Page 1 of 19
BAB V DESKRIPSI TEKNIK PENANGANAN BANJIR 5.1 Gambaran Umum Setelah proses Analitical Hirarki Proses selesai dilaksanakan, maka tahap kegiatan berikutnya adalah penyusunan Rencana Penanggulangan Banjir yang merupakan prioritas dalam pengembangan pengelolaan DAS Cipalabuhan di Kawasan Pesisir Teluk Palabuhanratu khususnya di Pusat Kota. Pengembangan ini ditujukan untuk mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan yang efektif berdasarkan semua informasi terkait yang tersedia, menganalisa kelayakannya secara umum, dan menyajikannya dalam suatu bentuk yang dapat ditindak lanjuti. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dalam rencana penanggulangan banjir ini adalah tercapainya optimasi pengelolaan sumber daya alam, khususnya sumber daya air dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Kondisi Sungai Cipalabuan atau Cipelabuhan (Nama dalam peta Peta Rupabumi Bakosurtanal, Lembar 1209-111) merupakan salah satu sungai di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang mengalir dari hulu anak-anak sungainya pada elevasi tertinggi di gunung Mangge (+416) dan gunung Manangal (+535) yang mengalir melalui anak sungai Cipalabuan dan sungai Cisindangpalay, sedangkan pada elevasi tertinggi di Gunung Bingung (+533) dan Gunung Tangkuban Parahu (+ 612 m) mengalir melalui anak sungai lain yaitu sungai Cigangsa dan sungaisungai kecil lainnya seperti sungai Cimalang. Pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi memberikan perhatian yang lebih intensif terhadap sungai Cipalabuan setelah sungai tersebut mengalami banjir cukup besar dengan disertai aliran sedimen dan batu-batuan. Banjir terjadi pada taggal 26 Oktober 2004 dengan merusak beberapa infrastruktur sungai dan permukiman masyarakat yang berada di sekitar daerah aliran sungai. Kerugian tersebut meliputi : o 6 rumah penduduk roboh di Kampung Badak Putih dan + 420 rumah terendam; o 1 gedung sekolah (2 lantai) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) hancur karena amblas dan o
tembok sekolah Ibtidaiyah rusak; Beberapa bangunan sungai antara lain bangunan terjun di bawah jembatan jalan ke
Cikidang, tanggul-tanggul sungai di udik jembatan jalan Jajawai rusak berat, dll; o Beberapa aset pasar umum dan pasar ikan (kios-kios pasar, barang-barang niaga yang ada o
disekitarnya ) hanyut; 6 (enam) buah kapal nelayan yang berlabuh hanyut di disekitar kolam pelabuhan yang
merupakan pembuangan cadangan terakhir dimana sungai tersebut bermuara; o Dan infrastuktur lain disekitar Daerah Pengaliran Sungai Cipalabuan dan anak sungainya (Cigangsa). Informasi yang didapat (lisan) dari Kantor Cabang Dinas PSDA Pelabuhan Ratu dan masyarakat di sekitar kejadian, banjir tersebut merupakan banjir yang terbesar selama ini dengan data curah hujan yang cukup tinggi, R = 211 mm yang tercatat pada pos Curah Hujan Pelabuhan Ratu. Akibat dari
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 2 of 19
banjir tersebut diperkirakan kerugian materi dengan nilai nominal mencapai kurang lebih 2 (dua) milyar rupiah. Berdasarkan kondisi lapangan, terjadinya banjir di sungai Cigangsa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : o Minimnya kapasitas sungai untuk mengalirkan air banjir akibat terjadinya agradasi dasar sungai di beberapa lokasi terutama pada bagian-bagian alur yang landai dan bermeandering. o Agradasi dasar sungai pada bagian tengah merupakan akibat dari banyaknya endapan pasir dan batu yang dibawa dari hulu oleh aliran pada saat banjir; o Akumulasi pengendapan sedimen dan batuan yang begitu cepat pasca banjir yang belum o
diikuti dengan upaya pengerukan yang perlu dilakukan secara periodik; Ada beberapa lokasi sungai yang tidak memiliki bantaran terutama pada daerah
permukiman akibat dari perkembangan pembangunan penduduk yang kurang terkendali. Dengan adanya fenomena tersebut, sungai Cipalabuan dan anak sungainya yaitu Cigangsa perlu penanganan dengan terintegrasi. Untuk melaksanakan upaya tersebut diperlukan konsep penanggulangan berdasarkan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Penanggulangan jangka pendek yang perlu dilakukan dalam mengatasi pengendapan adalah dengan melakukan pengerukan dan normalisasi sungai, serta pembuatan penangkap sedimen/batuan secara konstruktif. 5.2 Pendekatan Pengembangan sumber daya air terpadu di kawasan Palabuhanratu didasarkan pada dua pendekatan, yaitu pendekatan non-struktur dan struktur. Pendekatan non struktur merupakan pendekatan pengembangan yang sifatnya non fisik, dimana lebih menekankan pada pengaturan dan penataan seoptimal mungkin Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) Sumber Daya Air yang telah ada.Upayaupaya tersebut diatas merupakan sebagian dari kegiatan penanggulangan banjir dalam mengantisifasi semaksimal mungkin dari ancaman bahaya banjir. Sedangkan pendekatan struktural merupakan pendekatan yang sifatnya fisik atau konstruksi dengan menekankan pembangunan Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) Sumber Daya Air secara sistimatis dari hulu sampai kehilir. Pola Pengembangan sumber daya air dengan 2 pendekatan yaitu : a. Penanganan Struktural ( Fisik ) Upaya yang dilakukan dapat berupa : 1. Perkuatan Tebing Dimaksudkan untuk melindungi beberapa tebing sungai yang tererosi aliran sungai, konstruksi perkuatan tebing bentuknya bermacam-macam seperti dinding beton, pasangan batu (Retaining Wall) bronjong, krib dan sebagainya. 2. Normalisasi Merupakan upaya perbaikan dan pengaturan alur sungai agar aliran menjadi lancar, langkah-
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 3 of 19
langkah ini bisa dilakukan dengan melakukan pengerukan dasar sungai maupun memperlebar penampang sungai, sehingga dimensi cukup ideal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas alur sungai dengan memperlebar atau memperdalam alur sungai tersebut. 3. Sudetan / Short- Cut Merupakan upaya untuk membuat lurus alur sungai yang berbelok-belok sehingga jaraknya dapat diperpendek dan kemiringan dasar sungainya semakin besar. Dengan tujuan agar aliran sungai lebih cepat mengalir kearah hilir dengan lancar. 4. Saluran Pengelak (Diversion Channel) Dilakukan dengan membagi banjir, sehingga elevasi muka air banjir dapat secara langsung dikurangi. Pembuatan saluran pengelak banjir dilakukan untuk melindungi kawasan yang berkembang dan sangat padat, dimana upaya memperbesar kapasitas sungai asli tidak dapat dilaksanakan karena kesulitan penyediaan lahan atau pembuatan tanggul banjir tidak dapat dilakukan. 5. Daerah Penampungan Sementara (Retention Basin) Retarding atau retention adalah kawasan yang diperuntukkan bagi “ tempat parkir “ sementara aliran banjir di daerah hilirnya. Basin ini biasanya dibuat pada daerah yang tidak dimanfaatkan ( kurang produktif). 6. Bangunan Pengendali Aliran Air ( Strake Dam ) Bangunan Pengendali Aliran Air fungsinya adalah pengendalian kecepatan aliran air atau berfungsi sebagai pematah energy untuk menghindari scauring dasar sungai yang dicirikan dengan kemiringan dasar sungai yang curam, yang akan merubah morfologi sungai serta merusak konstruksi yang ada. 7. Bangunan Pengendali Sedimen ( Sabo Dam ) Bangunan penanggulangan dan pengendali banjir sedimen sesuai fungsinya sebaiknya ditempatkan pada zona penggerusan dimana akan mengantisipasi langsung dimana penggerusan (erosi) terjadi, umumnya memiliki slope yang curam dan jika penempatan bangunan pada daerah tersebut terutama untuk bangunan sabo yang diharapkan memiliki kantong sedimen cukup luas tidak akan terpenuhi 8. Waduk Pengendali Banjir Cara yang paling langsung untuk mengendalikan banjir adalah pembuatan waduk pengendali banjir. Berdasarkan kecocokan topografi dan maksud pengendalian banjir, maka waduk ini dibangun di bagian hulu dari daerah pengaliran sungai. b. Penanganan Secara Non Fisik Selain upaya yang bersifat struktur/fisik pada sungai yang umumnya dikerjakan oleh pemerintah, partisipasi masyarakat perlu lebih ditingkatkan terutam dalam melakukan upaya non struktur. Oleh
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 4 of 19
karena upaya non fisik ini bercirikan pengaturan, maka Pemda dan masyarakat sangat berperan dalam mengupayakan penanganan masalah banjir ynag bersifat non fisik, yaitu dalam rangka menekan besarnya kerugian yang diakibatkan oleh genangan dan banjir. Untuk kawasan Palabuanratu, secara garis besar upaya tersebut meliputi : •
Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan antara lain menyangkut pembuangan sampah/limbah di sungai, penertiban pemukiman dan pembangunan di bantaran sungai.
•
Peningkatan kepatuhan aparat dan masyarakat terhadap Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang sudah disahkan antara lain menyangkut tata guna lahan.
•
Pembangunan yang berwawasan lingkungan, antara lain menyangkut persyaratanpersyaratan khusus yang harus dipenuhi dalam pemberian ijin bagi pembangunan kawasan pemukiman.
• •
Melanjutkan kegiatan skenario jangka pendek. Peningkatan ketersedian air baku untuk kebutuhan domestik, penggelontoran kota, pariwisata dan perikanan.
•
Pengembangan pola tanam menjadi MT1-MT2-MT3 (Padi-Padi-Palawija), kecuali pada DAS Cijulang pola tanam menggunakan MT1-MT2 (Padi-Padi), mengingat ketersedian air pada DAS Cijulang yang terbatas.
• Pembangunan waduk Cijulang dengan volume tampungan sebesar 40,40 juta m3. 5.3 Skenario Pengembangan Skenario pengembangan yang dimaksud adalah pengembangan potensi SDA dalam mendukung pusat-pusat pertumbuhan sesuai Rencana Detail Tata Ruang Palabuhanratu. Potensi pengembangan SDA tersebut akan digunakan untuk menentukan prioritas pengembangan dan rekomendasi. Berdasarkan potensi tersebut pengembangan prasarana dan sarana dasar Sumber Daya Air dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kriteria skenario pengembangan didasarkan pada sejumlah kriteria sebagai berikut : a.
Skenario Jangka Pendek : adalah kegiatan peningkatan, rehabilitasi dan pembangunan prasarana dan sarana dasar ,infrastruktur sumber daya air yang sedang dibangun sebelumnya secara lebih intensif, skenario jangka pendek meliputi jangka waktu kurang lebih 5 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010.
b. Skenario Jangka Menengah : adalah kegiatan peningkatan pemanfaatan berikut penambahan baru prasarana dan sarana dasar Sumber Daya Air dalam upaya memenuhi peningkatan kebutuhan akan Sumber Daya Air. Skenario jangka menengah meliputi jangka waktu kurang lebih 5 tahun, yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015. c.
Skenario Jangka Panjang : adalah kegiatan peningkatan atau penambahan baru prasarana dan sarana dasar Sumber Daya Air dalam upaya peningkatan penyediaan Sumber Daya Air.
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 5 of 19
Skenario jangka panjang meliputi jangka waktu kurang lebih 10 tahun, yaitu dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2025. 5.3.1 Kegiatan Skenario Jangka Pendek Kendala paling besar yang terjadi di kawasan ini adalah selalu kekurangan air pada musim kemarau. Hal ini diduga karena kurangnya sarana dan prasarana untuk tampungan air pada musim penghujan, seperti waduk ataupun embung. Selain itu, pembuatan infrastruktur pengendali sungai yang tidak terkoordinir di catchment area suatu dam memperparah keadaan karena selain mengurangi tangkapan air, juga menambah jumlah sedimentasi di daerah aliran sungai Rencana kegiatan yang termasuk dalam skenario jangka pendek (Tahun 2005- 2010) yang saling berkaitan antara lain adalah : 1. Kegiatan Penanggulangan Banjir Curah hujan lebat sebagai ciri-ciri yang dimiliki oleh daerah tropis, dapat menimbulkan bahaya banjir, Pembangunan dalam rangka penanggulangan banjir yaitu antara lain : a. Penataan, rehabilitasi DAS Cipalabuhan dan Sub DAS Cigangsa di Perkotaan Kegiatan penataan dan rehabilitasi sungai, bertujuan untuk mengembalikan penampang hidraulik optimum sungai agar menambah kapasitas tampung aliran air pada saat intensitas hujan yang tinggi sehingga luapan air tidak terjadi. Kegiatan yang dilakukan berupa : - Normalisasi sungai. - Relokasi bantaran sungai - Proteksi tebing sungai. b. Pembangunan infrastruktur pengendali banjir di daerah hulu aliran sungai Kegiatan ini Pengendalian banjir di wilayah peaiair teluk Palabuhanratu perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu antara pengendalian banjir dengan bangunan dan pengendalian banjir untuk pengaturannya. di daerah pemuatan sedimen yang bertujuan untuk menahan laju sedimentasi ke zona pengendapan sedimen yang berada di kota Palabuhanratu di lokasi rawan banjir. Kegiatannya yang dilakukan berupa : - Tembok penahan tanah. - Pembangunan Bangunan Pengendali Sedimen ( Sabo Dam ) - Bangunan Pengendali Aliran Air ( Strake Dam ). c.
Exploitasi dan Pemeliharaan Sungai Untuk menghindari pengendapan sedimen di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu maupun di badan sungai, maka diperlukan usaha pemeliharaan secara berjenjang agar kelestarian lingkungan dapat dipertahankan. Kegiatannya yang dilakukan berupa - pemeliharaan berkala,
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 6 of 19
-
Pemeliharaan periodic. Pemeliharaan khusus.
2. Kegiatan Konservasi Kegiatan konservasi hutan bertujuan untuk mempertahankan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan di bawahnya, terutama berkaitan dengan fungsi hidrologis untuk pencegahan banjir, menahan erosi dan sedimentasi, serta mempertahankan ketersediaan air. Selain itu, hutan juga berfungsi sebagai suaka alam untuk melindungi keanekaragaman hayati, ekosistem dan keunikan alam baik darat maupun wilayah pesisir. Kawasan Pesisir Pantai Teluk Palabuhanratu saat ini dijadikan tempat tujuan pariwisata, pusat pemerintahan, perdagangan, perikanan laut, industri lahan baru didapat umumnya dengan membuka hutan. Jika hal ini dilakukan tanpa pengawasan, bukan tidak mungkin jumlah areal hutan akan semakin berkurang, dan hal ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem daerah tersebut. Pemaduserasian TGHS Gunung Halimun ternyata perlu dilengkapi oleh kondisi obyektif pemanfaatan kawasan hutan untuk permukiman dan kegiatan budidaya, sehingga Pemerintah Kabupaten Sukabumi menyiapkan redesain status kawasan hutan, terutama kawasan hutan yang dapat dikonversi dengan mengusulkan persetujuannya kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan. 5.3.2 Kegiatan Skenario Jangka Menengah Penanganan sumber daya air dengan aspek pengendalian dimana pola penanganan harus berdasarkan atas tinjauan yang menyeluruh pada DAS, dimana pelaksanaannya hasil dari rangking prioritas, seleksi, lokasi-lokasi yang feasible dan berorientasi pada distribusi anggaran. Menetapkan pengamanan banjir bagi pemukiman, asset pariwisata, pencemaran wilayah pesisir pantai, pelabuhan perikanan. Upaya mengatasi masalah banjir bertujuan untuk mengurangi besarnya kerugian atau bencana yang disebabkan oleh terjadinya banjir dan tidak untuk menghilangkan masalah secara umum, sehingga upaya yang dilakukan berupa flood management atau flood damage management. Menyimak kondisi permasalahan yang ada, penanganan masalah banjir di kawasan pelabuhan perikanan Palabuanratu merupakan bagian integral dalam program kegiatan pembangunan yang berkesinambungan. Hal ini tidak terlepas dari apa yang terjadi di hulu, secara eksplisit pengelolaan DAS yang terpadu. Karena kompleksitas permasalahan, penanganan harus dilakukan secara lintas sektoral, terpadu dengan rencana pengembangan lahan di daerah hulu sungai Cipalabuan, Cigangsa dan Cipanyairan. Untuk mengatasi masalah banjir, sedimen dan sampah tersebut maka perlu pola pengendalian banjir yang berupa penanganan struktural ( fisik ) dan penanganan non fisik. Rencana kegiatan yang termasuk dalam skenario jangka menengah (Tahun 2020- 2015) yang saling berkaitan antara lain adalah :
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 7 of 19
1. Penanganan Struktural ( Fisik ) Upaya yang dilakukan dapat berupa : 9. Perkuatan Tebing Dimaksudkan untuk melindungi beberapa tebing sungai yang tererosi aliran sungai, konstruksi perkuatan tebing bentuknya bermacam-macam seperti dinding beton, pasangan batu (Retaining Wall) bronjong, krib dan sebagainya. 10. Normalisasi Merupakan upaya perbaikan dan pengaturan alur sungai agar aliran menjadi lancar, langkahlangkah ini bisa dilakukan dengan melakukan pengerukan dasar sungai maupun memperlebar penampang sungai, sehingga dimensi cukup ideal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas alur sungai dengan memperlebar atau memperdalam alur sungai tersebut. 11. Sudetan / Short- Cut Merupakan upaya untuk membuat lurus alur sungai yang berbelok-belok sehingga jaraknya dapat diperpendek dan kemiringan dasar sungainya semakin besar. Dengan tujuan agar aliran sungai lebih cepat mengalir kearah hilir dengan lancar. 12. Saluran Pengelak (Diversion Channel) Dilakukan dengan membagi banjir, sehingga elevasi muka air banjir dapat secara langsung dikurangi. Pembuatan saluran pengelak banjir dilakukan untuk melindungi kawasan yng berkembang dan sangat padat, dimana upaya memperbesar kapasitas sungai asli tidak dapat dilaksanakan karena kesulitan penyediaan lahan atau pembuatan tanggul banjir tidak dapat dilakukan.
13. Daerah Penampungan Sementara (Retention Basin) Retarding atau retention adalah kawasan yang diperuntukkan bagi “ tempat parkir “ sementara aliran banjir di daerah hilirnya. Basin ini biasanya dibuat pada daerah yang tidak dimanfaatkan ( kurang produktif). 14. Waduk Pengendali Banjir Cara yang paling langsung untuk mengendalikan banjir adalah pembuatan waduk pengendali banjir. Berdasarkan kecocokan topografi dan maksud pengendalian banjir, maka waduk ini dibangun di bagian hulu dari daerah pengaliran sungai. 2. Penanganan Secara Non Fisik Selain upaya yang bersifat struktur/fisik pada sungai yang umumnya dikerjakan oleh pemerintah, partisipasi masyarakat perlu lebih ditingkatkan terutam dalam melakukan upaya non struktur. Oleh karena upaya non fisik ini bercirikan pengaturan, maka Pemda dan masyarakat sangat berperan
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 8 of 19
dalam mengupayakan penanganan masalah banjir ynag bersifat non fisik, yaitu dalam rangka menekan besarnya kerugian yang diakibatkan oleh genangan dan banjir. Untuk kawasan Palabuanratu, secara garis besar upaya tersebut meliputi : •
Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan antara lain menyangkut pembuangan sampah/limbah di sungai, penertiban pemukiman dan pembangunan di bantaran sungai.
•
Peningkatan kepatuhan aparat dan masyarakat terhadap Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang sudah disahkan antara lain menyangkut tata guna lahan.
•
Pembangunan yang berwawasan lingkungan, antara lain menyangkut persyaratan-persyaratan khusus yang harus dipenuhi dalam pemberian ijin bagi pembangunan kawasan pemukiman.
• •
Melanjutkan kegiatan skenario jangka pendek. Peningkatan ketersedian air baku untuk kebutuhan domestik, penggelontoran kota, pariwisata dan perikanan.
5.3.3 Kegiatan Skenario Jangka Panjang Rencana kegiatan yang termasuk dalam skenario jangka panjang (Tahun 2015- 2025) yang saling berkaitan antara lain adalah : Penanganan sungai dengan rencana yang menyeluruh meliputi aspek yang lebih luas, yakni aspek pengembangan, penggunaan, perlindungan sungai, dan mengacu pada studi master plan pengembangan wilayah sungai. Dapat menunjukkan kondisi kemajuan penanganan seperti acuan pada desain Q 10 tahun. Penanganan sungai yang menyeluruh sesuai aspek perlindungan, penggunaan dan pengendalian. Menuntaskan tujuan dari master plan pengembangan wilayah sungai dengan menunjang proyek nasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta mendukung kebutuhan pemerintah daerah. Dimasa mendatang, kondisi dan potensi sungai, terutama dalam konteks manfaatnya bagi kepentingan manusia dan mahluk hidup lain serta kelestarian lingkungan, perlu mendapat perhatian yang serius dan dilakukan tindakan yang efektif yaitu : 1.
Perlu dilakukan tindakan untuk melindungi dan mempertahankan keragaman dari lingkungan sungai sehingga flora dan fauna, yang merupakan komponen-komponen penting dalam ekosistem sungai dapat berkembang secara alamiah.
2. Keseimbangan hidrologi sungai harus dapat dipertahankan dalam kondisi yang baik. Air yang menguap dari permukaan bumi dan kemudian membentuk awan dan selanjutnya jatuh kembali ke bumi sebagai hujan, sebagian langsung menguap kembali, sebagian masuk kedalam tanah dan sebagian sebagian besar terkumpul pada lairan sungai menuju lautan. Proses tesebut akan terus berulang dari tahun ke tahun, dan perlu dipertahankan agar tidak terjadi ketidak-seimbangan atau penyimpangan yang menyolok pada setiap komponen dari proses tersebut. Upaya yang serius dan tindakan nyata harus dapat dilakukan untuk menghindarkan atau setidaknya meminimasi semua pengaruh yang berdampak negatif terhadap keseimbangan hidrologi pada sistem sungai. 3.
Harus dapat diciptakan hubungan yang harmonis antara sistem sungai dengan masyarakat,
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 9 of 19
khususnya penduduk yang tinggal disekitar sungai atau langsung berhubungan dengan aliran sungai. Hubungan antara masyarakat dengan sistem sungai harus di-redifikasi dan lebih mengarah pada upaya untuk mewujudkan hubungan yang lebih harmonis dan saling menguntungkan. Kondisi, potensi dan manfaat sistem sungai seluruhnya tergantung pada perilaku masyarakat dan bagaimana upaya untuk mencapai kondisi yang diinginkan, yaitu bermanfaat bagi kehidupan flora dan fauna serta masyarakat luas, namun harus tetap terjaga kelestarian lingkungannya. 4.
Melaksanakan desentralisasi dibidang sumber daya air guna mendukung kebijakan Bupati Kabupaten Sukabumi.
5.
Mengatur kembali tugas, wewenang dan tanggung jawab lembag dibidang sumber daya air tingkat Kabupaten, Kecamatan dan wilayah sungai.
6. Mengembangkan sistem perencanaan dan pengelolaan satuan wilayah sungai yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. 7. Menyusun pola penggunaan dan peruntukan air yang mendorong pengembangan sosial ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan. 8. Memantapkan dan mengoperasionalkan lembaga koordinasi ditingkat kabupaten, Kecamatan dan wilayah sungai untuk mewujudkan kerjasama dan keterpaduan dalam pendayagunaan sumberdaya air. 9.
Mengembangkan sistem informasi manajemen sumberdaya air yang handal di tingkat Kabupaten, Kecamatan dan wilayah sungai.
10. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pendayagunaan sumberdaya air. 11. Menetapkan sistem pendanaan yang berkesinambungan bagi pendayagunaan sumberdaya air 12. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan air serta memelihara tingkat kualitas air yang memadai untuk mendukung pengembangan sosial ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan. Dalam upaya untuk menciptakan kembali hubungan yang harmonis antara sungai dengan masyarakat khususnya penduduk yang tinggal disekitar sungai, perlu dilakukan: a.
Restorasi kondisi aliran sungai
b. Mengembangkan kontak yang lebih baik antara manusia dengan sungai c.
Merancang bentuk atau taman sungai (river scape) dengan baik dan estetik agar menarik
d. Melibatkan secara langsung otoritas dan masyarakat setempat e.
Kerja sama antar komunitas
f.
Meningkatkan fungsi sungai dalam konteks pencegahan dan penanggulangan bencana, seperti banjir dan tanah longsor.
5.4
Pembagian Zona Berdasarkan Slope Dasar Sungai
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 10 of 19
5.4.1
Penentuan lokasi
Sebelum ditentukan jenis bangunan penanggulangan sedimentasi dan pengendali dasar sungai serta penentuan lokasi penerapannya, perlu dilakukan analisis berdasarkan tinjauan morfologi sungai. a. Sungai Cipalabuan Kemiringan dasar Sungai Cipalabuan dilihat dari elevasi tertinggi pada anak-anak sungainya di puncak gunung Manangal sampai ke muaranya di Teluk Pelabuhan Ratu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) zona berdasarkan perbedaan kondisi slope yang ekstrim, antara lain : - Zona penggerusan, yaitu dimana dasar sungai sangat curam mulai dari puncak tertinggi (gunung Manangal) pada elevasi +535,00 sampai + 300,00. - Zona transportasi sedimen atau zona peralihan dari penggerusan ke pengendapan yaitu pada elevasi + 300,00 m sampai + 37,50 m. - Zona pengendapan atau sedimentasi yang terjadi di daerah landai disekitar ibu kabupaten Sukabumi (Pelabuhan Ratu) antara elevasi + 25,00 sampai muara di Teluk Pelabuhan Ratu ( + 0,00 ). Pembagian zona berdasarkan slope dasar sungai dari elevasi tertinggi di Gunung Manangal sampai Muara seperti pada Tabel 10 dan Gambar 7, sedangkan lokasi penempatan bangunan pada Gambar 8. Secara geografis rencana Lokasi Bangunan Pengendali sedimen (Sabo dan Ground sill) terletak antara 06º 58’ 32” – 06º 58’ 35” LS dan 106º 33’ 20” - 106º 33’ 19” BT
Gn. Manangal
Zona Penggerusan
Zona Transportasi (transisi)
Lokasi Rencana Bang.Sungai (Sabo dam dan Groundsill s1=0.5992 s2=0.1044
s=0.0443
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 11 of 19
d=2230 m
d=1530 m
Sumber Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kab Sukabumi Gambar 5.1 Pembagian zona proses sedimen pada Geometri dasar Sungai Cipalabuan dari hulu sampai muara
Rencana Sabo dam
Jembatan Jl.Jajawai (eksistin
Endapan maksimum
Ren
Dead volume +42.50
Sumber Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kab Sukabumi Gambar 5.2 Rencana penempatan Konstruksi pada zona transportasi sedimen S.Cipalabuan
Endapan maksimum Rencana Sabo dam
Dead volume +42.50
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 12 of 19
Jembatan Jl.Jajawai (eksistin
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 13 of 19
a.
Sungai Cigangsa
Kemiringan dasar Sungai Cigangsa dilihat dari elevasi tertinggi pada anak-anak sungainya di puncak gunung Batu, gunung Bingung dan gunung Tangkuban perahu sampai ke muaranya di sungai Cipalabuan dan dilanjutkan ke muara sungai di teluk Pelabuhan Ratu, diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) zona berdasarkan perbedaan kondisi slope yang ekstrim, antara lain : - Zona penggerusan, yaitu dimana dasar sungai sangat curam dan umumnya memiliki penampang yang sempit. Panjang zona ini terletak pada anak-anak sungai yang paling udik di puncak gunung sampai pertemuan anak sungai (tributary) di sebelah udik jembatan sungai Cigangsa di Kampung Kiaralawang menuju ke Cikidang. Kemiringan dasar sungai pada zona ini berkisar antara 0.333 – 0.382. -
Zona transportasi sedimen atau zona peralihan dari zona penggerusan ke zona pengendapan, yaitu mulai dari pertemuan anak-anak sungai Cigangsa sampai ke jembatan Jl. Jajaway di Kec.Pelabuhan Ratu. Kemiringan dasar sungai pada zona ini rata-rata sekitar 0.0243
-
Zona pengendapan sedimen, yaitu daerah aliran sungai yang landai dimana kecepatan aliran relatif kecil, pengendapan sedimen pada dasar sungai terus berakumulasi yang menimbulkan agradasi yang mengurangi kapasitas tampung sungai. Daerah ini diperkirakan terjadi pada sungai Cigangsa dengan lokasi mulai dari jembatan Jl. Jajaway sampai muara di laut teluk
Pelabuhan Ratu. Kemiringan dasar sungai pada zona ini sekitar 0.0162. Bangunan penanggulangan dan pengendali banjir sedimen sesuai fungsinya sebaiknya ditempatkan pada zona penggerusan dimana akan mengantisipasi langsung dimana penggerusan (erosi) terjadi, tetapi zona penggerusan yang ada di sungai Cipalabuan dan Cigangsa umumnya memiliki slope yang curam dan jika penempatan bangunan pada daerah tersebut terutama untuk bangunan sabo yang diharapkan memiliki kantong sedimen cukup luas tidak akan terpenuhi. Dari hasil perhitungan penempatan konstruksi yang paling optimum yaitu berada pada zona transisi atau peralihan dimana kapasitas tampung dari kantong sedimen Sabo dam cukup optimal. Pembagian zona berdasarkan slope dasar sungai Cigangsa dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 9 dibawah ini, sedangkan lokasi penempatan bangunan pada Zona transisi dapat dilihat dala grafik pada Gambar 10 dan Denah penempatan jenis bangunan terdapat pada Gambar 11. Secara geografis rencana Lokasi Bangunan Pengendali sedimen (Sabo dan Ground sill) di Sungai Cigangsa terletak antara 06º 58’ 58” – 06º 59’ 06” LS dan 106º 33’ 48” - 106º 33’ 02” BT. Peta Lokasi Penempatan Bangunan Pengendali Sedimen pada Sub DPS.Cipalabuan Hulu dan Sub DPS.Cigangsa dapat dilihat pada Gambar 12.
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 14 of 19
700.00
+612 m
600.00
Zona Transportasi (transisi)
Zona Penggerusan
pen
+533 m
Elevasi (m)
500.00 +466 m
400.00
s=0.333
s=0.0243
d=1110 m
300.00
d=1081 m s=0.0162 d=2401 m
200.00
s=0.382 d=948 m
100.00
0.00 0
1000
2000
3000
4000
Jarak Langsung (m) Sumber Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kab Sukabumi Gambar 5.3 Pembagian zona proses sedimen pada Geometri dasar Sungai Cigangsa dari hulu sampai muara
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 15 of 19
95.00
90.00
Lokasi Jembatan di Kp.Kiaralawang Ke Pel.Ratu - Cikidang
85.00
80.00
Elevasi (m)
75.00
70.00
Lokasi Sabo Dam
65.00
60.00
55.00
50.00
Anak sungai dari Gn.Batu 45.00
Anak Sungai dari Gn.Bingung
Lokasi Ground Sill
Sedimen Sabo-1
40.00
35.00 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
Jarak Langsung (m)
Gambar 1 Rencana penempatan Konstruksi pada zona transportasi sedimen S.Cigangsa
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 16 of 19
Gambar 5.5 Denah Rencana Penempatan Konstruksi pada S.Cigangsa
SUB DPS.CIGANGSA SUB DPS CIPALABUAN HULU
kasi Bangunan Pengendali sedimen S.Cipalabuan HuluJembatan
Lokasi Bangunan pengendali sedimen S.CigangsaKampung Ki l
Gambar 2 Peta rencana Lokasi Konstruksi Bangunan Pengendali Sedimen pada anak Sungai Cipalabuan dan S.Cigangsa
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 17 of 19
Jalan maint
19.0 0 20.0 0
20.00 19.00
X = 1.150
KE
22.00
24.00 26.00
30.00
25.00
C
36.00 34.00
X = 1.100
32.00 30.00
Lokasi Sabo Dam
35.00
28.00
JEMBATAN
16.59
X = 1.050
ASI LOIT KSP JL. E
BM.02B
2
+21 .50
1 1:10
1:2
+19 .00
1:05
3
1:10
28 .00
1 :05
34 .00
1:07
+21. 50
30 .00
.00
32 .00
1:2
+13
+16 .00
+14 .50
+13 .50
+16 .00 +13 .50
2
BM.02A
3
.00 35 .00 30 .00 25 .00 20 .00 19 0 .0 18 .00 17 6.00 0 1 5.0 1
U AT NR HA BU
24.00
0
LA PE
25.00
.0 17
19.00
.00 16
TA KO
20.00
.00 15
21.00 22.00 23.00
.00
SA G AN G CI . S
KE
1
18
X = 1.000
Y = 1.200
Y = 1.150
Y = 1.100
Y = 1.050
950
Y = 1.000
X=
Gambar 5.7 Situasi Konstruksi dan jalan ekploitasi Sabo dam
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 18 of 19
19.0
0 20.0 0
20.00 19.00
X = 1.150
KE CIK
0 26.0
0
0
22.0
24.0
30.0
0
25.0
0
I
36.00 34.00
X = 1.100
32.00
30.00
35.0
0
28.00
4
2
JEM BATAN
16.59
X = 1.050
BM.02B
2
+21 .50
1 1:10
1:2
+19.00 1 :05
3
28. 00
1:05
00
00
1:07
+21.50
32.
1:10
30. 00
1:2
+13.00
+16.00
34.
+14. 50
+13 .50
+16. 00
+13.50
2
X = 1.000
5
BM.02A 35
3
.00
3
1
KE 14.50
1.50
KO
TA
PE
LA
BU
HA
A NR
TU
10.50 0.50
6.50
2.50
SITUASI
0.60
1:0 5
X=
950
1 +13.50
+13.50
+14.50
+14.00
Y = 1.200
KEY PLAN
11.50
10.00
11.50
18.00 5.00
1:07
22.50
1
Y = 1.150
Y = 1.100
Y = 1.050
47.35
Y = 1.000
+16.00
0.50
S. CIGANGSA +16.00
5 1:0
16.00
1.50
3.00
0.50
3
0 .3
0
1.50 1:02
1:0
2.00
7
DRAIN HOLE
0.75
2.00
1.50
7 .4 99 9
5
0.75
2
2.60
4
1.00
0.75
0.30
1:0 7
+14.00
BETON SIKLOP
1.50
1.50
1.00
2.30
BETON SIKLOP
1.00 2.10
1.00
0.80
2.60
1.50
0.50
2.00 0.50
DENAH DAM PENAHAN SEDIMEN (SABO) SKALA 1 : 100
8.00
POTONGAN 1-1 SKALA 1 : 100
Gambar 5.8 Konstruksi Sabo dam
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007
Page 19 of 19
Gambar 5.9 Konstruksi Idel Pemukiman di sekitar Sungai Cipalabuhan dan Sungai Cigangsa
mhtml:file://E:\2007\OKTOBER\2\doc\BAB%205%20Deskripsi%20Teknik.mht
10/2/2007