BAB V SEKUEN STRATIGRAFI Sekuen adalah urutan lapisan yang relatif selaras dan berhubungan secara genetik dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya (Mitchum dkk., 1977 op.cit. Emery dan Myers, 1996). Sedangkan, peneliti lainnya seperti Galloway, 1989 op.cit. Emery dan Myers, 1996, menegaskan bahwa sebuah sekuen dibatasi oleh dua maximum flooding surface (MFS) karena permukaan itu mudah dikenali pada data log sumur pemboran. Secara umum daerah penelitian termasuk Formasi Balikpapan, dengan ciri endapan marine, delta dan fluvial. Analisa sekuen stratigrafi yang dilakukan dalam pembahasan ini adalah mengidentifikasi dan menarik batas sekuen pada data singkapan pada kolom stratigrafi (lampiran A1) serta menghubungkannya dengan data sumur bawah permukaan lapangan Hinata.
V.1 Identifikasi Sequence Boundary (SB) Bentuk dan ciri sequence boundary (SB) ditentukan oleh suatu proses yang berlaku pada suatu permukaan, yaitu selama penurunan muka air laut relatif dan proses setelahnya, dicirikan oleh suksesi fasies yang sangat berbeda, yang berada diantaranya. (Posamentier dan Allen, 1999). Menurut Mitchum dkk (1977) op.cit Emery dan Myers (1996), sequence boundary diterjemahkan sebagai batas ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya. Pengertian ini disempurnakan oleh Van Wagoner dkk. (1990), ketidakselarasan yang dimaksud adalah suatu permukaan yang memisahkan interval lapisan yang lebih muda dengan yang lebih tua, selama terdapat bukti yang menunjukkan adanya erosi subaerial dan korelatif dengannya, serta penyingkapan subaerial (subaerial exposure) selama terdapat hiatus yang signifikan. Pada singkapan, terdapat 2 bidang ketidakselarasan sebagai SB yaitu SB-1 dan SB-2. SB-1 ditemukan pada singkapan A, ditunjukkan oleh perubahan tiba-tiba asosiasi fasies shoreface bar menjadi asosiasi fasies swampy. SB-2 ditemukan pada singkapan B bukit L, ditunjukkan oleh
V-1
Bab V Sekuen Stratigrafi
perubahan tiba-tiba Asosiasi Fasies Beach (AF8) menjadi Asosiasi Fasies 8 (AF8) Rawa-rawa (swamp) (lihat foto 5.1)
Foto 5.1. SB-2 yang teridentifikasi pada singkapan (garis merah)
Pada data sumur bawah permukaan HN 23 (lihat gambar 5.1), teridentifikasi 2 bidang ketidakselarasan sebagai SB. SB-1, teridentifikasi dari perubahan tiba-tiba Elektrofasies Laut Dangkal menjadi Elektrofasies Rawa-rawa. SB-2, terletak pada marker lokal N6 atau setara dengan marker regional UN9.
V.2 Identifikasi Flooding Surface (FS) Flooding Surface adalah suatu batas permukaan yang memisahkan interval lapisan yang lebih muda dengan yang lebih tua, dimana terdapat bukti/ tanda yang menunjukkan adanya penambahan kedalaman air/ water depth (Van Wagoner dkk., 1990) Pada
singkapan,
bukti/tanda
adanya
penambahan
kedalaman
ditunjukkan oleh perubahan lingkungan yang ditunjukkan oleh perubahan asosiasi fasies Rawa-rawa (swamp) menuju laut dangkal. (lampiran A1)
V-2
Bab V Sekuen Stratigrafi
Pada salah satu data sumur bawah permukaan yaitu HN 23 (lihat gambar 5.1), teridentifikasi flooding surface dari perubahan kedalaman oleh perubahan lingkungan dalam elektrofasies Rawa-rawa menjadi Laut Dangkal dan Tidal Mud Flat menjadi Laut Dangkal.
Foto 5.2. Identifikasi FS pada singkapan
V.3 Identifikasi Maximum Flooding Surface (MFS) Dalam well log, core, atau singkapan, maximum flooding surface dikenal keberadaannya sebagai bidang utama yang memisahkan endapan transgresi (retrogradational parasequence sets) dari endapan regresi (progradational parasequence sets) yang terletak diatasnya (Emery dan Myers, 1996) Hasil identifikasi FS pada singkapan dan data bawah permukaan, analisis menunjukkan suatu pola penumpukan progradasi dan retrogradasi, dimana terdapat batas diantara keduanya yang teridentifikasi sebagai MFS. Pada singkapan, MFS, berada pada batas perubahan penumpukan retrogradasi yang disusun oleh asosiasi fasies swampy, sand ridge dan batugamping laut dangkal dengan penumpukan progradasi yang disusun oleh asosiasi fasies sistem delta hingga dataran pantai.
V-3
Bab V Sekuen Stratigrafi
Pada data sumur bawah permukaan HN 23 (lihat gambar 5.1), maximum flooding surface teridentifikasi pada elektrofasies laut dangkal pada daerah lower shoreface.
Foto 5.3. Identifikasi MFS pada top singkapan batugamping (garis biru)
V.4 Identifikasi System Track System tract didefinisikan sebagai suatu paket sistem pengendapan tiga dimensi dari berbagai litofasies yang secara genetik dihubungkan satu sama lain oleh proses atau lingkungan pengendapan (Fisher dan Mcgowen, 1967 op.cit Emery dan Myers, 1996). Analisis paleobatimetri pada kolom stratigrafi singkapan dan data sumur bawah permukaan, menunjukkan adanya pola tertentu yang berbentuk penumpukan vertikal unit genesa. Pola tersebut adalah progradasi, agradasi, dan retrogradasi. Ini dibatasi oleh flooding surface, yang dapat menunjukkan sedimentasi yang diakibatkan oleh fluktuasi muka air laut relatif atau suplai sedimen. Batas lainnya dapat terjadi bila terputusnya suatu rangkaian proses sedimentasi tercermin pada sequence boundary. Pola penumpukan vertikal unit genesa tersebut, dikelompokkan menjadi system track yaitu Transgresive System Track (TST) dan Highstand System Track (HST).
V-4
Bab V Sekuen Stratigrafi
V.4.1 Transgresive System Track Transgresive System Track (TST), terdiri atas sedimen yang diendapkan saat kenaikan relatif muka laut lebih cepat daripada kecepatan suplai sedimen. Batas atas dari TST, dicirikan oleh Maximum Flooding Surface (Posamentier dan Vail, 1988) Pada kolom stratigrafi singkapan, transgresive system track terdapat pada interval ke 225 – 588 meter (lampiran kolom stratigrafi A1) ditunjukkan oleh pola penumpukan parasekuen retrogradasi yang dibatasi oleh SB-1 dan MFS. Pada data bawah permukaan sumur HN-23 (lihat gambar 5.1), TST dibatasi oleh SB-1 dan MFS, menunjukkan pola mendalam keatas dengan lingkungan dataran pasang surut hingga laut dangkal (lampiran D2).
V.4.2 Highstand System Track Highstand system track (HST), adalah urutan regresif yang diendapkan saat kenaikan muka laut menurun sampai lebih kecil daripada kecepatan suplai sedimen. HST, dibatasi pada bagian bawahnya oleh MFS, dan pada bagian atas oleh batas sekuen (SB) berikutnya (Posamentier dan Vail, 1988) Pada kolom stratigrafi singkapan, HST-1 terdapat pada interval ke 588 – 718 meter, dibatasi oleh SB-1 pada bagian atas; HST-2 terdapat pada interval ke 95 – 225 meter, dibatasi oleh MFS dan SB-2 (lampiran kolom stratigrafi A1). Pada data sumur bawah permukaan HN-23, HST-1 menunjukkan pola parasekuen mendangkal keatas dengan lingkungan laut dangkal hingga dataran pasang surut; HST-2 teridentifikasi menunjukkan pola parasekuen mendangkal keatas yang dibatasi oleh MFS dan SB-2 pada lingkungan laut dangkal hingga sistem delta (lihat gambar 5.1).
V-5
Bab V Sekuen Stratigrafi
Gambar 5.1. Analisis dan Identifikasi batas sekuen pada sumur HN-23
V-6
Bab V Sekuen Stratigrafi
V.5 Unit Sekuen Analisis dan identifikasi batas sekuen yang terdapat dalam kolom stratigrafi singkapan B dan data sumur bawah permukaan Lapangan Hinata, didapat satu (1) unit sekuen lengkap, terdiri dari Transgresive System Track (TST) dan Highstand System Track (HST-2), serta HST-1 pada interval stratigrafi singkapan A. Korelasi pada analisis identifikasi batas sekuen interval stratigrafi singkapan (A dan B) ke data sumur bawah permukaan Lapangan Hinata arah barat daya – rimut laut (strike ward) (lampiran E1) dan arah barat laut – tenggara (dip ward) (lampiran E2). Fase sekuen diawali oleh fase highstand system track pertama (HST-1). Fase ini diwakili oleh progradasi sistem delta pada singkapan dan menuju ke arah sumur bawah permukaan, berangsur berubah menjadi lingkungan laut dangkal dan dataran pasang surut yang terdiri dari elektrofasies laut dangkal, shoreface bar hingga sand ridge. Ini terlihat pada penampang korelasi dipline, Pada kolom stratigrafi singkapan, sistem delta kemudian berangsur berubah menjadi lingkungan dataran pasang surut – laut dangkal yang terdiri dari endapan shoreface bar hingga tidal flat akibat adanya perpindahan sistem lobe delta (delta lobe switching) di daerah singkapan. Pada interval stratigrafi singkapan, akhir fase ini adalah batas perubahan tiba-tiba lingkungan pengendapan laut dangkal menjadi rawa-rawa (swamp), dicerminkan oleh batas sequence boundary pertama (SB-1). Perubahan lingkungan juga terlihat pada elektrofasies data bawah permukaan, terlihat pada perubahan elektrofasies lingkungan laut yang ditunjukkan oleh shoreface bar dan batugamping laut dangkal menjadi lingkungan rawa-rawa dan dataran pasang surut. Fase sekuen selanjutnya adalah fase transgresive system track (TST), terjadi akibat kenaikan muka laut dan berkurangnya suplai sedimen. Pada interval stratigrafi singkapan fase ini diwakili pola retrogradasi endapan dataran pasang surut hingga endapan Batugamping Wackestone pada lingkungan laut dangkal. Pada data bawah permukaan arah barat laut –
V-7
Bab V Sekuen Stratigrafi
tenggara (NW – SE), fase ini diwakili oleh pola retrogradasi dari endapan dataran pasang surut hingga endapan laut dangkal. Sedangkan pada arah barat daya – timur laut (NE – SW), diwakili oleh dataran pasang surut dan sistem delta di utara-timur laut, hingga berangsur berubah menjadi endapan lingkungan laut dangkal. Pada interval singkapan, akhir fase ini adalah batas perubahan pola retrogradasi ke pola progradasi pada top batugamping. Batas ini menerus ke arah data bawah permukaan, pada lingkungan laut dangkal diwakili oleh eletrofasies laut dangkal dan prodelta. Fase sekuen selanjutnya adalah fase highstand system track kedua (HST-2), diakibatkan oleh bertambahnya suplai sedimen. Pada interval stratigrafi singkapan, fase ini diwakili oleh progradasi sistem delta hingga endapan sungai dan pantai. Pada data bawah permukaan, fase ini diwakili oleh endapan laut dangkal hingga dataran pasang surut dan sistem delta di timur laut daerah penelitian bawah permukaan. Pada interval stratigrafi singkapan, akhir fase ini adalah perubahan tiba-tiba endapan pantai (beach) dengan rawa-rawa (swamp) dicerminkan oleh terbentuknya sequence boundary (SB-2). Pada data sumur bawah permukaan, fase ini ditunjukkan oleh elektrofasies dataran pasang surut ke arah tenggara (lampiran E2) dan sistem delta pada bagian timur laut penampang korelasi Lapangan Hinata (lampiran E1), hingga diakhiri oleh SB-2.
V-8