Deskripsi Mengenai Hutan Wisata Bahorok Sebelum Bencana Banjir Tahun 2003 Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN Hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan umat manusia, baik manfaat yang dirasakan secara langsung (Tangible) maupun tidak langsung (Intangible). Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi kemajuan teknologi dan peningkatan kebutuhan lahan dan hasil hutan, maka semakin besar pula tekanan-tekanan yang dialami hutan, baik dari segi luas maupun keragamannya. Untuk menjaga dan pemanfaatannya, pemerintah Indonesia antara lain telah mengalokasikan + 18,7 juta ha hutan sebagai kawasan suaka alam, hutan wisata, dan taman nasional (Reksohadiprodjo, 1998). Manfaat yang diperoleh dari hutan suaka alam, hutan wisata, dan taman nasional adalah sebagai sumber plasma nutfah, objek penelitian, objek wisata, dan lain-lain. Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas + 900.000 ha adalah suatu kawasan pelestarian alam yang merupakan gabungan dari beberapa Suaka Margasatwa dan Hutan Wisata, yaitu Suaka Margasatwa Gunung Leuser, Suaka Margasatwa Kappi, Suaka Margasatwa Kluet, Suaka Margasatwa Sekundur, Suaka Margasatwa Langat Barat, Suaka Margasatwa Langkat Selatan, serta Hutan Wisata Guruh dan Hutan Wisata Sekundur. Penunjukan kawasan ini menjadi Taman Nasional secara resmi dinyatakan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 maret 1980 (Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata, 1987). Suaka Margasatwa Langkat Selatan dengan luas + 82.985 ha merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser, yang berfungsi sebagai tempat pelestarian dari beberapa satwa dan vegetasi yang langka. Disamping itu, tempat ini juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata, khususnya wisata alam. Salah satu bagian dari kawasan Suaka Margasatwa Langkat Selatan yang menjadi tujuan wisata adalah Bahorok, Kawasan wisata ini berada di daerah Bukit Lawang dengan luas + 3.600 ha. Objek wisata yang dapat dinikmati antara lain keindahan alam, berupa hutan, pegunungan, sungai dan juga rehabilitasi Orang Utan yang menjadi ciri sendiri daerah ini. II. Tinjauan Mengenai Rekreasi Alam A. Definisi Rekreasi alam merupakan salah satu bentuk dari pemanfaatan sumber daya alam yang berlandaskan prinsip kelestarian alam. Taman wisata yang memiliki keindahan alam, kekhasan dan keragaman, mengandung potensi yang besar bagi pembangunan kepariwisataan yang merupakan bagian integral pembangunan nasional. Karena itu 1 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Taman Wisata sebagai salah satu unsur pengembangan kepariwisataan perlu dibina secara terus menerus dan berencana agar daya dukung Taman Wisata dapat menjadi lebih mantap lagi (Sunarminto, 1996). Rekreasi merupakan suatu kebutuhan sosial. Hutan-hutan lindung yang dikelolah untuk rekreasi, harus menciptakan rasa penghargaan pada diri penduduk terhadap pelestarian alam. Perencanaan pengelolaan dan pengembangan hutan wisata membutuhkan kesadaran atau pemahaman terhadap kepentingan rekreasi dari penduduk, motivasi dan sikap, dan pertimbangan biofisik, demikian pula partisipasi pemerintah dan pihak swasta. Dengan demikian kegiatan wisata mencakup berbagai aspek, yaitu sarana dan prasana yang berkaitan dengan kegiatan wisata, seperti tempat pemancingan, pendakian pemandangan yang indah, dan sebagainya (Sunarminto, 1996). B. Hubungan Antara Waktu Luang, Rekreasi dan Pariwisata Pariwisata, rekreasi dan waktu luang tidak memiliki disiplin yang khusus, ketiga istilah ini saling berkaitan, dan yang dimaksud dengan waktu luang adalah sisa waktu selain kegiatan rutin sehari-hari (bekerja atau belajar, urusan rumah tangga, tidur, dan lain-lain), sedangkan yang dimaksud dengan rekreasi adalah pemanfaatan waktu luang untuk istirahat, santai dan bersenang-senang guna mengembalikan dan meningkatkan kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani, sebagai akibat kesibukan dan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Jadi, rekreasi mempunyai fungsi: istirahat dan santai, menghilangkan kebosanan akibat pekerjaan yang bersifat monoton dan rutin, mengembangkan personality dan pengungkapan fisik, mental, dan spiritual (Marpaung, 2002). Rekreasi dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan fungsinya dan dapat dikelompokan sebagai berikut: - Rekreasi rumah Merupakan kegiatan yang dilakukan di dalam rumah seperti: menonton acara televisi, sosialisasi dengan tetangga, membuat karangan bunga. - Santai sehari Merupakan kegiatan rekreasi yang dilakukan di luar rumah yang mengambil waktu kurang dari setengah hari, seperti: menonton bioskop, makan luar, olah raga, berjalanjalan di sore hari, berbelanja. - Tour sehari Merupakan kegiatan rekreasi yang dilakukan di luar rumah yang mengambil waktu lebih dari setengah hari, seperti: melakukan piknik keluarga. - Pariwisata Merupakan kegiatan rekreasi yang dilakukan di luar rumah yang mengambil waktu lebih dari 24 jam, seperti: kunjungan keluarga di luar kota selama 2 hari. Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai keterkaitan dari ketiga istilah tersebut, yakni karena adanya waktu luang, maka kegiatan rekreasi dilakukan dan salah satu kegiatan rekreasi itu adalah kegiatan pariwisata (Marpaung, 2002). C. Permintaan Rekreasi Kepadatan penduduk yang semakin meningkat dan kemajuan di bidang teknologi yang begitu pesat merupakan penyebab meningkatnya kebutuhan akan rekreasi dan pariwisata (Fandeli, 2000). 2 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Permintaan rekreasi adalah banyaknya kesempatan-kesempatan rekreasi yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan rekreasi secara umum yang dapat diharapkan bila tersedia fasilitas-fasilitas yang memadai (Fandeli, 2000). Dengan tersedianya fasilitas-fasilitas yang memadai tersebut beralasan bagi kita untuk menyatakan permintaan pariwisata di masa yang akan datang terus menerus mengalami peningkatan. Pada umumnya pendekatan yang digunakan untuk menaksir permintaan pariwisata yakni analisis regresi merupakan model statistik untuk menaksir permintaan suatu barang (Erawan, 1994).. Analisis regresi berganda ini merupakan teknik yang umum digunakan, yaitu merupakan metode statistik untuk mencari hubungan antara dua atau lebih variabel, misalnya hubungan anatara lamanya tinggal atau pengeluaran wisatawan yang mengunjungi suatu negara dengan faktor seperti ongkos perjalanan, tingkat pendapatan wisatawan dan lain sebagainya. Namun demikian pada akhirnya pendekatan tersebut di dalam perhitungannya sama-sama menggunakan metode kuadrat terkecil (Erawan, 1994). D. Manfaat Rekreasi Alam sebagai Komoditi Ekonomi Rekreasi alam merupakan salah satu manfaat intangible dari sumberdaya hutan secara ekonomi tidak berbeda dengan komoditi kayu dimana permasalahanpermasalahannya sejak awal muncul karena ada kelangkaan. Kesulitan yang menantang dalam wisata adalah penilaian dari biaya dan manfaatnya. Seperti halnya dengan hasil hutan lainnya pemanfaatan rekreasi alam memerlukan input tenaga kerja, modal dan kegiatan Pengusahaan. Ada beberapa hal yang membedakan rekreasi alam dengan hasil hutan lainnya adalah kesempatan rekreasi alam dengan hasil hutan lainnnya adalah kesempatan rekreasi tidak bertahan lama, artinya kesempatan rekreasi yang keuntungannya tidak diambil sekarang tidak dapat lagi diambil pada waktu mendatang dan rekreasi harus dijual di tempat artinya konsumen yang harus datang ke tempat rekreasi. III. KEADAAN UMUM HUTAN WISATA BAHOROK A. Sejarah dan Status Kawasan Sejarah institusi dan kelembagaan berkembang seirama dengan sejarah kawasan TNGL. Sebelum Indonesia merdeka, kawasan konservasi Gunung Leuser dikelolah oleh pemerintah Belanda. Pada tahun 1934, kawasan hutan Gunung Leuser ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Gunung Leuser. Kemudian pada tanggal 6 maret 1980, menteri pertanian menetapkan bahwa Suaka Margasatwa Gunung Leuser sabagai kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Taman Nasional Gunung Leuser secara administratif terletak diantara propinsi Sumatara Utara dan propinsi Daerah Istimewa Aceh dengan luas 1.094.692 ha (Dirjen PHKA, 2003). Berdasarkan Surat keterangan Direktur Perlindungan Hutan dan pelestarian alam no.46/kpts/VI-sek/1984, ditetapkan bahwa suaka margasatwa Langkat selatan dengan luas + 82985 ha yang merupakan bagian dari TNGL, yang berfungsi sebagai tempat pelestarian bagi beberapa satwa dan vegetasi yang langka. Kawasan wisata Bukit Lawang merupakan daerah tujuan wisata di kecamatan Bahorok, kabupaten Langkat yang letaknya dekat dengan kotamadya Binjai, propinsi Sumatera Utara.
3 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
B. Letak dan Batas Secara geografis kawasan Bahorok terletak anatara 20 55’ – 40 05’ LU dan 980 30’ BT, dengan batas-batas administrasi desanya sebagai berikut: - Sebelah utara berbatas dengan desa Sei musah - Sebelah barat berbatas dengan desa Sampe Raya - Sebelah selatan berbatas dengan desa Sampe Raya - Sebelah timur berbatas dengan desa perkebunan Sei musah C. Keadaan Topografi dan Tanah Kawasan hutan Bahorok berada pada ketinggian antara 0-338 m diatas permukaan laut, dengan topografi sebagian besar berbukit-bukit sampai dengan curam. Jenis tanah di kawasan ini terdiri dari jenis tanah podsolik merah kuning, latosol, litosol, dan kompleks podsolik coklat. Sedangkan bahan induknya berasal dari beku endapan metamorf. D. Iklim Di Taman Nasional Gunung Leuser menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk iklim tipe A. Temperatur rata-rata minimum 21,10 c dan maksimum 27,50 c. Dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 1300–4600 mm/tahun, pada musim kemarau curah hujan tidak pernah berkurang dari 100 mm/bulan, dengan kelembaban nisbi 80 – 100 %. E. Aksesibilitas Lokasi Taman Nasional Gunung Leuser yang berkedudukan kantor pusat di Kutacane ditempuh dari Medan memakan waktu 8 jam, sedangkan untuk memasuki kawasan TNGL dari medan dapat dicapai melalui 3 pintu yaitu: a. Pintu gerbang di Ketambe, Aceh Tenggara, berjarak sekitar 250 km/ 8 jam b. Pintu gerbang Bahorok/Bukit Lawang, berjarak sekitar 91 km/ 3,5 jam c. Pintu gerbang di Sekundur, berjarak 100 km/ 4 jam
IV. POTENSI BAHOROK SEBAGAI OBJEK WISATA SEBELUM BENCANA BANJIR Bahorok dengan pemandangan alam yang indah, udara yang sejuk, sungai dengan air yang jernih, walaupun keadaan hutannya tidak asli lagi, menjadikan tempat ini ramai dikunjung oleh wisatawan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan pengunjung antara lain berenang, mengikuti arus sungai dengan menggunakan ban, melakukan perjalanan ke dalam hutan melalui jalur-jalur yang sudah ada dengan didampingi oleh pemandu, camping, melihat orang utan, dan berbagai kegiatan wisata alam lainnya (Gambar Lampiran 1) V. STASIUN REHABILITASI ORANG UTAN BAHOROK Stasiun rehabilitasi orang utan di Bahorok pertama kali didirikan pada tahun 1973 oleh Regina Frey dan Monica Borner, dengan dana bantuan dari WWF dan perkumpulan ilmu hewan Frankfurt, Jerman. Beberapa wakil dari WWf mengelolah stasiun rehabilitasi orang utan ini bersama-sama dengan pekerja Indonesia hingga tahun 1980. Kemudian pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah Indonesia, dalam hal ini pihak Taman 4 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Nasional Gunung Leuser Rayon langkat Selatan, di bawah Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan. Untuk melihat orang utan dapat dilakukan pada saat pemberian makanan, yaitu pada pagi hari pukul 08.00 – 09.00 WIB, dan sore hari pukul 15.00 – 16.00 WIB. Jarak yang harus ditempuh untuk sampai ke lokasi + 2 km dari terminal bis. Karena dibatasi oleh sungai, maka untuk mencapai lokasi dipergunakan sampan yang disediakan oleh pihak stasiun rehabilitasi. (Gambar Lampiran 2) Di stasiun rehabilitasi ini terdapat beberapa bangunan pendukung, di antaranya kantor stasiun rehabilitasi, wisma tamu, kantin, dan wisma tempat tinggal petugas. Ada beberapa larangan di daerah rehabilitasi orang utan, yaitu: 1. Dilarang memegang orang utan atau terlalu dekat dengan mereka. 2. Masuk ke kandang karantina 3. Membawa radio, gitar, alat bunyi-bunyian lainnya ke tempat pemberian makanan. 4. Membawa binatang peliharaan ke dalam kawsan Taman Nasional. 5. Mengambil sesuatu apapun dari dalam kawasan Taman nasional. 6. Merokok dan menyalakan api di sekitar tempat pemberian makanan. 7. Memberi makanan atau minuman kepada orang utan. Setiap warga asing yang ingin melihat orang utan harus membawa surat izin yang dapt diambil di kantor Taman Nasional Gunung Leuser di Bukit Lawang. Sedangkan bagi pengunjung domestik cukup dengan melaporkan diri kepada petugas di pusat rehabilitasi orang utan di tempat penyeberangan sampan. IV. KUNJUNGAN WISATAWAN KE BAHOROK Dari data kunjungan terlihat bahwa jumlah pengunjung yang datang ke Bahorok mengalami penurunan. Penurunan ini tidak terlepas dari meningkatnya kebutuhan masyarakat akan rekreasi. Berdasarkan Laporan tahunan pihak pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser dari kantor Dinas Pariwisata dan Seni Budaya, dapat diketahui bahwa jumlah pengunjung yang datang ke objek rekreasi Bahorok dari 2 tahun terakhir (2001-2002), dengan menggunakan data per-bulan yaitu:
5 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Data Pengunjung Domestik tahun 2001-2002 ke Bukit Lawang No Bulan Jumlah Pengunjung (Org) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Tahun 2001
Tahun 2002
Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
133 284 1407 89 10 66 30 591 10090 1223 14561
506 1241 1195 1458 1450 3982 3890 1435 1253 2340 1488 15880
Total
28533
36118
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata, 1987. Buku Informasi Taman Nasional Indonesia. Jakarta. Hal: 5-10. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2003. Potensi Wisata Alam Indonesia dan Upaya Peningkatan Peran Serta Masyarakat. Bogor. Hal: 1. Erawan, J.N. 1994. Pariwisata dan Pembangunan Ekonomi (Bali sebagai kasus). Penerbit UPADA Sastra Denpasar. Denpasar. Hal: 45-46. Fandeli C, dkk. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Hal: 38-50. Marpaung, H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Penerbit Alfabeta Bandung. Bandung. Hal: 34-35. Sunarminto, T, 1996. Pengembangan Rekreasi Alam di Kawasan Hutan. Media Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. Bogor. Hal: 51-54.
6 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara