J Kedokter Trisakti
September-Desember 2003, Vol.22 No.3
Profil penanganan kesehatan selama dan sesudah banjir di Jakarta Rina K. Kusumaratna Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRACT Flooding was a natural disaster, which is caused suddenly, and made living environment damage, changes the quality of environment and caused of health problem in the community. The aim of the study was to determine the health management profile on local community during and post flooding at Tebet Health Center, mainly at Bukit Duri and Kebon Baru sub-districts. The study design was a descriptive, observational and cross-sectional study with closed-ended questionnaire and databased on health post. All of the patients who visit to the health post were taken as respondent. The aged of the patients range between less than one year to more than 60 years, 12.5% was under 5 and 4% the elderly. Seventy percent of the patients were come from more than two meters depth of water. The incidence rate of respiratory tract infection was 47 per 100, skin infection 23 per 100 and diarrhea 12 per 100. Children under-5 years of age was mostly suffered from respiratory tract and diarrhea, the elderly were suffered respiratory tract and skin infection. The personal resources at health post were a medical doctor, young-doctors and paramedic, who is due at three shifts a day. The fund and material resources were from the government and donation. The environment condition at the shelters were too crowded, had minimal ventilation, limited facility and water supply resources. Resources at the health post was planned and good organized, but more attention needed on medical supply. Keywords : Flooding, management, disaster, health, South Jakarta
ABSTRAK Banjir merupakan bencana alam yang terjadi secara mendadak, yang mengakibatkan kerusakan lingkungan pemukiman, perubahan kualitas lingkungan oleh karena cemaran yang ditimbulkan dan kerawanan masalah kesehatan pada masyarakat yang terkena. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan kesehatan yang dilakukan selama dan sesudah banjir di wilayah kerja Puskesmas Tebet yang terendam selama banjir, yaitu di kelurahan Kebon Baru dan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Rancangan studi adalah deskriptif, observasional dan potong-lintang dengan menggunakan kuesioner tertutup dan data dasar kesehatan diambil dari posko kesehatan banjir di lokasi kejadian. Responden adalah semua pasien yang datang berobat. Usia pasien yang berobat ke posko kesehatan, berkisar antara kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 60 tahun, 12,5% adalah kelompok balita dan 4% lanjut usia. Tujuh puluh persen pasien yang datang berobat ke posko berasal dari daerah banjir dengan kedalaman 2 meter. Insidens penyakit terbanyak yang ditemukan adalah 47% penyakit ISPA, 23% penyakit kulit, dan 12% penyakit diare dan saluran cerna. Penyakit yang diderita balita terbanyak adalah ISPA dan diare, sedangkan lanjut usia adalah ISPA dan kulit. Tenaga kesehatan di posko kesehatan banjir adalah dokter, dokter muda dan paramedis, yang bekerja dalam 3 rombongan per hari. Sumber pendanaan kegiatan diperoleh dari pemerintah dan sumbangan para dermawan. Keadaan lingkungan di tempat pengungsian sangat tidak memadai, terlalu padat, ventilasi udara minim, fasilitas yang ada kurang, dan keterbatasan sumber air bersih. Sumber daya di posko kesehatan telah dikoordinir dan dikelola dengan baik, tetapi ketersediaan jenis obat dan jumlah pemakaian sesuai dengan penyakit perlu diperhatikan. Kata kunci : Banjir, manajemen, bencana, kesehatan, Jakarta Selatan
92
J Kedokter Trisakti
LATAR BELAKANG DKI Jakarta termasuk daerah rawan banjir, dari sebelah utara luapan air laut di atas normal dan dari sebelah selatan mendapat luapan dari 13 sungai/kali yang melalui kota Jakarta. Setiap siklus lima tahun, di Jakarta terjadi banjir besar, tetapi yang terjadi pada akhir Januari 2002 adalah yang terburuk dan terhebat dibanding kejadian banjir pada tahun 1996. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di Jakarta, antara lain: (i) letak geografis Jakarta yang dilalui oleh 13 sungai/kali, (ii) hampir sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut pasang, (iii) terhambatnya aliran sungai karena penyempitan sungai, (iv) berkurangnya permukaan tanah karena pembangunan yang pesat, dan (v) besarnya curah hujan yang terus menerus di daerah Bogor dan Jakarta.(1) Bila diperhatikan lebih seksama, keadaan lingkungan di sekitar Jakarta bertambah buruk dibandingkan lima tahun yang lalu. Tempat terbuka area publik, lahan hijau atau area resapan air makin berkurang, perilaku komunitas juga bertambah buruk, contohnya kebiasaan membuang sampah dan kotoran makin menjadi-jadi, membangun rumah di daerah bantaran atau resapan air, tidak terpeliharanya kali atau pintu-pintu air dan penebangan pohon yang tidak benar pada daerah resapan air. Banjir disebabkan jumlah debit air yang berlebihan, naik ke permukaan tanah oleh karena terbatasnya penyerapan air yang disebabkan berkurangnya daerah resapan air. Banjir dan tanah longsor berkaitan dengan curah hujan yang berlebihan, di mana curah hujan yang terjadi lebih dari 150 mm pada area yang luas dapat menyebabkan terjadinya banjir bandang yang sifatnya merusak. Kejadian banjir berkaitan dengan curah hujan yang besar ada hubungannya dengan kejadian badai tropik (tropical cyclones) atau musim hujan yang panjang. (2,3) Betapa besar kerugian materi dan non materi bila kejadian tersebut berlangsung, maka masyarakat seharusnya mau berpikir bahwa apabila kondisi demikian terus berlangsung, tentunya kerugianpun akan terus terjadi setiap tahunnya karena ulah mereka sendiri
Vol.22 No.3
yang tidak mau menjaga kelestarian lingkungannya dengan baik. Banjir yang terjadi pada awal Februari 2002 yang lalu, merendam 63,4% (168 kelurahan dari 265) wilayah Jakarta,(1) di mana genangan tersebut ada yang merendam hingga berhari-hari lamanya. Kecamatan Tebet merupakan salah satu daerah yang terkena banjir, di mana 3 kelurahan (dari 7 kelurahannya) merupakan daerah rawan banjir setiap tahunnya. Wilayah tersebut dilalui oleh aliran anak sungai Ciliwung, dan penduduknya tinggal di bantaran sungai, seperti wilayah Kebon Baru, Bukit Duri dan Manggarai. Kejadian banjir tersebut menyebabkan hampir semua aktivitas kehidupan berhenti di Jakarta, semua kegiatan terfokuskan pada upaya penyelamatan baik materi dan nonmateri. Untuk penanganan masalah kesehatan di daerah bencana, Puskesmas kecamatan membentuk posko kesehatan bagi pengungsi selama terjadinya bencana banjir tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan kesehatan yang dilakukan selama dan sesudah banjir di wilayah kerja Puskesmas kecamatan Tebet, terutama di kelurahan Kebon Baru dan Bukit Duri, Jakarta Selatan. METODE Rancangan studi dilakukan secara deskriptif, observasional dan potong-lintang dengan menggunakan kuesioner tertutup dan data dasar di posko kesehatan. Semua pengungsi yang menjadi pasien di posko kesehatan diambil sebagai responden. Wilayah penelitian adalah posko kesehatan di Kebon Baru dan Bukit Duri. Kerangka konsep penelitian terbagi atas 3 bagian, yaitu (1) profil demografi, (2) sumber daya pelayanan kesehatan, dan (3) keadaan lingkungan tempat penampungan. Indikator profil demografi adalah gender, usia, jenis penyakit dan kedalaman air. Indikator sumber daya pelayanan kesehatan adalah tenaga, dana, material dan rasional pengobatan. Indikator lingkungan penampungan adalah observasi kondisi lingkungan di tempat penampungan (Lihat Gambar 1). 93
Kusumaratna
Penanganan kesehatan pada banjir
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian HASIL DAN DISKUSI Profil demografi Berdasarkan perbedaan gender antara pasien pria dan wanita tidak ada perbedaan jumlah yang menyolok. Total pengungsi yang datang berobat ke posko kesehatan berjumlah 4.160 orang, 48,8% berusia antara 15 hingga 44 tahun, yang merupakan usia produktif. Terdapat kelompok berisiko yang berobat, di mana 12,5%-nya adalah balita dan 4%-nya adalah lanjut usia. Harus diwaspadai untuk kelompok berisiko tersebut oleh karena kondisi mereka yang rentan, terutama asupan makanannya dan mudahnya terserang penyakit. Tiga jenis penyakit utama yang menyerang adalah 47,4% infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), 22,5% penyakit kulit dan 11,1% diare dan penyakit saluran cerna (lihat Tabel 1). Pada kelompok balita, 63% menderita infeksi saluran nafas atas dan 18% menderita diare dibanding 50% menderita infeksi saluran napas atas dan 14% menderita penyakit kulit pada lanjut usia. Penyakit kulit umumnya menyerang tangan dan kaki. Hal ini berkaitan dengan kondisi tangan dan kaki yang selalu basah oleh karena terendam air dan air kotor di sekitarnya selama berhari-hari. 94
Dengan kuota sampel sebesar 20% dilakukan tiga kali observasi terhadap kedalaman air dan penyakit yang diderita oleh pengungsi yang datang berobat ke posko. Observasi dilaksanakan pada tanggal 31 Januari 2002, 2 Februari 2002, dan 14 Februari 2002. Tabel 1. Distribusi gender, usia, dan jenis penyakit responden Variabel Gender Pria Wanita Usia < 1 th 1 – 4 th 5 – 14 th 15 – 44 th 45 – 59 th > 60 th Jenis penyakit Infeksi saluran nafas atas Penyakit kulit Diare Penyakit saluran cerna Penyakit mata Lain-lain
n (%) 2087 (50,1) 2073 (49,9) 140 (3,3) 377 (9,1) 610 (14,7) 2031 (48,8) 832 (20) 170 (4,1) 1972 (47,4) 935 (22,5) 274 (6,5) 186 (4,6) 112 (2,6) 681 (16,4)
J Kedokter Trisakti
Vol.22 No.3
Tabel 2. Distribusi jenis penyakit menurut kedalaman air Variabel <1 meter (n=196) Jenis penyakit Infeksi saluran nafas atas 53 (16,9) Penyakit kulit 10 (6,1) Diare 13 (16,3) Penyakit saluran cerna 5 (6,3) Penyakit mata 6 (21,4) Lain-lain 9 (8,7)
1–2 meter (n=143)
Infeksi saluran napas atas dan penyakit kulit merupakan penyakit utama yang diderita di daerah dengan kedalaman air lebih dari 2 meter (lihat Tabel 2). Dari tiga kali observasi di lapangan setelah hujan lebat, ternyata makin dalam air menyebabkan insidens penyakit juga bertambah besar dari sebelumnya, contohnya ISPA naik hingga 4 kali dan penyakit kulit naik 10 kali. Jenis penyakit dalam kelompok lain-lain yang diderita adalah mialgia, gejala reumatik (ngilu-ngilu sendi), hipertensi dan sariawan. Kedalaman air membuat kondisi seseorang sangat rentan karena kedinginan, terendam air bagi yang tetap bertahan di rumahnya, menggunakan pakaian basah dan kelembaban yang tinggi. Kedalaman air sangat mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun mental. Kelelahan, stres dan kondisi yang tidak sehat menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit. Ketika peristiwa banjir terjadi, semua infrastruktur seperti listrik, air dan transportasi lumpuh karena banyaknya wilayah yang terkena banjir. Tipe kerentanan yang terjadi dapat di lihat sebagai proses ekologi akibat efek sekunder kombinasi peristiwa geofisik primer dan perilaku sosial tertentu dari manusianya.(4) Kerugian yang ditimbulkan tidak saja materi tetapi juga terkadang jiwa manusia. Kejadian bencana alam terkait erat dengan apa yang dilakukan manusia terhadap lingkungannya dalam mengelola kualitas lingkungan. Apabila masyarakat tidak peduli dengan kualitas lingkungan sekitarnya, maka bencana akan datang.(5) Ada 3 faktor utama yang perlu diperhatikan dalam kejadian bencana tersebut, yaitu (1) peristiwa yang menimbulkan trauma bagi penduduk dan lingkungan, (2) merupakan titik rentan yang menjadi
54 41 17 49 15 12
(17,2) (25,0) (21,2) (62,0) (53,6) (1,7)
>2 meter (n=484) 207 (65,9) 113 (68,9) 50 (62,5) 25 (31,7) 7 (25,6) 82 (79,6)
Total 314 (100%) 164 (100%) 80 (100%) 79 (100%) 28 (100%) 103 (100%)
tumpuan peristiwa traumatik, dan (3) merupakan kegagalan sumber lokal untuk dapat mengatasi masalah atau peristiwa bencana tersebut. (3) Penggundulan hutan, pembangunan di wilayah bantaran sungai dan resapan air, membuang sampah dan segala macam kotoran ke dalam badan sungai atau merusak sumber-sumber air adalah penyebab primer terjadi bencana yang lebih luas akibat perilaku manusia. Sumber daya pelayanan kesehatan Tenaga kesehatan yang bekerja di posko kesehatan dibagi atas 3 rombongan per hari, pagi (jam 07.00–15.00), siang (jam 15.00–21.00) dan malam (jam 21.00–07.00), dan posko dibuka 24 jam sehari. Pada pagi dan malam hari, personel yang berjaga adalah dokter umum, dokter muda dan paramedis, sedangkan malam hari yang bertugas adalah dokter muda dan paramedis. Hal ini dilakukan oleh karena terbatasnya tenaga yang ada. Untuk kecukupan jumlah tenaga yang dibutuhkan, Kepala Puskesmas memanggil semua tenaga kesehatan yang ada, meskipun ada yang sedang masa cuti sekalipun untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal. Pendanaan dan sumber material yang dibutuhkan didapatkan dari kerjasama dengan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Selatan, Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta dan sumbangan masyarakat. Bahkan beberapa radio swasta, stasiun TV, dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) juga membantu mengumpulkan dan membagikan sumbangan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena bencana banjir. Puskesmas memperoleh cukup persediaan obat-obatan dan makanan tambahan bagi balita, hanya di posko Kebon Baru saja yang tidak tersedia (lihat Tabel 3). 95
Kusumaratna
Penanganan kesehatan pada banjir
Tabel 3. Ketersediaan tenaga, dana, dan material di posko kesehatan Variabel Ketersediaan* Kualifikasi personel Dokter umum + Dokter muda + Paramedis + Dana Pemerintah + Sudinkes + APBD + Swadana + Sumbangan masyarakat + Material Suplai obat-obatan + Pemerintah + Sumbangan + Makanan tambahan untuk balita Bubur susu +/ Biskuit +/-
* - Tidak tersedia / + Tersedia Rasional pengobatan Pada posko kesehatan, pengobatan diberikan dalam 1 paket yang berisi antibiotik untuk 3 hari, simptomatik dan roboransia untuk 2 hari dan salep diberikan 1/3 tube (untuk penyakit kulit dan mata), semua yang diberikan adalah jenis obat generik. Penyakit pada kelompok lain-lain seperti mialgia, gejala reumatik (ngilu-ngilu sendi), hipertensi dan sariawan diberikan sesuai simtomnya dan ketersediaan obat yang ada. Berdasarkan petunjuk tehnis dilapangan dalam penanggulangan bencana bidang penyakit menular dan kesehatan lingkungan, (6) penyakit utama yang perlu diantisipasi pada setiap kejadian banjir adalah diare, ISPA, campak, malaria dan keracunan. Tetapi pada kenyataannya hanya diare dan ISPA saja, sehingga pengadaan obatnyapun kurang sesuai dengan buku acuan teknis tersebut.
Rata-rata pengobatan per pasien adalah 2 jenis obat. Tetapi berdasarkan rasional pengobatan (kriteria Depkes),(7) penggunaan obat untuk terapi di posko kesehatan adalah tidak rasional, masuk dalam kriteria peresepan kurang. Bila di lihat pada Tabel 4, antara gejala dan terapi telah sesuai, hanya lama pemberian yang tidak sesuai. Pengobatan yang diberikan hanya untuk 3 hari, sedangkan pada kondisi yang normal di Puskesmas, obat diberikan untuk jangka waktu pengobatan 5 hari. Pengobatan dengan salep hanya diberikan 1/3 tube, sedangkan pengobatan penyakit kulit seharusnya membutuhkan waktu lama. Kondisi lingkungan penampungan Tempat penampungan di wilayah Bukit Duri adalah kantor Lurah, mesjid Attahiryah dan kantor RW 09, sedangkan di wilayah Kebon Baru adalah kantor Lurah, PT. Sabika Arabindo dan SD 11. Letak posko kesehatan berada disekitar tempat penampungan tersebut. Fasilitas yang terdapat di tempat penampungan sangat tidak memadai, seperti terlalu padat, saluran ventilasi udara kurang, alas tempat tidur, persediaan air bersih untuk minum dan sanitasi serta tempat pembuangan sampah (lihat Tabel 5). Berdasarkan kriteria Departemen Kesehatan (Depkes), minimum luas ruangan per orang disyaratkan 3,5 m 2 , minimum saluran sirkulasi udara 30 m2 per orang per jam.(6) Kondisi yang tidak sehat tersebut akan memudahkan penularan penyakit akut yang diderita oleh pengungsi terutama bagi kelompok yang beresiko yaitu balita dan lanjut usia. Umumnya pengungsi berada di tempat penampungan antara 2-4 hari, bila air surut, sebagian ada yang kembali ke rumahnya masing-masing untuk membersihkan rumah mereka, sebagian ada pula yang tetap bertahan di penampungan dan membuka dapur umum.
Tabel 4. Penggunaan obat berdasarkan diagnosis di posko kesehatan Diagnosa penyakit
Antibiotik
Simtomatik
Roboransia
ISPA Penyakit kulit Diare Penyakit saluran cerna Penyakit mata Lain-lain
978 (52,2) 372 (19,9) 98 (5,2) 0 108 (5,8) 316 (16,9)
1972 (48,4) 935 (23) 239 (5,9) 186 (4,5) 61 (1,5) 681 (16,7)
1532 (56) 179 (6,6) 247 (9,0) 153 (5,6) 18 (0,7) 605 (22,1)
96
J Kedokter Trisakti
Vol.22 No.3
Tabel 5. Kondisi lingkungan tempat penampungan Kondisi penampungan Luas penampungan < 20 m 20-40 m 40-60 m > 60 m Jumlah pengungsi 100-300 orang 301-500 orang > 500 orang Ventilasi Jendela Lubang ventilasi lainnya Alas tidur Koran Tikar Peturasan Pembuangan sampah Sumber air
KL
MA
09
KL
SA
SD
+
+
+ -
+ -
+ -
+ -
+
+
+ -
+ -
+ -
+ -
+ + -
+
+ + -
+ + -
+
+ + -
+ + +/2 +/1 +/pump
+ + +/2 +/2 +/pump
+ + +/1 +/1 +/pump
+ + +/2 +/1 +/pump
+ + +/2 +/2 +/pump
+ + +/2 +/1 +/pump
Catatan: Kl = Kantor Lurah, SA = PT.Sabika Arabindo,
MA = Masjid Attahiryah, SD = SD 11
Untuk menghadapi situasi seperti yang telah terjadi, Pemda Jakarta saat ini telah mempersiapkan kegiatan yang bersifat promotif dan preventif, seperti membersihkan aliran sungai, badan sungai dan pintu-pintu air utama dari sampah masyarakat, memperdalam beberapa badan sungai agar aliran sungai lebih lancar. Persiapan lainnya adalah pengadaan perahu karet di kecamatan daerah rawan banjir, koordinasi dengan lintas sektoral lain untuk membuat satgas penyelamatan dan posko-posko kesehatan. Tempat penampungan pengungsi hendaknya juga mendapat perhatian sehingga dapat dipersiapkan agar sesuai dengan kriteria sehat.(8) Hal penting lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah memberikan informasi kepada masyarakat agar mereka dapat menghadapi kondisi yang buruk tersebut, minimal tindakan penyelamatan bagi diri dan keluarganya serta meminimalkan kerugian yang diderita. Pemda Jakarta sudah memberikan informasi kepada masyarakat apa yang harus mereka lakukan apabila terjadi bahaya banjir. Hal ini adalah ide yang baik, karena menggunakan media cetak sebagai sarana menyebarluaskan suatu
09 = Kantor RW 09,
informasi penting kepada masyarakat. Ada baiknya pula untuk menggunakan media televisi sebagai salah satu alternatif penggunaan media lain dalam pemberian informasi kepada massa, mengingat saat ini jangkauan media televisi sangat luas. Tindakan ini merupakan bagian dari suatu pendidikan kesehatan kepada massa, yang sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan. Upaya promotif yang baik adalah memberikan suatu informasi secara jelas, mudah dimengerti dan dilakukan berkelanjutan. Informasi yang diberikan tentunya tidak saja menyangkut bagaimana menghadapi bencana yang terjadi tetapi juga pesan bagi masyarakat untuk memperbaiki perilaku kesehatan dalam menjaga lingkungan sekitarnya. Kemampuan manusia untuk mengubah kualitas lingkungannya tergantung pada tingkat sosial budayanya. Makin tinggi tingkat sosial budaya suatu masyarakat maka makin dapat mengubah lingkungan hidup hingga ke tingkat yang irreversible. Modifikasi lingkungan hidup yang bertujuan untuk memperbaiki tingkat hidup manusia tidak selalu berhasil dengan baik apabila tidak memperhatikan proses keseimbangan ekosistem.(5) 97
Kusumaratna
Bila keseimbangan ekosistem tersebut tidak dijaga, maka bencana alamlah yang akan datang. Berdasarkan konsep dasar penanganan bencana, yang perlu diperhatikan adalah (1) manajemen dan perencanaan organisasi kedaruratan dan bencana, (2) perencanaan dan mitigasi untuk kedaruratan dan bencana. (9) Perencanaan penanganan bencana penting dilakukan baik sebelum (mitigasi), selama (respons) dan setelah (rehabilitasi) kejadian. (9) Koordinasi dan pengorganisasian antar lintas sektoral harus dilakukan dalam tindakan penyelamatan. Perencanaan tempat penampungan yang sesuai dengan kondisi sehat untuk mencegah penularan penyakit akut di kalangan penghuni. Kelompok beresiko sebaiknya mendapat perhatian yang lebih besar, mengingat rentannya terhadap penularan yang terjadi dikarenakan kondisi pengungsian. Apabila di dalam perencanaan dasar dilakukan sesuai dengan tahapan tersebut, diharapkan dapat mengurangi kerugian yang diderita baik secara materi ataupun jiwa, mengurangi kejadian kesakitan, mengurangi dampak resiko stres dan isolasi sosial, penanganan fasilitas penting sesuai kebutuhan.
Penanganan kesehatan pada banjir
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nugroho Abikusno atas dukungan yang diberikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada para mahasiswa yang membantu pelaksanaan studi ini. Daftar Pustaka 1.
2.
3. 4.
5. 6.
7.
KESIMPULAN Penyakit utama yang diderita pasien adalah infeksi saluran napas atas, penyakit kulit, dan diare. Semakin tinggi kedalaman air semakin tinggi insidens penyakit. Pendanaan dan sumber material yang diperlakukan cukup memadai, tetapi pengadaan obat kurang sesuai dengan petunjuk teknis penanggulangan bencana.
98
8.
9.
Departemen Kesehatan. Menanggulangi masalah kesehatan akibat banjir. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2002. Perez, RT. Typhoons, floods, droughts and other meteorological hazards. DMHA Program. University of Hawaii at Manoa; 2001. Abikusno N. Definisi bencana. Presented at Konas JEN X, Malang, 30 Jan-1 Feb 2003. Chiras DD. Environmental science. A framework for decision-making. 2 nd . California: The Benjamin/Cummings Publ. Inc; 1985. Slamet JS. Kesehatan Lingkungan. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. Direktorat Jendral PPM dan PLP. Petunjuk teknis kesiap-siagaan dan penanggulangan bencana bidang penyakit menular dan kesehatan lingkungan. Jakarta. Departemen Kesehatan; 1997/1998. Departemen Kesehatan. Pengobatan Yang Rasional di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan; 1996. The Sphere Project Handbook–Humantarian and minimum standards in disaster. Avaiable from U R L : h t t p : / / w w w. s p h e r e p r o j e c t . o r g / handbook_index.htm. Abikusno N. Disaster management. Presented at Seminar Pedoman Penanggulangan Banjir Bidang Kesehatan DKI Jakarta, Hotel Indonesia, Nov.19, 2002.