Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1.
Tinjauan Umum Proyek Judul
:
Museum dan Pusat Mitigasi Becana Banjir di Jakarta
2.2.
Tema
:
Ruang dan Sirkulasi
Lokasi
:
Jl. Kunir - Jl. Kemukus
Luas Lahan
:
10500m2
KDB / KLB
:
75% / 3
Luas Lantai Dasar
:
7875 m2
Luas Total Bangunan
:
23625 m2
Lantai Maksimal
:
3 Lantai
GSB / GSS
:
5 meter / 10 meter
Sifat Proyek
:
Fiktif
Sasaran
:
Masyarakat umum, Pelajar dan Wisatawan.
Batas Tapak
:
Sebelah Utara
:
Gedung Geo Wehry dan K7 Hotel
Sebelah Timur
:
Kali Ciliwung dan Pemukiman
Sebelah Barat
:
Museum Keramik & Kompleks Ruko
Sebelah Selatan
:
Pemadam Kebakaran
Pendanaan
:
Swasta
Tinjauan Museum Sejak
lama
museum-museum
di
Indonesia dicanangkan menjadi objek yang bersifat rekreatif edukatif. Museum memang diarahkan
untuk
kepentingan
pariwisata
dengan tetap mempertimbangkan aspek-aspek pendidikan. 6 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
Pada dasarnya museum mempunyai lima tugas pokok, yaitu pengumpulan, penelitian, pelestarian, pendidikan, dan penyampaian informasi. Roh sebuah museum adalah koleksi dan jiwanya adalah penataan koleksi. Untuk itulah museum memerlukan koleksi yang baik atau menarik. Koleksi berupa benda utuh pasti lebih disukai daripada bentuk pecahan, kecuali kalau benar-benar memang bendanya hanya itu dan tidak dapat direkonstruksi. 2.3.
Pengertian Museum Menurut
Lord
(1991),
Museum
merupakan
suatu
lembaga
yang
mengumpulkan, mencatat, merekam melestarikan dan menyajikan segala sesuatu yang memiliki nilai dalam kehidupan baik itu benda seni budaya, benda bersejarah maupun ilmu pengetahuan. Menurut Pedoman Pendirian Museum, Depdikbud, 1999-2000. Pengertian Museum sesuai dengan perumusan ICOM (International Council of Museum) yaitu suatu badan kerjasama
profesional dibidang permuseuman yang didirikan oleh
kalangan profesi permuseuman dari seluruh dunia, sebagai berikut : “Museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan, benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya.”
2.3.1. Fungsi dan Tugas Museum Mengangkat dari Libraries and Museum Committee, 10 Januari 1974 di dalam Lord (1991) yang telah disempurnakan 12 February 1979 fungsi dari museum adalah sebagai berikut: •
Berfungsi sebagai Bangunan Umum (General)
•
Tempat melestarikan benda dan tempat Pameran benda seni Museum and Art Galery)
•
Sebagai
tempat
pertunjukan
(Exhibition service) 7 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
•
Sebagai pusat pelestarian bangunan bersejarah (Historis Building)
•
Sebagai tempat penelitian dan perlindungan terhadap lingkungan (Research and environmental conservation)
•
Sebagai tempat dokumentasi (Record service)
•
Sebagai tempat pendidikan (Educational service)
•
Sebagai pusat informasi dan pelaporan mengenai koleksi museum dan perkembangannya (information and advisory service).
Sedangkan menurut rumusan ICOM, fungsi dan tugas museum adalah sebagai berikut : a. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya b. Dokumentasi dan penelitian ilmiah c. Konservasi dan preservasi d. Penyebaran dan perataan ilmu untuk umum e. Pengenalan dan penghayatan kesenian
2.3.2. Klasifikasi Museum Klasifikasi museum-museum yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, seperti : a. Berdasarkan penyelenggaranya museum dibagi menjadi dua yaitu : 1. Berstatus swasta, dan 2. Berstatus resmi/milik pemerintah
b. Berdasarkan jenis koleksinya 1. Museum Umum, yang mempunyai koleksi penunjang cabang-cabang ilmu pengetahuan alam, teknologi dan ilmu pengetahuan sosial. 2. Museum Khusus, yang mempunyai koleksi penunjang satu cabang ilmu saja , misal : Museum Wayang, Museum Zoologi, Museum seni rupa, Museum tekstil, dan sebagainya. c. Berdasarkan ruang lingkup tugasnya, status hukum pendirian dan tujuan penyelenggaranya :
8 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
1. Museum Nasional, yang merupakan tanggung jawab pemerintah dan berisi warisan budaya dan sejarah nasional. 2. Museum regional/local, dibagi menurut ruang lingkup tugas tingkat propinsi, kabupaten dan kotamadya 3. Museum Lapangan/Site Museum, museum ini menyimpan benda-benda peninggalan kepurbakalaan yang berasal dari penyelidikan suatu tempat/lokasi yang penting, contohnya site Museum di Borobudur, site Museum di Trowulan, dan lain-lain. d. Berdasarkan bentuknya 1. Museum Terbuka (Outdoors Museum), dapat berupa komplek yang luas, seperti perkampungan asli maupun tiruan dengan rumah-rumah adatnya, atau berupa lapangan yang luas, dan lain-lain. 2. Museum Tertutup (Indoor Museum), yaitu suatu bangunan museum yang menyimpan koleksinya dalam ruangan-ruangan tertutup. 3. Kombinasi dari museum terbuka dan tertutup. 2.3.3. Persyaratan Museum Menurut Pedoman Pendirian Museum, Depdikbud, 1999-2000, persyaratan dalam perencanaan suatu museum adalah sebagai berikut : 2.3.3.1. Koleksi museum Penentuan persyaratan koleksi suatu museum diperlukan, karena belum ada keseragaman persyaratan koleksi baik untuk museum pemerintah maupun museum swasta. Oleh karena itu, untuk mendapatkan keseragaman persyaratan koleksi, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut : a. Mempunyai nilai sejarah dan ilmiah (termasuk nilai estetika) b. Dapat diidentifikasi mengenai wujudnya (morfologi), tipenya (tipologi), gayanya (style), Fungsinya, maknanya, asalnya secara historis dan geografis, genusnya (dalam orde biologi) atau periodenya dalam geologi khususnya untuk bendabenda sejarah alam dan teknologi. 9 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
c. Harus dapat diajadikan dokumen, dalam arti sebagai bukti kenyataan dan kehadiarannya (realitas serta eksistensinya) bagi penelitian ilmiah. d. Dapat dijadikan suatu monumen atau bakal jadi monumen dalam sejarah alam dan budaya. e. Benda asli (relita), replika atau reproduksi yang syah menurut persyaratan museum. 2.3.4. Bangunan Museum 1. Persyaratan umum - Bangunan museum
dikelompokkan menurut fungsi dan aktifitas,
ketenangan dan keramaian, serta keamanan. - Pintu masuk utama diutamakan untuk pengunjung - Pintu masuk khusus digunakan untuk bagian pelayanan, kantor, ruang jaga, serta ruang-ruang pada bangunan khusus - Area semi publik terdiri dari bangunan administrasi, perpustakaan dan ruang rapat. - Area privat terdiri dari laboratorium konservasi, studio preparasi, dan storage. - Area publik terdiri dari bangunan utama (ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang peragaan), auditorium, gift shop dan kafetaria, tiket box dan penitipan barang, lobby, lavatory, taman, parkir, dan pos jaga.
2. Persyaratan khusus, antara lain tentang : - Bangunan utama (ruang pameran tetap dan temporer serta peragaan) harus dapat : •
Memenuhi standar keadaan ruang Museum
(environmental
standard). Menurut Lord (1991) persyaratan
keadaan
ruang
pameran meliputi :
Relative Humidity atau kelembaban relatif dengan standar yang direkomendasikan 50 ± 3% RH year-round. Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
10
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
Air cleanliness atau kebersihan udara dengan standar yang direkomendasikan 90-95 % aman dari pengaruh parikel-partikel debu. -
-
Bangunan auditorium •
Mudah dicapai
•
Dapat digunakan sebagai ruang seminar, pertemuan dan diskusi
Banguanan khusus
a. Laboratorium Konservasi, studio preparasi Studi koleksi dan ruang storage : •
Terletak pada daerah tenang
•
Mempunyai pintu masuk khusus.
•
Proyeksi pertumbuhan benda koleksi pada gudang (15 % ekstra space)
•
Memiliki system keamanan yang baik (terhadap kerusakan, kebakaran, insek, dan kriminalitas) yang menyangkut segi-segi konstruksi maupun spesifikasi ruang.
b. Bangunan administrasi •
Terletak strategis terhadap pencapaian umum maupun terhadap bangunan lain
•
Mempunyai pintu masuk khusus
2.3.5. Lokasi Museum Menurut Pedoman Pendirian Museum, Depdikbud, 1999-2000, persyaratan Lokasi dalam perencanaan suatu museum adalah sebagai berikut : -
Lokasi museum harus strategis, strategis disini tidak harus berada di pusat kota, melainkan tempat yang mudah dijangkau oleh umum.
-
Lokasi museum harus sehat, yang dimaksud lokasi yang sehat adalah : a. Lokasi yang bukan terletak di daerah industri yang banyak pengotoran udara. b. Bukan
daerah
yang
tanahnya
berlumpur/tanah rawa atau tanah berpasir.
Elemen-elemen
iklim
yang berpengaruh terhadap lokasi 11
antara lain : Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
kelembaban udara setidak tidaknya harus terkontrol mencapai kenetralan yaitu antara 55 sampai 65 persen. Menurut Lord (1991) ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pemilihan Lokasi sebuah museum diantaranya adalah : a. Kriteria Lokasi untuk perlindungan Koleksi Museum -
Keamanan Lingkungan
-
Keadaan Lingkungan yang meliputi keadaan suhu, temperatur, keadaan udara dsb.
-
Konservasi
b. Kriteria Lokasi untuk akses Publik terhadap Museum -
Sarana dan Prasaran Transportasi
-
Parkir
-
Sinergi dengan institusi yang lain, misalnya : inatitusi seni, teater, galeri dan situs-situs budaya.
-
Menyediakan fasilitas untuk para difabel.
c. Lokasi berada di araea pengembangan kota yang bersifat percampuran -
Multiple Use
-
Berada dekat dengan pusat kesenian
-
Berada di area bangunan publik
-
Dekat dengan pusat perbelanjaan
2.3.6. Tata Pameran Museum Menurut Pedoman Tata Pameran di Museum, Depdikbud, 1997/1998, pameran di museum adalah salah satu bentuk penyajian, dan informasi tentang benda koleksi yang dimiliki museum kepada masyarakat.
Sebelum menata pameran di
museum perlu diperhatikan hal-hal berikut ini : a. •
Persyaratan Pameran Penentuan tema pemeran untuk membatasi benda-benda koleksi yang akan dipamerkan
•
Merencanakan
sistematika
penyajian
sesuai dengan tema yang dipilih •
Menentukan metode penyajian sesuai dengan tema
12 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
•
Mempertimbangkan sirkulasi pengunjung sesuai dengan sistematika penyajian agar tercapai kesinambungan hubungan antara benda yang satu dengan benda yang lainnya
•
Mengatur sistem pengaman koleksi agar tidak terganggu dari iklim, serangga dan krimilnalitas
•
Mengadakan publikasi tentang informasi pameran melalui media massa, spanduk, pamplet dan sebagainya
b.
Prinsip-Prinsip Desain Pameran
1. Kenyamanan visual terhadap materi pameran
Gambar 2.1 : Sudut Kenyamanan Visual Mata Manusia Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Julius Panero, 2003. 2. Daya tarik pameran museum •
Penggantian koleksi pameran secara periodik untuk menghindari kejenuhan
•
Desain tata pemeran untuk memudahkan penggantian koleksi
•
Mangadakan pameran temporer
•
Megurangi gangguan cahaya dan suara di dalam ruang pamer
3. Meningkatkan nilai benda koleksi museum •
Menonjolkan nilai historis dengan teknik tata pameran yang tepat
•
Membatasi benda-benda koleksi yang dipamerkan, sehingga tidak menimbulkan kesan padat.
c.
Sarana Penunjang Penyelenggaraan Pameran Sarana penunjang penyelenggaraan pameran dapat dijabarkan sebagai berikut : 13 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
1. Ruang pameran : terbuka (dilapangan, halaman) dan tertutup (di dalam bangunan). 2. Vitrine/showcase, berfungsi untuk wadah benda-benda yang dipamerkan. Menurut fungsinya dibedakan menjadi dua : vitrine tunggal dan vitrine ganda.
Menurut penempatannya di bedakan menjadi dua : vitrine yang
ditempel di dinding dan vitrine yang diletakkan di tengah ruangan. 3. Panel, digunakan untuk menempelkan foto, peta, lukisan, benda-benda pipih dan sebagainya. 4. Dak standard, merupakan alas benda koleksi yang dipamerkan, berupa kotak untuk benda-benda berukuran besar dan bisa ditutup dengan kaca. 5. Diorama, melukiskan sejarah yang diwujudkan denagan bentuk 3 dimensi, sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. d.
Penataan Pameran Dalam merencanakan pameran, sebelumnya membuat desain penataan pameran yang didasarkan pada prinsip umum penataan :
1. Faktor Teknik dan Metode Penyajian Dalam penataan pameran di museum, harus didasarkan pada standar teknik penyajian. Standar teknik penyajian : -
Ukuran vitrine dan panel tidak boleh terlalu tinggi/terlalu rendah, dan dapat mengakomodasikan kemampuan gerak leher manusia. Umpama tinggi ratarata orang Indonesia 160 cm-170 cm dan gerak anatomi leher manusia kirakira 300 gerak ke atas dan ke bawah atau ke samping maka tinggi vitrin seluruhnya sekitar 210 cm dan alas terendah 65 cm-70 cm dan tebal 50 cm.
Gambar 2.2: Pencahayaan alami dan Pencahayaan buatan Sumber : Data Arsitek
14 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
2.3.7. Sistem Sirkulasi Museum Sistem sirkulasi pada sebuah museum terutama pada sirkulasi ruang pamer dapat terbagi menjadi beberapa jenis pola sirkulasi diataranya :
Gambar 2.3 : Contoh sirkulasi pameran di museum Sumber : Joseph de Chiara 1973
1. Pola Linear : Seluruh jalur adalah linier, namun jalur yang lurus dapat menjadi elemen prnatur yang utama bagi serangkaian ruang. Sebagai tambahan, jalur ini dapat berbentuk kurva linier tau terpotong-potong, bersimpangan dengan jalur lain, bercabang atau membentuk sebuah putaran. 2. Pola Radial : Sebuah Konfigurasi radial yang memiliki jalur-jalur linier yang memanjang dari atau berakhir di sebuah titik pusat. 3. Spiral : Sebuah jalur tunggal yang menerus yang berawal dari sebuah titik pusat bergerak melingkar, dan semakin lama semakin jauh dari pusatnya. 4. Grid : Sebuah konfigurasi Grid terdiri dari dua buah jalur sejajar yang berpotongan pada interval-interval reguler dan menciptakan area ruang berbentuk bujursangkar atau persegi panjang. 5. Jaringan
:
Suatu
konfigurasi
jaringan
terdiri
dari
jalur-jalur
yang
menghubungkan titik yang terbentuk di dalam ruang. 6. Komposit : Kombinasi pola-pola yang berurutan
15 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
2.4.
Tinjauan Terhadap Mitigasi Bencana Banjir Definisi Mitigasi Bencana adalah semua tindakan/upaya untuk mengurangi
dampak dari suatu bencana banjir. Upaya mitigasi ini biasanya ditujukan untuk jangka waktu yang panjang. Secara umum jenis-jenis mitigasi dapat dikelompokkan kedalam mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. 2.4.1. Mitigasi Struktural Yang dimaksud dengan Mitigasi struktural adalah upaya upaya pengurangan risiko bencana yang lebih bersifat fisik. Upaya-upaya mitigasi struktural banjir yang dilakukan oleh pemerintah antara lain adalah :
Perbaikan dan peningkatan sistem drainase.
Normalisasi fungsi sungai yang dapat berupa : pengerukan, sudetan.
Relokasi pemukiman di bantaran sungai.
Pengembangan bangunan pengontrol tinggi muka air/hidrograf banjir berupa : tanggul, pintu, pompa, waduk dan sistem polder.
Perbaikan kondisi DaerahAliran Sungai (DAS). 2.4.2. Mitigasi Non - Struktural
Kebalikan dari mitigasi struktural, mitigasi non struktural adalah segala upaya pengurangan risiko bencana yang dilakukan yang bersifat non fisik, organisasional dan sosial kemasyarakatan. Upaya-upaya mitigasi non struktural banjir yang dilakukan pemerintah antara lain :
Membuat master plan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana.
Membuat PERDAmengenai penanganan risiko bencana banjir yang berkelanjutan.
Mengembangkan peta zonasi banjir.
Mengembangkan sistem asuransi banjir.
Membangun/memberdayakan Sistem Peringatan Dini Banjir. 16 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bencana banjir melalui pendidikan dan pelatihan.
Mengembangkan building code bagi daerah banjir.
2.4.3. Peringatan Dini Banjir Kita mengenal pula Peringatan Dini Banjir. Peringatan dini dikeluarkan sesaat sebelum terjadinya bencana banjir. Selama ini, sistem peringatan dini banjir di Indonesia disampaikan berdasarkan tahapan kondisi siaga yang didasarkan tinggi muka air di beberapa pos pengamatan dan pintu air. Contohnya di DKI Jakarta, kondisi siaga ditentukan berdasarkan tinggi muka air di pos depok, katulampa dan manggarai.
Berikut ini contoh kondisi siaga di DKI Jakarta berdasarkan tinggi muka air dari ketiga pos tersebut: Siaga IV : Kondisi normal dimana Katulampa <80 cm, Depok <200 cm dan Manggarai <750 cm Siaga III : Katulampa 80 cm, Depok 200 cm dan Manggarai 750 cm Siaga II : Katulampa 150 cm, Depok 270 cm dan Manggarai 850 cm Siaga I : Katulampa 200 cm, Depok 350 cm dan Manggarai 950 cm 17 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
2.5.
Tinjaun Terhadap Tapak Kota tua saat ini menjadi kawasan cagar budaya. Pola kota kawasan kota tua
masih sama yaitu kotak-kotak, namun sudah tidak lagi dibentuk oleh kanal, melainkan oleh jalur-jalur jalan yang sebelumya adalah kanal. Kawasan kota tua memiliki luas sekitar 845 Ha yang terletak di kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat. (Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 34/2005) Berdasarkan Rencana Induk Kota tua Jakarta (DTK 2007). Peta 2.1. : Kawasan Cagar Buda Budaya Kota tua
Sumber : Guedelines Kotatua.2007 Upaya pelestarian di Jakarta didasarkan kepada Undang-Undang No. 5/1992, yaitu mengenai Benda Cagar Budaya dan Peraturan Daerah No.9/1999, menggolongkan kawasan cagar budaya menjadi tiga golongan yaitu: • Kawasan cagar budaya golongan I, disekitar Taman Fatahillah dan Jalan Cengkeh. Peta 2.2. : Kawasan Cagar Buda Budaya Golongan I
Sumber : Guedelines Kotatua.2007 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
18
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
• Kawasan cagar budaya golongan II, disepanjang kali besar, jalan pintu Besar Utara dan sekitar Taman Beos. Peta 2.3. : Kawasan Cagar Buda Budaya Golongan II
Sumber : Guedelines Kotatua.2007 • Kawasan cagar budaya golongan III, diluar golongan I dan II yaitu area yang berdekatan dengan Sungai Ciliwung dibagian timur dan area dekat sungai Krukut di bagian Barat. Peta 2.4. : Kawasan Cagar Buda Budaya Golongan III
Sumber : Guedelines Kotatua.2007 2.5.1. Tinjauan Terhadap Peraturan Bangunan Tapak terletak di wilayah Taman Sari, yaitu berada di lingkungan cagar budaya golongan III pada zona 2 (kawasan Fatahillah) kawasan cagar budaya kota tua. Seperti yang telah dibahas pada bagian sejarah kota tua, berdasarkan UU No. 5 tahun 1999 lingkungan cagar budaya golongan III merupakan golongan dimana bangunan pada lingkungan ini adalah bangunan bukan bangunan cagar budaya. Peruntukan makronya adalah untuk kegiatan campuran yang dapat berupa hunian Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
19
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
apartemen untuk masyarakat golongan menengah ke atas yang bercampur dengan fungsi komersial, kantor, jasa dan pendidikan. Peruntukan mikronya, khususnya untuk pemanfaatan lantai atas adalah untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat semi-publik dan privat seperti hunian, perkantoran dan pendidikan.
2.5.2. Prioritas Penataan Bangunan Pada Zona Inti Penataan pada zona inti terbagi menjadi 3 kategori yaitu renovasi berat/pembangunan baru, renovasi sedang dan renovasi ringan. Sedangkan menurut Etikawati Triyosoputri, revitalisasi kota dapat diklasifikasikan dengan tiga kategori yang didasarkan pada penggolongan bobot yaitu tingkat, sifat, dan skala dari perubahan yang terjadi di dalam proses tersebut, yaitu: •
Kategori 1 (tingkat perubahan kecil) : preservasi
•
Kategori 2 (tingkat perubahan sedang) : rehabilitasi
•
Kategori 3 (tingkat perubahan besar) : pembangunan kembali
Untuk membantu dalam penentuan tapak dan pendekatan desain maka berikut ini di gambarkan area mana saja yang termasuk kategori di atas. Peta 2.5. : Kawasan Zona Inti
Sumber : Guedelines Kotatua.2007 20 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
2.6.
Studi Banding Proyek Sejenis 2.6.1. Watersnood Museum ( Belanda ) Watersnood museum menceritakan semuanya: peristiwa tragis 1953, emosi,
rekonstruksi dan bagaimana kita hidup dengan air, sekarang dan di masa depan. Museum ini terdiri dari empat tempat bekerja, Sembilan bulan setelah kejadian banjir 1 Februari 1953, selain sebagai museum tempat ini juga di gunakan untuk menahan tanggul.
4 3 2 1
Gambar 2.4. Lokasi Watersnood Museum 1. Bangunan
satu
sebagai
entrance,
bangunan ini menceritakan tentang fakta yang terjadi pada malam bencana kejadian tersebut dan menggambarkan pada saat pertolongan pertama dan hari-harinya setelah kejadian tersebut seperti berita koran, siaran radio dan fotografi.
2. Bangunan kedua isinya menceritakan tentang emosi dan pengalaman orangorang pada saat itu, penyajian dilakukan dengan
menggunakan
presentasi
multimedia yang mengesankan. 21 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
3. Bangunan
ketiga
isinya
tetang
rekonstruksi lingkungan sekitar dimulai dari perbaikan bangunan museum itu sendri,
perumahan,
jembatan
dan
jalan
pemulihan
pertanian sebagai
setelah
serta sarana banjir.
4. Bangunan empat isinya tentang ide dan konsep
manajemen
mengelola air
air,
bagaimana
untuk hidup yang lebih
aman serta teknologi yang inovatif serta solusi yang dibutuhkan.
2.6.2. Johnstown Flood Museum Pada
tanggal
31
Mei
1889, bendungan diabaikan dan badai fenomenal menyebabkan malapetaka di mana 2.209 orang tewas. Ini adalah kisah tragedi besar,
tetapi juga
pemulihan
penuh
kemenangan.
Kunjungi
Johnstown Banjir Museum, yang dioperasikan
oleh
Area
Johnstown Heritage Association.
Gambar 2.5. Gedung Johnstown Flood Museum
Johnstown Banjir National Memorial Park, Pennsylvania, terletak sekitar sepuluh mil timur laut dari Johnstown, mencakup lebih dari 164 hektar. Semua kegiatan dan area piknik terbuka untuk umum. Pengunjung dipersilahkan untuk melihat sisa-sisa Bendungan South Fork. fitur pameran, film (durasi 26-menit) yang menceritakan terjadinya banjir, dan toko buku. Lantai pertama dari Banjir Museum Johnstown berisi berbagai pameran dan artefak yang menceritakan kisah banjir. 22 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
Peta relief
menggambarkan jalan banjir
menuruni Lembah Conemaugh. Terdapat Efek cahaya dan suara menggambarkan terjadi banjir, dari saat hujan mulai
Johnstown flood museum menampilkan film dokumeter tentang banjir. Hasilnya adalah sebuah film 26-menit yang memenangkan Academy Award untuk Best Documentary. Film ini ditampilkan setiap jam di Museum Banjir Johnstown, dalam sebuah teater khusus yang dirancang terletak di lantai dua. 2.6.3. Museum Tsunami Aceh Museum Tsunami Aceh adalah sebuah Museum untuk mengenang kembali pristiwa tsunami yang maha daysat yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2008 yang menelan korban lebih kurang 240,000 orang. Beberapa konsep dasar yang mempengaruhi perancangan Museum Tsunami antara lain: rumah adat Aceh, bukit
penyelamatan
(escape
hill);
gelombang laut (sea waves), tarian khas Aceh (saman dance), cahaya Tuhan (the light of God) dan taman untuk masyarakat (public park). Dalam mendesain museum, perancang mencoba merespon beberapa aspek penting dalam
perancangan
seperti:
memori
terhadap
peristiwa
bencana
tsunami,
fungsionalitas sebuah bangunan museum/memorial, identitas kultural masyarakat Aceh, estetika baru yang bersifat modern dan responsif terhadap konteks urban. Bangunan megah Museum Tsunami tampak dari luar seperti kapal besar yang sedang berlabuh. Sementara di bagian bawah terdapat kolam ikan 23 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin
Museum dan Pusat Mitigasi Bencana Banjir di Jakarta
Gambar 2.6. Image Eksterior Museum Tsunami Aceh Di dalam bangunan juga terdapat ruang berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya ke atas sebagai simbol hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan juga didalamnya
dibangun
sebuah
taman
terbuka
bagi
masyarakat yang bisa diakses dan dipergunakan setiap saat sebagai respon terhadap konteks urban. Untuk membangkitkan kenangan lama akan tragedi tsunami. Tata letak ruangan di dalam museum dirancang secara khusus. Yaitu
adanya
urut-urutan
(sequence) ruang di bangunan yang harus dilalui pengunjung dirancang secara seksama. Hal ini untuk
menghasilkan
efek
psikologis yang lengkap tentang persepsi manusia akan bencana
Gambar 2.7. Image Interior Museum Tsunami Aceh
tsunami.
24 Arsitektur | UMB | Mukhlis Solehudin