Bab V Model Difusi Oksigen di Jaringan dengan Laju Konsumsi Berdasarkan Prinsip Michaelis-Menten
Pada Bab V ini akan dikaji proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan dengan laju konsumsi memenuhi prinsip kinetika Michaelis-Menten, yaitu: g(˜ c) =
A˜ c , B + c˜
dimana A dan B adalah konstanta. Karena c˜ menyatakan konsentrasi oksigen di jaringan, maka c˜ ≥ 0. Oleh karena itu, didefinisikan g(˜ c) bernilai nol, ketika c˜ < 0.
Menggunakan syarat batas pada Bab III dan penskalaan (3.12), persamaan difusi di jaringan dalam bentuk tidak berdimensi adalah: ∂c 1 ∂c − + ∂t r ∂r
∂c λcH(c) r = , ∂r α+c
b 1≤r≤ . a
(5.1)
Nilai awal dan syarat batas:
c(1, t) =
c1 −1 b t δ
b c1 ,
+ 1, jika 0 ≤ t < δ; jika t ≥ δ ∂c ∂r
c(1, 0) = 1, dimana λ = viside.
Aa2 ,α Dj c a
=
B , ca
b c1 =
ci , ca
δ=
εDj , a2
b = 0, a
(5.2)
dan H(c) merupakan fungsi Hea-
37 V.1
Solusi Keadaan Tunak
Setelah t → ∞, konsentrasi oksigen di dalam jaringan mencapai keadaan stasioner, yaitu memenuhi masalah syarat batas: 1 dc dc λcH(c) b r = , 1≤r≤ r dr dr α+c a dc b = 0. c(1) = b c1 , dr a
V.1.1
(5.3) (5.4)
Ketunggalan dan Kepositifan Solusi
Bentuk umum persamaan (5.3) adalah ∇2 c = f (c) c = ℓ
untuk r ∈ Ω
(5.5)
untuk r ∈ ∂Ω.
(5.6)
dimana ∇2 adalah operator Laplace, ℓ konstanta non-negatif, Ω adalah daerah annulus, dengan 1 ≤ r ≤ ab , dan ∂Ω adalah batas pada r = 1. Dalam hal ini f (c) =
λcH(c) , α+c
dengan f (c) = 0 jika c ≤ 0 dan f ′ (c) > 0 untuk c > 0. Misalkan c1 dan c2 adalah solusi (5.5)-(5.6), dan u = c2 − c1 maka: ∇2 u = f (c2 ) − f (c1 ) u = 0
untuk r ∈ Ω,
untuk r ∈ ∂Ω.
Berdasarkan Teorema Green, maka diperoleh: Z Z Z Z 2 u∇ u dv + ∇u.∇u dv = ∇.(u∇u) dv = Ω
Ω
Ω
u ∂Ω
∂u ds, ∂n
(5.7)
dimana n adalah vektor normal dari batas.
Karena u = 0 pada ∂Ω, maka ruas kanan persamaan (5.7) bernilai nol. Sehingga:
Z
Ω
Z
2
Ω
u∇ u dv = −
u (f (c2 ) − f (c1 )) dv = −
Z
ZΩ
Ω
∇u.∇u dv ∇u.∇u dv.
38 Karena
R
Ω
∇u.∇u dv ≥ 0, maka: Z u (f (c2 ) − f (c1 )) dv ≤ 0. Ω
Tetapi f adalah fungsi monoton naik, sehingga haruslah u = 0. Dengan demikian diperoleh c2 = c1 .
Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa solusi persamaan (5.5)-(5.6) adalah nonnegatif. Jika ℓ = 0, maka c(r) = 0 adalah solusi tunggal untuk persamaan (5.5). Misalkan c3 adalah solusi untuk persamaan (5.5), dengan b > 0. Jika c3 (r1 ) = 0 untuk 1 < r = r1 < ab , maka dapat dibuat pembatasan untuk domain, yaitu Ω1 adalah annulus dengan r1 ≤ r ≤ ab . Karena c3 adalah solusi tunggal untuk persamaan (5.5), maka c3 juga memenuhi: ∇2 c3 = f (c3 )
untuk r ∈ Ω1 ,
c3 = 0 untuk r ∈ ∂Ω1 . Sehingga diperoleh c3 (r) = 0 untuk r1 ≤ r ≤ ab . Dengan demikian c(r) ≥ 0. Selanjutnya akan dicari solusi dari persamaan (5.3)-(5.4).
V.1.2
Metode Numerik
Untuk diskritisasi persamaan (5.3) digunakan metode beda hingga. Interval [1, ab ] dipartisi menjadi n buah selang yang berukuran h = ( ab − 1)/n. Diperoleh titik-titik 1 = r0 < r1 < ... < rn =
b , a
dengan rj = 1 + jh. Untuk
penyederhanaan, nilai konsentrasi c(rj ) dinotasikan dengan cj . Berdasarkan ekspansi Taylor, aproksimasi untuk
dc dr
dan
d2 c d2 r
pada titik rj , masing-masing
adalah persamaan (3.35) dan (3.36).
Dengan mensubstitusi persamaan (3.35) dan (3.36) ke persamaan (5.3), maka diperoleh νj cj+1−
2 λcj H(cj ) , cj + ςj cj−1 = 2 h α + cj
j = 1, ..., n − 1
(5.8)
39 dimana νj =
1 h2
+
1 2hrj
dan ςj =
1 h2
−
1 . 2hrj
Karena c(1) = b c1 , maka cj = b c1 , untuk j = 0. Berdasarkan syarat batas c′ ( ab ) = 0, maka untuk j = n :
λcj H(cj ) 2(cj−1 − cj ) = . h2 α + cj
(5.9)
Selanjutnya digunakan metode Newton Raphson untuk menyelesaikan sistem persamaan non linier (5.8) - (5.9).
Karena g(c) merupakan fungsi non-linier, maka digunakan metode asimtotik untuk menyelesaikan persamaan difusi di jaringan. Penyelesaian dengan metode asimtotik pada Bab V ini bersifat kasuistik, yaitu untuk pasangan nilai α → 0 dan λ = O(α), nilai α → 0 dan λ = O(1), serta α = O(1) dan λ → ∞.
V.1.3 V.1.3.1
Metode Asimtotik Kasus α → 0, λ = O(α).
Parameter α merupakan perbandingan dari B dan ca . Oleh karena itu, jika nilai ca yang merepresentasikan konsentrasi di dinding kapiler bernilai jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai B yang merupakan konstanta keseimbangan reaksi, maka α → 0. Hal yang sama, jika nilai konsentrasi oksigen di dinding kapiler kali koefisien difusi jaringan (ca ×Dj ) jauh lebih besar dari laju maksimum reaksi kali kuadrat jari-jari dinding kapiler (A × a2 ), maka λ → 0. Karena λ = O(α), maka dapat ditulis λ = λ0 α, dimana λ0 = Os (1). b c1 = O(1), dan misalkan c mempunyai perluasan:
c(r; α) = c0 (r) + αc1 (r) + O(α2).
(5.10)
Dengan perluasan c(r; α) tersebut, persamaan (5.3) menjadi: 1 1 λ0 c1 λ0 (1 + c1 ) ′ ′ ′ ′ 2 − α2 + O(α3). (rc0 ) + α (rc1 ) + O(α ) = λ0 α + r r c0 c0
40 Untuk O(1): 1 ′ (rc′0 ) = 0. r
(5.11)
Dengan batas:
maka diperoleh c0 (r) = b c1 .
b c′0 ( ) = 0, a
c0 (1) = b c1 ,
(5.12)
Untuk O(α): b dengan c1 (1) = 0, c′1 ( ) = 0. a 2 r 2 −1 b . Memberikan solusi: c1 (r) = −λ0 2a 2 ln r − 4 1 ′ (rc′1 ) = λ0 r
Sehingga
(5.13)
b2 r2 − 1 c(r) = b c1 − λ 0 α ln r − 2a2 4 2 2 r −1 b . ln r − = b c1 − λ 2a2 4
(5.14) (5.15)
Gambar 5.1 menunjukkan perbandingan solusi c(r) yang diselesaikan dengan metode asimtotik orde pertama (garis penuh) dan metode numerik (garis putus-putus), untuk parameter
b a
= 11, dan b c1 = 1.25. Berdasarkan Gambar
5.1, jika ketersediaan konsentrasi oksigen di kapiler jauh lebih besar, baik dari laju maksimum reaksi (A) maupun dari keofisien kesetimbangan (B), maka konsentrasi oksigen di jaringan tidak akan mencapai nilai nol sampai waktu tak hingga. lambda=0.01,alpha=0.01
lambda=0.001, alpha=0.001
1.4
1.4
1.2
1.2
0.8 c
1
0.8 c
1
0.6
0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0
0
−0.2
−0.2
1
2
3
4
5
6 r
7
8
9
10
11
1
2
3
4
5
6 r
7
8
9
10
11
Gambar 5.1: Perbandingan Solusi Asimtotik Suku Pertama dan Numerik untuk α = λ = 0.01, dan α = λ = 0.001.
41 V.1.3.2
Kasus α → 0, λ = O(1).
Berikut ini akan dikaji suatu keadaan, dimana konsentrasi di dinding kapiler bernilai jauh lebih besar dibandingkan dengan konstanta keseimbangan reaksi (ca ≫ B), serta nilai konsentrasi oksigen di dinding kapiler kali koefisien difusi sebanding dengan laju maksimum reaksi kali kuadrat jari-jari dinding kapiler (ca × Dj ∼ A × a2 ). Karena c(1) =
ci ca
= O(1), maka c(r) = O(1), untuk r di persekitaran 1.
Misalkan c mempunyai perluasan: c(r; α) = c0 (r) + αc1 (r) + O(α2).
(5.16)
Persamaan (5.3) menjadi: 1 λc αλ 1 ′ ′ (rc′0 ) + α (rc′1 ) + O(α2 ) = =λ− + O(α2). r r α+c c0
(5.17)
Untuk O(1) diperoleh: 1 ′ (rc′0 ) = λ, r dengan syarat batas c0 (1) = b c1 , c′0 ab = 0.
(5.18)
Sehingga
λr K1 + , (5.19) 2 r dimana K1 adalah konstanta. Jika c0 merupakan aproksimasi yang valid unc′0 (r) =
tuk seluruh daerah domain, kita dapat menerapkan syarat batas c′0 ( ab ) = 0. 2
λb Sehingga diperoleh K1 = − 2a 2 . Dengan mengintegralkan persamaan (5.19)
dan menerapkan kondisi c0 (1) = b c1 , maka diperoleh: 2 r2 − 1 b . ln r − c0 (r) = b c1 − λ 2a2 4
(5.20)
Karena c merepresentasikan konsentrasi oksigen di dalam jaringan, maka c ≥ 0 dan begitu juga c0 ≥ 0. Berdasarkan (5.20), c0 akan bernilai positif jika λ<
b2 2a2
b c1 ln r −
r 2 −1 4
.
Grafik λ terhadap r ditunjukkan oleh Gambar 5.2, dengan 1.25.
(5.21)
b a
= 11 dan b c1 =
42 0.20
0.15
Λ
0.10
0.05
0.00 2
4
6
8
10
r
Gambar 5.2: Hubungan λ dan r. Berdasarkan grafik tersebut, jika λ < 0.0108627 maka c0 ≥ 0, sehingga asumsi dipenuhi. Akibatnya solusi (5.20) valid di seluruh daerah domain.
Jika λ > 0.0108627, maka c0 mempunyai akar, dinotasikan r1 . Karena interval dibagi menjadi dua bagian oleh r1 , maka kita tidak dapat menerapkan kondisi c′0 ( ab ) = 0 pada c0 (r). Oleh karena itu K1 pada persamaan (5.19) belum bisa ditentukan nilainya dan demikian juga untuk nilai r1 .
Untuk r < r1 , berlaku: c0 (r) =
λ 2 λ r + K1 ln r + b c1 − . 4 4
(5.22)
Akan ditunjukkan bahwa untuk r ≥ r1 , c(r) = 0.
Asumsikan 0 ≤ c ≤ O(α). Selanjutnya dibuat penskalaan c = αn c¯, n ≥ 1. Persamaan (5.3) menjadi: 1 d α r dr
d¯ c r dr
=
λ¯ c . 1 + αn−1 c¯
(5.23)
Karena α → 0 maka dengan n ≥ 1, setiap ekspansi c¯(r; α) = c¯0 (r) + ..., r ≥ r1 akan memberikan c = 0. Sehingga solusi untuk r ≥ r1 adalah nol. Berikutnya akan dicari akar r1 dan K1 . Misalkan c = αn ψ,
r = r1 + αm ξ.
(5.24)
Dengan mensubstitusikan pemisalan tersebut ke persamaan (5.3), maka diper-
43 oleh: dψ λαn ψ αn−2m d m (r + α ξ) = 1 r1 + αm ξ dξ dξ α + αn ψ α−m dψ λψ d2 ψ = α−2m 2 + m dξ r1 + α ξ dξ α + αn ψ d2 ψ αm λα2m ψ λα2m−1 ψ dψ + = = . d2 ξ r1 + αm ξ dξ α + αn ψ 1 + αn−1ψ
(5.25) (5.26) (5.27)
Distinguished limit. Karena m, n > 0, maka dipilih n = 1 dan m = √ r1 + αξ dan λψ d2 ψ = . 2 dξ 1+ψ
1 , 2
sehingga c = αψ, r =
(5.28)
Matching condition. Di sebelah kanan r1 , ψ harus terhubung dengan c(r) = 0, sehingga ψ → 0, jika ξ → ∞. Di sebelah kiri r1 , ψ harus terhubung dengan c0 (r). Oleh karena itu, ekspansi Taylor dari c0 (r) di sekitar r1 adalah: 1 c0 (r) = c0 (r1 ) + (r − r1 )c′0 (r1 ) + (r − r1 )2 c′′0 (r1 ) + ... 2 √ 1 2 ′′ ′ αξc0 (r1 ) + αξ c0 (r1 ) + ... = 2 ≃ αψ(ξ).
(5.29) (5.30) (5.31)
√ Orde O( α) harus sama dengan nol, sehingga c′0 (r1 ) = 0. Secara fisis, hal tersebut sangatlah masuk akal: jika tidak ada sumber pada batas daerah dimana konsentrasi bernilai nol, maka fluks oksigen bernilai nol. 0 = c′0 (r1 ) = Diperoleh K1 = −
λr12 . 2
λr1 K1 + . 2 r1
(5.32)
Sehingga:
λ λ λ c0 (r) = r 2 − r12 ln r + b c1 − = b c1 − λ 4 2 4
r2 − 1 r12 ln r − 2 4
,
(5.33)
dengan r1 merupakan akar dari c0 (r).
0 = c0 (r1 ) = b c1 − λ
r12 r2 − 1 ln r1 − 1 2 4
.
(5.34)
Gambar 5.3 merupakan grafik r1 sebagai fungsi dari λ1 , untuk b c1 = 1.25 .
44
10
r1
8
6
4
2 0
20
40
60
80
100
1 lambda
Gambar 5.3: Grafik r1 terhadap λ1 . Dapat dilihat dari Gambar 5.3 bahwa untuk λ = 0.0108627 atau
1 λ
= 92.058
nilai r1 ≈ 11. Selanjutnya akan dikaji secara analitik tentang nilai r1 , untuk λ → ∞ dan b c1 = O(1). Misalkan
1 λ
= ε. Maka persamaan (5.34) menjadi: r2 − 1 r12 ln r1 − 1 = εb c1 , 2 4
(5.35)
r1 ≈ x0 + εα x1 + εβ x2 + ...,
(5.36)
dimana ε → 0. Misalkan
dengan x0 = Os (1), 0 < α < β . Dengan mensubstitusi persamaan (5.36) ke (5.35) maka (x0 + εα x1 + εβ x2 + ...)2 (x0 + εα x1 + εβ x2 + ...)2 − 1 ln(x0 +εα x1 +εβ x2 +...)− = εb c1 . 2 4 (x0 + εα x1 + εβ x2 + ...)2 (εα x1 + εβ x2 + ...)2 α β ln x0 + (ε x1 + ε x2 + ...) − − 2 2 (x0 + εα x1 + εβ x2 + ...)2 − 1 = εb c1 . 4 1 2 1 1 1 x0 ln x0 − (x0 2 − 1) + ε2α x21 + ε2β x22 + εα+β x1 x2 + ... = εb c1 . 2 4 2 2 Untuk O(1) : 1 2 1 x0 ln x0 − (x0 2 − 1) = 0, 2 4
45 maka diperoleh x0 = 1. Selanjutnya pilih α = 21 , sehingga untuk O(ε) : 1 2 x =b c1 , 2 1
√ √ c1 . Karena 1 ≤ r ≤ ab , maka dipilih x1 = 2b c1 . Sememberikan x1 = ± 2b hingga 1
r1 ≈ 1 + ε 2
p
2b c1 + ...
Dengan b c1 = 1.25, Tabel 5.1 menunjukkan beberapa perbandingan nilai r1
yang diperoleh dengan metode asimtotik dan numerik. Tabel 5.1. Nilai r1 . r1 Asimtotik
Numerik
ε = 0.1
1.4682
1.5000
ε = 0.01
1.1543
1.1581
ε = 0.001
1.0496
1.0500
ε = 0.0001 1.0158
1.0158
Dengan demikian, solusi c0 (r) untuk λ ≤ 0.0108627 adalah: 2 b r2 − 1 c0 (r) = b c1 − λ , ln r − 2a2 4
dan untuk λ ≥ 0.0108627 adalah: 2 r b c1 − λ 21 ln r − c0 (r) = 0,
r 2 −1 4
(5.37)
, jika 1 ≤ r < r1 ; jika r1 < r ≤ ab .
Karena λ = 0.0108627 → 0, maka dapat dilihat bahwa solusi c0 (r) untuk
λ ≤ 0.0108627 adalah sama dengan persamaan (5.15). Gambar 5.4 (a) dan (b) menunjukkan perbandingan solusi luar (garis penuh) dengan solusi numerik (garis putus) untuk λ ≥ 0.0108627. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dikatakan bahwa jika λ = O(1) dan α → 0, maka konsentrasi oksigen di jaringan akan mencapai nilai nol dalam waktu yang berhingga.
46 lambda=1, alpha=0.1
c
lambda=1, alpha=0.01
1.5
1.5
1
1
c
0.5
0
-0.5
0.5
0
1
2
3
4
5
6
r
7
8
9
10
-0.5
11
1
2
3
4
5
(a)
6
r
7
8
9
10
11
(b) lambda=0.01, alpha=0.001 1.5
1
c 0.5
0
-0.5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
r
(c)
Gambar 5.4: Perbandingan Solusi Asimtotik Suku Pertama dan Numerik α → 0, λ = O(1).
Sedangkan Gambar 5.4 (c) menunjukkan perbandingan solusi luar dengan solusi numerik untuk λ ≤ 0.0108627. Berdasarkan gambar tersebut, jika λ → 0 dan α → 0, konsentrasi oksigen di jaringan tidak akan mencapai nilai nol sampai waktu tak hingga. Berdasarkan Gambar 5.4, galat untuk solusi asimtotik suku pertama adalah semakin kecil jika nilai α semakin mendekati nilai nol.
V.1.3.3
Kasus α = O(1), λ → ∞.
Akan dikaji suatu keadaan, dimana konsentrasi oksigen di dinding kapiler dan koefisien kesetimbangan reaksi menuju nol, tetapi jaringan melakukan metabolisme yang membutuhkan oksigen (A 9 0). Secara matematis, keadaan tersebut dapat dituliskan α = O(1), λ → ∞.
47 Misalkan ε = λ1 . Karena λ → ∞, maka ε → 0. 1 d dc ε r = r dr dr dc b ( ) = c(1) = b c1 , dr a
Persamaan (5.3) menjadi: cH(c) . α+c
(5.38)
0.
(5.39)
Solusi Luar Misalkan cˆ adalah solusi luar bagi persamaan (5.38) - (5.39), dan cˆ mempunyai perluasan cˆ = c0 + εγ c1 + ... , dimana γ > 0. Persamaan (5.38) menjadi: c0 + εγ c1 + ... 1 d rd(c0 + εγ c1 + ...) = ε r dr dr α + c0 + εγ c1 + ... 1 d rdc0 c0 rdc1 c0 c1 c1 1+γ 1 d γ ε +ε = + ... +ε − r dr dr r dr dr α + c0 α + c0 (α + c0 )2 Untuk O(1) : c0 =0 α + c0 maka c0 = 0. Dipilih γ = 1, sehingga untuk O(ε) : c1 c0 c1 1 d rdc0 = − r dr dr α + c0 (α + c0 )2 karena c0 = 0, maka c1 = 0. ∴ cˆ = 0.
Solusi cˆ = 0, memenuhi batas
dc b ( ) dr a
= 0, tetapi tidak memenuhi c(1) = cb1 .
Sehingga di r = 1 terjadi boundary layer.
Solusi Dalam Misalkan r = ες X +1, dan C¯ adalah solusi untuk X. Persamaan (5.38) menjadi ε1−ζ dC¯ 2 1 + ες X dX dX ¯ dC¯ d2 C¯ 1−ζ dC + ε − εX ε1−2ζ 2 dX dX dX ε1−2ζ
d2 C¯
+
C¯ α + C¯ C¯ . = α + C¯ =
48 Melalui proses balancing, diperoleh ζ = 21 , sehingga d2 C¯ dX
2
+ ε1/2
dC¯ C¯ dC¯ , − εX = α + C¯ dX dX
(5.40)
¯ dengan batas C(0) = cb1 . Misalkan C¯ = C¯0 + εη C¯1 + ..., dimana η > 0. De-
ngan mensubstitusi perluasan dari C¯ tersebut ke persamaan (5.40) maka untuk O(1) :
C¯0 α + C¯0 C¯0 ¯ ′ C0 = α + C¯0 α ′ C¯0 = 1− ¯ α + C0 q = ± 2C¯0 − 2α ln(α + C¯0 ) + K,
′′ C¯0 = ′ ′′ C¯0 C¯0 ′ 1 d(C¯0 )2 2 dX ′ C¯0
¯ K adalah konstanta yang akan ditentukan nilainya. Karena C(0) > c0 (1) maka C¯ merupakan fungsi turun di sekitar r = 1. Sehingga yang diambil adalah tanda negatif.
Matching condition˙ ′ Karena cˆ = 0, maka C¯0 (∞) = 0 dan C¯0 (∞) = 0. Sehingga dapat diperoleh
nilai K, yaitu K = 2α ln(α).
Selanjutnya dengan menggunakan metode Runge-Kutta, C¯0 dihitung secara numerik. ¯ ∴ c = cˆ + C¯ = C. Grafik solusi c(r) ditunjukkan oleh Gambar 5.5. Dengan nilai λ = 100, solusi asimtotik orde 1 memberikan hasil yang sama dengan solusi numerik.
49 alpa=1, lambda=10
alpha=1, lambda=100 asimtotik O(1) numerik
1.2
asimtotik O(1) numerik
1.2
0.8
0.8 c
1
c
1
0.6
0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0
0 1
1.5
2
2.5
3 r
3.5
4
4.5
5
1
1.5
2
2.5
3 r
3.5
4
4.5
5
Gambar 5.5: Perbandingan Solusi Asimtotik Suku Pertama dan Numerik α = O(1), λ = 10, dan α = O(1), λ = 100.
V.2
Solusi Keadaan Tidak Tunak
Persamaan difusi beserta syarat-syarat batas dan nilai awal diberikan oleh persamaan (5.1)-(5.2). Karena persamaan (5.1) nonlinier, maka akan diselesaikan dengan metode numerik. Metode yang digunakan untuk mencari solusi numerik ini adalah metode beda maju. Dengan nilai parameter
b a
= 11, Gambar
5.6 menunjukkan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. alpa=0.01, lamda=0.01
alpa=0.01, lambda=1 1.4 t=0 t=0.1 t=1.6 t=100
1.2 1.2 1 1 0.8
c
c
0.8 0.6
0.6
0.4
0.4
0.2
0.2 t=0 t=1.6 t=100
0 1
2
3
0 4
5
6 r
7
8
9
10
11
1
2
3
4
alpha=1, lambda=1
5
6 r
7
8
9
10
11
alpa=1, lambda=100
1.4
1.4 t=0 t=0.1 t=1.6 t=10
1.2
t=0 t=0.1 t=1.6 t=100
1.2
0.8
0.8 c
1
c
1
0.6
0.6
0.4
0.4
0.2
0.2
0
0 1
2
3
4
5
6 r
7
8
9
10
11
1
2
3
4
5
6 r
7
8
9
10
11
Gambar 5.6: Proses Penyebaran Konsentrasi Oksigen di Jaringan dengan Laju Konsumsi Memenuhi Prinsip Kinetika Michaelis-Menten.
50 Berdasarkan Gambar 5.6, dapat dinyatakan bahwa yang mempunyai peranan penting dalam proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan adalah λ, dimana λ ini merupakan perbandingan dari kecepatan reaksi kali jari-jari dinding kapiler terhadap koefisien difusi kali konsentrasi di dinding kapiler.
Parameter α yang merupakan perbandingan koefisien kesetimbangan terhadap nilai konsentrasi oksigen di dinding kapiler memberikan pengaruh kepada kecepatan penurunan konsentrasi oksigen. Dapat dilihat dari Gambar 5.6, bahwa untuk nilai λ yang sama, semakin besar nilai α maka penurunan konsentrasi oksigen semakin lama.