Sekretariat Negara Republik Indonesia
Penanganan Banjir Jabodetabek (Belajar dari Pengalaman Banjir Missisippi Tahun 1993) Rabu, 09 Januari 2013
Penyebab banjir
Curah hujan yang tinggi, kondisi tanah yang sudah jenuh air mengakibatkan terjadinya aliran permukaan (run-off) yang mengalir melalui permukaan tanah untuk selanjutnya mengalir ke anak-anak sungai dan seterusnya masuk ke sungai. Ketika kapasitas anak-anak sungai maupun sungai terlampaui maka air akan melimpah keluar tanggul sungai dan akan menggenangi wilayah di sekitarnya (floodplain area).
Fenomena tersebut diatas dapat terjadi di dataran banjir (flood plain area) di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) atau di dataran rendah Mamberamo (Papua) maupun di dataran di sepanjang S. Missisippi Amerika Serikat karena ketiga tempat ini sama-sama merupakan floodplain area. Frekuensi dan intensitas banjir di Jabodetabek, di Missisippi dan di Mamberamo sama-sama berpotensi menimbulkan banjir besar. Perbedaannya banjir di dataran rendah Mamberamo tidak pernah dipermasalahkan karena kawasan ini tidak/hampir tanpa penghuni, sedangkan banjir di Jabodetabek dan di Missisippi merupakan masalah besar karena floodplain area Jabodetabek dan Missisippi padat dengan kawasan hunian dan kawasan budidaya.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Peran manusia dalam masalah banjir
Curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan terjadinya banjir sudah merupakan fenomena alam, tetapi kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir adalah risiko yang terjadi akibat tindakan manusia karena manusia memanfaatkan floodplain area. Tindakan manusia yang berpotensi menimbulkan banjir tersebut antara lain:
- Deforestasi di daerah tangkapan hujan di hulu. - Perubahan penggunaan lahan didaerah tangkapan hujan, sehingga air hujan cepat bertransformasi menjadi aliran permukaan (run off). - Penimbunan atau pengurugan situ-situ dan rawa-rawa yang selama ini merupakan tempat atau storage penampungan air dikonversi menjadi lahan permukiman dan lahan budidaya. - Penggunaan floodplain area sebagai tempat permukiman dan kegiatan budidaya. - Pemompaan air tanah pada tingkat yang tidak berkelanjutan yang mengakibatkan terjadinya penurunan permukaan tanah (land subsidence) sehingga ketika terjadi banjir air tidak bisa mengalir secara gravitasi.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Selama kelima aktivitas tersebut terus berlangsung selama itu pula permasalahan dan risiko kerugian yang ditimbulkan oleh banjir akan terjadi secara terus menerus dan berulang-ulang.
Pada tataran global, faktor perubahan iklim yang antara lain diduga akibat peningkatan emisi gas rumah kaca ke atmosfir telah dan akan mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi dan intensitas badai tropis yang pada gilirannya meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir. Masalah ini tentunya tidak bisa ditangani secara parsial pada tingkat lokal atau nasional. Namun demikian upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui penerapan teknologi produksi yang ramah lingkungan dan konservasi hutan gambut maupun kegiatan penanaman pohon merupakan upaya tingkat lokal/nasional yang akan berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca pada tingkat global.
Keterbatasan peran teknologi dalam pengendalian banjir
Pada tahun 1993 Amerika Serikat mengalami banjir yang sangat dahsyat yang menimpa kawasan yang sangat luas di sepanjang bagian hulu dan tengah S. Missisippi (Upper and middle Missisippi) meliputi 9 Negara Bagian (State) dengan lama genangan antara 100 sampai 200 hari dan luas genangan sekitar 15 juta acres (6 juta hektar) dan sekitar 10.000 rumah hancur dengan total kerugian mencapai USD 15,7 miliar.
Banjir tahun 1993 ini menunjukkan betapa tidak berdayanya berbagai infrastruktur pengendali banjir berupa waduk (dam) dan tanggul (levee) serta saluran dan pompa yang dibangun oleh US Army Corps of Engineer di sepanjang S. Missisippi. Memang tanpa infrastruktur pengendali banjir kerugian diperkirakan akan lebih tinggi mencapai sekitar USD 34,7 miliar.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Fakta dari banjir Missisippi tahun 1993 tersebut menunjukkan bahwa infrastruktur pengendali banjir tidak mampu mengatasi banjir besar. Infrastruktur pengendali banjir hanya mampu mengurangi risiko dampak yang ditimbulkan akibat banjir.
Selain faktor teknologi kebijakan pengendalian banjir dilakukan dengan mempertimbangkan kelayakan dari sisi finansial atau anggaran yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur pengendalian banjir dan tingkat risiko banjir yang akan diatasi. Ketika biaya pembangunan infrastruktur pengendalian banjir jauh melampaui nilai risiko kerugian yang ditimbulkan oleh banjir maka dari sisi finansial pembangunan infrastruktur pengendalian banjir menjadi tidak layak. Itulah sebabnya kebijakan pengendalian banjir tidak dilakukan dengan biaya tidak terbatas (at all cost). Pertimbangan ini pulalah yang menyebabkan Amerika Serikat akhirnya memutuskan untuk memindahkan kota Velmeyer di Illinois dan kota Rhineland di Missouri ke lokasi yang lebih tinggi setelah banjir tahun 1993 karena dari sisi finansial biayanya jauh lebih murah dibandingkan membangun infrastruktur pengendalian banjir.
Belajar dari pengalaman banjir S. Missisippi tahun 1993
Memetik pelajaran dan pengalaman dari banjir S. Missisippi tahun 1993 tersebut, Pemerintah AS mengubah cara pandang menghadapi banjir dari pendekatan struktural (melawan banjir) ke pendekatan floodplain management (menghindari risiko atau jika tidak bisa dihindari meminimalkan risiko serta melakukan mitigasi dampak jika terjadi banjir), melalui langkah-langkah sebagai berikut:
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
a) Menghindari risiko penggunaan floodplain, dengan cara:
 -
Menghentikan konversi atau perusakan wetland (rawa-rawa).
 Mengosongkan daerah floodplain berisiko tinggi atau flood prone area. Dua kota yaitu Velmeyer di Illinois dan Rhineland di Missouri direlokasi ketempat yang lebih tinggi setelah banjir tahun 1993.
b) Meminimumkan dampak jika risiko penggunaan floodplain tidak bisa dihindari, dengan cara:
 Membangun infrastruktur pengendali banjir berupa saluran dan tanggul serta pompa.
 Meninggikan bangunan rumah dan prasarana jalan/jembatan.
 Menyiapkan flood warning system.
c) Melakukan mitigasi dampak jika terjadi bencana banjir.
 Menyiapkan institusi, dana, peralatan dan tempat untuk mengevakuasi korban jika banjir terjadi.
 http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Menyiapkan makanan dan obat-obatan selama masa evakuasi berlangsung.
 -
Menyiapkan sistem asuransi banjir.
d) Melakukan ketiga langkah di atas dengan mempertimbangkan perlindungan dan perbaikan lingkungan.
Dari sisi institusi peran dan tanggungjawab Pemerintah Federal, Pemerintah State dan Pemerintah Lokal dalam floodplain management diperjelas dan dirinci, sehingga jelas pembagian tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan keempat langkah diatas.
Bagaimana dengan banjir Jabodetabek?
Banjir di Jabodetabek tidak dapat kita cegah dan akan terus terjadi, tetapi risiko yang ditimbulkan banjir kalau http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
kita mau dapat kita hindari atau paling tidak dapat kita kurangi.
Pendekatan struktural dengan membangun prasarana fisik untuk pengendalian banjir merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak banjir. Penyelesaian Kanal Banjir Timur (KBT) dan normalisasi beberapa sungai terutama S. Ciliwung serta jika dipandang perlu melakukan peningkatan kapasitas Kanal Banjir Barat (KBB) perlu segera direalisasikan.
Pola floodplain management yang ditempuh AS dalam mengatasi banjir dapat juga kita adopsi untuk menghadapi banjir Jabodetabek, yaitu:
a)
Mempertahankan atau kalau bisa memperbaiki daerah tangkapan hujan watershed di bagian hulu.
 Membekukan perubahan land use di watershed S. Ciliwung dan S. Cisadane beserta anak-anak sungainya.
 Melakukan konservasi lahan di watershed S. Ciliwung dan S. Cisadane.
 Melakukan reboisasi di watershed S. Ciliwung dan S. Cisadane.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
b) Menghindari risiko penggunaan floodplain di kawasan Jabodetabek.
 Menghentikan konversi atau perusakan wetland (rawa-rawa dan situ-situ) termasuk reklamasi rawa-rawa di pantai Utara Jakarta.
 Mengosongkan daerah floodplain berisiko tinggi atau flood prone area di sepanjang bantaran sungai dan daerah back levee (belakang tanggul sungai yang rendah) dari permukiman dan menjadikan daerah tersebut sebagai kawasan penghijauan maupun sebagai situ-situ baru tempat penampungan air.
 Menyiapkan tempat relokasi permukiman baru dari penduduk yang dipindahkan dari flood prone area dan back levee.
 Menempelkan papan peringatan daerah risiko tinggi banjir sehingga masyarakat memiliki informasi tentang wilayah banjir.
c) Meminimumkan dampak jika risiko penggunaan floodplain Jabodetabek tidak bisa dihindari.
 Membangun infrastruktur pengendali banjir berupa saluran dan tanggul serta pompa.
 Meninggikan bangunan rumah dan prasarana jalan.
 Menyiapkan flood warning system. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
 Menata kawasan permukiman dan menyiapkan jalur evakuasi.
d) Melakukan mitigasi dampak jika terjadi bencana banjir.
 Menyiapkan institusi, dana, peralatan dan tempat untuk mengevakuasi korban jika terjadi banjir.
 Menyiapkan makanan dan obat-obatan untuk pengungsi selama masa evakuasi berlangsung.
 Menyiapkan sistem asuransi banjir.
e) Menata kembali kejelasan fungsi dan tanggungjawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan keempat langkah di atas.
Sebagai referensi dalam menyusun program Floodplain Management untuk wilayah Jabodetabek, data banjir tahun 1996 dan tahun 2007 kiranya dapat digunakan untuk memetakan daerah yang masuk dalam kategori risiko tinggi yang harus dikosongkan.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Kesimpulan dan Saran
Dari uraian diatas dapat disimpulkan antara lain hal-hal sebagai berikut:
Frekuensi dan intensitas banjir di Missisippi Amerika Serikat, di Jabodetabek dan di Mamberamo sama-sama berpotensi menimbulkan banjir besar. Perbedaannya banjir di dataran rendah Mamberamo tidak pernah dipermasalahkan karena kawasan ini tidak/hampir tanpa penghuni, sedangkan banjir di Jabodetabek dan di Missisippi merupakan masalah besar karena floodplain area Jakarta dan Missisippi padat dengan kawasan hunian dan kawasan budidaya.
Fakta dari banjir Missisippi tahun 1993 menunjukkan bahwa infrastruktur pengendali banjir tidak mampu mengatasi banjir besar. Infrastruktur pengendali banjir hanya mampu mengurangi risiko dampak yang ditimbulkan akibat banjir.
Dari sisi finansial upaya pengendalian banjir tidak dilakukan dengan biaya tak terbatas (at all cost). Ketika biaya pembangunan infrastruktur pengendalian banjir jauh melampaui nilai risiko kerugian yang ditimbulkan oleh banjir maka dari sisi finansial pembangunan infrastruktur pengendalian banjir menjadi tidak layak.
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Memetik pelajaran dan pengalaman dari banjir S. Missisippi tahun 1993, Pemerintah AS mengubah cara pandang menghadapi banjir dari pendekatan struktural (melawan banjir) ke pendekatan floodplain management (menghindari risiko atau jika tidak bisa dihindari) meminimalkan risiko serta melakukan mitigasi dampak jika terjadi banjir.
Dari sisi institusi peran dan tanggungjawab Pemerintah Federal, Pemerintah State dan Pemerintah Lokal dalam melakukan floodplain management diperjelas dan dirinci.
Banjir di Jabodetabek tidak dapat kita cegah dan akan terus terjadi, tetapi risiko yang ditimbulkan banjir kalau kita mau dapat kita hindari atau paling tidak dapat kita kurangi. Pendekatan struktural dengan membangun prasarana fisik untuk pengendalian banjir merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak banjir.
Pola floodplain management yang ditempuh AS dalam mengatasi banjir dapat juga diadopsi untuk menghadapi banjir Jabodetabek. Untuk itu penataan kembali kejelasan fungsi dan tanggungjawab Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi (DKI, Jabar dan Banten) dan Pemerintah Kabupaten/Kota terkait perlu dilakukan.
( Chairil Abdini / Hamidi Rahmat )
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09
Sekretariat Negara Republik Indonesia
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 19 January, 2017, 17:09