BAB V KESIMPULAN
A. Proses Pengambilan Keputusan Mahasiswa Menikah Perkawinan adalah hubungan yang permanen antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat berdasarkan atas peraturan perkawinan yang berlaku. Perkawinan atau juga sering disebut pernikahan didasarkan atas kebutuhan setiap individu dalam mengorganisasikan dirinya membentuk sebuah organisasi yang disebut keluarga. Perkawinan juga berarti upaya penyatuan dua keluarga besar, terbentuknya pranata sosial yang mempertemukan beberapa individu dari dua keluarga yang berbeda dalam satu jalinan hubungan. Keluarga merupakan institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera. Pernikahan sebagai salah satu proses pembentukan keluarga tersebut. Pembentukan keluarga brarti secara tidak langsung telah membagi dan memberikan peran masing-masing bagi anggotanya. Pernikahan telah membagi peran seorang laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri, lalu kemudian akan ada anak yang menjadikan laki-laki sebagai bapak dan perempuan sebagi ibu. Laki-laki dengan beban pemenuhan kebutuhan keluarga da perempuan dengan beban domestik. Berfungsinya peranperan-peran dalam keluarga dengan baik akan menjadikan pembentukan kehidupan yang baik dalam masyarakat karena keluarga merupakan salah satu mediator nilai-nilai dan norma-norma sosial. Bagi mahasiswa yang mengambil keputusan menikah ketika masih kuliah mengalami banyak pertentangan terutama dari lingkungannya. Seorang remaja akan mengalami lebih 74
banyak norma yang saling bertentangan dengan setiap langkah yang diambilnya. Benturan yang terjadi seringkali terjadi dalam prosesnya. Terkadang sudah sepakat dengan tujuannya, namun hambatan muncul ketika telah mengambil sikap dalam menjalani. Keputusan mendasar yang terbanyak terdapat dalam keluarga. Memilih untuk menikah ketika masih kuliah berarti telah membenturkan keputusan mendasar antara pemenuhan kebutuhan ilmiah yaitu pendidikan dan kebutuhan pembentukan keluarga baru untuk meneruskan keturunan. Pada proses pengambilan keputusan menikah mahasiswa terjadi ketika pelakunya menjadikan menikah sebagai kebutuhannya yang harus segera dicapai. Prosesnya dapat digambarkan dari adanya kebutuhan-kebutuhan di balik pernikahan, lalu kemudian berproses dengan berbagai hambatannya, sampai akhirnya bisa tercapai tujuan menikah itu. Pencapaian itu didasarkan atas kemuan yang keras pelakunya dengan berbagai pertimbangan yang sudah terfikirkan. Dari penjelasan yang dipaparkan di bab sebelumnya, proses pengambilan keputusan yang terjadi pada pernikahan mahasiswa disimpulkan sebagai berikut; 1. Mahasiswa yang menikah sudah memikirkan masa depan untuk keluarganya terutama untuk anak-anaknya nanti. Masa depan penerus bagi mereka sangat penting karena akan melanjutkan kehidupan mereka. Anak-anak adalah harapan untuk menjadi lebih baik. 2. Mahasiswa yang menikah didasarkan karena lingkungannya atau karena temantemannya. Seringkali, mahasiswa yang menikah masih kuliah mendapatkan pengetahuan soal nikah justru dari teman-temannya. Dari lingkungan keluarga juga ada yang berpengaruh misalnya kedua orang tuanya dulu juga menikah muda dan merasa baik-baik saja. 3. Mahasiswa yang sudah menikah sewaktu kuliah beranggapan tidak masalah menikah tapi masih kuliah yang penting bisa senang punya suami atau istri yang membehagiakan dan 75
jadi tenang atau tidak galau. Bagi laki-laki, menikah agar ada yang bisa mengurusi keseharian seperti disediakan makan siang. Bagi perempuan, menikah biar ada yang menjaga dan mengawasi selagi jauh dari orang tua. Menikah selagi kuliah juga dapat menambah semangat untuk cepat mengyelesaikan kuliah karena ada orang lain yang perhatian dan ikut menyemangati. Dalam kaitannya dengan teori pilihan rasional (rasional choise) dan teori pertukaran (exchange theory), tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan aktornya. Aktor dapat memilih ketika menghadapi hambatan akan terus mengejar tujuannya atau berhenti. Aktor akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan dalam pencapaiannya, baik untuk pencapaian tujuan utamanya maupun kemudian untuk tujuan lain yang dianggap lebih bernilai. Aktor sosial akan berusaha memproduksi hasil-hasil tertentu dalam tindakannya. Dalam hubungan ini, dapat dikatakan bahwa efektif tidaknya tindakan seseorang dalam mengambil keputusan tetap bergantung pada situasi, kondisi, waktu dan ruang. Ratarata pengambilan keputusan dilakukan setara antara laki-laki dan perempuan yang bersifat bilateral atau mengikuti orang tua. Ada berberapa hal kesamaan yang lain juga antara informan dalam pengambilan keputusan, yaitu; 1. Berani mengambil resiko 2. Ingin menyelesaikan suatu permasalahan sedemikian rupa sehingga ia tidak harus menghadapi masalah serupa di masa yang akan datang 3. Memandang
pengambilan
resiko
sebagai
tanggung
jawabnya
dengan
kecenderungan bersikap bahwa resiko yang harus dihadapi sebagai sesuatu yang tidak mungkin dielakkan
76
4. Cenderung mempunyai kepercayaan yang besar terhadap kemampuannya yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalamannya 5. Menjadikan pandangannya sebagai pandangan yang dominan. Mahasiswa yang menikah selagi kuliah mendapatkan punisment dan reward nya masing-masing. Menjalani kuliah sambil sudah berkeluarga ada keuntungan dan tantangan. Berkeluarga sudah punya anak tapi di lingkungan kurang di terima dengan baik; berkeluarga sambil kuliah dengan bantuan dari orang tua tapi harus mengurusi rumah dan anak; sudah punya suami atau istri tapi mendapatkan anggapan yang tidak mengenakkan, kesemuanya sudah menjadi tanggungan dari pengambilan keputusan yang diambil. Pada akhirnya, mahasiswa yang sudah menikah tetap harus menjalankan tugas atau kewajibannya sebagai mahasiswa sekaligus sebagai suami atau istri atau orang tua sekaligus tetap berinteraksi baik dengan masyarakat.
77
B. Alasan atau Faktor Pendukung Pernikahan Mahasiswa Mahasiswa yang menikah masih kuliah berarti mencapai kebutuhan utuk menikah terlebih dahulu lalu kemudian menyelesaikan kuliahnya. Ada berbagai alasan yang mendasari hal tersebut, jika ditarik garis besarnya tercakup ke dalam 3 hal yaitu karena faktor umur, kultur atau budaya, dan adanya sumber daya.
1. Faktor Umur Secara biologis, masing-masing umur mempunyai perkembangannya. Begitu pula secara sosial. Masyarakat akan bertingkah dan bersosialisasi yang disesuaikan dengan umur. Berbicara dengan anak kecil atau yang sebaya akan berbeda ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Faktor umur menjadi faktor utama dalam pengambilan keputusan menikah. Pelaku atau aktor akan mempertimbangkan umurnya untuk menikah, begitupun dari pihak institusi yang terlibat seperti keluarga atau sekolah. Umur dijadikan patokan karena perkembangan fisik, psikis, dan kematangan sosial. Pernikahan akan membutuhkan banyak pertimbangan yang hanya dapat difikirkan oleh individu yang sudah memasuki umur yang matang sehingga bisa matang dalam mengambil keputusan karena kerluarga merupakan organisasi kecil.
2. Faktor Kultur atau Budaya Faktor kultur atau budaya kemudian ikut berpengaruh dan mendukung pengambian keputusan menikah karena individu terus berinteraksi dalam masyarakat yang mempunyai budaya. Kultur atau budaya awalnya akan diperoleh oleh masing-masing individu dari keluarga melalui proses sosialisasi. Masing-masing individu mempunyai peran dan 78
kewajiban dalam. Mereka akan terus didorong dan terdorong untuk melaksanakan perannya guna untuk memenuhi segala kebutuhannya. Seperangkat nilai budaya dalam suatu masyarakat berlaku tetap untuk anggotanya. Sebuah sistem budaya yang berlaku akan terus ada karena secara tidak langsung terdapat perintah moral untuk melaksanakannnya. Seperti halnya dalam pernikahan, ada hal-hal yang sudah biasa terjadi yang kemudian sudah tidak mengherankan lagi jika ada yang melakukan. Beberapa masyarakat dalam sebuah lingkungan menerapkan menikah muda yang kemudian memunculkan adanya mahasiswa yang menikah ketika masih kuliah.
3. Sumber Daya Faktor pendukung terakhir yaitu adanya sumber daya. Sumber daya dimaksudkan dengan adanya ruang tawar-menawar antar aktor. Kepemilikan daya bagi mahasiswa dimanfaatkan untuk mencapai keinginannya untuk menikah. Dasar tipe keluarga juga mempengaruhi. Ketika keluarga yang dididik membebaskan, semakin memperbesar ruang tawar-menawar. Sebaliknya, jika keluarganya mengekang akan memperkecil peluang ruang tawar-menawar dengan kata lain harus ada usaha yang cukup besar untuk melakukan tawarmenawar. Sumber daya lain juga dapat dipengaruhi karena keepercayaan dari orang tua terhadap anaknya. Anaknya dipercayakan untuk bisa mengambil keputusan sendiri dengan tetap mendapatkan kontrol dari keluarganya. Dengan begitu ada mahasiswa yang berusaha kuliah sambil kerja lalu kemudian memutuskan untuk menikah.
79