BAB V KIMIA AIR
5.1 Tinjauan Umum
Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah: a. Tipe dan asal fluida hidrotermal b. Temperatur reservoir berdasarkan perhitungan ataupun pengeplotan geotermometer c. Cadangan energi panasbumi d. Kehadiran mineral sekunder yang muncul, dan sebagainya.
5.2 Tipe Air
Komposisi kimia air panasbumi dipengaruhi oleh interaksi antara batuan dan air. Anion yang terkandung dalam air panasbumi dapat menunjukkan proses interaksi ini. Oleh sebab itu, klasifikasi fluida panasbumi didasarkan pada kandungan relatif Cl- (klorida), SO42- (sulfat), dan HCO3- (bikarbonat). Terdapat tiga tipe air panasbumi (Nicholson, 1993), yaitu: a. Air klorida Air klorida merupakan air yang paling dominan terbentuk pada sistem panasbumi. Air ini memiliki anion utama berupa klorida dan ber-pH yang netral.
37
b. Air Asam Sulfat Air asam sulfat terbentuk akibat adanya kondensasi uap ke dalam air permukaan dan memiliki pH yang relatif asam.
c. Air Bikarbonat Air bikarbonat umumnya terbentuk di daerah marginal dan dekat permukaan, dimana gas CO2 bersama dengan uap air terkondensasi ke dalam air tanah dingim, kondensasi uap tersebut dapat memanaskan air tanah. Air bikarbonat ini memiliki pH netral hingga basa. Tabel 3. Hasil Analisa Kimia Air di Sumur WA-3 dan WF-2.
Parameter
Satuan
Sumur WA-3
WF-2
meter
1270
1326
mg/kg
21,91
10,39
mg/kg
6466
3277
mg/kg
1933
890
mg/kg
483
162
Mg
mg/kg
0,23
0,51
Fe
mg/kg
<0.076
Tidak Tersedia
Rb
mg/kg
10,5326
Tidak Tersedia
As
mg/kg
39,2091
Tidak Tersedia
B
mg/kg
439
259
NH4
mg/kg
0,46
0,68
SiO2
mg/kg
657
560
Cl
mg/kg
12742
6138
F
mg/kg
0,9226
Tidak Tersedia
Cs
mg/kg
Tidak Tersedia
Tidak Tersedia
SO4
mg/kg
8
13
HCO3
mg/kg
<3,84
33
mol
0,899
0,959
-
6
5,35
Kedalaman Li Na K Ca
CO2 pH Laboratorium
38
Data kimia air pada tabel 3, diambil langsung dari air reservoir yang berada pada sumur pengeboran WA-3 pada kedalaman 1270 m dan WF-2 pada kedalaman 1326 m (UNOCAL Geothermal of Indonesia, 2002). Pada suhu laboratorium (25oC), sampel WA-3 memiliki derajat keasaman netral (pH= 6). Terdiri dari 12742 mg/kg Cl, 3,84 mg/kg HCO3, dan 8 mg/kg SO4. Sampel WF-2 memiliki derajat keasaman mendekati netral (pH=5,35). Terdiri dari 6138 mg/kg Cl, 33 mg/kg HCO3, dan 13 mg/kg SO4. Berdasarkan data tersebut maka tipe air pada sumur pengeboran WA-3 dan WF-2 adalah air klorida (gambar 23).
Gambar 23. Kandungan relatif Cl, SO4, dan HCO3 (mg/kg)
39
5.3 Geotermometer
Perhitungan geotermometer dilakukan untuk mengetahui temperatur reservoir di bawah permukaan berdasarkan kandungan beberapa unsur terlarut dalam fluida panasbumi yang bervariasi sebagai fungsi dari temperatur. Pada umumnya geotermometer didasarkan pada reaksi kesetimbangan kimia antara mineral dan larutan yang secara perlahan mengalami kesetimbangan kembali (re-equilibrium) pada temperatur dingin (Nicholson, 1993). Temperatur yang diberikan oleh geotermometer mempunyai kisaran antara 5 hingga 10oC.
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan dengan rumus di bawah ini (Giggenbach, 1988 op. cit. Nicholson, 1993):
toC = 1390/[log (Na/K) + 1,750] – 273 Hasil dari perhitungan di atas dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Perhitungan Geotermometer Na-K (Giggenbach, 1988) Pada Sumur WA-3 dan WF-2.
Hasil pengeplotan geotermometer unsur terlarut Na-K-Mg (Giggenbach, 1988 op. cit. Nicholson, 1993) dapat terlihat di bawah ini (gambar 24).
40
Gambar 24. Pengeplotan Geotermometer Na-K-Mg (Giggenbach, 1988 op. cit. Nicholson, 1993).
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengeplotan diagram Na-K-Mg (Giggenbach, 1988 op. cit. Nicholson, 1993), maka diketahui bahwa temperatur reservoir pada sumur WA-3 adalah 338oC atau berkisar 340oC dan pada sumur WF-2 adalah 327oC atau berkisar 330oC.
5.4 Diagram Aktivasi
Diagram aktivasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan mineral hidrotermal dengan fluida hidrotermal dengan cara pengeplotan log rasio aktivitas ion. Pada temperatur dan tekanan yang konstan, setidaknya terdapat tujuh fasa mineral yang diduga dapat hadir bersamaan dengan air di batuan yang telah teralterasi dalam keadaan setimbang, yaitu: kuarsa, epidot, klorit, K-feldspar (adularia), albit, K-mika (ilit), dan kalsit (Browne, 1999). 41
Pada penelitian ini dilakukan pengeplotan terhadap dua diagram aktivasi, yaitu: a. Log aK+/aH+ vs Log aCa2+/a2H+ b. Log aMg2+/a2H+ vs Log aCa2+/a2H+ +
+
2+
2 +
2+
2 +
Tabel 5. Hasil Perhitungan Log aK /aH , Log aCa /a H , dan Log aMg /a H pada sumur WA-3 dan WF-2.
Parameter Konsentrasi Ca2+ Konsentrasi K+ Konsentrasi Mg2+ Masa atom Ca2+ Masa atom K+ Masa atom Mg2+ Konsentrasi Ca2+ Konsentrasi K+ Konsentrasi Mg2+ Konsentrasi CO2 Konsentrasi H+
Satuan mg/kg mg/kg mg/kg
mol mol mol mol
Sumur WA-3 WF-2 193,2 64,8 773,2 356 0,092 0,204 40 40 39 39 24 24 4,83 1,62 19,8 9,13 0,0038 0,0085 0,899 0,959 -6 10 10-5,35
Log aK+/aH+
7,3
6,3
Log aCa2+/a2H+
6,7
5,6
Log aMg2+/a2H+
3,58
3,2
Berdasarkan hasil pengeplotan unsur-unsur terlarut (tabel 7) pada diagram log aK+/aH+ vs log aCa2+/a2H+, maka dapat diketahui bahwa pada sumur WA-3 di kedalaman 1270 m dan sumur WF-2 di kedalaman 1326 m terbentuk mineral sekunder berupa kalsit dan K-feldspar (gambar 25a). Sedangkan, hasil pengeplotan unsur-unsur terlarut pada diagram log aMg2+/a2H+ vs og aCa2+/a2H+ dapat diketahui bahwa pada sumur WA-3 di kedalaman 1270 m dan sumur WF-2 di kedalaman 1326 m terbentuk mineral sekunder berupa kalsit dan smektit (gambar 25b).
42
(a)
(b)
+
+
2+/ 2 +
2+
2 +
2+
2 +
Gambar 25. (a) Diagram Aktivasi Log aK /aH vs Log aCa a H dan (b) Log aMg /a H vs Log aCa /a H .
43
44