BAB V EVALUASI
5.1
Editing dan Mixing Dalam tahap pasca produksi ini dilakukan tahap editing dan mixing. Hasil
shooting yang sebelumnya dilakukan selama 3 hari, disortir dan dibuat list yang setelah itu diberikan kepada editor sebagai acuan file video mana saja yang akan digunakan. Pembuat karya yang bertanggung jawab sebagai produser menginginkan pilihan gambar yang baik dan sesuai dengan materi yang akan diangkat. Video yang telah disortir, diurutkan berdasarkan shooting script yang telah dibuat. Hal ini dilakukan pembuat karya sebagai editing offline. Editing offline ini menggunakan software iMovie karena fungsi-fungsinya yang lebih simpel sehingga dapat mempersingkat waktu pekerjaan dan segera dilakukannya editing online. Pembuat karya ikut memantau dan memberi masukan dalam penggabungan video ini. Selain penggabungan video, pembuat karya juga mensortir file-file audionya yang diback-up di iPhone. Pada editing offline ini pembuat karya merasa kurang puas dengan beberapa hasil suara yang menggunakan clip-on seperti video Rizal Iwan. Sayangnya, beberapa potongan video tersebut tidak mendapat backup karena backup dilakukan pada pertengahan video saja, sehingga editor kesulitan untuk menyatukan file audionya karena harus digabungkan secara manual. Selain video Rizal Iwan, penggabungan audio secara manual juga dilakukan untuk file video lainnya yang hanya mengandalkan audio pada iPhone. Proses ini sangat memakan waktu karena harus memotong video dan audio di waktu yang sama, dan menggabungkan sesuai dengan timing videonya. Beberapa angle video yang didapatkan mendapat kualitas pencahayaan yang kurang, sehingga hal ini harus dilakukan upaya color grading agar hal tersebut dapat disiasati dan terlihat serupa. Color grading ini menggunakan software Adobe Premiere Pro CS6. Setelah editor sudah melakukan teknik color grading, hasil video diberikan kembali kepada produser untuk meminta penilaian apakah hasil sudah
67
68 memuaskan atau belum. Dalam hal ini, editor mendapat beberapa revisi dan lebih memoles warnanya karena pembuat karya (produser) merasa kurang puas. Dari beberapa kendala dan hasil yang didapat pada penjelasan di bab sebelumnya, pembuat karya me-review kembali pernyataan-pernyataan yang diutarakan oleh para narasumber. Pertama-tama pembuat karya mengurutkan berdasarkan pola pertanyaan yang diajukan, namun ternyata angle yang didapat kurang maksimal karena pada pernyataan tersebut gambar yang ditampilkan kurang baik. Dari hasil tersebut, pembuat karya melakukan beberapa sortir ulang hingga mendapatkan angle dan pencahayaan yang lebih baik dari sebelumnya. Pembuat karya mencoba untuk memutar cerita dari pernyataan-pernyataan yang ada tanpa menghilangkan atau memanipulasi keseluruhan dari orisinalitas ceritanya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan visualisasi yang memuaskan. Dari kendala berupa stok video yang kurang, pembuat karya menyiasati dengan memasukan beberapa potongan video yang didapatkan dari situs Youtube. Untuk memperhalus perpindahan video satu ke video lainnya, digunakan teknik fade. Teknik ini juga digunakan untuk semua perpindahan video agar tidak terkesan jumping. Setelah alur cerita sudah diurutkan dan mendapat alur yang baik, pembuat karya kembali me-review susunan video yang telah jadi dan beberapa stok yang dimiliki. Pembuat karya memutuskan untuk tidak menggunakan video testimoni Stephen Suleeman karena testimoni yang dimiliki terlalu banyak mengandung unsur agama, dan sisa gambar yang sesuai hanya sedikit, sehingga jika tetap dipaksakan untuk dipasang, akan membuat sosok Stephen Suleeman tenggelam, perbandingan jumlah gambar narasumber dan Stephen Suleeman tidak seimbang. Setelah alur sudah disepakati bersama, pembuat karya meminta bantuan seorang designer grafis untuk membuat Opening Built Billboard (OBB). OBB memakai latar belakang video pemandangan kesibukan kota jakarta dengan efek timelapse yang ditumpuk dengan judul program dan teaser quotes yang menyiggung tema gay. Untuk mempertegas siapa narasumber agar audiens nantinya mendapat informasi latar belakang narasumber, pembuat karya tidak memakin chargen yang selama ini lumrah digunakan, seperti yang diletakkan di bagian bawah frame video. Pembuat karya ingin membuat suatu perbedaan agar terlihat unik dengan
69 menggunakan 3D text yang dibuat seperti tulisan balok yang diletakkan diatas meja narasumber atau beberapa tempat lain. Efek ini menggunakan Adobe Aftereffect yang juga dibantu oleh designer grafis yang sama.
5.2
Evaluasi Program Selama proses persiapan sampai dengan pasca produksi program dokumenter
DIA.LO.GUE ini ditemukan banyak kendala. Sempitnya deadline waktu penggarapan tugas akhir ini membuat pembuat karya merasa dalam mencari dan memilih narasumber yang tepat cukup membuang waktu, selain kesulitan menentukan narasumber yang tepat, narasumber terpilihpun kesulitan dalam menyesuaikan waktu dengan pembuat karya, selain itu kesibukan narasumber yang padatmembuat pembuat karya kesulitan dalam pengambilan stok gambar orisinil lainnya yang berkaitan, sehingga pembuat karya harus memaksakan diri mencari stok gambar dari media lain. Secara keseluruhan, program DIA.LO.GUE berjalan sesuai dengan tema yang direncakan. Penekanan cerita juga sesuai dengan alur yang diinginkan. Hanya saja koleksi visualnya agak kurang memuaskan karena beberapa gambar yang kurang pencahayaannya dan stok gambar yang sedikit. Hal ini dikarenakan pembuat karya ingin mengedepankan unsur fakta dan orisinil dari dokumenter itu sendiri, sehingga tidak dimungkinkan nya untuk ada shooting ulang karena hal tersebut membuat tidak orisinil lagi dan sudah dianggap ada campur tangan langsung. Untuk mensiasati stok visual agar beragam dan menarik juga pembuat karya memasukan bumper-bumper disela-sela pergantian pertanyaan. Bumper dibuat dengan 2 talent pria yang memproyeksikan pasangan gay dan dibuat secara live show atau tanpa animasi, sehingga secara keseluruhan program ini terlihat variatif dalam stok visualnya. Selain masalah waktu dengan narasumber, pembuat karya yang berjumlah dua orang dalam tugas akhir ini juga sempat beberapa kali menemukan kendala dalam penyesuaian jadwal, sehingga beberapa kali agenda editing video harus diundur sampai hampir H-2minggu pengumpulan karya. Hal ini sangat menyulitkan pembuat karya karena harus sambil berkutat mengerjakan laporan penulisannya juga, jadi editingnya terburu-buru dan ada beberapa yang terlewatkan sehingga harus
70 diedit ulang kembali. Pembuat karya dapat menyimpulkan bahwa, dalam perencanaan sampai dengan proses pembuatan program dokumenter DIA.LO.GUE ini memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
5.2.1
Realisasi Budget Setelah melewati semua tahap produksi, mulai dari Pra Produksi sampai
Pasca Produksi, anggaran biaya yang dikerluarkan ternyata lebih kecil dari yang direncanakan. Pembuat karya meminjam peralatan melalui rekan sesama mahasiswa dan beberapa milik pribadi. Untuk rincian konsumsi yang terdapat dalam tabel, konsumsi dikeluarkan untuk 3 orang crew dan 1 narasumber per hari. Konsumsi juga dianggap sebagai biaya sewa tempat karena tempat shooting yang dipakai adalah sebuah café sehingga mau tidak mau harus memesan makanan dan minuman di tempat tersebut. Selain itu, hal ini merupakan salah satu upaya agar narasumber merasa di-service dengan baik dan dapat nyaman dalam dilakukan interview nantinya.
NO
DESKRIPSI
DETAIL
BIAYA
A. PRE PRODUCTION Proposal
Rp. 75.000
& Naskah Crew
2 orang
x @Rp. 0,-
Rp. 0,-
Transport
1 mobil
x @Rp. 150.000
Rp. 150.000
Konsumsi
2 orang
x @Rp. 0,-
Rp. 0,-
x @Rp. 125.000
x 3 Hari
B. PRODUCTION Konsumsi
4 Orang
Rp. 1.500.000
Equipment
71 Kamera
3 Unit
x @Rp. 0,-
x 3
Rp. 0,-
Hari Tripod
2 Unit
x @Rp. 0,-
X 3
Rp. 0,-
Hari Clip On
1 Unit
x @Rp 150.000
x 1
Rp. 150.000
Hari Battery AA
2Pack
x @Rp 20.000
x 1
Rp. 20.000
Hari Crew Produser
1 Orang x @Rp. 0,-
Rp. 0,-
Cameraman
1 Orang x @Rp.0,-
Rp. 0,-
Art Director
1 Orang x @Rp. 0,-
Rp. 0,-
Graphic
1 Orang x @Rp. 150.000
Rp. 0,-
/ Editor
Designer C. Pasca Production Personal Produser
1 Orang x @Rp. 0,-
Rp. 0,-
Editor
1 Orang x @Rp. 0,-
Rp. 0,-
Summary
1 episode
Rp. 1.895.000 Rp. 1.895.000
Sub Total Tabel 5.1 Realisasi Budget
72 5.3
Kesimpulan dan Saran Dalam memproduksi sebuah program dokumenter, diperlukan adanya riset
mendalam mengenai tipe program seperti apa yang diinginkan dan keseuaian dengan “pasar” khalayak, agar nantinya program yang dibuat dapat menjadi program unggulan yang unik atau memiliki nilai lebih dibanding program-program yang sudah ada, sesuai dengan tujuan dan alasan yang mendasar di buatnya program ini pembuat karya dapat menyimpulkan setelah audiens menonton program ini mereka mempunyai gambaran lain mengenai kaum gay. Dari keseluruhan isi program setelah melalui tahap editing dengan beberapa narasumber yang ada, menjadikan program ini sebagai salah satu sarana mereka untuk “bercerita” mengenai sisi lain dari diri mereka yang dapat memberikan pandangan lain mengenai kaum gay, dengan mengungkapkan sisi positif serta prestasi yang sudah mereka peroleh baik di dalam lingkungan masyarakat maupun di dalam lingkungan keluarganya sendiri, karena yang mereka butuhkan bukan hanya dukungan dalam artian penerimaan mereka di dalam suatu kelompok masyarakat atau keluarganya, melainkan kepercayaan untuk mendapatkan posisi di masyarakat seperti halnya kelompok lain sehingga apa yang mereka peroleh tidak lagi cemoohan atau nilai negatif dari masyarakat sekitar. Di dalam program ini mereka juga dapat berkata jujur tanpa adanya intervensi antara narasumber dengan pembuat karya, sehingga mereka dapat dengan nyaman menceritakan semua pengalaman mereka yang sangat inspiratif dan mampu di terima dengan baik oleh para audience dengan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti tanpa mengandung unsur agama, politik, hukum atau hal lainnya yang bersifat sensitif, atau bahkan mengangkat sisi kelamnya. Hal ini membuat isi pesan yang di sampaikan bersifat netral dan mampu merubah stereotipe masyarakat mengenai sudut pandang kaum gay yang selama ini terlihat negatif. Selain itu dalam proses pembuatan program yang berjenis Dokumenter Profil ini harus dapat melihat ide-ide baru serta menyusun pertanyaan yang sesuai dengan konsep yang ada Hal ini dilakukan agar program dapat survive dalam dunia pertelevisian yang persaingannya sangat ketat. Peran seorang produser dalam penggarapan sebuah program dokumenter juga sangat signifikan dan menjadi tolak ukur berhasilnya sebuah program yang dibuat. Produser harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuar yang dapat bersinergi dengan baik bersama crew lainnya. Sosok yang tegas sangat dibutuhkan agar tidak diremehkan dalam penggarapan
73 program ini dan semua yang terlibat dapat terus fokus juga maksimal. Produser harus dapat melakukan brainstorming ide-ide secara cepat dan tepat kepada para crew yang terlibat agar mempunyai sinergi yang sama, pengertian yang sama dan semangat yang sama agar program yang diinginkan terealisasi dengan baik. Berdasarkan hasil laporan tulisan karya akhir ini, dapat digarisbawahi bahwa diperlukannya pembagian waktu yang tepat mulai dari penyusunan ide-ide sampai dengan perealisasiannya. Pembuat karya harus bijak dalam menyusun agenda agar persiapan yang diinginkan berjalan sesuai struktur dan mempunyai deadline yang jelas. Pemilihan crew yang tepatpun menjadi faktor penting dalam kualitas sebuah karya, seorang produser dapat lebih puas dan maksimal dalam menerima hasil karya nantinya.