BAB IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
9.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 9.1.1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ethos kerja penyuluh pertanian yang awalnya diduga terdiri dari 11 variabel bebas, hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa yang berpengaruh nyata hanya 8 variabel bebas, yaitu tingkat pendidikan, masa
kerja,
keterampilan, jumlah tanggungan keluarga, orientasi nilai budaya, progresifitas petani, pelatihan dan gaji/pendapatan, yang secara bersamasama mempengaruhi ethos kerja sebesar 48,6%, artinya
ethos kerja
penyuluh pertanian dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebesar 51,4%. Faktor yang dominan mempengaruhi ethos kerja penyuluh pertanian dalam penelitian ini adalah faktor internal, dan yang mempunyai hubungan paling kuat adalah keterampilan (pearson correlation 0,583). Terdapat temuan yang menarik tentang faktor yang berpengaruhi terhadap ethos kerja penyuluh pertanian, yaitu gaji/pendapatan yang diperoleh penyuluh berpengaruh negatif terhadap ethos kerja. Penyuluh pertanian PNS dengan masa kerja cenderung lama gaji/pendapatan yang diperoleh per bulan dari pemerintah relatif besar/tinggi tetapi ethos kerjanya menurun, karena tinggi rendahnya ethos kerja tidak berpengaruh
308
309
lagi terhadap status jabatan serta gaji/pendapatan yang diterima per bulan dari pemerintah. Penyuluh pertanian THL-TBPP dengan masa kerja cenderung baru gaji/pendapatan yang diperoleh per bulan dari pemerintah relatif kecil (berdasarkan kontrak) tetapi ethos kerjanya tinggi, karena berkeinginan untuk diangkat menjadi PNS.
9.1.2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh pertanian yang awalnya diduga terdiri dari 12 variabel bebas, hasil analisis menunjukkan bahwa yang berpengaruh nyata hanya 5 variabel bebas, yaitu ethos kerja penyuluh pertanian, masa kerja, keterampilan, orientasi nilai budaya, progresifitas petani, yang secara bersama-sama mempengaruhi kinerja sebesar 71,1%, artinya kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebesar 28,9%. Faktor yang dominan mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian adalah faktor internal, dan yang mempunyai hubungan paling kuat adalah keterampilan (pearson correlation 0,679). Terdapat juga temuan yang menarik faktor yang berpengaruhi terhadap kinerja penyuluh pertanian, yaitu masa kerja penyuluh berpengaruh negatif terhadap kinerja. Penyuluh pertanian PNS cenderung masa kerjanya lama tetapi kinerjanya cenderung menurun karena sudah mencapai puncaknnya, usia semakin tua dan mendekati masa pensiun, merasa jenuh; disamping itu reward/penghargaan dari pemerintah terhadap penyuluh pertanian atas keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya sangat
310
rendah. Penyuluh pertanian THL-TBPP cenderung masa kerjanya baru tetapi kinerjanya tinggi karena memiliki harapan diangkat menjadi PNS.
9.1.3. Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui (1) terdapat tiga faktor yang sama berpengaruh positif terhadap ethos kerja maupun kinerja penyuluh pertanian. Ketiga faktor tersebut adalah keterampilan, orientasi nilai budaya, dan progresifitas petani; (2) faktor internal masih menjadi pendorong utama dalam memacu ethos kerja dan kinerja penyuluh pertanian; (3) faktor yang memiliki hubungan paling kuat dengan ethos kerja dan kinerja adalah keterampilan.
9.1.4. Ethos kerja berpengaruh terhadap kinerja penyuluh pertanian sebab (1) ethos kerja terkait dengan kepribadian, (2) ethos kerja berhubungan erat dengan sistem nilai yang diyakini kebenarannya oleh penyuluh pertanian yang dijadikan dasar bagi setiap tindakan yang dilakukan. Pengaruh ethos kerja terhadap kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Klaten dalam hubungan yang positif. Secara khusus, ethos kerja berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh pertanian, artinya semakin tinggi ethos kerja penyuluh maka akan meningkatkan kinerja penyuluh. Ethos kerja sebagai variabel bebas memiliki kontribusi/ sumbangan terhadap kinerja sebagai variabel terikat belum dalam tingkat persentase yang optimal, yaitu hanya 0,494 (49,4 %), artinya kinerja penyuluh pertanian sebagian besar dipengaruhi oleh variabel di luar ethos
311
kerja, yaitu 50,6%. Oleh karena itu masih banyak variabel-variabel lain di luar ethos kerja yang perlu diperhatikan apabila ingin kinerja penyuluh pertanian semakin baik. Ethos kerja penyuluh pertanian di Kabupaten Klaten sebagian besar berorientasi sosial-religius. Makna berorientasi sosial-religius: sebagian besar penyuluh pertanian memaknai bahwa bekerja dalam profesinya merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa; bekerja dalam profesinya merupakan bentuk ibadah dan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa; bekerja bukan semata-mata untuk kepentingan pribadiindividu tetapi juga harus bermanfaat pada orang lain (masyarakat sasaran/petani dan keluarganya); bekerja senantiasa menjalin hubungan yang lebih akrap dan kerjasama dengan masyarakat sasaran/petani; bekerja yang realistis/demokratis, yaitu: menghargai pendapat petani; mengajak dan membiasakan petani (masyarakat sasaran) untuk berpikir rasional dan kreatif dalam bertani; bekerja untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat secara keseluruhan.
9.2.. Implikasi Keilmuan 9.2.1. Temuan Baru yang Diperoleh Dalam Penelitian 9.2.1.1. Dilihat dari dimensi sosiologis dan filosofis Secara sosiologis dan filosofis ethos kerja merupakan roh yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan seseorang ataupun masyarakat dalam kinerjanya,
312
demikian halnya terhadap profesi penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan peranannya. Berdasarkan
hasil
analisis
menggambarkan bahwa sumber
penelitian
dan
kesimpulan
di
atas,
utama ethos kerja penyuluh pertanian tidak
hanya berasal dari satu nilai saja, akan tetapi berasal dari beberapa nilai, yaitu nilai religius, nilai budaya maupun ideologi. Ethos kerja penyuluh pertanian di Kabupaten
Klaten
sebagian
besar
berorientasi
sosial-religius.
Hal
ini
memperlihatkan adanya perbedaan dengan falsafah hidup (teori ethos kerja) Max Weber yang
lebih menekankan tata hubungan
antara aktivitas religius dan
ekonomi (lebih berorientasi pada religius yang ber-spirit of capitasm) bersifat individualistis sebagaimana diungkapkan dalam bukunya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism. Oleh karena itu, falsafah hidup (ethos kerja) Max Weber meskipun memiliki kesamaaan, yaitu berorientasi relegius tidak sepenuhnya berlaku pada diri penyuluh pertanian di Kabupaten Klaten karena memiliki muatan
yang
berbeda
(secara
khusus
yang
berkaitan
dengan
sifat
individualistisnya). Asumsi dasar yang peneliti gunakan menyatakan pernyataan di atas, berdasarkan indikator jawaban atau pernyataan penyuluh pertanian yang dihimpun dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Indikator yang berhubungan dengan kondisi objektif ethos kerja penyuluh pertanian sebagaimana dikemukakan dalam kesimpulan sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi. Tiga komponen (keyakinan diri, motivasi kerja, sikap moral terhadap profesi) yang
313
digunakan dasar mengukur ethos kerja memperlihatkan bahwa indikator keyakinan diri penyuluh pertanian yang tertinggi adalah keyakinan sebagai komunikator. Indikator motivasi kerja penyuluh pertanian (berdasarkan teori motivasi Alderfer) yang tertinggi pada existense.
Indikator yang tinggi dalam motivasi kerja adalah
berkeinginan menjalankan amanah profesi yang diterima dengan penuh tanggung jawab, berkeinginan mempunyai hubungan yang lebih
akrab
dengan
masyarakat
petani,
dan
berkeinginan
melaksanakan ibadah sebagai ungkapan rasa syukur karena profesi yang dimiliki adalah rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Indikator sikap moral terhadap profesi penyuluh pertanian yang tertinggi pada aspek kognitif. Indikator yang tinggi dalam sikap moral terhadap profesi adalah dapat bermanfaat bagi kehidupan orang lain/para petani dan keluarganya, senang bekerja sebagai penyuluh pertanian karena dapat berbagi pengalaman dengan petani, akan membantu petani dengan sekuat tenaga dalam meningkatkan usahataninya. 2.
Indikator yang tercermin dalam persepsinya tentang orientasi nilai budaya. Dalam orientasi tentang hidup, indikator tertinggi pada konsepsi bahwa sebagian besar penyuluh pertanian menyatakan bahagia dalam hidup ini karena hidup ini bermakna dan menyenangkan. Dalam orientasi tentang karya/kerja, indikator tertinggi pada konsepsi bekerja tidak sekedar bekerja tetapi harus mementingkan kualitas dan kreatif;
314
sedang dalam orientasi tentang hubungan manusia dengan sesama manusia, indikator tertinggi pada konsepsi ketika bekerja menghadapi masalah pemecahannya diselesaikan dengan masyarakat.
9.2.1.2. Dilihat dari dimensi motivasi dalam ethos kerja Berdasarkan
hasil
analisis
penelitian
dan
kesimpulan
di
atas,
menggambarkan bahwa gaji/pendapatan penyuluh pertanian berpengaruh negatif terhadap ethos kerjanya, “semakin kecil atau sedikit gaji/pendapatan penyuluh semakin meningkat ethos kerjanya” dan sebaliknya. Penyuluh pertanian yang berstatus PNS yang cenderung masa kerjanya lama dan gajinya relatif besar tetapi ethos kerjanya cenderung menurun karena tinggi rendahnya ethos kerja tidak berpengaruh terhadap jabatan dan besarnya gaji lagi, dan penyuluh pertanian THL-TBPP (tenaga kontrakan) yang masa kerjanya baru dan gajinya kecil tetapi ethos kerjanya tinggi karena memiliki harapan diangkat menjadi PNS (pegawai tetap). Artinya, motivasi utama bagi keberadaan penyuluh pertanian dalam semangat kerja terkait dengan kondisi, keinginan, dan harapan yang ada pada penyuluh pertanian di balik angka-angka gaji. Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan dengan teori motivasi dalam pemenuhan kebutuhan yang dikemukakan Maslow – terutama penyuluh pertanian yang berstatus THL-TBPP.
Maslow
membedakan kebutuhan secara heirarki menjadi 5 tingkatan, yaitu: kebutuhan fisiologi, keamanan (rasa aman), sosial (afiliasi), esteem (penghargaan), aktualisasi diri. Perbedaan yang ada, bahwa motivasi penyuluh pertanian di Kabupaten Klaten dalam memenuhi kebutuhan
tidak secara heirarki, tetapi
315
sebagaimana teori motivasi dalam pemenuhan kebutuhan yang dikemukakan Alderfer. Alderfer membedakan kebutuhan menjadi tiga, yaitu: Existence atau keberadaan – senada dengan kombinasi pemenuhan kebutuhan fisiologi dan keamanan; Relatedness atau hubungan – senada dengan kombinasi pemenuhan kebutuhan afiliasi dan esteem; Growth atau perkembangan – senada dengan pemenuhan kebutuhan aktualisasi. Cara pemenuhan kebutuhan tersebut tidak secara heirarki.
9.2.1.3. Dilihat dari dimensi kinerja (tingkat kemampuan dan keberhasilan penyuluh pertanian) Berdasarkan
hasil
analisis
penelitian
dan
kesimpulan
di
atas,
memperlihatkan bahwa masa kerja penyuluh pertanian berpengaruh negatip terhadap kinerjanya, “semakin lama masa kerja penyuluh semakin menurun kinerjanya” dan sebaliknya. Penyuluh pertanian yang berstatus PNS cenderung masa kerjanya lama tetapi kinerjanya menurun karena semakin tua, sudah mencapai puncaknya dan mendekati masa pensiun sehingga tinggi rendahnya kinerja dirasa sudah tidak berpengaruh terhadap status jabatan serta implikasi yang diperoleh, dan penyuluh pertanian THL-TBPP (tenaga kontrakan) cenderung masa kerja baru tetapi kinerjanya tinggi karena memiliki harapan diangkat menjadi PNS (pegawai tetap). Artinya, lamanya masa kerja penyuluh pertanian tidak mesti menunjang semakin meningkat kinerjanya tetapi tergantung kondisi, keinginan, semangat kerja, dan harapan yang ada pada penyuluh pertanian. Di samping itu, lamanya masa kerja penyuluh tidak menunjang
316
semakin meningkatkan kinerjanya, dimungkinkan karena reward/penghargaan terhadap penyuluh pertanian ketika melaksanakan tugas dan perannya dalam kategori rendah 96,4% (lihat Tabel 5.37.). Meskipun sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa reward/penghargaan bukan merupakan motivasi utama dalam bekerja para penyuluh pertanian. Hal ini seirama dengan dimensi motivasi dalam ethos kerjanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa lamanya masa kerja penyuluh pertanian memberi banyak pengalaman dan pengetahuan tentang latar belakang dan keadaan masyarakat sasaran, pengetahuan tentang segala sesuatu yang seringkali menyebabkan warga masyarakat suka atau tidak menghendaki terjadinya perubahan.
9.2.2. Penguatan Terhadap Teori yang Telah Ada 9.2.2.1. Dilihat dari dimensi psikologi sosial Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian di atas, menggambarkan bahwa perilaku (kinerja) penyuluh pertanian dipengaruhi oleh faktor internal (personality penyuluh : ethos kerjanya, keterampilan, dan orientasi nilai budaya) dan faktor eksternal (progresifitas petani). Jika dilihat dari dimensi ilmu psikologi sosial (ilmu yang mengkaji/mempelajari tentang perilaku manusia) maka dari berbagai teori perilaku manusia (misal: psiko analisis dari Sigmund Freud, environmentalis dari Watson, teori belajar sosial dari Albert Bandura, teori lapangan dari Kurt Lewin), teori lapangan (field theory) Kurt Lewin yang cocok berlaku pada diri penyuluh pertanian di Kabupaten Klaten. Kurt Lewin dalam teorinya mengatakan,
317
bahwa perilaku (behavior) manusia dipengaruhi oleh kepribadian (personality) dan lingkungan (environment). Dalam hal ini, yang termasuk kategori personality atau faktor internal penyuluh pertanian meliputi: persepsi, keyakinan diri, sikap, motivasi – berhubungan dengan keterampilan, ethos kerja dan orientasi nilai budaya; sedangkan yang termasuk environment atau faktor eksternal penyuluh pertanian dalam hal ini: progresifitas petani. Berdasarkan hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa teori harapan Victor H. Vroom berlangsung pada ethos kerja dan kinerja penyuluh pertanian, utamanya penyuluh pertanian yang berstatus THL-TBPP. Teori harapan Victor H. Vroom mengatakan bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong berupaya untuk memperoleh hal yang diinginkan tinggi. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang berhubungan antara ethos kerja dan gaji/pendapatan yang diperoleh penyuluh pertanian maupun yang berhubungan antara kinerja dan masa kerja penyuluh pertanian (yang berstatus THL-TBPP).
9.2.2.2. Dilihat dari dimensi penyuluhan dan komunikasi pembangunan Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ethos kerja dan kinerja penyuluh pertanian serta kondisi objektif yang ada, jika dilihat dari dimensi ilmu penyuluhan dan komunikasi pembangunan (ilmu yang mengkaji tentang proses perubahan perilaku sasaran penyuluhan, bagaimana sasaran
318
penyuluhan berperilaku sebagaimana yang diharapkan oleh penyuluh untuk mencapai tujuan) maka pemikiran Ray (1998) tentang fungsi penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dengan pendidikan membuat perubahan pada petani meliputi perubahan: pengetahuan, keterampilan, sikap, pemahaman, sasaran/tujuan, tindakan dan kepercayaan diri; langkah-langkah pelaksanaan proses pendidikan penyuluhan yang harus dilakukan para penyuluh pertanian; dan keahlian-keahlian yang harus dimiliki penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya, meliputi: (1) keahlian teknis, (2) keahlian ekonomi, (3) keahlian keilmuan, (4) keahlian jabatan, (5) keahlian komunikasi, (6) keahlian sosial, dapat dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya di Kabupaten Klaten. Asumsi dasar yang peneliti gunakan menyatakan pernyataan di atas yaitu : (1) penyuluh memiliki kemampuan berkomunikasi – terungkap dalam hasil penelitian pada motivasi kerja memperlihatkan bahwa penyuluh pertanian dalam hal ini termasuk kategori baik/tinggi; (2) sikap penyuluh yang menghayati dan bangga terhadap profesinya, menyukai dan mencintai masyarakat sasarannya – hasil penelitian yang terungkap pada sikap moral terhadap profesi memperlihatkan bahwa penyuluh pertanian juga termasuk kategori baik/tinggi; (3) kemampuan pengetahuan penyuluh – hasil penelitian yang terungkap pada rerata tingkat pendidikan penyuluh pertanian dan keterampilan penyuluh pertanian juga termasuk kategori tinggi.
319
9.3. Implikasi Kebijakan 9.3.1. Untuk mengoptimalkan ethos kerja penyuluh pertanian dalam mengemban fungsi dan peranannya, utamanya yang berkaitan dengan keyakinan diri dan sikap moral terhadap profesi diperlukan langkah-langkah operasional yang dipandang relevan dalam pembinaan penyuluh, antara lain: (1) memberikan kesempatan kepada penyuluh untuk meningkatkan kemampuannya melalui pendidikan formal (studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi) maupun pendidikan non-formal (workshop, seminar, studi banding, pelatihanpelatihan, dan lain-lain) serta meningkat ketrampilan penyuluh pertanian utamanya yang berkaitan dengan: penguasaan materi, penggunaan bahasa dan penggunaan metode – beserta konsekuensi logisnya; (2) memotivasi penyuluh dengan cara menumbuhkan kebanggaan terhadap pribadinya dan lembaga penyuluhan, bahwa tugas yang diembannya sangat penting dan dibutuhkan petani serta memberikan manfaat bagi orang lain; (3) peningkatan reward fungsional penyuluh pertanian sebagai bentuk insentif pendorong semangat kerja. 9.3.2. Untuk mengoptimalkan kinerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan fungsi dan peranan pengembangan dan peningkatan usahatani (tanaman pangan padi), utamanya yang berkaitan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan program dan tingkat kualitas hasil yang dicapai sesuai dengan harapan diperlukan langkah yang dipandang relevan dalam pembinaan penyuluh di samping memberikan kesempatan kepada penyuluh untuk meningkatkan kemampuannya melalui pendidikan, dengan cara pemerintah
320
(daerah) dan instasi terkait meningkatkan keterampilan penyuluh pertanian, yaitu: secara kontinyu memberikan training/kepelatihan secara periodik utamanya yang berkaitan dengan penguasaan ala-alat pertanian dan terampil mengoperasikan alat-alat pertanian, meningkatkan fasilitas-fasilitas yang upto date dengan memperhatikan
perkembangan-perkembangan yang
terjadi di lapangan. 9.3.3. Perlu adanya peningkatan orientasi nilai budaya penyuluh pertanian dengan cara meningkatkan pemberian berbagai kepelatihan yang tidak hanya menyangkut hal-hal yang berhubungan pengetahuan pertanian, tetapi juga hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian dan wawasan nasional. Oleh karena orientasi nilai budaya berhubungan dengan falsafah hidup yang sangat mempengaruhi pola pikir para penyuluh dalam bekerja menjalankan tanggung jawabnya. 9.3.4. Perlu adanya peningkatan progresifitas atau partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatan usahatani tanaman pangan (padi), yaitu: dengan cara Pemerintah (daerah) dan instasi terkait dapat mengefektifkan Dinas pertanian dan Ketahanan Pangan dalam hal fungsinya, sebagai pusat informasi dengan kegiatan penyuluhan dan kepelatihan kepada petani dan pengalokasian dana yang memadahi pada kegiatan tersebut; pelaksanaan kegiatan usahatani diperlukan langkah-langkah yang mampu meningkatkan rasa kebersamaan dan kekompakan yang melembaga diantara petani: (1) pertemuan antara petani dengan penyuluh dalam memfasilitasi kegiatan dan informasi yang diperlukan, (2) pemasyarakatan nilai-nilai budaya yang
321
bersifat gotong-royong dan saling membantu serta melembagakan dalam kehidupan bermasyarakat, (3) pembinaan yang intensif oleh jajaran penyuluh dan aparat desa untuk mendidik masyarakat tani selalu bekerja keras dalam berusahatani mewujudkan harapannya menjadi petani yang mampu mandiri, disegani oleh segenap lapisan masyarakat. Alhasil dapat mempengaruhi terhadap peningkatan kinerja penyuluh dan hasil yang diharapkan. 9.3.5. Banyak faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap ethos kerja dan kinerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan peranannya pada masyarakat petani yang belum terungkap dalam penelitian ini, terutama faktor atau variabel di luar model. Oleh karena itu, tindak lanjut penelitian penyuluh pertanian sangat diperlukan untuk mengetahui faktorfakktor yang berpengaruh yang belum ditemukan dalam penelitian ini (misalnya: lingkungan
kerja,
lingkungan sosial-budaya
masyarakat,
kepemimpinan, kelembagaan, dan sebagainya ), terlebih lagi bahwa penyuluh pertanian merupakan SDM yang paling strategis menentukan keberhasilan pemacuan perkembangan pembangunan pertanian di antara SDM yang lain.
322