dataran banjir. Berdasarkan uraian di atas, profil lingkungan yang ada dan penelitian yang dilakukan maka pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan harus dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi penambangan, perkebunan dan HPH, atau kegiatan perekonomian lainnya dan secara makro di DAS Tabanio. Sehingga pengelolaan lingkungan secara makro pada setiap kegiatan yang ada dapat dilakukan secara terpadu antara karakteristik alami daerah melalui profile lingkungan hidup, tata guna lahan yang ada, tingkat kerusakan lingkungan dan pola hidup para pemangku kepentingan terhadap lingkungannya. 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka : a. Profile lingkungan hidup Pelaihari telah memiliki parameter yang melebihi batas baku mutu yang telah ditentukan. Namun berdasarkan analisis spasial pada sebaran pengambilan contoh dan lokasi tambang bijih besi yang ada, maka penyebabnya
belum dapat dipastikan akibat penambangan, karena sepanjang tata guna lahan sepanjang aliran sungai dipergunakan oleh kegiatan lain, misalnya perkebunan karet, kelapa sawit, dll b. Di Sungai Bakar dan Tampang kandungan Fe total air permukaan melebihi batas ambang,
meski
di
daerah
ini
terdapat
penambangan
bijih
besi.
Harus
dipertimbangkan secara cermat apakah betul Fe total berlebih yang terjadi diakibatkan oleh kegiatan penambangan, terjadi secara alami atau oleh kegiatan lainnya. Karena jarak yang jauh antara lokasi penambangan bijih besi dan tempat pengambilan dan pengukuran sampel yang dipergunakan untuk pembuatan profile lingkungan hidup Kabupaten Tanah Laut memungkinkan adanya kegiatan selain kegiatan penambangan bijih besi. c. Potensi pencemaran Cr(VI) di tambang bijih besi yang diukur hanya di Sumber Mulia. Penambangan bijih besi di lokasi lain belum tentu akan menimbulkan Cr(VI) di atas baku mutu, karena genesa bijih besi yang berbeda akan mengakibatkan dampak yang berbeda pula. d. Pembaruan data profile Lingkungan Hidup daerah harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui setiap perubahan lingkungan yang terjadi. e. Dalam melakukan pengelolaan dampak lingkungan melalui pendekatan gemorfologi, maka harus dilakukan pemetaan rinci morfologi lokasi tambang dan morfologi sungai dan proses-proses utama yang terjadi seperti erosi, pengendapan dan banjir yang berpengaruh terhadap morfologi lateral dan vertikal sungai. Khususnya di daerah penambangan bijh besi di Kecamatan Bajuin dan Pelaihari dan sekitarnya f.
Pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana lingkungan harus dilakukan pada skala mikro, yaitu di sekitar lokasi penambangan, perkebunan dan HPH atau kegiatan perekonomian lainnya, dan secara makro di DAS Tabanio. Sehingga pengelolaan lingkungan secara makro pada setiap kegiatan yang ada dapat dilakukan secara terpadu antara karakteristik alami daerah, profile lingkungan hidup, tata guna lahan yang ada, tingkat kerusakan lingkungan dan pola hidup para pemangku kepentingan terhadap lingkungannya.
6.
PUSTAKA
[1].
Wohl, Ellen; Human Impacts to Mountain Streams; Geomorphology 79, 2006, 17–248; www.elsevier.com/locate/geomorph
[2].
M.G. Macklin; P.A. Brewer; K.A. Hudson-Edwards; G. Bird; T.J. Coulthard; I.A. Dennis; P.J. Lechler; J.R. Miller; J.N. Turner ; A Geomorphological Approach to the Management of
Rivers Contaminated by Metal Mining; Geomorphology 79, 423–447,
2006 www.elsevier.com/locate/geomorph [3].
Kantor Lingkungan Hidup Kab Tanah Laut, Profil Lingkungan Hidup berbasis Sistem Informasi Geografi Kecamatan Pelaihari, Jorong dan Kintap. Lap Akhir, 2007.
[4].
Tresnadi, Hidir; Kususmastuti, Etty; Laporan Survey lapangan Bijih Besi di Sumber Mulia; 2008, BPPT
[5].
Balitbangda Kalimantan Selatan dan BPPT; Kajian Bijih Besi Kalimantan Selatan, Identifikasi interaksi antara wilayah untuk industri Besi di kalimantan Selatan; Laporan Akhir, , 2007.
[6].
Bappeda Kab Tanah Laut; BPPT, PTSM; Penyusunan dan Pengumpulan data / informasi kebutuhan Penyusunan Dokumen Perencanaan, Kajian Pengembangan Bijih Besi dan Dampaknya terhadap Perkonomian Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Lapoan Akhir, 2007.
[7].
Tresnadi, Hidir; Potensi Pencemaran Cr(Vi) (Krom) Dan Remediasinya Pada Penambangan Bijih Besi Di Sumber Mulia, Pelaihari, Kalimantan Selatan;
Kabupaten Tanah Laut,
Seminar Ilmiah Nasional X Penelitian Masalah Lingkungan di
Indonesia, Universitas Brawijaya, 2014 [8].
Sofyan, Asep, dkk; Inventarisasi Cebakan Bijih Besi Primer Di Kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Laut kalimantan Selatan kalimantan Selatan, 2007.
[9].
Miller, Jerry R; The role of fluvial geomorphic processes in the dispersal of heavymetals from mine sites; Journal of Geochemical Exploration 58 (1997) 101 – 118.
)
Gambar 1 Potensi Sumberdaya Mineral Logam Serta Batuan Pembawa Logam di Kabupaten Tanah Laut (Sumber: Kem ESDM
10
10 0
Gambar 2 Tpografi, Sebaran Endapan Bijih, Sebaran Contoh untuk Profil Lingkungan Hidup di Kecamatan Bajuin dan Kecamatan Pelaihari
WS1
WS2
WS3
0
pH
WS2
WS3
Batas Atas Ambang pH
Kandungan Fe sampel Air (mg/l)
Batas Bawah Ambang pH
Batas Ambang Fe (mg/l)
Gambar 3 Nilai pH sample Air permukaan Tambang Sumber Mulia
Gambar 4 Nilai Kandungan Fe sample Air permukaan Tambang Sumber Mulia
10
2 1 0
WS1
0 WS1
WS2
WS3
Kandungan Mn sampel Air (mg/l) Batas Ambang Mn (mg/l) Gambar 5 Nilai Kandungan Mn sample Air permukaan Tambang Sumber Mulia
WS1
WS2
WS3
Kandungan Zn sampel Air (mg/l) Batas Ambang Zn (mg/l) Gambar 6 Nilai Kandungan Zn sample Air permukaan Tambang Sumber Mulia
2
0,2
0
0
WS1
WS2
WS3
WS1
WS2
WS3
Kandungan Cu sampel Air (mg/l)
Kandungan Pb sampel Air (mg/l)
Batas Ambang Cu (mg/l)
Batas Ambang Pb (mg/l)
Gambar 7 Nilai Kandungan Cu sample Air permukaan Tambang Sumber Mulia
Gambar 8 Nilai Kandungan Pb sample Air permukaan Tambang Sumber Mulia
0,2 0,1 0
WS1
WS2
WS3
Kandungan Chrom Batas Ambang chrom pada air minum dan baku mutu air Baku mutu air limbah penambangan bijih besi Gambar 9 Nilai Kandungan Chrom Sampel Air permukaan Tambang Sumber Mulia
Gambar 10 Hidrogeologi Kabupaten Tanah Laut (Sumber Dinas ESDM Prop Kalsel)
Gambar 11 Curah Hujan di Banjarbaru Sumber : Stasiun Klimatologi BMKG Banjarbaru