BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan dengan korelasi antar sumur dan interpretasi stratigrafi seismik. Analisis dilakukan untuk mengenali hubungan antar lapisan batuan pada suatu perulangan kronostratigrafi dalam ruang dan waktu yang terlihat secara tidak langsung pada log sumur dan reflektor seismik yang berkaitan dengan strata yang dibatasi oleh permukaan yang mengalami erosi atau keselarasan lain yang berhubungan atau tidak adanya pengendapan. Selain mengenali dan menentukan batas sekuen dan maximum flooding surface, analisis sekuen juga mengetahui bagaimana perkembangan system-tract dan pola sedimentasi pada paket parasekuen. Pada penampang seismik terlihat pada fasies seismik, kuat lemahnya dan menerus tidaknya reflektor seismik. Keadaan tersebut sebagai pengaruh turun-naiknya muka laut relatif dan kecepatan sedimentasi yang dicerminkan dalam urutan transgresi dan regresi dari lapisan sedimen. Berdasarkan pada analisis dan integrasi motif log sumur dan penafsiran biostratigrafi, pembagian sekuen pada Formasi Tarakan umur Pliosen dihasilkan dua paket sekuen, Sekuen T1 dan T2. Dari data 12 sumur, pada sekuen T1 memiliki ketebalan antara 350 – 670 m dengan lokasi paling tebal di sumur OB-B1 atau di bagian utara tengah lokasi penelitian. Ketebalan sekuen T2 terhitung berkisar 324 – 580 m dengan lokasi paling tebal dijumpai pada sumur Bayan A1 atau di wilayah utara bagian barat. Analisis lebih lanjut pada setiap sekuen dari hasil korelasi batas sekuen antar sumur ditafsirkan pada masing-masing sekuen memiliki tiga paket system tract yaitu LST, TST dan HST. Hadirnya lowstand system tract (LST) pada kedua sekuen menandakan telah terjadi penurunan muka air laut secara cepat (forced regression) pada awal sekuen (SB-T1 dan SB-T2)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
45
V.1.1 Analisis System Tract pada Sekuen T-1 a. Lowstand System Tract (LST) Paket LST dibatasi di bagian bawah oleh batas sekuen SB-T1 dan Trasgressive surface (TS) yang menjadi awal dari TST. Pada paket LST dicirikan secara umum oleh blocky shape pada motif log Vsh dan perubahan lingkungan secara tiba-tiba. Perubahan lingkungan ini terekam jelas pada sumur Kantil-1, OB-B1 dan Vanda-1 dari dari inner-neritic atas menjadi lingkungan supra-tidal (Gambar V.1). Bentuk blocky atau silindris dijumpai pada sumur Bayan A1 yang ditafsirkan sebagai endapan gosong pasir (sand bar). Pada sumur ini nilai Vsh 0,1-0,05 dengan tebal 110 m yang ditafsirkan berada di tengah gosong delta. Perlapisan batupasir dan serpih di sumur Kantil-1 memberikan informasi bahwa paket LST ini dapat dibagi menjadi dua parasekuen. Parasekuen di bawah masih dominan serpih namun di atasnya berubah ke blocky dengan ketebalan batupasir 55 m. Perubahan parasekuen ini bisa diperkirakan selama LST terjadi dua kali regresi, regresi pertama di lokasi Kantil-1 masih pada perbatasan supra-tidal dengan intertidal dan pada regresi kedua telah berubah menjadi lower supratidal dengan sistem pengendapan dominan fluvial-tidal dominated delta. Kedua parasekuen ini membentuk paket mengkasar ke atas dan lapisan pasir menebal ke atas dengan pola sedimentasi progradasi (progradational parasequence set). Di wilayah offshore sebelah timur dari Kantil-1 dan wilayah selatan (Iris-1 ke timur) motif log Vsh berubah menjadi gerigi (saw teeth) yang mengindikasikan erosi pada batas sekuen tidak lagi dominan dengan lingkungan pengendapan di lower intertidal sampai inner-neritic yang bahkan mencapai sumur Vanda-1 di ujung timur (Gambar V.2).
b. Transgressive System Tract (TST) Dari sumur Mengatal-1, Iris-1 dan Bunyu-1, pada paket TST yang dibatasi di bagian bawah oleh Trasgressive surface (TS) dan maximum flooding surface (MFS), dapat dibagi menjadi tiga parasekuen membentuk pola retrogradational parasequence set dengan motif log Vsh berupa bell shaped sampai irregular shaped. Hal tersebut mencerminkan perubahan litologi yang semakin menghalus ke atas, menipis ke atas dan menunjukkan energi melemah ke arah atas. Informasi tersebut mengindikasikan terjadi transgresi yang mengubah lingkungan upper-
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
46
middle intertidal dengan unit pengendapan gosong pasir (sand bar) ke lower intertidal sampai inner-neritic. Dari data biostratigrafi, di sumur Dahlia-1
terjadi perubahan lingkungan yang awalnya
intertidal menjadi inner-neritic. Bahkan pada sumur Vanda-1 di paling timur, lingkungan pengendapan berubah cepat dari supra-tidal ke inner-neritic dan secara litologi berubah cepat dari sedimen klastik menjadi batugamping (Lampiran-2f). Pada sumur Bayan A1 dan Mengatal-1 dengan ketebalan 95- 120 m dan motif log Vsh berbentuk silindris mencerminkan bahwa selama fase TST, lingkungan pengendapan masih stabil di gosong mulut delta yang berarti selama terjadinya transgresi, lingkungan pengendapan di wilayah ini relatif tidak berubah drastis. Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena influx sediment cukup besar dan kontinyu.
c. Highstand System Tract (HST) Lapisan sedimen pada paket HST dibatasi oleh MFS di bagian bawah dan batas sekuen ke-2 pada Formasi Tarakan (SB-T2). Analisis log Vsh pada sumur Mengatal-1 dan Kantil-1 terlihat paket HST dapat dipilah menjadi empat parasekuen membentuk progradational parasequence set. Di sumur Bayan A1, pola sedimentasi cenderung ke agradational parasequence set. Secara umum, ketebalan paket HST di kedua belas sumur berkisar dari 260 – 540 m. Endapan HST dicirikan dengan motif log Vsh berupa funnel shape dan silindris di bagian barat atau di Pulau Tarakan, dan di near offshore utara pada sumur Kantil-1. Funnel shaped dan irregular terlihat dominan di bagian timur seperti pada Iris-1, OB-B1, Vanda-1 dan Dahlia-1. Motif log Vsh funnel shaped mengindikasikan perubahan litologi yang semakin kasar ke atas dan menunjukkan energi yang menguat ke atas dan ditafsirkan sebagai endapan proximal to distal sand-bar di wilayah inter-tidal, sedangkan motif log irregular didominasi oleh perselingan batupasir dan batulempung dan ditafsirkan sebagai endapan tidal-plain di wilayah inter-tidal. Bahkan dari data biostratigrafi, lokasi sumur Vanda-1 pada lingkungan outerneritic ke inner-neritic dan lokasi Dahlia-1 di daerah inner neritic. Bentuk relatif silindris dan funnel-shape dengan empat bagian parasekuen nampak pada sumur Bayan A1, Mengatal-1, Selipi-1 dan Sesanip-1 yang mencerminkan selama HST, perubahan permukaan relatif muka laut cukup stabil dengan influx sediment kontinyu dan relatif besar. Ketebalan sedimen batupasir pada sumur Bayan A1 yang memiliki nilai rata-rata Vsh 0,12
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
47
mencapai 340 m. Selama HST dari bentuk log tersebut, Pulau Tarakan sebagian besar merupakan endapan gosong pasir di area middle-lower supra-tidal dari sistem tidal-fluvial dominated delta.
V.1.2 Analisis System Tract pada Sekuen T2 a. Lowstand System Tract (LST) Pada paket LST di sekuen T2 dibatasi di bagian bawah oleh batas sekuen SB-T2 dan Trasgressive surface (TS-T2) yang menjadi awal dari paket TST-T2. Pada paket LST ini dicirikan secara umum oleh blocky shape pada motif log Vsh dan berangsur berubah ke arah timur menjadi blocky shape lebih tipis dan saw-teeth di bagian atas. Perubahan bentuk log Vsh dari arah barat ke timur ini merefleksikan perubahan lingkungan dari proximal-distal sand bar pada area supratidal di di lokasi sumur Mengatal-1, Kantil-1, Sesanip-1 dan Selipi-1 menjadi lingkungan middle to lower intertidal dan inner-neritic di sumur OB-B1, Iris-1, Bunyu C1 dan Dahlia-1. Pada lokasi Mengatal-1 dengan endapan LST memiliki ketebalan 210 m dan nilai Vsh 0,14 ditafsir sebagai endapan gosong pasir di wilayah proximal tidal-fluvial dominated delta. Di lokasi Iris-1 dan Bunyu-1, lapisan LST dengan respon log bell shape diindikasikan sebagai endapan lower tidal channel di lingkungan marginal deltaic plain (Gambar V.3). Berdasarkan karakter log, paket LST dapat dipilah menjadi dua parasekuen. Batas parasekuen adalah sisipan serpih yang nampak jelas pada sumur Kantil-1, OB-B1, Vanda-1 dan Iris-1. Namun di area Pulau Tarakan (Mengatal-1, Bayan A1) kurang terlihat. Secara umum dua parasekuen ini membentuk pola sedimenasi agradational parasequence set. Di wilayah offshore timur lebih nampak pola perulangan bell shape dan irreguler shape.
b. Transgressive System Tract (TST) Paket TST di sekuen T2 dibatasi oleh Trasgressive surface (TS) dan maximum flooding surface (MFS) yang dapat pilah menjadi dua parasekuen membentuk pola agradational parasequence set di bagian barat dan timur sebelah utara, dan pola retrogradational parasequence set dengan motif log Vsh berupa bell shaped di sebelah timur tenggara. Dari penafsiran data biostratigrafi, secara umum lingkungan pengendapan berada di antara supra-tidal ke inter-tidal. Untuk sumur Dahlia-1 dan Vanda-1 yang lebih ke basinward di lingkungan lower intertidal dan inner-neritic.
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
48
Mengenai kedua parasekuen, di wilayah barat cenderung seragam dengan respon Vsh blocky shape yang mencerminkan endapan gosong pasir di area tidal-fluvial dominated delta. Di wilayah tenggara, endapan di parasekuen bawah dengan motif Vsh bell shape atau menghalus ke atas mencerminkan endapan retrogradasi yang bisa ditafsirkan sebagai endapan tidal channel. Namun untuk parasekuen sebelah atas dengan motif Vsh yang irreguler shape mengindikasikan di lingkungan tidal flat atau marginal deltaic plain pada wilayah intertidal. Dari informasi dua parasekuen ini dapat dinyatakan selama pengendapan HST, perubahan relatif muka air laut cenderung naik secara kontinyu sampai maximum flooding surface yang menjadi batas atas dari paket TST.
c. Highstand System Tract (HST) Lapisan sedimen untuk paket HST di sekuen T2 dibatasi oleh MFS di bagian bawah dan batas sekuen ke-3 (SB-T3). Analisis log Vsh pada sumur Mengatal-1, Sesanip dan Bayan A1 terlihat paket HST dapat dibagi menjadi tiga parasekuen membentuk progradational parasequence set Pada sumur Mengatal-1 ketiga parasekuen yang berpola progradational parasequence set memiliki ketebalan 240 m dan nilai Vsh 0,1 sebagai endapan proximal delta sand-bar di wilayah supra-tidal sampai upper intertidal. Endapan HST di sekuen ini dicirikan dengan motif log Vsh berupa funnel shape yang berulang terutama di bagian barat atau di Pulau Tarakan. Ketebalan parasekuen antara 65 – 120 m. Pada sumur OB-B1 nampak pada lapisan parasekuen terbagi oleh perulangan lapisan sedimen batupasir dan serpih dengan tebal lapisan 10 – 20 m yang menandakan lingkungan pengendapan sekitar tidal plain di lower intertidal. Motif log Vsh funnel shaped mengindikasikan perubahan litologi yang semakin kasar ke atas dan menunjukkan energi yang menguat ke atas dan ditafsirkan sebagai endapan gosong pasir di upper intertidal, sedangkan motif log irregular di sumur OB-B1 dan Dahlia-1 didominasi oleh perselingan batupasir dan batulempung dan ditafsirkan sebagai endapan tidal plain di lower intertidal. Dari data biostratigrafi, lokasi sumur Vanda-1 pada lingkungan inner neritic di awal HST dan berangsur regresi ke lower dan upper inter-tidal. Litologi di sumur Vanda-1 dominan serpih yang diselingi lapisan batugamping.
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
49
50
50
Analisis system-tract dan parasekuen pada Sekuen T1 dan T2 di wilayah utara lokasi penelitian dari arah barat (Bayan A1) ke timur (Vanda-1)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Gambar V.1
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
51
51
Gambar V.2 Analisis system-tract dan parasekuen pada Sekuen T1 dan T2 di di wilayah selatan lokasi penelitian dari arah barat-barat daya (Sesanip-1) ke timur timur-tenggara (Dahlia-1)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
52
52
Gambar V.3 Analisis system-tract dan parasekuen pada Sekuen T1 dan T2 di lintasan utara (OB-B1) – selatan (Dahlia-1) di wilayah bagian tengah lokasi penelitian
V.2 Analisis dan Interpretasi Stratigrafi Seismik Setelah dilakukan interpretasi terhadap 28 penampang seismik dengan menarik tiga top horizon (SB-T1, SB-T2 dan SB-T3) hasil pengikatan dengan sumur pemboran, aspek seismik stratigrafi meliputi fasies seismik, kemenerusan reflektor dan terminasi pada batas bawah dan atas dari masing-masing batas sekuen. Secara regional, reflektor seismik memiliki tingkat variasi yang tinggi. Umumnya diskontinyu dengan clinoform progradasi. Terminasi onlap di bagian barat dan top lap di lapisan bawah batas sekuen T1 di wilayah tengah – barat menunjukkan kenaikan muka air laut yang cepat (forced regression). Di bagian utara di wilayah tengah, nampak indikasi toplap di lapisan bawah dari di SB-T1, SB-T2 dan SB-T3,. Pada Sekuen T1 di sebelah timur Sumur Kantil-1 terlihat reflektor kuat (Gambar V.4). Reflektor yang kuat ini ditafsirkan lapisan batupasir pada gosong delta selama fase regresi pada LST yang didukung kenampakan reflektor berupa hummocky dan hummocky clinoforms sebagai indikator sedimentasi progradasi.Hal ini tercermin dari respon log bell shape. Bidang reflektor pada sekuen T2 terlihat pola sub-paralellel sampai parallel dan di beberapa tempat dijumpai hummocky menunjukkan bidang perlapisan menerus dan di beberapa tempat melensa. Hal in menjadi ciri dari lingkungan intertidal di sekitar tidalfluvial dominated delta. Kenampakan refllektor yang lemah sampai sedang menunjukkan perlapisan serpih cukup dominan pada lingkungan lower intertidal sampai inner-neritic (Gambar V.4). Pada penampang seismik L71a-s86 terminasi onlap terlihat di SP.3092 pada batas sekuen SB-T2. Didukung kenampakan fasies seismik hummocky clinoforms pada sekuen T2 menunjukkan adanya pola sedimentasi progradasi. Pada sekuen T2 dengan batas sekuen di bawah (SB-T2) terjadi forced regression atau karena kenaikan relatif muka air laut yang cepat merupakan sekuen tipe-1. Pada sekuen T1 terlihat fasies seismik sub-parallel dengan reflektor kuat pada SP.3412 - 3092 dan berangsur lemah ke timur yang mengindikasikan lingkungan pengendapan middle intertidal di wilayah tengah dan berangsur berubah ke lower intertidal sampai inner-neritic pada wilayah tengah - timur.
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
53
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
54
Gambar V.4 Analisis stratigrafi seismik pada empat penampang seismik di wilayah offshore timur Pulau Tarakan
54
V.3 Distribusi dan Kualitas Reservoir Analisis distribusi reservoir dan penentuan kualitas reservoir dilakukan secara vertikal dan lateral. Analisis secara vertikal dilakukan dengan menghitung, mengamati dan menafsirkan keterdapatan lapisan net-reservoir pada masing-masing system tract di Sekuen T1 dan sekuen T2. Untuk analisis secara lateral digunakan salah satu contoh parasekuen yang ditafsirkan sebarannya secara lateral pada masing-masing system tract di Sekuen T1 dan T2. Integrasi dari kedua analisis secara vertikal dan lateral ini akan menentukan lapisan net-reservoir yang ideal pada setiap system-tract pada sekuen T1 dan T2 yang selanjutnya dilakukan analisis kualitas reservoir. Secara umum dari pengamatan kedua sekuen, ketebalan net-reservoir di wilayah barat yang diwakili empat sumur (Mengatal-1, Sesanip-1, Selipi-1 dan Bayan A1) memiliki ketebalan antara 363 – 524 m dengan prosentase NTG 67,8 – 91,2%. Ketebalan netreservoir ke timur semakin menurun. Di wilayah tengah tebal net-reservoir antara 134 – 343 m dan di wilayah timur (OB-B1 dan Dahlia-1) hanya antara 32 – 238 m (Tabel V.1). Tabel V.1 Hasil prosentase NTG dari ketebalan Gross dan Net Reservoir pada setiap sekuen di sumur pemboran di tiga wilayah lokasi Penelitian Letak Wilayah
Nama Sumur Mengatal-1
Wilayah Barat
Sesanip-1 Selipi-1 Bayan A1 Kantil-1
Wilayah Tengah
Iris-1 Bunyu C1 OB-B1
Wilayah Timur Dahlia-1
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Sekuen Sekuen T2 Sekuen T1 Sekuen T2 Sekuen T2 Sekuen T2 Sekuen T1
Reservoir Gross Net 526 478 535 363 542 468 622 524 501 457 584 519
NTG (%) 90.9 67.8 86.4 84.2 91.2 88.9
Sekuen T2 Sekuen T1 Sekuen T2 Sekuen T1 Sekuen T2 Sekuen T1
540 496 305 346 429 324
343 295 152 134 281 134
63.5 59.5 49.8 38.8 65.5 41.3
Sekuen T2 Sekuen T1 Sekuen T2 Sekuen T1
665 431 403 393
238 45 65 32
35.8 10.4 16.1 8.1
55
Ditinjau dari perbandingan antara sekuen T1 dan sekuen T2, pada sebagian besar sumur menunjukkan sekuen T2 memiliki net-reservoir lebih tebal dan prosentase NTG lebih besar walaupun gross reservoir lebih tipis. Pada sumur Sumur Mengatal-1 dengan ketebalan sekuen T2 526 m, net-reservoir mencapai 478 m atau NTG 91%. Sedangkan pada sekuen T1 dengan tebal 535 m, kandungan net-reservoir 362 m atau NTG 68%. Semakin ke timur, prosentase net to gross reservoir (NTG) semakin menurun, pada sumur Kantil-1 di sekuen T2, NTG adalah 63,5%, namun pada sekuen T1 hanya mencapai 59,5%. Pada sumur ini, ketebalan net-reservoir untuk untuk sekuen T2 343 m dan di sekuen T1 295 m. Untuk sumur OB-B1, tebal net-reservoir di sekuen T2 238 m dan NTG 35%. Adapun di sekuen T1, ketebalan net reservoir hanya 45 m dengan NTG 10,4%. Pada sumur OB-B1, ketebalan net-reservoir 238 m pada sekuen T2, tapi untuk sekuen T1 hanya 45 m. Mengenai sumur Vanda-1 karena terletak di sebelah timur lokasi penelitian yang berjarak 26,2 km dan sistem pengendapan telah berubah ke sistem karbonat, untuk distribusi reservoir diabaikan. Mengenai analisis kualitas reservoir dibatasi pada nilai rata-rata volume serpih (Vsh) dan porositas efektif pada lapisan net-reservoir di level parasekuen ideal yang telah ditentukan. Nilai rata-rata Vsh dihitung pada zone net reservoir dalam satu parasekuen yang telah dilakukan cut-off 50%. Nilai rata-rata porositas dikalkulasi pada zone net reservoir dalam satu parasekuen setelah digunakan cut-off 12%. Dari pengamatan secara umur, perbandingan kualitas reservoir antara sekuen T1 dengan sekuen T2 seperti halnya ketebalan net-reservoir dan prosentase NTG bahwa pada sekuen T2 yang lebih muda memiliki nilai Vsh lebih rendah dan porositas efektif lebih tinggi daripada sekuen T1. Contoh ideal pada sumur A1 yang terletak di wilayah barat bagian utara terlihat pada paket HST, nilai Vsh hanya 3,5 – 8,0 % dan porositas efektif mencapai 32 – 38%. Hal ini cukup berbeda dibandingkan pada paket HST di sekuen T1 yang memiliki nilai Vsh 8 – 16 % dan nilai porositas efektif 18 – 27% (Gambar V.5). Hasil integrasi antara analisis dan korelasi stratigrafi sekuen dengan hasil distribusi dan kualitas reservoir pada data sumur pemboran di lintasan barat – timur bagian utara dan bagian selatan, juga lintasan dari arah utara ke selatan dapat dilihat pada Gambar V.5, Gambar V.6 dan Gambar V.7
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
56
57
57
Integrasi hasil analisis stratigrafi sekuen dengan distribusi dan kualitas reservoir di wilayah utara lokasi penelitian dari arah barat (Bayan A1) ke timur (Vanda-1)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Gambar V.5
58
58
Integrasi hasil analisis stratigrafi sekuen dengan distribusi dan kualitas reservoir di wilayah selatan lokasi penelitian dari arah barat barat-daya (Sesanip-1) ke arah timur timur-tenggara (Dahlia-1)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Gambar V.6
59
59
Integrasi hasil analisis stratigrafi sekuen dengan distribusi dan kualitas reservoir di lintasan dari utara (OB-B1) ke selatan (Dahlia-1) di wilayah bagian tengah lokasi penelitian
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Gambar V.7
V.3.1 Distribusi Reservoir Analisis distribusi reservoir secara vertikal pada system tract di sekuen T1 dan T2 dilakukan pada sembilan sumur yang terbagi menjadi tiga wilayah; barat, tengah dan timur. Analisis dengan melakukan korelasi di tiga lintasan dilakukan untuk memilih paket parasekuen yang ideal pada setiap system tract. Korelasi dilakukan pada lintasan arah barat - timur di bagian utara (Gambar V.5), pada lintasan arah barat laut – tenggara di bagian selatan (Gambar V.6) dan lintasan arah utara ke selatan (Gambar V.7). Hasil analisis dari ketiga lintasan tersebut dipilih tiga parasekuen ideal pada masingmasing system tract pada sekuen T1 dan T2. Pada sekuen T1 dipilih parasekuen ke-2 pada LST yaitu P2-LST, di paket TST dipilih parasekuen ke-1 P1-TST dan untuk paket HST dipilih parasekuen ke-4 P4-HST. Adapun untuk sekuen T2, parasekuen yang dipilih untuk mewakili system-tract yaitu parasekuen P2-LST, P2-TST dan P3-HST. Di wilayah barat yang memiliki net-reservoir paling tebal dan prosentase NTG terbesar di bandingkan wilayah tengah dan timur, ketiga parasekuen yang pilih di sekuen T1 dan T2 memiliki tebal net-reservoir antara 25 – 143 m dengan prosentase NTG 34 – 99%. Pada sekuen T1, parasekuen P4-HST memiliki net-reservoir lebih tebal daripada parasekuen P1TST dan P2-LST. Pada sumur Mengatal-1, tebal net-reservoir P4-HST adalah 80 m dengan NTG 87%. Hal ini sangat kontras dibandingkan pada P1-TST yang hanya 38 m dan P2-LST 25 m dengan NTG 34%. Pada sumur Bayan A1, tebal net-reservoir P4-HST 143 m dengan NTG 85%, namun pada P1-TST hanya 26 m dengan NTG 70% dan parasekuen P2-LST 79 m dengan NTG 85%. Pada sekuen T2, parasekuen P2-LST dan P2-HST umumnya memiliki net-reservoir lebih tebal dan prosentase NTG lebih besar daripada parasekuen P2-TST. Pada sumur Mengatal1, tebal net-reservoir P2-HST 52 m dengan NTG 85% dan P2-LST 89 m dengan NTG 94%, namun pada parasekuen P2-TST 49 m dan NTG 84 m. Pada sumur Bayan A1, P2HST memiliki tebal net-reservoir 102 m dengan NTG 99%, P2-LST 55 m dengan NTG 90%, sedangkan untuk P2-TST 60 m dengan NTG 88%. Untuk paket sekuen T2, dari empat sumur, parasekuen P2-HST memiliki net-reservoir paling tebal dan prosentase NTG paling besar. Adapun di sumur Sesanip-1 dan Selipi-1, parasekuen P2-LST lebih tebal daripada dua parasekuen lainnya yaitu 78 m dan 92 m, sedangkan parasekuen lainnya antara 42 – 65 m. (Tabel V.2)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
60
Tabel V.2 Hasil prosentase NTG dari Gross dan Net Reservoir pada setiap parasekuen di system-tract Sekuen T1 dan T2 di wilayah barat dari lokasi Penelitian Nama Sumur
Sekuen
Parasekuen pada System Tract P2-HST
Sekuen T2 Mengatal-1 Sekuen T1
Sesanip-1
Sekuen T2 Sekuen T1
Selipi-1
Sekuen T2 Sekuen T1 Sekuen T2
Bayan A1 Sekuen T1
Reservoir Gross Net 61 52
NTG (%) 85
P2-TST
58
49
84
P2-LST
95
89
94
P4-HST
92
80
87
P1-TST
43
38
88
P2-LST
75
25
34
P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST
83 54 97 97 78 81 113 169
65 42 78 78 54 60 92 135
78 78 80 80 69 74 81 80
P2-HST
103
102
99
P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST
68 61 169 37 79
60 55 143 26 67
88 90 85 70 85
Di wilayah tengah, analisis ketiga parasekuen di sekuen T1 memiliki ketebalan netreservoir antara 9 – 45 m dengan NTG 47 – 80 %, adapun di sekuen T2, ketebalan netreservoir antara 11 – 72 m dengan NTG 28 – 96 %. Sumur Kantil-1 merupakan lokasi dengan NTG paling tinggi dibandingkan sumur Iris-1 dan Bunyu C1. Pada sekuen T1 sumur Kantil-1, NTG mencapai 50 – 80% dengan ketebalan net-reservoir 18 – 45 m. Pada sekuen T2, NTG bahkan mencapai 88 – 96 % dan tebal net-reservoir 54 – 72 m atau bisa dikatakan distribusi net-reservoir pada sekuen T2 lebih baik daripada sekuen T1 (Tabel V.3). Di wilayah timur, dari sumur OB-B1 dan Dahlia-1, ketebalan net-reservoir semakin tipis dan NTG menurun. Pada sekuen T1 ketebalan net-reservoir hanya berkisar 0 – 18 m dengan NTG 0 – 47 %. Untuk sekuen T2 ketebalan net-reservoir hanya berkisar 27 – 81 m dengan NTG 31 - 69 % (Tabel V.3).
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
61
Tabel V.3 Hasil prosentase NTG dari Gross dan Net Reservoir pada setiap parasekuen di system-tract Sekuen T1 dan T2 di wilayah tengah dan timur lokasi Penelitian Wilayah
Nama Sumur
Sekuen Sekuen T2
Kantil-1 Sekuen T1
Sekuen T2 Tengah
Iris-1 Sekuen T1
Sekuen T2 Bunyu C1 Sekuen T1
Sekuen T2 OB-B1 Sekuen T1 Wilayah Timur Sekuen T2 Dahlia-1 Sekuen T1
Parasekuen pada System Tract P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST
Reservoir Gross 80 75 58 89 24 54 77 46 54 66 17 39 50 37 79 68 38 32 118 135 49 86 19 32 55 59 70 70 22 29
Net 70 72 54 45 18 43 32 15 15 35 9 21 37 11 40 32 27 22 81 42 31 18 0 15 29 36 27 8 0 11
NTG (%) 88 96 93 50 75 80 42 33 28 53 53 54 73 30 50 47 71 69 69 31 63 21 0 47 52 61 39 11 0 38
Hasil pemodelan 3D untuk distribusi lateral dengan perangkat lunak Petrel nampak pada parasekuen P2-HST memiliki distribusi net-reservoir paling dominan diikuti parasekuen P2-LST dan P2-TST. Distribusi net-reservoir paling terbatas dijumpai pada P2-LST Sekuen T1 atau parasekuen ke-2 dari LST di sekuen T1. Luasnya distribusi net-reservoir tercermin dari posisi batas intertidal dan inner-neritic dan pergeseran ke arah timur (basinward) pada area luar dari endapan gosong pasir (sand bar) di area intertidal (Gambar V.8).
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
62
63
63
Kenampakan 3D untuk distribusi Vsh pada parasekuen P2-LST sekuen T1 (A), P2-LST sekuen T2 (B), P2-TST sekuen T2 (C) dan P2-HST pada sekuen T2 (D)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Gambar V.8
V.3.2 Kualitas Reservoir Analisis kualitas reservoir secara vertikal pada system tract di sekuen T1 dan T2 dilakukan pada sembilan sumur yang terbagi menjadi tiga wilayah; barat, tengah dan timur. Seperti halnya pada distribusi net-reservoir, analisis dengan melakukan korelasi di tiga lintasan dilakukan untuk memilih paket parasekuen yang ideal pada setiap system tract. Berdasarkan hasil analisis distribusi net-reservoir secara vertikal dipilih tiga parasekuen ideal pada masing-masing system tract pada sekuen T1 dan T2 yang akhirnya dipakai untuk analisis kualitas reservoir. Pada sekuen T1 dipilih P2-LST, P1-TST dan P4-HST. Adapun untuk sekuen T2, parasekuen yang dipilih P2-LST, P2-TST dan P3-HST. Untuk wilayah barat yang memiliki porositas efektif paling tinggi dan nilai Vsh paling rendah di bandingkan wilayah tengah dan timur, ketiga parasekuen yang pilih di sekuen T1 dan T2 memiliki porositas efektif antara 15 – 36 % dengan kandungan Vsh 4 - 26%. Pada sekuen T1, parasekuen P4-HST memiliki prosentase porositas efektif lebih tinggi daripada parasekuen P1-TST dan P2-LST. Pada sumur Bayan A1, prosentase porositas efektif P4-HST 23% dengan nilai rata-rata Vsh 11%, namun pada P1-TST porositas efektif 20% dengan Vsh 18% dan porositas efektif parasekuen P2-LST 21% dengan Vsh 17%. Pada sumur Mengatal-1, prosentase porositas efektif P4-HST 28,5% dengan nilai rata-rata Vsh 16,1%. Ini cukup berbeda dibandingkan pada prosentase porositas efektif P1-LST yang hanya 15% dengan Vsh 24% (Tabel V.4) Pada sekuen T2, parasekuen P2-LST dan P2-HST umumnya mengandung prosentase porositas efektif lebih tinggi dan prosentase rata-rata Vsh lebih rendah daripada parasekuen P2-TST. Pada sumur Mengatal-1, prosentase porositas efektif P2-HST 31% dengan Vsh 14,4% dan P2-LST 28% dengan Vsh 16,2%, sedangkan pada parasekuen P2-TST lebih rendah dengan porositas efektif 26%. Pada sumur Bayan A1, P2-HST memiliki prosentase porositas efektif 36% dengan Vsh sangat rendah hanya 4% atau mendekati clean-sand, porositas efektif pada P2-LST 26% dengan Vsh 19%, sedangkan untuk P2-TST 21% porositas efektif dengan prosentase rata-rata Vsh 18%. Di wilayah tengah, analisis ketiga parasekuen di sekuen T1 memiliki prosentase porositas efektif 9,5 - 17% dengan Vsh 11 – 22%, adapun di sekuen T2, prosentase porositas efektif 12,5 – 21 % dengan Vsh sangat variatif 11 – 42 % (Tabel V.4)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
64
Tabel V.4 Hasil rata-rata nilai Vsh dan porositas efektif pada setiap parasekuen di systemtract pada sekuen T1 dan T2 di tiga wilayah lokasi penelitian Letak Wilayah
Nama Sumur
Sekuen Sekuen T2
Mengatal-1 Sekuen T1
Sesanip-1
Sekuen T2 Sekuen T1
Wilayah Barat Selipi-1
Sekuen T2 Sekuen T1 Sekuen T2
Bayan A1 Sekuen T1
Sekuen T2 Kantil-1 Sekuen T1
Sekuen T2 Tengah
Iris-1 Sekuen T1
Sekuen T2 Bunyu C1 Sekuen T1
Sekuen T2 OB-B1 Sekuen T1 Wilayah Timur Sekuen T2 Dahlia-1 Sekuen T1
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Parasekuen pada ST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST P2-HST P2-TST P2-LST P4-HST P1-TST P2-LST
Net Reservoir 52 49 89 80 38 25 65 42 78 78 54 60 92 135 102 60 55 143 26 67 70 72 54 45 18 43 32 15 15 35 9 21 37 11 40 32 27 22 81 42 31 18 0 15 29 36 27 8 0 11
NTG (%) 85.3 84.4 93.7 87.0 88.4 33.5 78.3 77.7 80.3 80.3 69.4 74.0 81.4 79.9 99.0 88.2 90.1 84.6 70.3 84.8 87.6 96.0 93.1 50.3 74.8 79.7 41.8 32.5 27.8 53.0 53.2 54.0 73.3 30.1 50.5 47.0 70.5 69.1 68.6 31.1 63.2 20.9 0.0 47.4 52.5 60.5 38.8 11.5 0.0 38.3
Vsh (%) 14.4 14.8 16.2 16.1 16.8 24.0 18.0 20.0 18.0 26.0 19.0 25.0 21.0 20.0 4.0 18.0 19.0 17.0 18.0 17.0 11.0 12.0 9.0 21.0 20.0 15.0 11.0 21.0 13.0 19.0 11.0 19.0 20.0 42.0 20.0 22.0 21.0 20.0 21.0 25.0 21.0 40.0 No 39.0 58.0 62.0 59.0 No No 49.0
Por-Ef (%) 31.0 26.0 28.0 28.5 26.0 15.0 36.0 21.0 26.0 23.0 20.0 21.0 19.0 17.0 16.0 9.5 9.5 10.0 21.0 16.0 19.0 17.0 12.0 13.0 19.0 12.5 15.0 16.0 13.0 14.0 18.0 17.0 14.0 14.0 10.0 12.0 16.0 13.0 15.0 12.0 9.0 10.0
65
Dari hasil pemodelan 3D untuk kualitas reservoir secara lateral dengan mengintegrasikan porositas efektif dari log sumur dan pola kecenderungan (trend surface) distribusi netreservoir lateral dengan perangkat lunak Petrel, terlihat pada parasekuen P2-HST memiliki distribusi porositas efektif paling dominan diikuti parasekuen P2-LST dan P2-TST. Distribusi porositas efektif paling rendah dan terbatas dijumpai pada P2-LST Sekuen T1. Tingginya nilai porositas efektif seiiring dengan luasnya distribusi net-reservoir yang tercermin dari posisi batas intertidal dan inner-neritic dan pergeseran ke arah timur (basinward) pada area luar dari endapan gosong pasir di wilayah supra-tidal dan intertidal (Gambar V.9). Seperti halnya pada distribusi net-reservoir, pada batas intertidal dan inner-neritic semakin ke timur yang diikuti oleh endapan gosong pasir di wilayah supra-tidal dan intertidal berdampak pada semakin tingginya kualitas reservoir yaitu tingginya nilai porositas efektif dan luasnya distribusi net-reservoir. Pada parasekuen P2-HST di sekuen T2, batas luar endapan gosong pasir di wilayah intertidal telah mendekati batas luar intertidal yang dari log Vsh mengindikasikan endapan progradasi membentuk progradational parasequence set dengan parasekuen di atas dan di bawahnya pada paket HST. Pada sumur Iris-1 di area tersebut, nilai rata-rata Vsh pada parasekuen P2-HST adalah 11% dengan porositas efektif mencapai 21%. Pada sumur Bunyu C1 yang berdekatan dengan sumur Iris-1, nilai rata-rata Vsh pada parasekuen P2-HST adalah 20% dengan porositas efektif mencapai 19%. Namun untuk endapan di wilayah intertidal pada parasekuen P2-LST di sekuen T1 dan T2, distribusi porositas efektif lebih tinggi dan merata dibandingkan P2-TST dan P2-HST. Pada parasekeuen P2-LST di sekuen T2, sedimen di wilayah intertidal terlihat memiliki sebaran net porositas efektif paling tinggi dan merata dari utara ke selatan. Untuk lingkungan inner-neritic di wilayah timur terlihat kandungan porositas efektif relatif paling rendah karena pasokan sedimen delta semakin kecil dan lebih dominan serpih. Pada sumur OB-B1, nilai Vsh di sekitar 40% dengan porositas efektif 12% pada sekuen T1 dan nilai Vsh 25% pada sekuen T2 dengan porositas efektif 16%.
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
66
67
67
Kenampakan 3D untuk distribusi porositas-efektif pada parasekuen P2-LST sekuen T1 (A), P2-LST sekuen T2 (B), P2-TST sekuen T2 (C) dan P2-HST pada sekuen T2 (D)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
Gambar V.9
V.4 Keterkaitan Analisis Stratigrafi Sekuen dengan Distribusi dan Kualitas Reservoir Dari perbandingan antara sekuen T1 dan sekuen T2 yang sebagian besar sumur menunjukkan bahwa sekuen T2 memiliki distribusi net-reservoir secara vertikal lebih tinggi dengan prosentase NTG dan porositas efektif lebih tinggi walaupun gross reservoir lebih tipis, hal ini mencerminkan fase regresi semakin dominan pada sekuen T2 yang lebih muda. Pada sekuen T2 yang lebih muda, parasekuen P2-LST dan P2-HST umumnya memiliki net-reservoir lebih tebal dan kualitas reservoir lebih tinggi daripada parasekuen P2-TST. Ini mengindikasikan proses sedimentasi pada wilayah supra-tidal dan intertidal dengan pengaruh lingkungan tidal-fluvial dominated delta berlangsung relatif dominan dengan pasokan sedimen dari darat pada paket LST dan HST dibandingkan paket sedimentasi selama TST. Bahkan sebagian besar data log sumur menunjukkan influx sediment dan kualitas reservoir paling tinggi terjadi selama HST. Dari hasil pemodelan 3D integrasi antara distribusi dan kualitas reservoir secara lateral yang memperlihatkan pada parasekuen P2-HST memiliki distribusi net-reservoir dan kualitas reservoir paling baik diikuti parasekuen P2-LST dan P2-TST. Distribusi netreservoir paling terbatas dengan kualitas reservoir relatif buruk dijumpai pada P2-LST Sekuen T1 atau parasekuen ke-2 dari LST di sekuen T1. Luasnya distribusi net-reservoir dan tingginya kualitas reservoir tercermin dari posisi batas intertidal dan inner-neritic dan pergeseran ke arah timur (basinward) pada area luar dari endapan gosong pasir di wilayah supra-tidal dan intertidal. Dikaitkan dengan hasil analisis stratigrafi sekuen, proses regresi pada LST di sekuen T2 lebih dominan dibandingkan dengan paket LST pada sekuen T1. Hal ini tercermin dari ketebalan blocky shape di beberapa sumur wilayah barat (Bayan A1 dan Mengatal-1) lebih tebal pada sekuen T2 yang lebih muda dari sekuen T1. Dari stratigrafi seismik, terminasi onlap terlihat pada batas sekuen SB-T2 dengan kenampakan fasies seismik hummocky clinoforms pada sekuen T2 yang menunjukkan adanya pola sedimentasi progradasi. Sedangkan pada sekuen T1 di lokasi yang sama terlihat fasies seismik sub-parallel dengan reflektor kuat dan berangsur lemah ke timur yang mengindikasikan lingkungan
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
68
pengendapan gosong pasir di supratidal – intertidal di wilayah tengah dan berangsur berubah ke tidal-plain di intertidal sampai ke inner-neritic. Pada pemodelan 3D yang dikaitkan dengan analisis sekuen pada korelasi log sumur dan interpretasi stratigrafi seismik terindikasi bahwa proses regresi yang menghasilkan pola sedimentasi progradasi di wilayah barat atau di unit pengendapan gosong pasir di wilayah supratidal dan intetidal adalah lebih dominan terjadi pada sekuen T2 yang lebih muda daripada sekuen T1. Turunnnya muka air relatif yang lebih cepat pada sekuen T2 di paket LST masih berlanjut pada paket HST walaupun di selingi transgresi pada paket TST. Fase regresi dengan pasokan sedimen yang tinggi daripada LST dan TST, pada paket HST di sekuen T2 menghasilkan distribusi net reservoir lebih luas dan kualitas reservoir lebih tinggi. Pada parasekuen P2-HST di sekuen T2, batas luar endapan gosong pasir di wilayah intertidal telah mendekati batas luar intertidal yang dari log Vsh mengindikasikan endapan progradasi membentuk progradational parasequence set dengan parasekuen di atas dan di bawahnya pada paket HST. Menariknya untuk endapan di area intertidal selama pengendapan LST yang diwakili oleh parasekuen P2-LST di sekuen T1 dan T2, distribusi dan kualitas reservoir lebih tinggi dan merata dibandingkan P2-TST dan P2-HST. Pada parasekeuen P2-LST di sekuen T2, sedimen di intertidal terlihat memiliki distribusi dan kualitas reservoir paling tinggi dan merata dari utara ke selatan. Hal ini mencerminkan selama forced regression, sedimen gosong pasir semakin menyebar dan dominan pada lingkungan supra-tidal sampai intertidal. Namun proses erosi ini relatif tidak berlanjut pada lingkungan inner-neritic di wilayah timur yang terlihat kandungan porositas efektif relatif paling rendah.
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
69