BAB V PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan serta uraian pada bab-bab sebelumnya, dari penelitian ini peneliti dapat menyimpulkan bahwa: Pertama,keberadaan teknologi informasi dan komunikasi bisa menjadi alat atau strategi pemberdayaan untuk akses informasi perempuan, khususnya untuk pengembangan usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh perempuan baik yang ada di Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk) maupun yang ada di Koperasi Wanita (Kopwan) Setara. TIK juga mampu menjadi alat pengembangan organisasi perempuan untuk meluaskan kegiatan dengan menyebarkan informasi melalui website organisasi, baik informasi tentang organisasi maupun penyebaran informasi usaha perempuan UKM. Hal ini dapat dijumpai dari adanya website dari kedua lembaga tersebut yang di dalamnya terdapat display-display produk yang dihasilkan oleh JARPUK dan Kopwan Setara. Tidak hanya itu, keberadaan TIK juga telah mampu menambah wawasan para perempuan pelaku usaha. Mereka mulai menggunakan blog, email, dan beberapa media sosial untuk menyebarkan sebuah informasi secara cepat di mana informasi tersebut sangat berguna bagi pengembangan usaha mereka. Kedua, di dalam upaya pemberdayaan perempuan berbasis TIK tersebut terdapat
beberapa
faktor
yang
mendukung
185
serta
menghambat
proses
186
pemberdayaan perempuan. Adapun faktor pendukung internal adalah adanya sarana dan prasarana yang memadai, baik dari JARPUK maupun Kopwan Setara. Selain itu, program pemerdayaan disusun dengan strategi pengenalan melalui beragam program pelatihan. Sementara faktor internal dari perempuan adalah adanya dorongan yang kuat untuk meningkatkan kualitas ekonomi serta pengetahuan yang mereka miliki guna menunjang kegiatan usaha yang mereka lakukan. Kemudian, faktor pendukung eksternal adalah adanya mitra-mitra yang dapat diajak bekerjasama dalam upaya pemberdayaan perempuan berbasis TIK, misalnya Combine Resource Institution (CRI) dan STIMIK AMIKOM Yogyakarta. Selain adanya mitra, kemudahan akses informasi juga menjadi faktor pendukung proses pemberdayaan tersebut. Adapun faktor penghambat internal dalam pemberdayaan perempuan berbasis TIK ini adalah informasi-informasi tentang pelatihan TIK belum tersebar secara menyeluruh di tingkat anggota masing-masing lembaga. Selain itu, tidak adanya strategi pendampingan juga merupakan kendala bagi proses pemberdayaan tersebut. Selanjutnya, faktor diskriminasi gender juga masih menjadi kendala tersendiri bagi para perempuan, misalnya para perempuan tidak punya waktu untuk mengikuti pelatihan TIK, karena waktunya sudah habis untuk mengurus rumah tangga dan usahanya yang masih dianggap pencari nafkah tambahan. Kemudian ketidak percayaan diri perempuan untuk belajar TIK juga sudah terkonstruksi sejak kecil bahwa perempuan itu tidak semestinya memegang komputer, karena terbiasa pegang alat masak saja. Hal ini sangat menjadi kendala ketika perempuan harus maju untuk mendapatkan akses informasi atau
187
penambahan pengetahuan dengan mengikuti pelatihan TIK. Label yang sudah melekat pada perempuan sering menjadi penghambat bagi kemajuan perempuan, sehingga perempuan rela untuk ketingalan informasi, meskipun itu untuk pengembangan diri dan megembangkan usahanya. Akan tetapi bagi perempuan yang usianya masih relatif muda, semangat untuk belajar TIK sangat tinggi,apalagi bisa untuk mengembangkan usahanya dengan memasarkan melalui online, dan mereka yang mampu melakukan itu pada kasus diatas selalu mendapat dukungan suaminya secara penuh, berarti diskriminasi tidak terjadi. Artinya jika dukungan keluarga terutama laki-laki untuk kemajuan perempuan akan sangat berarti bagi perempuan dalam kehidupan yang berkesetaraan. Analisi SWOT dari faktor pendukung dan penghambat juga menunjukkan bahwa kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness)dalam hal ini adalah dalam proses pelatihan pemanfaatan TIK terlihat dengan jelas bagaimana ibu-ibu menjadi sangat bersemangat ketika mendapatkan pelatihan terkait pemanfaatan TIK. Sementara perempuan yang tidak punya waktu untuk mengikuti pelatihan, kendalanya karena waktunya habis untuk keluarga dan usahanya. Sebagian perempuan yang sudah berusia lanjut dan memiliki pandangan mata yang berkurang (kabur) juga menjadi kelemahan dalam keberlangsungan program pengenalan TIK, meskipun jumlahnya tidak signifikan dengan jumlah yang mampu
mengikuti pelatihan
dengan
baik.
Kemudian
analisis
peluang
(opportunities) dan ancaman (threatment) adalah keterbukaan serta kemudahan akses informasi yang ada selama ini mendorong adanya jaringan online untuk menyediakan peluang yang besar bagi rintisan usaha kecil dan menengah. Adanya
188
stigmatisasi terhadap perempuan dalam usaha kesetaraan gender merupakan ancaman paling potensial dan dapat menggangu keberlangsungan organisasi. Dan terakhir,
isu-isu
pengarustamaan
gender
menjadi
titik
tolak
untuk
memperjuangkan keberlangsungan usaha perempuan usaha kecil dan menengah. Meski
demikian,
diperlukan
adanya
strategi
yang
tepat
untuk
memberdayakan akses informasi perempuan melalui TIK. Seperti halnya dengan adanya pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), selayaknya kedepan juga ada program secara khusus untuk pemberdayaan Kelompok Informasi Perempuan agar, perempuan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengakses informasi untuk mengembangkan diri dan usahanya. Meskipun hingga kini, beragam kendala masih banyak ditemui di lapangan, baik karena faktor lingkungan ataupun minimnya kesadaran dari perempuan itu sendiri.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan yang diambil, maka disarankan sebagai berikut: Pertama, keterbukaan akses serta penyadaran akan pentingnya pemanfaatan TIK untuk hal positif perlu ditingkatkan untuk perempuan pada semua kalangan. Kedua, pemberdayaan perempuan sebagai salah satu usaha untuk terciptanya kesetaraan gender memerlukan dukungan dari semua pihak sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial khususnya demi mengangkat perempuan pelaku usaha kecil dan menengah agar dapat memajukan usahanya. Ketiga, Seperti halnya dengan adanya pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), selayaknya kedepan juga ada program secara khusus untuk
189
pemerdayaan Kelompok Informasi Perempuan agar, perempuan mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengakses informasi untuk mengembangkan diri dan usahanya. Keempat, perlu adanya penelitian lanjutan terkait pemberdayaan
kelompok
informasi
perempuan
sebagaimana
adanya
pemberdayaan kelompok informasi masyarakat di beberapa daerah di Indonesia guna menemukan role model yang tepat bagi strategi pengembangan perempuan, khususnya untuk perempuan usaha kecil menengah berbasis TIK.