BAB V KESIMPULAN Analogi yang tepat untuk menarik kesimpulan umum atas keberhasilan pembanguna ekonomi NICs di Taiwan dan Korea Selatan adalah seperti hendak membangun sebuah gedung bertingkat yang bernama “Gedung Taiwan - Korea Selatan” dimana gedung tersebut dibangun melalui proses tahapan konstruksi pembangunan yang jelas dan berkesinambungan, sehingga walaupun wujud “gedung Taiwan - Korea Selatan“ ini sesungguhnya belum selesai seratus persen (dikarenakan keduanya masih terus melakukan pembangunan ekonomi untuk memimpin persaingan global) akan tetapi sudah dapat memberikan gambaran akan bentuk arsitek, kekuatan dan kemegahan dari gedung tersebut di masa mendatang. Hal itu dikarenakan satu hal gedung tersebut telah dirancang oleh “arsitek yang kuat” dengan cetak biru desain rancang bangun yang jelas, pondasi yang kokoh serta dilengkapi dengan tahapan-tahapan pembangunan yang harus diselesaikannya. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan proses konstruksi pembangunan “Gedung Indonesia”. Dengan demikian pilihan terbaik bagi Indonesia adalah rekonstruksi ulang. Analogi tersebut memberi makna bahwa pembangunan ekonomi di Taiwan dan Korea Selatan berhasil menjadi negara industri baru (NICs) beserta segala kemajuan yang dimilikinya dikarenakan sejak awal para penguasanya sukses membuat konsensus dari cetak biru pembangunan ekonomi negerinya kedalam sistem, dengan demikian setiap pergantian kepemimpinan tidak terjadi “bongkarpasang“ hasil pembangun ekonomi yang telah dicapai oleh pendahulunya. Berikut ini adalah deskripsi lengkap dari hipotesa penelitian ini :
95 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Tabel V.1 Peramida Hipotesa Penelitian
Indonesia
Prototipe
96
96
Fenomena Keberhasilan
B E N C H M A R K
Negara Berkembang di Asia Tenggara Korea Selatan
Taiwan Confucian
Confucian
Figur Kepemimpinan
Figur Kepemimpinan
Aliansi Internasional
Aliansi Internasional
Land Reform + Global Village
Pembangunan Ekonomi
Land Reform +Saemaul Undong
NICs di Asia Timur
Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Sedangkan bila dianalisa lebih khusus dari proses tahapan pembangunan ekonominya dari kedua negara, maka peneliti mendapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Koreksi terhadap perspektif teori tahapan linier pembangunan model Rostow : A. Ditemukan adanya anomali yaitu, dikatakan bahwa pada tahap awal pembangunan dicirikan dengan adanya produktivitas masyarakatnya yang rendah akan tetapi teori tersebut tidak diketemukan kebenarannya ketika dipakai untuk menganalisa proses awal pembangunan ekonomi di Taiwan, melalui konsep Global Village, Taiwan langsung berhasil merubah kondisi masyarakatnya menjadi masyarakat yang paling produktiv diantara masyarakat lainnya di kelompok negara-negara industri baru, hal ini dikarenakan suksesnya program pendidikan yang menyebar keseluruh pedesaan sehingga dengan cepat menerima konsep pembangunan yang di gagas oleh pemerintahan Chiang Kai-shek serta didukung oleh adanya kesamaan historis sebagai masyarakat terbuang dari Cina Daratan sehingga memacu untuk memodernisasi negaranya.(data penjelas lihat hal 33) B. Anomali berikutnya adalah, yang menyatakan bahwa pada saat memasuki fase tinggal landas dari pertumbuhan ekonomi tahapan linier maka ditandai dengan besarnya capital investment. Akan tetapi lain halnya di Taiwan dimana besarnya angka capital investment lebih kecil dan semakin menurun dibandingkan dengan besarnya angka devisa ekspor. (data penjelas lihat halaman 38). C. Anomali lainnya adalah, dikatakan bahwa ketika masyarakatnya memasuki fase masyarakat konsumsi tinggi yang ditandai oleh salah satunya adalah meningkatnya belanja negara di sektor militer, namun ternyata dalam kasus pembangunan ekonomi di Taiwan masyarakatnya semakin modern tetapi belanja sektor militernya semakin menurun. (data penjelas lihat hal 40). Tuntutan ini menurut peneliti adalah sebuah pertanda bahwa pendekatan nir-militer melalui penguatan sosial-ekonomi merupakan tren baru untuk mampu dijadikan Soft Power Factor dalam melakukan diplomasi politik luar negerinya dimana tren ini tidak diprediksi oleh Rostow.
97 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
2. Hipotesa dari tesis ini adalah : Keberhasilan pembangunan ekonomi di Taiwan dan Korea Selatan telah menjadi sebuah fenomena yang layak dijadikan patron bagi kelompok NICs lainnya sehingga memenuhi syarat untuk dijadikan prototipe bagi pembangunan ekonomi di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Beberapa kesimpulan penting yang bisa diambil dari keberhasilan pembangunan ekonomi Taiwan dan Korea Selatan adalah sebagai berikut: A. Keberhasilan konsep awal pembangunan ekonomi Taiwan melalui konsep Global Village dan di Korea Selatan melalui konsep Saemaul Undong telah membuktikan bahwa ketika posisi negara masih dalam tahap sebagai negara pinggiran atau semi-pinggiran maka kebijakan pembangunan ekonomi yang tepat adalah melakukan pemilihan kebijakan yang langsung berdampak pada ekonomi riil rakyat banyak (model kebutuhan Bottom-up) akan tetapi dilaksanakan
dengan model kepemimpinan Top-down, dari
pada disibukkan dengan memperbaiki angka-angka ekonometri dari pencapaian pembangunan ekonomi yang rentan dengan fluktuasi dan campur tangan pihak yang berlawanan kepentingan (invisible hand) yang hanya
memburu
keuntungan
(rent
seeking)
semata,
karena
laju
pembangunan ekonomi yang kekal akan berpihak kepada ekonomi riil bukan ”ekonomi gelembung” B. Kebijakan awal yang tepat sebelum tata kehidupan ekonomi-sosial rakyat sebuah negara mapan maka seharusnya yang dilakukan terlebih dahulu adalah kekuasaan yang sentralistik bukan dengan langsung menerapkan demokrasi, melakukan penguatan fundamental ekonomi riil dan protektif terhadap “serangan” dari negara luar yang sudah mapan terlebih dahulu sambil fokus kepada industri strategis tertentu sebagai andalan, bukan diserahkan kepada ekonomi pasar. Dalam situasi ini peran aktor negara yang kuat sangat penting dan pihak swasta pun berbuat sebesar-besarnya untuk kepentingan negara. Korea Selatan diwakili Park Chung-hee dan Taiwan diwakili Chiang Kai-shek adalah figur dengan kepemimpinan yang kuat sekalipun dengan berbagai tindakan yang kontraversialnya. Potret tersebut berbanding terbalik dengan apa yang telah terjadi di Indonesia
98 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
sehingga terjadi proses demokratisasi yang lebih banyak membawa hambatan terhadap pembangunan ekonomi daripada mempercepat proses kemajuan tetapi hanya memunculkan arah dan hasil pembangunan ekonomi yang tidak jelas karena laju pembangunan ekonomi sepenuhnya dikendalikan dan dilaksanakan oleh swasta pemilik modal yang selalu menggunakan logika keuntungan semata dan meminggirkan kepentingan ekonomi negara. C. Keberhasilan Korea Selatan untuk keluar dari krisis keuangan pada tahun 1997
dengan
menggunakan
jasa
institusi
keuangan
internasional
(IMF:International Monetary Fund, memberikan bukti bahwa, besarnya dana bantuan dari negara sentral dalam membangun ekonomi Taiwan dan Korea Selatan. Telah menghilangkan kontraversi terhadap perlu atau tidaknya melibatkan rejim asing dalam membangun ekonomi sebuah bangsa selama penggunaanya tidak dicampuri oleh kebijakan pihak pemberi bantuan akan tetapi ditentukan oleh kebijakan ekonomi domestik negara penerima bantuan yang lebih mengetahui dengan persis duduk permasalahannya
dan
adanya
peningkatan
kapasitas
administratif.
Kesalahan ”resep” dibuktikan dengan kegagalan IMF dalam mengeluarkan Indonesia dari krisis keuangan pada tahun yang sama penyebabnya adalah karena perlakuan dan kesiapan yang berbanding terbalik dengan perlakuan yang di diberikankepada Korea Selatan. D. Ditinjau dari perspektif teori internasional dependensi, Teotonio Dos Santos, terdapat tiga tonggak penting sehingga Taiwan dan Korea Selatan berhasil merubah posisi dari negara pinggiran menjadi negara sentral : Pertama, membangun sumber daya dan infrastruktur dasar yang menyebar sebagai pondasi awal pembangunan yang bertitik tolak dari agro-industri dan industri skala kecil dan menegah (SMEs: Small and Medium-sized Enterprises), khusus untuk Korea Selatan didominasi oleh Chaebol dan industri menegah sebagai pemasok.
Kedua, masa peralihan dari
agroindustri menjadi industri dan jasa padat modal dan investasi modal disertai fokus kepada pilihan penguasaan industri strategis. Ketiga, perubahan struktur industri menjadi industri yang berbasis Information Technology Industries dan menjadikan pasar regional maupun internasional sebagai lahan ekspansif. Hasilnya hampir seluruh produk elektronik 99 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
teknologi informasi dunia tidak bisa terlepas dari kontribusi pasokan produk buatan Taiwan dan Korea Selatan. Ketiga hirarki tangga pertumbuhan ekonomi tersebut oleh bangsa Indonesia ternyata dilompat sehingga yang terjadi adalah rapuhnya kemandirian industri pangan karena dampak dari tidak adanya modernisasi teknologi agro-industri dan tidak adanya penguatan industri skala kecil dan menengah seperti yang terjadi di Taiwan sedangkan pengembangan industri konglomerasi seperti yang dilakukan Korea Selatan pun gagal dikendalikan. Selanjutnya tahapan ketiga dari teori Theotonio Dos Santos untuk mencapai kesetaraan dalam teknologi industri dengan negara sentralpun gagal dicapai karena terpecahnya konsentrasi fokus pembangunan dimana realitas masyarakatnya menuntut untuk kembali ke tangga tahapan awal yaitu kemandirian industri dasar. Sedangkan pemimpinya gagal memobilisasi sebuah konsensus untuk komit dengan industri strategis. E. Lahirnya figur kepemimpinan yang kuat mampu melahirkan konsep yang kuat dibarengi oleh prilaku masyarakatnya sebagai pelaku ekonomi melaksanakannya dengan sistem nilai Confucian yang sudah melekat sebagai hukum tidak formal dan dijadikan standar nilai. telah membuktikan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan sekalipun tanpa harus mengandalkan faktor berkah sumber daya alam (resources endowment factor) bahkan mampu mengalahkan negara-negara yang hanya mengandalkan faktor berkah melimpahnya sumber daya alam tetapi gagal mengelola sumber daya manusianya F. Salah satu pokok kelemahan dari Negara-Negara di Asia Tenggara seperti Indonesia adalah belum mampu keluar dari objek tekanan negara industri tentang
pembagian tata kerja internasional (international division of
labour). Hal ini diakibatkan oleh negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia masih dijadikan sebagai nagara penampung re-lokasi industri yang padat karya atau industri yang berteknologi rendah, maka selama pemerintahnya tidak memiliki kebijakan untuk mengejar kesetaraan yang tegas tetapi sebaliknya hanya berorientasi kepada penyerapan sumber daya murah maka selama itu pula proses industrialisasi di Indonesia tetap tertinggal dan tidak akan mampu merubah struktur dari pembagian tata kerja internasional untuk itu diperlukan penataan kembali strategi dan fokus 100 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
pembangunan industrialisai di Indonesia agar mampu mengejar kesetaraan dengan negara yang terlebih dahulu mencapai kemajuan. G. Sisi menarik lain dari suksesnya program reformasi lahan (land reform) di Taiwan dan Korea Selatan adalah, suksesnya program ini ternyata tidak hanya
berimplikasi
kepada
kepentingan
pemerataan
pembangunan
ekonomi semata tetapi juga berdampak kepada politis yaitu penguatan peran aktor negara dan memperlemah dominasi peran pemilik modal seperti para saudagar
dan penguasa wilayah
yang
lebih sering
menggunakan kekuatan modal dan politiknya untuk menghalangi proses pemerataan industrialisai sampai pada masyarakat pedesaan. Dampak sosial-politik lainnya adalah dapat menggali basis dukungan kelas sosial terbawah secara lebih luas sebagai bentuk balas jasa atas telah dinikmatinya “kue” pembangunan secara lebih merata. H. Adanya perbedaan kultural di Indonesia akan dapat menjadikan kesulitan tersendiri untuk diterapkannya semangat dari nilai confucian, untuk itu dibutuhkan proses edukasi menyeluruh yang dilakukan oleh aktor negara.
101 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008