BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Penelitian ini mencoba melakukan pengujian secara simultan atas aspek
power sebagai faktor antecedent (pemicu) penerapan suatu sistem pengendalian administratif dalam lingkungan organisasi
layanan kesehatan, sekaligus
mengeksplorasi faktor-faktor consequence (akibat) dari diterapkannya salah satu tipe
sistem
pengendalian
manajemen
tersebut.
Secara
ringkas,
proses
pengumpulan dan analisis data yang dilakukan dengan mengombinasikan dua pendekatan penelitian, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif, memberikan hasil temuan empiris sebagai berikut: 1) a. Berdasarkan hasil analisis pendekatan kuantitatif, diperoleh bukti bahwa para tenaga medis pada rumah sakit umum daerah (RSUD) yang tersebar di tujuh kabupaten di wilayah Provinsi Bali sangat mempertimbangkan aspek power yang berasal dari lingkungan eksternal organisasi terkait keputusannya untuk menerapkan suatu sistem pengendalian administratif berupa SOP program jaminan kesehatan. Sementara itu, power lain yang berasal dari internal organisasi yang juga diajukan dalam penelitian ini, yaitu power profesional medis, serta efek pemoderasi yang dihipotesiskan akan dimiliki oleh power kultural (power distance), terbukti tidak signifikan pengaruhnya bagi sampel yang menjadi responden pada penelitian ini.
98
b. Temuan lain dari tahapan analisis data pada pendekatan kuantitatif adalah adanya pengaruh signifikan diterapkannya sistem pengendalian administratif berupa SOP jaminan kesehatan terhadap terwujudnya aspek akuntabilitas
pelayanan
organisasi.
Demikian
pula,
akuntabilitas
pelayanan terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap efisiensi pelayanan para tenaga medis. Di lain pihak, diperoleh bukti hubungan yang positif antara penerapan sistem pengendalian administratif dan efisiensi, namun dengan melalui mediasi secara penuh (fully mediated) oleh aspek akuntabilitas pelayanan organisasi. 2) a. Hasil analisis data kualitatif mengindikasikan bahwa eksistensi kedua aspek power yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu power eksternal dan power profesional, memang secara nyata dirasakan oleh sampel informan pada lingkungan organisasi rumah sakit umum daerah (RSUD) yang menjadi lokasi penelitian. Tekanan eksternal yang dimaksud terutama berasal dari peraturan-peraturan pelaksana program jaminan kesehatan serta atas pertimbangan normatif dan alasan-alasan konsensus organisasi sejenis; namun tetap didominasi oleh pengaruh dari mandat peraturanperaturan terkait. b. Sehubungan dengan power profesional, pada dasarnya, para tenaga medis sangat mengakui kapasitas superior dalam organisasi yang dilekatkan kepadanya, terutama dalam kaitannya dengan kewenangan mutlak untuk menentukan jenis penanganan medis yang akan diberikan kepada masyarakat. Namun demikian, power profesional ini tampaknya
99
telah semakin tergerus oleh kesadaran diri para tenaga medis atas posisi dan tanggung jawab yang diemban sebagai pegawai organisasi sektor publik dan tingginya tingkat kepatuhan pada otoritas pihak regulator. c. Melalui penerapan prosedur pelayanan sebagaimana tercantum dalam peraturan pelaksana program jaminan kesehatan, secara langsung maupun tidak langsung, telah berimplikasi pada terwujudnya: (1) aspek akuntabilitas melalui pembuatan catatan penanganan medis serta penggunaan obat-obatan dan fasilitas organisasi terkait tujuan klaim biaya; dan (2) aspek efisiensi dalam bentuk keteraturan dan minimalisasi potensi penggunaan obat-obatan secara berlebih kepada pasien. 5.2.
Implikasi Hasil penelitian memberikan dukungan atas konsep-konsep keorganisasian
yang ditawarkan oleh Teori Institusional. Ketika implementasi teori ini telah terbukti aplikatif pada banyak organisasi sektor publik di beberapa negara, hasil penelitian kali ini berkontribusi memberi tambahan pemahaman terkait kehandalannya untuk juga diterapkan pada organisasi profesional penyedia layanan kesehatan. Secara teoritis, hasil penelitian dapat berimplikasi pada pengembangan konsep-konsep teori keorganisasian, terutama pada organisasi sektor publik. Hasil penelitian yang mengindikasikan dominansi pengaruh power eksternal dibandingkan power profesional dan power kultural terhadap penerapan sistem pengendalian administratif pada organisasi layanan kesehatan sektor publik dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi pihak regulator (pemerintah) dan
100
manajemen organisasi dalam mewujudkan integritas para tenaga medis terhadap aspek-aspek outcome keorganisasian berupa akuntabilitas dan efisiensi pelayanan. Pemberlakuan suatu mekanisme prosedural yang dikemas dalam suatu peraturan ‗berpayung‘ hukum, dengan demikian, akan mampu memitigasi kecenderungan pengabaian perhatian tenaga medis terhadap pengelolaan sumberdaya organisasi yang lebih baik, yang kerap menjadi permasalahan dalam kegiatan operasional rumah sakit. Tidak signifikannya pengaruh aspek power kultural (power distance) terkait keputusan para tenaga medis untuk mengadopsi suatu standard operational procedure (SOP) layanan kesehatan, juga dapat merupakan ‗angin segar‘ bagi pemberlakuan skema pelayanan dalam program jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) – Kesehatan di Indonesia. Hasil terkait dapat diintepretasikan sebagai indikasi derajat penerimaan yang luas oleh para tenaga medis yang tersebar di seluruh Indonesia, tanpa perlu mengkhawatirkan pengaruh perbedaan budaya yang dapat berpotensi menjadi hambatan bagi implementasi program di masing-masing daerah. 5.3.
Keterbatasan Mempertimbangkan kebaruan topik dan operasionalisasi metodologi yang
digunakan, maka perlu diperhatikan adanya beberapa keterbatasan pada peneltian ini, antara lain: 1) Beberapa butir pertanyaan pada instrument penelitian (kuesioner) merupakan konsep-konsep keorganisasian yang digunakan pada organisasi secara umum, tidak spesifik pada organisasi sektor publik, terutama pada
101
organisasi penyedia layanan kesehatan. Permasalahan terkait validitas tampang (face validity) menjadi keterbatasan utama terkait kualitas instrument yang digunakan sebagai media pengumpulan data. 2) Pengukuran fenomena praktikal kemudian menjadi kurang maksimal mengingat bahwa beberapa indikator dalam suatu konstruk banyak yang di-drop karena tidak memenuhi kriteria kualitas instrument pengukuran. 3) Minimnya responden valid yang kemudian bersedia menjadi informan untuk
terlibat
dalam
wawancara
berimplikasi
pada
minimalisasi
penggalian informasi tambahan yang diharapkan akan diperoleh melalui proses pengumpulan data kualitatif. 4) Data penelitian ini merupakan hasil dari instrumen yang berdasarkan pada persepsi responden, maka hal ini dapat menimbulkan masalah jika persepsi responden berbeda dengan keadaan sesungguhnya. 5.4.
Saran Menindaklanjuti keterbatasan-keterbatasan yang ada serta memperhatikan
potensi pengembangan bagi penelitian selanjutnya, beberapa saran dan rekomendasi kemudian dapat diberikan, antara lain: 1) Perhatian besar perlu diberikan terhadap spesifikasi dan kualitas instrumen pengumpulan data yang lebih aplikatif pada konteks organisasi layanan kesehatan. 2) Penelitian selanjutnya dapat kembali menggunakan mix-method sebagai rancangan
metodologi
penelitian,
tentunya
dengan
berbagai
penyempurnaan, mengingat potensi kebermanfaatannya dalam mengatasi
102
keterbatasan-keterbatasan, terutama terkait kecenderungan response rate yang rendah pada penelitian-penelitian di ranah organisasi sektor publik. 3) Eksplorasi terhadap faktor-faktor lain sebagai variabel pemicu penerapan suatu praktek Akuntansi tertentu perlu dilakukan. Salah satu yang cukup vital misalnya terkait insentif finansial yang diperoleh oleh para tenaga medis. Hasil wawancara mengindikasikan bahwa kesejahteraan ekonomi juga menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi para informan dalam penelitian ini.
103