305
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis tradisional Pengosekan dapat disimpulkan sebagai berikut. A.
Kelangsungan dan Perubahan Seni Lukis Tradisional
Pengosekan dari Tahun 1980 sampai tahun 2013 1) Kelangsungan: Sejak tahun 1980 sampai tahun 2013 seni lukis tradisional Pengosekan masih terus dikerjakan. Pada setiap tema lukisan terjadi kontinuitas yang berbeda ditinjau dari segi visualnya. Pada lukisan mitologi, penggambaran figur sudah mengacu bentuk tubuh
manusia,
namun
masih
digambarkan
secara
dua
dimensional, sehingga masih terkesan seperti wayang. Hal ini sangat terlihat dari bentuk wajah yang digambarkan tiga per empat,
begitu
juga
dengan
posisi
kaki
dan
badan
yang
menyamping, dengan jari-jari kaki yang terlihat semua. Figur berdiri tegak dan berada di tengah bidang gambar. Detail bagian tubuh seperti mata, hidung, bibir, dan jari-jari tangan masih terlihat dekoratif, karena tidak dikerjakan secara detail menurut
306
bentuk aslinya. Tema lukisan masih bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata, penggambaran tokoh dewa dan dewi Hindu, yang divisualisasikan menurut ciri khas pelukisnya. Teknik melukisnya juga masih tradisional tanpa ada campuran teknik melukis modern. Pada lukisan kehidupan sehari-hari penggambaran figur sudah mengacu pada bentuk tubuh manusia, namun masih terkesan dekoratif dan naif karena bagian-bagian tubuh figur tidak dikerjakan dengan detail, begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan dan objek lainnya. Lebih khusus pada figur manusia masih digambarkan bertelanjang dada, memakai kamen (kain pengganti rok atau celana), dan melakukan aktivitas sehari-hari masyarakat pedesaan Bali, seperti menumbuk padi, bertani, atau mandi di sungai. Kontinuitas pada lukisan flora dan fauna terlihat dari segi tema yang konsisten melukiskan suasana alam. Objek lukisan sederhana seperti burung dan tanaman labu, bunga anggrek dan kupu-kupu, atau bunga lotus. Latar belakang lukisan diberi warna polos
atau
hanya sekedar
aksen
langit.
Tidak
ada
unsur
pemandangan alam pegunungan, sawah terasering, danau, atau sungai, seperti lukisan flora dan fauna yang berkembang di luar desa Pengosekan.
307
Baik pelukis mitologi, kehidupan sehari-hari, maupun flora dan fauna masih sama-sama menggunakan kuas dan pena yang mereka buat sendiri dari bambu. Hal ini karena tekstur bulu dari kuas
bambu
(gradasi),
lebih nyaman
hasil
sapuan
digunakan
juga
saat
menunjukkan
proses
ngabur
perbedaan
jika
dibandingkan dengan kuas pabrik. Ketajaman pena bambu juga dapat diatur sendiri oleh pelukis, sehingga lebih praktis. Bambu yang digunakan adalah bambu muda, karena masih mudah untuk dibentuk dan memiliki serat yang lebih lunak jadi nyaman digunakan. 2) Perubahan: Perubahan Pengosekan
yang
selama
terjadi tiga
pada
periode,
seni tidak
lukis secara
tradisional langsung
menunjukkan perbedaan tinggi rendahnya kualitas atau nilai estetik lukisan. Perbedaan yang terjadi hanya menyangkut elemen penyusun
lukisan,
proses
penciptaan,
serta
material
yang
dimanfaatkan, sebagai dampak dari adanya faktor dari dalam dan luar. Pada awal kemunculannya, lukisan flora dan fauna masih bersumber dari cerita Tantri (dongeng binatang). Selanjutnya muncul lukisan flora dan fauna dengan objek burung, serangga, tanaman bunga dan buah yang hidup di sekitar desa Pengosekan. Warna lukisan flora dan fauna di periode pertama cenderung monokrom, pada periode berikutnya muncul lukisan dengan
308
warna-warna cerah dan kontras. Bentuk objek juga semakin berkembang ke arah minimalis, dengan latar belakang warna polos. Dapat dikatakan bahwa pada periode pertama merupakan masa transisi pelukis dalam menemukan ciri khas lukisan flora dan fauna di Pengosekan. Pada lukisan mitologi dan kehidupan sehari-hari perubahan banyak terlihat dari segi warna. Sejak tahun 1980 para pelukis mulai memanfaatkan cat akrilik yang dikemas lebih praktis, mudah digunakan, dan lebih aman bagi kesehatan, dibandingkan cat lainnya. Warna-warna lukisan yang dihasilkan juga bervariasi dan lebih cerah. Hal ini menunjukkan bahwa pelukis tidak menutup diri dengan kemajuan yang ada. Para pelukis mitologi dan
kehidupan
sehari-hari
pada
umumnya
adalah
pelukis
golongan tua, yang telah mapan pada pripsip kerja tradisional, namun mereka tetap membuka diri dengan perkembangan yang dirasa mampu meningkatkan kualitas karya mereka. Memasuki tahun 1990-an para pelukis semakin aktif mencari referensi yang mendukung proses kreatif mereka. Pada lukisan flora dan fauna mulai terlihat pengaruh gaya lukisan modern, seperti abstrak, minimalis, atau kontemporer yang sedang boombing di Bali pada masa itu. Lukisan hadir dengan objek yang sederhana, namun sangat memperhatikan detail dari objek
309
aslinya. Komposisi lukisan juga terlihat lebih dinamis, dan tidak seluruhnya digambarkan vertikal. Teknik melukis juga mengalami sedikit perubahan pada periode ini. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbagan efisiensi waktu pengerjaan, agar pesanan lukisan selesai tepat pada waktunya. Beberapa pelukis kemudian mulai menyederhanakan tahapan teknik melukis tradisional. Berbagai perubahan yang terjadi dari segi penyusunan elemen atau pada proses kreatif, diterima oleh seluruh pelukis dan diterapkan pada lukisan mereka, namun tidak meninggalkan sepenuhnya unsur tradisional yang masih melekat di setiap lukisan. B.
Faktor-Faktor
Penyebab
Terjadinya
Kontinuitas
dan
Perubahan Pada Seni Lukis Tradisional Pengosekan Terjadinya perubahan pada visualisasi seni lukis tradisional Pengosekan, didorong oleh adanya faktor endogenous (dari dalam) dan exogenous (dari luar). Perubahan yang terjadi dari dalam, juga tidak menutup kemungkinan merupakan akibat pengaruh faktorfaktor dari luar. Faktor endogenous berpangkal dari sesuatu yang baru, yaitu penemuan berbentuk lukisan tradisional dengan inovasi dari segi tema, warna, bentuk, ruang, garis, komposisi, dan tekniknya. Kreatifitas tersebut dilakukan sebagai upaya untuk bertahan ditengah persaingan dengan seni lukis tradisional lain dan seni lukis modern yang semakin berkembang di Bali.
310
Faktor
exogenous
banyak
berasal
dari
lingkungan,
pendidikan, perkembangan seni lukis modern, media informasi dan teknologi, serta pariwisata. Lingkungan desa Pengosekan banyak menyimpan sumber inspirasi yang dapat dijadikan objek lukisan. Sumber inspirasi tersebut didapat dari lingkungan alam yang masih menghadirkan pemandangan sawah terasering yang melingkar dari sisi barat sampai sisi timur wilayah Pengosekan. Burung dan serangga juga masih mudah dijumpai, yang hidup liar maupun yang sengaja dipelihara. Berbagai pohon dan tanaman bunga juga banyak ditanam sebagai perindang atau sebagai elemen estetis dari hunian. Lingkungan agama Hindu secara tidak langsung juga memengaruhi proses kreatif pelukis. Dalam kegiatan ritual banyak sesaji dan alat-alat ritual yang dihias sedemikian rupa, berisi ornamen dan motif-motif yang indah. Pertunjukkan tari atau drama juga sering dipentaskan sebagai kelengkapan ritual atau sebagai
hiburan.
Umumnya
menceritakan
mengenai
kisah
Ramayana, Mahabarata, cerita rakyat Bali, atau cerita Tantri yang memiliki makna filosofi dan pesan moral. Aktivitas keseharian masyarakat pedesaan juga tidak ada habisnya untuk digali dan dikembangkan menjadi objek lukisan. Penciptaan objek tersebut juga didukung oleh keterampilan melukis. Pada dasarnya setiap pelukis di Pengosekan telah
311
menguasai teknik melukis tradisional yang didapat dengan belajar dari orang tua, belajar pada tokoh pelukis di Pengosekan, atau belajar
di
sanggar-sanggar
milik
tokoh
pelukis
tersebut.
Keterampilan yang lain didapat dari sekolah-sekolah formal, seperti Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR), Institut Seni Indonesia (ISI) yang ada di Bali atau Yogyakarta. Dari adanya pendidikan
tersebut
wawasan
pelukis
menjadi
semakin
berkembang, terutama dalam hal pengembangan tema, teknik, media, dan wawasan umum mengenai seni rupa. Hal ini tentu sangat memengaruhi pelukis dalam menghasilkan karya lukisan yang lebih berkualitas, dari segi visual. Berbagai eksperimen dilakukan, salah satunya adalah menggabungkan gaya lukisan tradisional dengan gaya lukisan modern yang sedang laku di pasaran. Hal itu dilakukan karena para pelukis tidak ingin sepenuhnya meninggalkan lukisan tradisional, namun juga tidak ingin bertahan dengan kemapanan yang
tidak
menghasilkan
keuntungan.
Perkembangan
ini
menjadikan lukisan tradisional Pengosekan lebih bervariasi dan tidak monoton. Dari hal ini membuktikan bahwa kehadiran seni lukis modern tidak sepenuhnya membawa pengaruh negatif. Dengan adanya tekanan dan persaingan, para pelukis menjadi lebih bersemangat dalam berkarya.
312
Perubahan juga didorong oleh para wisatawan sebagai konsumen yang menginginkan produk berkualitas, memiliki ciri khas, bervariasi, dan harganya murah. Untuk memantapkan eksistensi desa Pengosekan sebagai salah satu desa wisata di wilayah Ubud, seni lukis tradisional Pengosekan juga dikemas dalam produk seni wisata. Lukisan dibuat dalam berbagai variasi bentuk
dan
ukuran,
juga
dengan
harga
yang
terjangkau.
Tujuannya adalah untuk lebih memudahkan para wisatawan, yang berasal dari luar daerah dan mancanegara saat membawa pulang, serta menyediakan pilihan yang lebih banyak. Lukisan yang dibuat pada umumnya merupakan tiruan dan pengembangan dari lukisan yang dikerjakan sebelumnya, atau mengulang lukisan yang sedang laku dipasaran. Agar lebih menarik lukisan dilengkapi bingkai, dengan berbagai pilihan motif ukiran, dan warna. Penentuan harga lukisan dilihat berdasarkan ukuran karya, serta kualitas dari karya tersebut. Harga juga memengaruhi kualitas karya dari bahan yang digunakan, seperti bahan kanvas, kayu spanram, dan kayu bingkai yang digunakan. C.
Saran-saran Seni lukis tradisional Pengosekan adalah salah satu dari
sekian banyak seni lukis tradisional di wilayah kecamatan Ubud. Di tengah persaingan yang terjadi antara seni lukis tradisional dengan seni lukis modern, ataupun diantara seni lukis tradisi,
313
secara faktual seni lukis tradisional Pengosekan tetap bertahan. Kelangsungan yang terjadi juga diiringi dengan perubahan, ditinjau dari segi visual. Hal ini dilakukan agar seni lukis tradisional
Pengosekan
tetap
diminati
oleh
wisatawan
dan
senantiasa dinamis. Seni tradisi harus dimaknai sebagai entuk kebudayaan yang senantiasa terbuka, menyesuaikan terhadap tuntuan jaman, menerima unsur-unsur kebudayaan baru, namun tanpa merubah seluruh unsur tradisional yang ada. Oleh karena itu, tradisi belajar melukis tradisional alangkah baik jika terus diajarkan kepada generasi muda terutama anak-anak, agar seni lukis tradisional Bali tetap lestari dan kembali eksis di pergaulan seni rupa Indonesia. Kegiatan melukis tradisi juga sangat berdampak positif, karena jika dilakukan secara rutin sikap disiplin akan tertanam sejak kecil. Untuk mendapatkan hasil karya lukis tradisional yang baik harus melewati beberapa tahapan, dan dari tahapan tersebut anak-anak akan terlatih untuk bersabar, tekun dan teliti. Mereka juga akan terbiasa untuk menghargai, mengatur waktu dengan baik, dan mengatur jadwal kegiatan, seperti kapan waktu untuk belajar, kapan waktu untuk bermain, dan kapan waktu untuk melukis.