BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya
pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada generasi muda di Bangka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 5.1.1. Program pelestarian oleh pemerintah provinsi Bangka Dari analisis penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pemerintah provinsi Bangka memiliki tiga proses perencanaan dalam upaya pelestarian budaya. Tiga hal tersebut yaitu : 1. Menggali yakni melindungi kebudayaan itu agar tidak punah. 2. Mengembangkan, mengembangkan kebudayaan tersebut untuk kepentingan masyarakat. 3. Memanfaatkan,
memanfaatkannya
untuk
memenuhi
kebutuhan
batin
masyarakat. Dari ketiga proses perencanaan tersebut pemerintah provinsi Bangka masih mengembangkan kebudayaan lokal tersebut hingga mencapai hasil yang terbaik yakni diakuinya budaya tersebut menjadi warisan budaya lokal baik warisan budaya lokal benda maupun tak benda. Dan setelah kebudayaan lokal tersebut sudah diakui sebagai
153
154
warisan budaya nasional, pemerintah akan terus berusaha menjadikan warisan benda nasional tersebut menjadi warisan budaya dunia yang diakui oleh UNESCO. Dari proses perencanaan pelestarian tersebut, pemerintah provinsi Bangka membuat suatu program pelestarian budaya lokal untuk masyarakat khususnya para generasi muda yang menjadi kunci dari pelestarian budaya lokal di Bangka. Program pelestarian ini merupakan salah satu bentuk sosialisasi Pemerintah Provinsi kepada masyarakat agar lebih menarik. Diantaranya adalah : 1. Membentuk wadah untuk mencintai bangunan-bangunan bersejarah dan kebudayaan lokal yakni dengan membentuk komunitas masyarakat pencinta sejarah dan budaya. 2. Membuat akun komunitas Bangka di media Sosial seperti Bangka YOH, Kampoeng Bangka, Bangka Belitung Community, Melayu Online dan Lembaga Adat Melayu Bangka. Hal ini pun membantu pemerintah dalam penyebaran informasi seputar Bangka kepada masyarakat luas. 3. Membentuk kegiatan yang dinamakan Jejak Tradisi Daerah. Jejak Tradisi Daerah merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan menimbulkan minat generasi muda untuk secara perlahan-lahan dapat ikut mencintai budayanya sendiri. 4. Lomba penulisan artikel tentang budaya lokal Bangka, artikel yang disetujui oleh pemerintah provinsi akan diterbitkan di majalah, koran dan website pemerintah provinsi Bangka.
155
5. Festival dan pelombaan pembuatan film dokumenter atau film pendek tentang sejarah atau budaya Bangka. Untuk unsur-unsur budaya yang lain seperti kesenian budaya lokal, tari-tarian, alat musik tradisional, penanaman dan pelestariannya yang paling cepat dan menyebar adalah melalui jalur pendidikan formal yakni sekolah. Pada kurikulum 2013, ada yang disebut sebagai materi muatan lokal. Materi muatan lokal dikembangkan oleh daerah yang tentunya bercirikan kepada kekhasan daerah, bernuansa kedaerahan dan berbicara untuk kepentingan daerah.
5.1.2. Keterlibatan masyarakat dalam proses sosialisasi Dalam upaya pelestarian budaya lokal oleh Pemprov Bangka tak lepas dari keterlibatan masyarakat setempat pulau Bangka, baik itu masyarakat keturunan Tiong Hoa, masyarakat pribumi dan masyarakat Fan Tong Fan atau masyarakat Melayu yang punya leluhur Tiong Hoa. Disini, masyarakat saling bergotong royong untuk berperan aktif dalam menjaga kebudayaan lokal entah untuk warisan budaya benda atau warisan budaya tak benda. Dalam pelestarian Upacara Sembahyang Rebut, Pemerintah Provinsi Bangka melibatkan masyarakat yakni keluarga, generasi muda dan pemuka adat di Bangka. Hal ini dikarenakan Upacara Sembahyang Rebut merupakan upacara yang bersifat sakral yang berhubungan dengan kepercayaan dan agama. Pelaksanaan Upacara Sembahyang Rebut pun bukanlah hal yang mudah, butuh waktu dan tata cara yang benar. Pewarisan nilai Upacara Sembahyang Rebut kepada generasi muda merupakan
156
cara utama dalam pelestarian Upacara ini, oleh sebab itu pemerintah pun berharap banyak kepada generasi tua yaitu orang tua dan pemuka adat untuk dapat mewariskan nilai-nilai Upacara Sembahyang Rebut kepada generasi muda di Bangka. Tahapan yang dilakukan orang tua dalam mewariskan nilai upacara sembahyang rebut, yaitu : 1. Tahap mengenalkan, tahap mengenalkan ini dilakukan orang tua dengan cara mengajak anak mereka para generasi muda untuk melihat secara langsung jalannya upacara. Mulai dari upacara sembahyang leluhur atau anggota keluarga yang sudah meninggal pada pagi harinya. Selesai sembahyang leluhur, ada proses arak-arakan dewa pada siang harinya. Pada sore harinya mereka semua pergi ke Klenteng untuk menyaksikan Upacara Sembahyang Rebut (Chit Nyet Pan). 2. Tahap menjelaskan, menjelaskan apa itu Upacara Sembahyang Rebut, makna apa yang ada dalam upacara tersebut, arti dari simbol-simbol Upacara, maksud dari sesaji yang disediakan sampai pada proses pembakaran, perebutan sesaji dan proses lelang. Pada tahap menjelaskan ini, orang tua berharap bahwa para generasi muda mengerti secara betul makna dan tujuan dari upacara. 3. Tahap mengajarkan, mengajarkan mereka mengenai bagaimana awalnya jalan upacara dari awal hingga akhir. Yang pertama proses menyiapkan prosesi upacara untuk sembahyang leluhur dari apa saja yang harus disiapkan, tata letak sesajian, jumlah buah, jumlah dupa, jumlah lilin, jenis makanan dan
157
minuman yang disajikan, mantra untuk memanggil roh leluhur, menyiapkan baju kertas, uang kertas, pukul berapa dimulainya prosesi sembahyang leluhur hingga pukul berapa prosesi selesai dan yang paling penting adalah penulisan nama yang ditulis menggunakan hurup kanji Cina. Yang kedua prosesi arakarakan Dewa Pak Kung Pak Pho yakni Dewa Bumi atau Dewa Tanah, mulai dari jumlah anggota yang mengangkat tandu dewa, berapa lama prosesi dilakukan, barongsai pengiring hingga pakaian saat prosesi dilakukan. Yang ketiga adalah prosesi upacara sembahyang Rebut di Klenteng.
5.1.2.1 Konstruksi Sosial pewarisan nilai Upacara Sembahyang Rebut 1. Eksternalisasi, proses pembiasaan yang diulang-ulang. Yakni mengenalkan, menjelaskan dan mengajarkan mengenai upacara Sembahyang Rebut kepada generasi muda secara berulang-ulang dan terus-menerus. 2. Objektifikasi, dari proses yang dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi proses pembiasaan dan membentuk pola. Yakni generasi muda akan terbiasa dan memahami tentang nilai-nilai upacara Sembahyang Rebut. 3. Internalisasi,
generasi
muda
akan
mengungkapkan
makna
upacara
Sembahyang Rebut melalui pemahaman dan penafsiran. Dan tahap untuk mencapai itu dilakukan dengan sosialisasi baik oleh orang tua, pemuka adat dan pemerintah. Dari proses demikian, diharapkan generasi muda menjadi mengerti dan memahami tradisi upacara Sembahyang Rebut sebagai sesuatu yang maknawi dari
158
kenyataan sosial. Untuk mempertahankan eksistensi dari tradisi Upacara Sembahyang Rebut, maka nilai-nilai dari upacara tersebut harus diwariskan kepada generasi berikutnya, melalui tradisi atau pembelajaran.
5.1.2.2 Motif Masyarakat Bangka melestarikan Upacara Sembahyang Rebut 1. Motif karena kepercayaan, adanya kepercayaan dan ajaran dari kepercayaan yakni Ajaran Tridarma, Buddha, Kong Hu Cu dan Tao untuk menghormati leluhur dan bersedekah/ membagi keberkahan dengan arwah-arwah penasaran walaupun sudah berbeda alam. 2. Motif karena tradisi/adat, Kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Bangka beretnis Tiong Hoa untuk melakukan Upacara Sembahyang Rebut secara turun temurun. 3. Motif karena berkah, dengan melakukan tradisi Upacara Sembahyang Rebut masyarakat Bangka mempercayai akan mendapat berkah/ rezeki dari Tian. Rezeki/berkah tersebut dapat berupa keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan kewaspadaan. 4. Motif karena penerus keluarga, wujud bakti anak sebagai generasi penerus kepada leluhur yang sudah meninggal dunia. Tak ada yang dapat memisahkan hubungan orang tua-anak-cucu dan generasi berikutnya walaupun sudah beda alam. Dan untuk arwah-arwah penasaran, generasi penerus diwajibkan untuk membagi keberkahan bagi mereka.
159
5.1.2.3 Makna Proses Pewarisan Nilai Upacara Sembahyang Rebut Dari apa yang telah disampaikan oleh para informan maka makna yang didapatkan dalam proses pewarisan nilai Upacara Sembahyang Rebut kepada generasi muda yang diwariskan sejak kecil adalah agar mereka menjadi terbiasa untuk saling membantu, membagi berkah, bergotong royong, saling menghormati dan menghargai, bersedekah, menjaga kekompakan baik kepada keluarga sendiri maupun kepada orang lain entah kepada mahkluk hidup ataupun kepada orang yang telah meninggal.
5.1.2.4 Kompeten Komunikasi Kompeten menjadi titik tolak pemahaman tentang sejauhmana keterampilan komunikasi yang mereka pandang menentukan keberhasilan yang juga menurut ukuran mereka sendiri. Ukuran keberhasilan bagi generasi tua yakni orangtua, pemuka adat dan pemerintah adalah pemahaman makna yang dipahami oleh para generasi muda. Apakah mereka para generasi muda paham dan mengerti mengenai makna, tujuan dan tahapan dalam tradisi Upacara Sembahyang Rebut atau tidak. Oleh karena yang menjadi ukuran keberhasilan adalah pemahaman, maka segala macam upaya akan dilakukan oleh para generasi melalui pengelolaan komunikasi secara verbal maupun nonverbal.
160
5.1.2.5 Orang tua sebagai aktor kehidupan Kegiatan melestarikan dapat dikategorikan sebagai sebuah tindakan sosial, dimana orang tua menampilkan sebuah perilaku tertentu baik secara subjektif maupun komunal memiliki makna yang mereka maksudkan dengan cara mempengaruhi orang lain untuk menerima makna yang sama. Pada sisi lain, melalui proses interaksi perilaku tersebut dapat dimaknai sama atau berbeda oleh masyarakat lain baik di Bangka maupun di luar Bangka. Orang tua akan menjadi significant others bagi generasi muda baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi contoh bagi generasi berikutnya. Suatu kebiasaan atau budaya terbentuk secara intersubjektif di antara anggota komunitas/kelompok/ lembaga dimana mereka berada.
5.2.
Saran Adapun dari penelitian yang sudah peneliti lakukan mengenai Pelestarian
Budaya Lokal Oleh PemProv Bangka (studi mengenai proses pewarisan nilai Upacara Sembahyang Rebut Kepada Generasi Muda di Bangka). Peneliti memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yang akan meneliti mengenai Upaya Pelestarian Budaya lokal, konstruksi realitas masyarakat dan kajian fenomenologi.
5.2.1. Saran Teoritis 1. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan paradigma yang digunakan konstruktivis, maka bagi peneliti selanjutnya dapat dilakukan dengan paradigma kritis untuk melihat
161
bagaimana upaya pelestarian budaya lokal diantara pesatnya kemajuan teknologi. 2. Penelitian ini dapat digeneralisasikan, sehingga dapat dilakukan penelitian sejenis di tempat lain di Indonesia yang sekiranya melakukan Upacara Sembahyang Rebut, sebagai kebutuhan primer masyarakat etnis Tiong Hoa. 3. Membagi keberkahan dengan arwah leluhur dan arwah-arwah penasaran adalah hal yang dapat dilakukan untuk menghormati leluhur dan bersedekah dalam masyarakat yang menganut kepercayaan Ajaran Tridarma Buddha, Kong Hu Cu dan Tao di Bangka. Peneliti menemukan banyak hal menarik yang dapat digali dan dikaji lebih lanjut mengenai kebudayaan lokal yang dimiliki oleh pulau Bangka.
5.2.2. Saran Praktis 1. Peneliti menyarankan kepada pemerintah provinsi Bangka dan pemuka adat di Bangka untuk membukukan mengenai Upacara Sembahyang Rebut baik tahapan saat upacara, makna upacara tersebut, simbol-simbol upacara dan tata cara melaksanakan Upacara Sembahyang Rebut. 2. Bagi masyarakat Bangka beretnis Tiong Hoa atau masyarakat non-etnis Tiong Hoa, penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para generasi penerus dalam mewariskan nilai-nilai Upacara Sembahyang Rebut Kepada generasi muda.
162
3. Pemerintah Bangka diharapkan lebih mendominasi peran dalam pelestarian budaya lokal di Bangka dan lebih memantau warisan-warisan budaya Bangka yang terbengkalai. 4. Koordinasi dan komunikasi antara Pemerintah Kabupaten dan Kotamadya Bangka dalam menjaga dan melestarikan Budaya Lokal Bangka dapat dilakukan dengan lebih baik agar efektifitas kerja dapat di capai dengan lebih baik lagi. 5. Walaupun Kepala DISBUDPARPORA sudah menerapkan fungsi PR, namun tidak terlibatnya humas pemprov Bangka sangat disayangkan. Walaupun program komunikasi dan perencanaan proses pelestarian tersebut dibentuk oleh kepala DISBUDPARPORA, seharusnya seorang Public Relations lah yang menjalankan upaya pelestarian tersebut. Dengan begitu upaya pelestarian yang telah dicanangkan akan bekerja secara maksimal.