BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Modal
2.1.1 Pengertian Modal
Modal sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk kelangsungan hidup suatu
perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional suatu perusahaan. Modal
sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan usaha perusahaan. Modal
sangat berperan sebagai sumber pendanaan perusahaan yang menggambarakan perusahaan dalam memenuhinya dapat didanai oleh modal sendiri secara keseluruhan atau didanai dengan modal sendiri dan ditambah dengan modal berasal dari pinjaman. Definisi modal menurut Warren, Reeve dan Philip (2005) “Modal atau ekuitas pemegang saham adalah jumlah total dari dua sumber utama ekuitas saham, yaitu modal disetor dan laba ditahan.” 2.1.2 Sumber Modal Untuk memenuhi kebutuhan modal suatu perusahaan dalam membiayai kegiatan operasionalnya dapat diperoleh dengan mencari sumber pembiayaan. Menurut Handono (2009) modal dapat dilihat dari asalnya, sumber modal terdiri: 1. Modal Asing Menurut Handono (2009) “modal asing adalah modal berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara di dalam perusahaan tersebut.” Modal tersebut merupakan “hutang”yang pada saatnya harus dibayar kembali. Modal asing atau hutang terbagi atas tiga golongan, yaitu: a. Hutang Jangka Pendek (Short-term Debt) Menurut Handono (2009) “hutang jangka pendek atau lancar adalah suatu kewajiban atau hutang yang terjadi dalam kaitannya dengan operasi normal perusahaan.”Hutang jangka pendek terdiri dari:
12
13
1) Hutang Dagang
Menurut Brigham dan Houston (2006) hutang dagang adalah hutang yang
muncul akibat penjualan kredit dan dicatat sebagai piutang oleh pihak penjual dan
utang oleh pihak pembeli, hutang dagang adalah salah satu kategori hutang jangka
pendek terbesar, yang mencerminkan kurang lebih 40 persen dari kewajiban
lancar di rata-rata perusahaan nonkeuangan, hutang dagang adalah sumber pendanaan spontan dalam artian terjadi dari transaksi bisnis biasa. 2) Hutang Wesel
Menurut Brigham dan Houston (2006) hutang wesel merupakan pengakuan hutang atau pernyataan tertulis untuk membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu di kemudian hari. Hutang wesel dicatat dan disajikan di dalam neraca perusahaan, hanya hutang wesel yang jatuh tempo dalam satu tahun atau kurang yang di golongkan sebagai kewajiban jangka pendek. 3) Hutang Jangka Panjang Jatuh Tempo dalam Periode Kini Menurut Brigham dan Houston (2006) hutang jangka panjang jatuh tempo dalam periode kini merupakan bagian dari hutang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam tahun sekarang, sedangkan sisanya tetap dilaporkan sebagai hutang jangka panjang. b. Hutang Jangka Menengah (Intermediate-term Debt) Menurut Riyanto (2004) “hutang jangka menengah adalah hutang yang jangka waktunya antara satu sampai sepuluh tahun.” Hutang jangka menengah terdiri dari : 1) Term Loan Term loan merupakan kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun. Pada umumnya, term loan dibayar kembali dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu. Term loan biasanya disediakan oleh commercial bank, insurance, pension funds, lembaga pembiayaan pemerintah, dan supplier perlengkapan. keuntungan dari term loan adalah tidak segera jatuh tempo
14
dan peminjam memberikan jaminan pembayaran secara periodik yang mencakup bunga dan pokok pinjaman (Sartono 2006:301).
2) Leasing
Menurut Sartono (2006) “leasing adalah suatu kontrak antara pemilik aktiva
yang disebut lessor dengan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut untuk jangka waktu tertentu.” Sedangkan menurut Financial Accounting Standard Board (FASB-13) “leasing adalah suatu peranjian penyediaan barang-barang
modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu.
c. Hutang Jangka Panjang (Long-term Debt) Menurut Riyanto (2004) “Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun”. Sedangkan Skousen dan Stice (2004) hutang jangka panjang adalah obligasi yang tidak diharapkan untuk dibayar tunai dalam jangka satu tahun, hutang jangka panjang pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut diperlukan jumlah yang besar. Adapun jenis hutang jangka panjang, yaitu: 1) Pinjaman Berjangka Menurut Riyanto (2004) pinjaman berjangka (long-term) merupakan suatu perjanjian dimana peminjam setuju untuk melakukan pembayaran bunga dan pembayaran pokok pinjaman pada tanggal tertentu sesuai dengan perjanjian kepada pihak yang meminjamkan. Pemberian pinjaman berjangka antara lain dilakukan oleh bank komersial dan perusahaan asuransi. 2) Obligasi Menurut Riyanto (2004) obligasi adalah instrumen (surat) utang yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan obligasi untuk membayar pemegang obligasi sejumlah nilai pinjaman beserta bunga pada saat jatuh tempo yang telah ditetapkan. Obligasi termasuk salah satu jenis efek. Namun, berbeda dengan saham, yang kepemilikannya menandakan pemilikan sebagian dari suatu
15
perusahaan yang menerbitkan saham, obligasi menunjukkan utang dari penerbitnya. Dengan demikian, pemegang obligasi memiliki hak dan kedudukan
sebagai kreditor dari penerbit obligasi. Obligasi merupakan instrumen utang panjang. Pada umumnya diterbitkan dengan jangka waktu berkisar antara 5 jangka
sampai 10 tahun.
3) Hipotik Menurut Riyanto (2004) hipotik merupakan pinjaman berjangka, dimana
pemberi uang diberi hak hipotik terhadap suatu barang yang tidak bergerak.
Apabila pihak peminjam (debitur) tidak memenuhi kewajibannya, barang tersebut dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutupi tagihannya. Menurut Sartono (2006) manfaat yang diperoleh dengan menggunakan hutang jangka panjang adalah: a. Bunga yang dibayarkan merupakan pengurang pajak penghasilan. b. Melalui financial leverge dimungkinkan laba per lembar saham akan meningkat. Sedangkan kelemahan penggunaan hutang jangka panjang sebagai sumber dana adalah: -
Financial risk perusahaan meningkat sebagai akibat meningkatnya leverage.
-
Batasan yang disyaratkan kreditur seringkali menyulitkan manajer.
2. Modal Sendiri Menurut Handono (2009) modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan juga tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak terbatas.” Dengan kata lain, modal sendiri merupakan modal yang dihasilkan atau dibentuk di dalam perusahaan atau keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Modal sendiri di dalam suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas terdiri dari: a. Modal Saham Menurut Handono (2009) saham adalah bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian
16
pendapatan tetap atau dividen dari perusahaan serta kewajiban menanggung risiko kerugian yang diderita perusahaan. Orang yang memiliki saham suatu perusahaan
memiliki hak untuk ambil bagian dalam mengelola perusahaan sesuai dengan hak yang dimilikinya. Semakin banyak persentase saham yang dimiliki, maka suara
semakin besar hak suara yang dimiliki untuk mengontrol operasional perusahaan. Saham dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: 1) Saham Biasa (Common Stock)
Menurut Skousen dan Stice (2004) saham biasa adalah jenis saham yang
merupakan jenis saham dasar perusahaan, memungkinkan pemegang saham untuk
memiliki suara dan jumlah kepemilikan tertentu dalam perusahaan. Menurut Handono (2009) saham biasa adalah saham yang menempatkan pemegang sahamnya (pemiliknya) paling akhir (setelah pemegang saham preferen) dalam pembagian dividen sesuai dengan keadaan keuntungan yang dipeoleh perusahaan penerbitnya dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi setelah pemegang saham preferen. Saham biasa ini mempunyai harga yang nilainya ditetapkan oleh perusahaan yang menerbitkan saham. Menurut organisasi.org “saham biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang mempunyai fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan.” Menurut Agung Purnawan (2004) “saham biasa adalah saham dimana pemegang saham akan mendapatkan dividen pada akhir tahun pembukuan hanya jika perusahaan mendapat laba.” Saham biasa mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: • Mempunyai hak suara. • Selalu mendapat pembagian laba setiap tahunnya. • Dapat diperjual belikan. • Bila ingin menambah modal relatif lebih mudah menjualnya. Disamping itu, saham biasa juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: • Kurang mendapat prioritas dalam pembagian laba.
17
• Laba yang diterima tidak dapat diakumulasikan.
Menurut Skousen dan Stice (2004) dalam saham biasa terdapat beberapa hak
hak dari para pemegang saham, antara lain:
• Hak memberikan suara dalam pemilihan direksi dan menentukan kebijakan perusahaan.
• Hak mempertahankan proporsi kepemilikan saham dalam perusahaan
melalui pembelian saham yang baru diterbitkan oleh perusahaan.
Menurut Skousen dan Stice (2004) jumlah lembar saham biasa yang beredar
berubah, adapun perubahan itu disebabkan oleh aksi perusahaan (corporate dapat
action) sebagai berikut:
Buy Back Saham Istilah buy back saham adalah pembelian kembali saham perusahaan yang
beredar di publik oleh perusahaan tersebut, alasannya untuk menghindari akusisi/pengambil alihan oleh pihak lain atau untuk menjaga kejatuhan harga saham agar tidak terlalu dalam (pada masa bearish). Perusahaan akan menyimpan saham - saham yang dibeli kembali ke dalam bagian saham treasury (treasury stock) di neraca perusahaan, dan saham - saham yang berada dalam treasury stock tidak berhak atas deviden, serta tidak memiliki hak suara dalam RUPS. Di indonesia, Bapepam-LK membatasi perusahaan hanya boleh melakukan buy back dengan jumlah maksimal 10% dari total saham yang beredar.
Stock Split Istilah stock split adalah aksi perusahaan yang memecah nilai nominal saham
dengan rasio tertentu, tujuannya agar harga saham menjadi murah (pengertian murah adalah membuat harga saham yang semula hanya terjangkau oleh lapisan investor tertentu menjadi dapat di nikmati oleh semua lapisan investor) dan likuid di pasar.
Reverse Stock Split Istilah reverse stock split adalah kebalikan dari stock split, peningkatan nilai
nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar tujuannya
18
agar harga saham yang tadinya termasuk saham recehan dapat diangkat kewibaannya
Right Issue
Istilah right issue adalah penerbitan saham baru untuk meraih dana segar tambahan dari pemegang sahamnya, dalam penerbitannya ada yang berbentuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), yaitu pemegang saham lama berhak untuk membali saham baru yang di ambil dari portepel pada harga
pelaksanaan (exercise price) dalam jangka waktu yang sudah di tetapkan, dan ada
juga penerbitannya yang berbentuk tanpa HMETD. Tujuannya adalah untuk meraih dana tambahan yang akan di gunakan untuk berbagai tujuan, antara lain melakukan ekspansi usaha, akuisisi perusahaan lainnya, membayar utang perusahaan, dan sebagainya.
Secondary Public Offering Istilah secondary public offering adalah penjualan saham (divestasi) lanjutan
milik pemegang saham mayoritas atau pendiri perusahaan kepada publik sebagaimana halnya IPO, dana dari hasil penjualan saham akan masuk ke kas pemegang saham yang melepas sahamnya, bukan ke kas perusahaan.
Go Private Istilah go private adalah kebalikan dari go publik, yang artinya perusahaan
akan membeli kembali saham sahamnya dari publik melalui penawaran tender (tender offer) yang akan diumumkan di media massa, kemudian perusahaan akan mengajukan permohonan untuk menghapus pencatatan sahamnya dari bursa efek, permohonan seperti ini disebut voluntary delisting. 2) Saham Preferen (Preferred Stock) Menurut Handono (2009) saham preferen adalah saham yang para pemegang sahamnya mempunyai prioritas terlebih dahulu dalam pembagian atas asset atau kekayaan perusahaan, bila perusahaan (emiten) dilikuidasi. Pemegang saham ini juga mempunyai pioritas pembagian dividen dalam jumlah tertentu sebelum
19
dibagikan pada pemegang saham biasa sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan perusahaan penerbit.
Menurut oragnisasi.org “saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan
memiliki hak lebih dibanding hak pemegang saham biasa“.
Menurut Agung Purnawan (2004) “saham preferen adalah saham yang
memiliki prioritas lebih tinggi dibanding saham biasa dalam pembagian dividen dan asset.”
Dalam
kepemilikan
saham
preferen
Skousen
dan
Stice
(2004)
mengemukakan ada beberapa hak-hak yang dilepas oleh pemegang saham
preferen, yaitu: • Hak suara. • Hak pembagian keuntungan Dividen yang diterima jumlahnya tetap, oleh karena itu, apabila kinerja perusahaan sangat baik, maka pemegang saham tidak mendapatkan keuntungan apa-apa. Disamping hak-hak yang dilepas tersebut, Dahlan Siamat (2004) menjelaskan pemegang saham preferen mempunyai beberapa hak istimewa, antara lain: • Memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen (hak privileges). • Hak untuk mempengaruhi manajemen terutama dalam pencalonan pengurus • Hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi, dan • Hak klaim terhadap kekayaan perusahaan. b. Laba Ditahan (Retained Earning) Menurut Handono (2009) laba ditahan merupakan penahanan keuntungan yang mempunyai tujuan, maka disebut dengan cadangan. Cadangan disini dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan selama beberapa tahun berjalan. Sedangkan penahanan keuntungan tersebut belum mempunyai tujuan tertentu, maka keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang ditahan.
20
Menurut Riyanto (2004) laba ditahan adalah keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan, dapat berupa sebagian dibayarkan sebagai dividen dan sebagian
ditahan oleh perusahaan. Dengan adanya keuntungan akan memperbesar laba ditahan yang berarti akan memperbesar modal sendiri. Sebaliknya, kalau rugi
maka akan memerkecil modal sendiri. Besarnya laba yang dimasukkan ke dalam laba ditahan ini tergantung pada besarnya laba yang diperoleh selama periode tertentu. Meskipun keuntungan yang diperoleh selama periode tertentu besar
karena perusahaan mengambil kebijakan bahwa sebagian besar keuntungan akan jadi dividen, maka laba ditahan akan kecil.
2.2 Leverage Merupakan penggunaan aset dalam sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham (Riyanto, 2004:372). Dengan kata lain, penggunaan leverage ditujukan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan atau pemegang saham. Leverage di bagi dua yaitu : 2.2.1 Operating Leverage Menurut Brigham dan Houston (2006) “operating leverage adalah tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah perusahaan”. Operating leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan dana dengan biaya tetap dengan harapan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut dapat menutup biaya tetap dan biaya variabel. 2.2.2 Financial Leverage Keputusan pembiayaan mencakup alternatif sumber dana yang akan digunakan perusahaan dalam menjalankan usahanya. Dari segi struktur pembiayaan, suatu perusahaan dikatakan menggunakan financial leverage jika perusahaan tersebut menggunakan pinjaman atau hutang sebagai salah satu
21
sumber pembiayaan selain modal sendiri. Penggunaan dana tersebut menimbulkan biaya tetap yaitu beban bunga, yang harus di bayar tanpa memperdulikan tingkat
laba perusahaan (Brigham, 2006:116). Menurut Mamduh M. Hanafi (2004) menjelaskan “Financial Leverage bisa
diartikan sebagai besarnya beban tetap keuangan (finansial) yang digunakan oleh perusahaan. Beban tetap keuangan tesebut biasanya berasal dari pembayaran bunga untuk utang yang digunakan oleh perusahaan”.
Menurut Riyanto (2004) yang menjelaskan bahwa “Pada financial leverage
penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk
memperbesar pendapatan per lembar saham biasa. (EPS = Earning Per Share)”. Menurut Sartono (2006) financial leverage adalah penggunaan sumber yang dimiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan, keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Berdasarkan definisi tersebut, maka financial leverage mempunyai alasan untuk menggunakan dana dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham. Penggunaan financial leverage yang semakin besar membawa dampak positif bila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada bebannya keuangan yang dikeluarkan. Sedangkan dampak negatifnya penggunaan financial leverage yang semakin besar akan menyebabkan hutang semakin besar yang ditanggung perusahaan, yaitu beban tetap atau beban bunganya. Apabila perusahaan tidak memenuhi kewajibannya yang berupa beban bunganya, maka perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menjalankan kegiatan usahanya. Menurut Sartono (2006)
financial leverage dapat dihitung dengan rasio
hutang (debt ratio) sehingga financial leverage dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑓𝑖𝑛𝑎𝑛𝑐𝑖𝑎𝑙 𝑙𝑒𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 =
Total hutang Total Aktiva
22
2.3 Earning Per Share Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon
pemegang saham sangat tertarik akan Earning Per Share, karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa.
Para calon pemegang saham tertarik dengan Earning Per Share yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan. EPS atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar
sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya (Fabozzi, 2000 : 859)
EPS dapat dihitung dengan membagi laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa (laba setelah dikurangi dividen saham preferen) dengan rata-rata tertimbang jumlah lembar saham yang beredar selama periode perhitungan dilakukan. Semakin tinggi nilai EPS akan menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham. Dengan meningkatnya laba maka harga saham cenderung naik sedangkan ketika laba menurun maka harga saham ikut juga turun, hal itu juga akan diikuti perubahan return sahamnya. Laba per lembar saham adalah suatu ukuran dimana baik manajemen maupun pemegang saham menaruh perhatian besar (Helfert, 1993:67). Menurut Garrison dan Noreen (2001) “Earning Per Share (EPS) adalah membagi earning after tax (EAT) yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan jumlah saham biasa yang beredar.” 𝐸𝑃𝑆 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 (𝐸𝐴𝑇) 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑎𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
2.4 Pengaruh Financial Leverage terhadap EPS Tujuan utama perusahaan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan dan memaksimalkan keuntungan pemilik perusahaan. Keuntungan perusahaan tercermin dalam laba bersih pada laporan keuangan, sedangkan keuntungan pemilik perusahaan lebih spesifik lagi tercermin dalam laba untuk pemegang saham biasa atau disebut sebagai Earning Per Share (EPS) atau laba per lembar saham.
23
Secara umum ada dua faktor yang bisa mempengaruhi besar kecilnya tingkat EPS, yakni struktur modal dan tingkat laba bersih sebelum bunga dan pajak.
Kedua faktor tersebut pada dasarnya sama-sama menekankan pada alternatif sumber pendanaan melalui hutang atau modal pinjaman, dimana perubahan dalam
penggunaan hutang akan mengakibatkan perubahan laba per lembar saham, dan juga mengakibatkan perubahan harga saham perusahaan. Perusahaan yang menggunakan lebih banyak leverage keuangan (daripada
yang kurang) akan mengalami perubahan yang relatif besar dalam pendapatan per lembar sahamnya. Efek Leverage berhubungan dengan tingkat pendapatan per
saham pada EBIT tertentu dengan struktur modal tertentu. Perusahaan sebaiknya terlebih dahulu menganalisa sejumlah faktor dan kemudian menentapkan struktur modal yang optimal agar tingkat pengembalian optimum. Struktur modal yang optimal diperkirakan dengan identifikasi target rasio hutang (Keown, 2000:584). Alasan mengapa perusahaan melakukan pendanaan melalui utang (Brigham dan Houton, 2006:201) adalah : 1. Karena beban dapat menjadi pengurang pajak, pengunaan utang akan menurunkan tagihan pajak dan memberikan lebih banyak laba operasi perusahaan yang tersedia bagi para investornya. 2. Jika laba operasi dinyatakan dari aktiva ternyata melebihi tingkat bunga atas pinjaman, seperti yang biasa terjadi, maka sebuah perusahaan dapat menggunakan utang untuk memperoleh aktiva, membayar bunga atas utang, dan masih memiliki sisa sebagai bonus bagi para pemegang sahamnya. Financial leverage memiliki tiga implikasi penting : (1) Dengan memperoleh dana melalui utang , para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan. (2) Kreditor akan melihat pada ekuitas atau dana yang diperoleh sendiri sebagai suatu batas keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang harus dihadapi kreditor. (3) Jika perusahaan mendapatkan hasil dari inventasi yang didanai dengan hasil pinjaman lebih besar dari pada bunga yang dibayarkan,
24
maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar (Brigham dan Houston, 2006:201).
Leverage keuangan adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban dengan harapan akan memperoleh tambahan keuntungan yang lebih besar tetap
dari pada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Dengan demikian alasan yang kuat untuk menggunakan dana dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia
bagi pemegang saham. Leverage keuangan dengan demikian menunjukkan perubahan laba per lembar saham (EPS) sebagai akibat dari perubahan EBIT
(Sjahrial, 2009:154). 2.5 Penelitian Terdahulu Arman Ramadhan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “pengaruh rasio leverage terhadap Earning Per Share pada industry logam yang telah Go Public di BEJ”. Variabel bebas yang diuji adalah Debt to Total Asset Ratio dan Long Term Debt Debt to Equity, variabel terikatnya adalah Earning Per Share. Metode analisa yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menguji variabelnya secara simultan dan parsial. Hasil uji simultan (uji F) menunjukkan bahwa semua variabel tidak dapat mengestimasikan EPS dalam model analisis. Sedangkan uji parsial (uji t) menunjukkan bahwa pada sektor industry logam Debt to Total Asset Ratio (DAR) dan Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) tidak berpengaruh signifikan terhadap Earning Per Share (EPS). Sibarani (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Financial leverage terhadap Earning Per Share pada Perusahaan Sektor Properti dan Sektor Manufaktur yang go public di BEI”. Variabel bebas yang diuji adalah Debt to Total Asset Ratio dan Debt to Equity Ratio, variabel terikatnya adalah Earning Per Share. Metode analisa yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menguji variabelnya secara simultan dan parsial. Hasil uji simultan (uji F) menunjukkan bahwa semua variabel dapat mengestimasikan EPS dalam model analisis. Sedangkan uji parsial (uji t) menunjukkan bahwa pada sektor properti masing-masing variabel Debt to Total Asset Ratio (DTA) dan Debt to Equity Ratio
25
(DER) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Earning Per Share (EPS). Sedangkan pada sektor manufaktur diperoleh variabel Debt to Total Asset
Ratio (DTA) berpengaruh positif pada Earning Per Share (EPS) dan variabel Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negative dan signifikan terhadap Earning Per
Share (EPS). 2.6 Analsisi Korelasi dan Regresi 1)
Analisis Korelasi Sederhana
Analisis korelasi sederhana adalah suatu teknik statistika yang dilakukan
untuk mengukur keeratan hubungan atau korelasi antara dua variabel yaitu variabel X dan variabel Y. Dalam analsisi korelasi pearson akan diketahui seberapa kuat hubungan antara ke dua variabel tersebut. Nilai koefisien korelasi (r ) terletak di antara -1 dan 1 atau dinyatakan dengan : -1 < r < 1
r dalam analissi korelasi sederhana dapat diartikan: r mendekati 1, hubungan kuat positif (+) r mendekati -1, hubugan kuat negatif(-) r bergerak menuju 0 dari 1, hubungan lemah positif r bergerak menuju 0 dari -1, hubungan lemah negatif Untuk memberikan tafsiran pada nilai koefisien korelasi, dapat digunakan patokan berikut :
POSITIF
Tabel 2.1 Tafsiran nilai koefisien korelasi NEGATIF Tingkat hubungan
0.70 - 1.00
-0.70 - -1.00
Korelasi sangat kuat
0.60 - 0.69
-0.60 - -0.69
Korelasi kuat
0.40 - 0.59
-0.40 - -0.59
Korelasi sedang
0.20 - 0.39
-0.20 - -0.39
Korelasi rendah
0.00 - 0.19
-0.00 - -0.19
Korelasi sangat rendah
Sumber : Dennis E. Hinkle. Applied Statistics for behavioural Science. Halaman :118
26
2)
Analisis Regresi Linear Analsisi regresi linear adalah analisis yang dilakuakan untuk membangun
persamaan yang menghubungkan antara Y (variabel terikat) dengan X (variabel bebas) yang bertujuan untuk menentukan nilai ramalan atau dugaan, dimana
perubahaan X mempengaruhi Y tetapi tidak sebaliknya. Persamaan yang menyatakan bentuk hubungan antara variabel X dan Variabel Y disebut dengan persamaan regresi.
Menurut Neneng Nuryati (2010), rumus yang digunakan adalah:
Ŷ
= a + bX
Dimana; a = intercept, yaitu bilangan konstanta yang berarti rata-rata nilai variabel sama denga a jika X=0 b = slope atau kemiringan garis, yaitu perubahaan rat-rata pada Ŷ untuk setiap unit pada varibel X
Ŷ = nilai dugaan berdasarkan nilai X yang diketahui X = variabel bebas 1. Uji Koefisien Regresi dan Pengujian hipotesis a. Menetapkan hipotesis Hipotesis antara variabel independen dengan variabel dependen H0 : β = 0 (tidak terdapat pengaruh antara Variabel independen terhadap variabel dependen) H1 : β ≠ 0 (terdapat pengaruh antara Variabel independen terhadap variabel dependen) b. Penetapan tingkat signifikan (α). c. Membuat kesimpulan
Jika thitung > ttabel atau - thitung < - ttabel keputusan yang diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh variabel X terhadap varibel Y.
27
Jika thitung ≤ ttabel atau - thitung ≥ - ttabel maka keputusan yang diambil adalah H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh
variabel X terhadap varibel Y.
2. Koefisien Determinasi Menurut Neneng Nuryati (2010) koefisien Determinasi mencerminkan seberapa besar kemampuan variabel dependen (variabel Y) dapat ditafsirkan atau
dijelaskan oleh variabel independen (variabel X), adapun rumus koefisien determinasi sebagai berikut:
D = r2 x 100%