BAB V KESIMPULAN
Campursari karya Manthous dapat hidup menjadi musik industri karena adanya kreativitas dari Manthous sebagai pencipta produk dan kreativitas dari penyelenggara produk atau produser. Kreativitas dari Manthous, secara utama karena Manthous dapat menciptakan produk musik baru, yakni Campursari dengan style tersendiri sebagai bentuk musik Jawa kreasi. Kebaruan Campursari Manthous berpijak dari musik yang telah lama ada dan dikenal oleh masyarakat, yakni musik gamelan atau karawitan Jawa yang dipadu dengan musik diatonis yang telah terjelma dalam musik populer Indonesia, utamanya langgam dan dangdut. Penciptaan Campursari Manthous jika dilihat dari elemen-elemen pembentukan musiknya dapat dikemukakan berikut ini. Pertama, alternatif
Manthous
tangganada
dalam
‘baru’
Campursarinya
dalam
konteks
menciptakan
menyatukan
dua
tangganada antara tangganada pentatonis dan tangga nada diatonis. Dipandang
dari
sisi
karawitan
Jawa,
Manthous
memberikan
alternatif frekuensi-frekuensi baru pada nada-nada yang biasa digunakan
dalam
karawitan
Jawa,
yakni
dari
yang
biasa
403
menggunakan frekuensi nada-nada pelog dan slendro diubahnya menggunakan frekuensi nada-nada diatonis. Tangganada pentatonis yang digunakan untuk membentuk atau membuat lagu, secara utama hanya lima nada sedangkan dua nada yang lain hanya sebagai nada alternatif. Dipandang dari sisi tangga nada diatonis, Manthous memberikan paradigma baru, bahwa nada-nada yang digunakan secara utama hanya lima nada. Dua nada pokok yang lain difungsikan sebagai nada varian atau nada alternatif. Kemudian untuk nada-nada kromatis sama sekali tidak digunakan dalam penciptaan lagu. Kedua, alat musik Campursari merupakan kolaborasi antara alat musik Barat dan alat musik gamelan dalam Karawitan Jawa yang dimainkan membentuk sebuah unity atau kesatuan musikal sehingga menawarkan estetika musikal baru. Untuk membentuk kesatuan musikal tersebut, Manthous tidak terpaku pada permainan musik diatonis. Alat musik yang berasal dari Barat seperti keyboard, cak, cuk, gitar melodi, dan bass tidak memainkan nada-nada dengan cara sebagaimana yang biasa digunakan untuk memainkan musik diatonis tetapi lebih cenderung frontal kememainkan nada-nada untuk sajian karawitan Jawa.
404
Ketiga, karya-karya lagu Manthous cenderung menggunakan ekspresi karawitan Jawa yang dikemas dengan kolaborasi peralatan musik Barat dan alat musik gamelan. Implikasi dari penggabungan peralatan tersebut adalah penggarapan harmoni yang mengacu pada karawitan Jawa. Hal ini disebabkan karena tangganada yang digunakan secara utama dalam karawitan Jawa hanya terdiri dari lima nada. Berkait dengan itulah maka penggarapan harmoni hanya berdasarkan kelima nada tersebut. Dalam hubungan dengan itu apabila terdapat nada-nada yang tidak termasuk dalam tangga nada dalam karawitan Jawa, maka nada-nada tersebut dihilangkan. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan karakter lagu agar nuansa Jawa lebih menonjol atau optimal. Keempat, Campursari karya Manthous tidak menggunakan pola irama diatonis Barat tetapi mengadopsi struktur bentuk gendhing karawitan Jawa yang telah ada. Manthous mengemas polapola tabuhan atau teknik permainan dengan alat musik Barat untuk menunjukkan struktur bentuk gendhing menjadi jelas. Struktur bentuk
gendhing
musik
gamelan
atau
karawitan
Jawa
yang
diterapkan oleh Manthous secara dominan dalam Campursarinya hanyalah langgam, dangdut Jawa, lancaran, ketawang, dan ladrang.
405
Musik diatonis dalam Campursari Manthous hanya digunakan sebagai pelengkap dan sangat tidak dominan. Selain
kreativitas
dari
Manthous,
untuk
menjadikan
Campursari Manthous ini dapat sukses atau hidup menjadi musik industri tidak lepas dari kreativitas Produser. Kreativitas dari produser
ditinjau
dari
aspek
musikalnya
hanyalah
mengenai
menentukan jenis musik, memilih penyanyi yang dirasa paling cocok, dan menyusun urutan lagu dalam sebuah kemasan produk. Selain dari
itu
yang
menyalurkan
lebih
produk
penting, ke
pihak
produser lain
mempromosikan
yang
dipandang
dan dapat
mendistribusikan produk tersebut dengan baik, dalam pengertian produk ini harus mudah sampai pada tangan konsumen. Berkait
dengan
permasalahan
mengenai
bagaimana
Campursari karya Manthous dapat menempati ruang budaya massa di celah industri seni budaya lain yang menjadi hiburan massa dapat dikemukakan bahwa, Campursari karya Manthous itu sebelum dipromosikan melalui media untuk ikut menempati ruang budaya massa terlebih dahulu diwujudkan dalam bentuk kemasan produk yang siap edar. Budaya massa berhubungan dengan produk budaya yang diproduksi
secara
besar-besaran
untuk
masyarakat
luas
yang
disebarluaskan melalui media massa. Untuk dunia seni, produk budaya
406
massa lebih ke arah produk hiburan sebagai tujuan untuk memenuhi kebutuhan
berekspresi
seni
yang
menghibur
dan
menyenangkan.
Campursari Manthous adalah salah satu bentuk produk seni untuk hiburan itu.
Ada berbagai bentuk hiburan massa pada masyarakat Jawa yang hidup hingga saat ini. Kemunculan Campursari Manthous menambah semaraknya kehidupan hiburan massa di masyarakat khususnya masyarakat Jawa. Campursari Manthous relatif belum lama muncul namun dapat sukses mengisi celah semaraknya industri seni budaya lain yang menjadi hiburan massa masyarakat Jawa. Pada awal kemunculannya, Campursari Manthous selalu ‘menghiasi’ media massa dalam hari-harinya. Saat ini sekalipun media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid tidak lagi memuat Campursari Manthous, bukan berarti Campursari Manthous telah hilang. Campursari Manthous tetap eksis dan masih banyak didukung dan atau dijadikan sebagai sarana berkesenian sehari-hari oleh para pecintanya. Televisi lokal Jogja TV dan TV Semarang masih aktif
memunculkan Campursari karya
Manthous yang ditampilkan oleh grup-grup Campursari yang ada di masyarakat.
407
Dalam event-event tertentu masih banyak masyarakat yang menampilkan Campursari Manthous sekalipun tidak segencar pada masa lalu. Stasiun-stasiun radio di Jawa Tengah dan Yogyakarta juga masih terdengar siang dan malam mengudarakan Campursari karya Manthous. Fenomena Campursari Manthous sebagai buah budaya pop bisa saja hilang sebagai sifatnya yang budaya sesaat, namun Campursari Manthous tetap terukir sebagai bentuk musik Jawa kreasi yang pernah menjadi hiburan massa yang segar dan menyenangkan bagi pendukungnya. Masih
ada
celah
tentunya
untuk
membuat
semacam
Campursari Manthous ini dengan mengembangkan musik gamelan Jawa
namun tentu dengan bekal kreativitas yang berbeda. Musik
gamelan Jawa sebagai musik tradisional daerah
tidak akan rusak
atau mati dengan digunakannya sebagai pijakan untuk berkreativitas seni,
yang
ini
justru
akan
semakin
menampakkan
bersinar
keberadaannya karena ibarat ilmu semakin banyak diberikan akan semakin dalam dipahami oleh pemiliknya.