Bab III Studi Stratigrafi Sekuen
3.1 Prinsip Dasar Konsep Stratigrafi Sekuen Beberapa konsep pengertian dasar yang berkaitan dalam analisa stratigrafi sekuen pada daerah yang dipelajari adalah sebagai berikut:
Konsep dasar dari sekuen stratigrafi adalah sederhana. Suatu sekuen pengendapan berisikan sedimen-sedimen yang diendapkan saat satu siklus fluktuasi permukaan laut. Dimulai dari muka air yang rendah, kemudian menjadi tinggi lalu kembali ke rendah. Satu siklus bisa berlangsung dari beberapa ratus tahun hingga jutaan tahun dan menghasilkan bermacam-macam sedimen, seperti antara lain beach sands, submarine channel dan endapan levee, chaotic flows atau slumps dan serpih laut dalam. Tipe endapan juga bervariasi, dari yang bertahap (gradually), yang tibatiba atau mungkin seragam dan tersebar luas di cekungan. Setiap sekuen batuan dihasilkan oleh satu siklus yang dibatasi oleh ketidakselarasan di bawah dan di atas,
adakalanya
ketidakselarasan
berhubungan
dengan
keselarasan
kesebandingannya. Komposisi dan ketebalan dari sekuen batuan dikendalikan oleh ruang yang tersedia untuk sedimen di paparan, banyaknya sedimen dan iklim. Ruang yang tersedia di paparan merupakan fungsi dari pengangkatan dan pembebanan (subsidence) tektonik dan turun naiknya muka air laut di paparan. (Neil, J., Rach, D., and Vail, P., 1993)
Komponen dari sekuen pengendapan disebut system tracts, yang terbagi menjadi tiga mengikuti muka air laut relatif pada saat pengendapan. Lowstand pada saat muka air laut relatif turun (rendah), transgressive ketika garis pantai bergerak ke arah darat, dan highstand pada saat muka air laut relatif tinggi. (Gambar 3.1)
Lowstand system tract dibentuk pada saat muka air laut relatif turun hingga pada saat awal muka air laut naik secara perlahan. Fase dari lowstand tersebut terjadi pada sequence boundary dimana muka air laut relatif turun hingga shelf break. Sequence
boundary
adalah
batas
dari
12
sekuen
pengendapan
berupa
ketidakselarasan (unconformity) dan kesebandingan korelatif conformity-nya. Bentuk pergerakan muka pantai yang tiba-tiba ke arah laut sebagai respon dari penurunan muka air laut relatif disebut sebagai forced regression (Posamentier, dkk 1992).
Model system tract dari berbagai sumber dijabarkan sebagai berikut:
Lowstand system tract dibagi menjadi tiga urutan unit, yaitu basin floor fan, slope fan, lowstand wedge. Basin floor fan merupakan tahap awal dari lowstand system tract yang terbentuk pada saat penurunan muka air laut secara cepat dan berkaitan dengan erosi dan penorehan lembah di paparan laut. Pada penampang seismik endapan basin floor fan dicirikan dengan pola mounded. Slope fan terbentuk pada saat muka air laut turun secara maksimum, kenampakan pada penampang seismik dicirikan dengan downlap dan bentuk mounded ke arah slope. Lowstand wedge yang diendapkan pada saat penurunan akhir dari muka air laut hingga awal dari kenaikan muka air laut. Kenampakan pada penampang seismik dicirikan oleh onlap dan downlap. Akhir dari fase lowstand di batasi oleh transgressive surface yang menandai perubahan dari pola progradasi menjadi retrogradasi.
Transgressive system tract terbentuk pada saat penaikan muka air laut relatif yang berangsur secara cepat hingga mencapai titik maksimum dari kenaikan muka air laut. Awal dari transgressive system tract ditandai oleh transgressive surface yaitu marine flooding surface yang pertama, sedangkan batas atasnya adalah maximum flooding surface yaitu maksimum onlap dari endapan laut ke arah daratan pada tepi cekungan. Maximum flooding surface juga merupkan atas dari endapan transgressive system tract ke endapan highstand system tract. Batas maksimum endapan transgressive berasosiasi dengan condensed section yang terdiri dari endapan-endapan pelagis dan hemipelagis. Selain itu endapan transgressive system tract juga berasosiasi dengan pengisian dari suatu topografi kolam atau berupa incised valley fill. Pada penampang seismik endapan transgressive system tract dicirikan oleh onlap dan downlap surface dan pola pengendapan retrogradasi.
13
Highstand system tract terbentuk pada kondisi ini muka air laut cenderung stabil hingga turun secara perlahan. Bagian bawah highstand sytem tract dibatasi oleh maximum flooding surface dan bagian atasnya dibatasi oleh sequence boundary. Kenampakan pada penampang seismik dicirikan oleh downlap dan pola agradasi hingga progradasi.
Gambar 3.1. Komponen System Tract (modifikasi dari Van Wagoner dkk, 1990) Setiap system tracts memperlihatkan respon karakter log, pola seismik signature, jejak paleontologi. Pendekatan analisa stratigrafi sekuen yang dilakukan di studi ini adalah menggabungkan log, data fosil dan pola refleksi seismik untuk menjabarkan pola perlapisan batuan dan lingkungan pengendapan (Gambar 3.2)
Gamma ray dan log SP log diharapkan terbaca rendah di batupasir dan tinggi pada serpih. Sebaliknya log resistivity membaca tinggi untuk batupasir mengandung hidrokarbon dan rendah pada serpih.
14
Gambar 3.2 Sekuen Pengendapan , Respon Pola Log dan Refleksi Seismik (Neil, J, Rach, D dan Vail, P,, 1993) Perlapisan semu yang diinterpretasi pada penampang seismik disebut pola strata (stratal
pattern)
ditentukan
dengan
memgikuti
refleksi
seismik
ke
pemberhentiannya. Seismik stratigrafi adalah suatu penafsiran stratigrafi dari data seismik dengan asumsi bahwa rekaman gelombang pada penampang seismik refleksi merupakan rekaman kronostratigrafi sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu korelasi ke suatu daerah yang tidak memiliki informasi umur (Vail dan Mitchum, 1977). Perubahan pola refleksi seismik mencerminkan perubahan
adanya
kondisi lingkungan pengendapan. Analisa fasies seismik adalah
deskripsi dan interpretasi geologi dari parameter refleksi, dalam hal ini digunakan interpretasi karakter fasies seismik dari Vail, 1977 yang dimodifikasi oleh Brown dan Fisher. Dalam analisa sekuen seismik stratigrafi diidentifikasi antara lain batas-batas sekuen erosional truncation, toplap onlap, downlap dan concordance,
15
juga pola konfigurasi internal berupa parallel, divergen, prograding, chaotic dan lain-lain.
Fungsi fosil dijabarkan dari kelimpahan dan keanekaragaman serta kemunculan pertama dan akhir. Distribusi dari fauna tergantung sekali dari lingkungannya. Pola kehadiran fossil dalam batuan mencerminkan perubahan lingkungan seiring dengan waktu geologi. Jika perubahannya singkat dan tersebar luas, dapat digunakan sebagai datum korelasi. Selain umur dari fosil, pola kelimpahan dan keanekaragaman dari fauna akan menghasilkan penafsiran dari suatu lingkungan pengendapan ke lingkungan lainnya dari waktu ke waktu, sehingga menjadi alat yang efektif pada aplikasi dari analisa dengan pendekatan sekuen stratigrafi. (Armentrout, J. 1991).
16
3.2 Lingkungan Pengendapan Formasi Pulau Balang Analisa data biostratigrafi dilakukan terutama dari data fosil foraminifera dan laporan mikropaleontologi sumur Wailawi-2. Penafsiran umur dilakukan dengan menggunakan zonasi kisaran umur dari foraminifera dari Blow. 1969, sedangkan lingkungan pengendapan merujuk pada diagram penyebaran foraminifera untuk cekungan Kutai (Kadar, A.P. dkk, 1996) dan model distribusi asosiasi foraminifera delta (Suleiman, A., dkk 1998., yang dimodifikasi dari Van Gorsel, 1982)
Dari pengamatan langsung dibawah mikroskop pada kedalaman 2300 hingga 5680 feet dapat ditentukan bahwa interval yang diteliti berumur akhir Miosen Awal yang setara dengan N6 hingga N7-N8 berdasarkan dijumpainya akhir kehadiran Globigerinita unicavus pada kedalaman 4250 kaki dan Globigerinoides diminutus pada kedalaman 3120 kaki. Dengan adanya kedua fosil penunjuk tersebut maka lapisan batuan dari sumur Wailawi -2 dapat dibagi menjadi tiga zona kisaran umur yaitu N6 dari kedalaman 5680-4250 kaki, N6-N7 dari kedalaman 4250-3120 dan N7-N8 dari kedalaman 3120-2300 kaki. Lingkungan yang berkembang pada penampang sedimentologi yang di teliti meliputi Batial, Neritik Luar hingga Neritik Tepi dan Litoral dalam lingkungan berair payau (brackish).
Pada bagian bawah perlapisan batuan zona kisaran umur N6 di kedalaman 56804980 kaki berkembang lingkungan pengendapan dari batimetri Batial yang dicirikan oleh asosiasi Sphaeroidina bulloides, Pullenia wuellerstorfi dan Cyclammina sp berserta jenis fauna foraminifer large agglutinated lainnya, kemudian secara perlahan berangsur mendangkal hingga Neritik Tengah dan Neritik Tepi yang ditandai perubahan dari asosiasi Uvigerina sp, Gyroidina sp, Bolivina sp, Cibicides sp, plangton dan foram besar ke asosiasi yang didominasi foram besar seperti Operculinella sp dan foram bentonik kecil seperti Pseudorotalia sp, Ammonia sp dan Elphidium sp. Selanjutnya dari kedalaman 4980-4750 kaki dijumpai asosiasi yang dicirikan oleh kehadiran foraminifera agglutinated kecil seperti Trochammina sp, Haplophragmoides sp dan Ammonia beccarii yang menunjukkan lingkungan air payau seperti halnya pada lingkungan
17
delta. Endapan delta tersebut kemudian ditutupi batugamping yang cukup tebal dengan kandungan fosil foram besar yang menunjukkan lingkungan pengendapan dari batimetri Neritik Tepi. Dari kedalaman 4980 kaki hingga 4200 kaki di zona N6 terjadi perulangan lingkungan pengendapan antara litoral dan neritik memperlihatkan kecenderungan semakin mendalam hingga Neritik Tengah.
Pada kisaran umur N6-N7 lingkungan pengendapan yang berkembang didominasi perulangan naik turun muka laut relatif dalam zona Neritik Tepi yang dicerminkan oleh tinggi rendah kelimpahan dari asosiasi foraminifera besar seperti Lepidocyclina sp, Operculina sp, Miogypsina sp, Austrotrillina sp, Flosculinella dan bentonik kecil seperti Pseudorotalia sp, Quinqueloculina sp, yang kadang ditambah dengan sedikit kehadiran Bolivina sp dan foraminifera plangton. Hanya saja di bagian bawah zona N6-N7 ini pada kedalaman 4000-3900 kaki dijumpai asosiasi foraminifera dari jenis agglutinated yang hidup pada lingkungan air payau (brackish), begitu juga di kedalaman 3240-3260 terdapat asosiasi campuran foraminifera neritik tepi dengan air payau.
Tidak berbeda dengan zona N6-N7, pada zona N7-N8 juga didominasi asosiasi Operculina
sp,
Lepidocyclina
sp
dan
Pseudorotalia
sp.
Hanya
saja
keanekaragaman dan kelimpahan fauna di zona ini cenderung lebih sedikit, sehingga membawa penafsiran ke arah lingkungan yang lebih dangkal pada zona batimetri Neritik Tepi.
Fenomena yang agak berbeda dijumpai pada kedalaman 3800-3850 kaki, disini terdapat foraminifera dari jenis large agglutinated seperti contohnya Cyclammina cancellata yang biasa terdapat pada lingkungan laut dalam bercampur dengan asosiasi foraminifera yang umum hidup pada neritik tepi. Foraminifera agglutinated tersebut hadir dalam preservasi jarang, dengan warna yang kusam. Penafsiran dalam report mikropaleontologi oleh Vico Indonesia disebutkan fosilfosil tersebut sebagai fosil rombakan, sedangkan alternatif penafsiran lain adalah kemungkinan dari adanya endapan storm dari lingkungan yang didominasi gelombang laut pada saat itu.
18
Kecenderungan perulangan lingkungan pengendapan Neritik Tepi ke Neritik Tengah dari kisaran umur N6 hingga awal kisaran umur N6-N7 yang kemudian berhenti dan terkonsentrasi pada batuan serpih dengan karakter gamma ray yang lebih
tinggi
dengan
kandungan
fosil
foraminifera
yang
mempunyai
keanekaragaman yang tinggi dan kelimpahan melimpah membawa penafsiran interval condensed section pada kedalaman 4130-4150 kaki.
Berdasarkan penafsiran lingkungan pengendapan dan pola puncak-puncak kelimpahan dan keanekaragaman dari fosil foraminifera yang dijumpai dapat diidentifikasi tidak kurang dari sembilan kandidat flooding surface. Adanya perubahan jenis asosiasi fauna yang tidak berangsur (secara tiba-tiba) di beberapa tempat seperti perubahan dari asosiasi yang didominasi fauna laut berubah menjadi asosiasi yang didominasi fauna brackish atau bahkan menjadi tidak adanya asosiasi (barren) ditafsirkan sebagai kemungkinan adanya faunal break yang dapat diidentifikasi sebagai kandidat dari batas sekuen. Kemungkinan dari batas sekuen ini kemudian diintegrasikan dengan data litofasies, log facies dan seismik..
Penampang hasil penafsiran data paleontologi untuk pemodelan sekuen stratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 3.3, sedangkan diagram penyebaran (distribution chart) kandungan fosil foraminifera dilampirkan sebagai lampiran03.
19
Unit Stratigrafi
Lingkungan Pengendapan
Umur Zonasi Blow 1969
Litoral
Sedimentologi
Neritik Neritik Neritik Batial Luar Dalam Tengah
Profil Litologi
FSL
Faunal Break
N7N7-N8 – N8
RSL
FSL miliollids common
barren barren barren barren
marine + fauna brackish
11/320
cds
FSL
Gs. diminutus 9/220
cds
RSL
marine + fauna brackish marine + fauna brackish
Faunal Break
FSL
N6 – N7 N6-N7
Bolivina (c) 10/125
MiosenAWAL Awal MIOSEN
FORMASI PULAU BALANG FORMASI PULAU BALANG
marine + fauna brackish
cds
RSL
tdk ada data tdk ada data
RSL campuran fauna brackish dan marine (laut dangkal)
Faunal Break marine + fauna brackish 15/220 small benthic (c)
cds
FSL tdk ada data
12/166
cds
G. unicavus marine + fauna brackish
RSL
hi energy
FSL 16/380
Bolivina, Robulus, Cassidulina Planktons
cds
marine + fauna brackish
barren barren barren
N5 N5-N6– N6
barren barren
barren barren rwk LAF barren barren
Faunal Break
RSL
Trochammina, Haplophragmoides Milliammina Ammonia
RSL Faunal Break
fauna brackish barren rwk LAF rwk LAF barren
barren barren
barren
FSL
marine + fauna brackish
barren
FORMASI PAMALUAN
FORMASI PAMALUAN
barren
barren barren
cds
FSL: Falling Sea Level RSL: Rising Sea Level
Gambar 3.3 Penampang Lingkungan Pengendapan & Umur Formasi Pulau Balang
20
3.3 Seismik Stratigrafi Analisa dan penafsiran seismik stratigrafi dalam studi ini dilakukan pada penampang seismik K8088 yang merupakan data seismik 2D yang telah dimigrasi. Seismik K8088 dipilih karena selain merupakan yang cukup baik dan mewakili juga karena seismik ini dapat diikat dengan tiga data sumur yaitu dari Wailawi-2, Wailawi-3 dan Wailawi-1. Pengamatan pada seismik K8088 yang dibantu dengan data litologi tiga sumur yang telah diikatkan di dalam penampang menunjukkan terdapat 5 paket sekuen yang dicirikan oleh variasi pola –pola refleksi internal. Selanjutnya paket sekuen tersebut disebut secara berurutan dari bawah (tua) ke atas (muda) sebagai paket Seismik Sekuen-1, Seismik Sekuen-2, Seismik Sekuen-3, Seismik Sekuen-4 dan Seismik Sekuen-5 (Gambar 3.4 & 3.5). Pembahasan fasies seismik dari kelima paket sekuen ini dipercaya akan dapat menggambarkan sekuen stratigrafi system tract bawah permukaan daerah studi. Pembahasan kelima paket sekuen akan meliputi batas-batas sekuen dan konfigurasi internal serta penafsiran fasies yang diintegrasikan dengan data sedimentologi dari penampang sumur.
Gambar 3.4. Lima Paket Seismik Sekuen Pada Seismik K8088
21
Penjabarannya adalah sebagai berikut: Seismik Sekuen-1 Seismik sekuen-1 dibatasi pada baik bagian atas maupun bawah oleh terminasi concordance dengan konfigurasi internal berupa divergen. Di bagian bawa paket terdapat bentuk-bentuk gundukan (mounded). Sedangkan di bagian atas dicirikan dengan terdapatnya amplitudo refleksi yang tinggi. Konfigurasi concordanceconcordance/divergen yang dalam perlapisan yang didominasi batuan serpih – batupasir dengan bentukan mounded di bagian bawah ini ditafsirkan sebagai lingkungan delta front - paparan luar yang berangsur ke bagian cekungan yang relatif lebih dalam. Bentukan mounded di bagian bawah dapat diartikan sebagai endapan debris dalam laut, sedangkan amplitudo yang tinggi menutupi paket sekuen -1 ini jelas adalah lapisan batugamping yang kemungkinan berbentuk platform. Batugamping platform yang relatif menipis dan serpih yang menebal ke arah timur menunjukkan arah laut atau ke arah cekungan.
Seismik Sekuen-2 Seismik sekuen-2 dicirikan oleh konfigurasi batas atas yang concordance dan batas bawah concordance hingga downlap diatas reflektor dengan ampitudo tinggi pada puncak paket sekuen-1 dengan konfigurasi internal shingled yang berangsur menjadi onlap-concordance /shingled ke arah timur. Konfigurasi yang berasosiasi dengan perselingan lapisan batupasir, batulanau dan serpih yang berangsur menjadi dominan serpih dan batulanau ke arah timur dan secara vertikal ke atas ditafsirkan sebagai fasies dari daerah pasang surut – paparan tepi yang landai yang berangsur ke paparan tengah ke arah timur. Karakter onlap yang ada dapat ditafsirkan terjadi sebagai akibat proses transgresif pada paket sekuen-2 ini.
Seismik Sekuen-3 Seismik sekuen-3 memperlihatkan batas atas berupa toplap dan batas bawah downlap dengan konfigurasi internal oblique clinoform yang selanjutnya menjadi concordance-concordance/subparalel di bagian timur.
22
Bentuk oblique clinoform yang berangsur berkembang menjadi subparallel ditafsirkan sebagai bentuk dari progadasi suatu prodelta ke arah paparan. Konfigurasi internal parallel – subparalel mencirikan lingkungan pengendapan paparan dengan energi yang tenang dengan kecepatan pengendapan yang konstan, pada umumnya berasosiasi dengan bentuk eksternal sheet/wedge dan semakin berkembang ke arah cekungan dengan terbentuknya progradasi. Batas atas berupa toplap membawa penafsiran ke arah adanya proses erosional dari endapan yang relatif terletak di atas terhadap endapan di bawahnya, maka disimpulkan ada bagian atas paket sekuen 2 yang mengalami erosi yang kemungkinan berhubungan dengan batas sekuen ketidakselarasan diatasnya..
Seismik Sekuen-4 Di bagian barat, batas atas dari Seismik sekuen-4 merupakan toplap dan bagian bawah berupa downlap, sedangkan konfigurasi internalnya merupakan bentuk sigmoid.
Konfigurasi
tersebut
berangsur
berubah
menjadi
toplap-
concordance/parallel di bagian timur. Perlapisan batuan pada paket sekuen-4 ini terdiri dari perulangan serpih dan batupasir yang mengasar ke atas. Bentuk sigmoid dari sekuen ini ditafsirkan sebagai endapan paparan tepi yang berprogadasi. Perubahan di bagaian timur menjadi concordance/parallel menunjukkan bahwa endapan berprogadasi dari paparan tepi ke paparan tengah hingga luar. Jika suplai sedimen konstan maka di bagian timur yang merupakan daerah paparan tengah – luar, endapan kemungkinan mengalami proses agradasi. Penyebaran batas toplap yang berkembang luas di bagian atas ditafsirkan bahwa bagian atas tererosi dengan kuat.
Seismik Sekuen-5 Seismik Sekuen-5 merupkan paket paling atas pada penampang yang diteliti. Konfigurasi yang berkembang berupa concordance-concordance/parallel dengan indikasi-indikasi clinoforms yang cukup jelas di antara reflektor. Penafsiran dari kenampakan
konfigurasi
yang
didominasi
batupasir
yang
cukup
tebal
menunjukkan bahwa terdapat pergerakan progadasi, dari endapan batupasir endapan pantai yang terus maju ke arah cekungan serta mengerosi endapan di
23
bawahnya dan membentuk batas sekuen ketidak-selarasan. Endapan delta front menutupi paket sekuen-4 ini pada yang ditunjukan oleh penyebaran batubara tipis yang luas di atas endapan laut dangkal.
Gambar 3.5 Penafsiran Seismik Facies Dalam Paket Seismik Sekuen.
24
3.4 Stratigrafi Sekuen Daerah Penelitian Pembahasan analisa stratigrafi sekuen dari data log sumur meliputi pemodelan dan korelasi yang keduanya saling berkaitan mengisi satu dengan sama lainnya, baik dalam analisa dan penafsiran. Sebagai dasar penafsiran data log digunakan acuan dari Sedimentary environments from wireline logs, Serra, O. 1989. Ada lima pola bentuk dasar log gamma ray yang dapat mencirikan suatu proses pengendapan dan pola pengisian sedimen yaitu: bentuk silinder, bentuk lonceng, bentuk corong, bentuk simetris dan bentuk kecenderungan tak beraturan (irregular trend). Dari model stratigrafi sekuen yang memperlihatkan turun naiknya muka air laut (falling sea level dan rising sea level) kemudian dikorelasikan terhadap penampang sumur lainnya. Sebagai hasil korelasi didapatkan pola penumpukan sedimen berupa pola progradasi, agradasi dan retrogradasi yang mencerminkan juga proses transgresi dan regresi yang berlangsung serta system tract yang berkembang pada level stratigrafi Miosen Awal dari formasi Pulau Balang di daerah penelitian.
3.4.1
Model Stratigrafi Sekuen
Untuk model sekuen stratigrafi di daerah penelitian dipilih model berdasarkan sumur Wailawi-2 mengingat sumur ini memiliki kelengkapan data yang lebih dibandingkan sumur lainya, terutama keberadaan data mikropaleontologi selain log, mudlog (cuttings) dan side wall core. Dari integrasi data kurva log listrik (gamma ray, resistivity dan sonic), deskripsi mudlog (cuttings) dan side wall core serta penafsiran data lingkungan pengendapan dari data mikropaleontologi, maka dibuat profil sedimentologi dari sumur Wailawi-2 lengkap dengan penafsiran fasies pengendapan batuan sedimen dan kandidat marker stratigrafi sekuen.
Fasies Pengendapan Batuan Sedimen Hasil analisa unit genetik fasies pengendapan dari profil sedimentologi di sumur Wailawi-2 adalah sebagai berikut:
Fasies Serpih Laut Dalam
25
Fasies Serpih Laut Dalam dijumpai pada interval 5680 – 5300 kaki. Batuan sedimen pada interval ini memperlihatkan batuan serpih abu-abu yang lunak dengan pola kurva gamma ray dengan nilai yang tinggi, mengandung fosil dari lingkungan batial hingga neritik luar (semakin mendangkal ke atas). Interval ini ditafsirkan sebagai unit endapan serpih pelagik laut dalam dengan lingkungan pengendapan dari paparan luar hingga paparan tengah..
Fasies Batuan Sedimen Turbidit Paparan Fasies Batuan Sedimen Turbidit Paparan dijumpai pada Interval 5300 – 5070 kaki, memperlihatkan perlapisan batulempung abu-abu terang hingga gelap yang diselingi batupasir karbonatan halus dengan pola kurva log yang cenderung kontak yang tegas (sharp contact) dan perulangan batupasir berbutir sedang – sangat halus yang menghalus ke atas, mengandung karbonat, laminasi karbon, mengandung fosil laut neritik yang bercampur dengan fosil brackish dengan preservasi yang buruk dan jarang, dengan pola kurva log gamma ray yang bentuk lonceng yang serrated. Interval ini ditafsirkan sebagai endapan klastik turbidit di lingkungan laut dangkal di lereng dalam paparan tepi hingga paparan tengah.
Fasies Batuan Sedimen Prodelta Fasies Batuan Sedimen Prodelta dijumpai pada interval 5070 – 4970 kaki, dicirikan oleh perlapisan batulempung hingga batulanau berwarna abu-abu hingga coklat yang mengkasar keatas, karbonatan, karbonan, mengandung fosil dari lingkungan neritik, kurva log memperlihatkan gamma ray tinggi hingga sedang dengan pola cenderung semakin rendah ke atas. Bedasarkan asosiasi fasies pengendapan di bagian atas berupa endapan delta dan bagian bawah berupa endapan paparan maka fasies pada interval ini ditafsirkan sebagai unit endapan serpih prodelta hingga paparan marine.
Fasies Batuan Sedimen Delta Front Fasies Batuan Sedimen Delta Front dijumpai pada interval 4970 - 4880 kaki, fasies ini dicirikan oleh cuttings dan pola log pada interval ini memperlihatkan
26
perulangan batupasir dengan pola yang cenderung mengkasar ke atas berselingan dengan batupasir yang menghalus ke atas di bagian atasnya, yang disisipi batulempung. Batupasir di bagian bawah berwarna putih hingga abu terang
agak karbonatan, mengandung laminasi karbon dengan fosil-fosil
brackish dominan dan sedikit marginal marine. Interval bagian bawah ini ditafsirkan sebagai batupasir yang diendapkan dalam lingkungan delta front.
Fasies Batupasir Distributary Mouth Bar Fasies Batupasir Distributary Mouth Bar dijumpai pada interval kedalaman 4880 – 4840 kaki. Batupasir pada interval ini dicirikan berbutir halus hingga sedang dengan pola mengkasar ke atas, sedikit mengandung karbonatan dan material karbon.
Fasies Batupasir Distributary Channel Fasies Batupasir Distributary Channel dijumpai pada beberapa interval kedalaman.
Pada interval kedalaman 4870 – 4800 kaki, fasies ini dicirikan oleh batupasir berbutir kasar hingga halus, terpilah sedang, tidak mengandung fosil (barren), ditutup dengan lapisan lempung diatasnya yang mengandung fosil brackish. Batupasir di bagian atas interval ini ditafsirkan sebagai endapan distributary channel dari suatu sistem pengendapan delta.
Interval 4670 – 4000 kaki, pada interval ini kurva log gamma ray memperlihatkan kecenderungan meninggi ke atas, dalam perselingan batupasir tipis, batulanau dan batulempung yang menghalus ke atas. Batupasir paling bawah dari interval ini cenderung memperlihatkan kontak yang tajam dengan lapisan batulempung marine di bawahnya, menghalus ke atas dan barrel shape dan seratted, batupasir tersebut sedikit mengandung fosil fauna brackish hingga barren sehingga membawa penafsiran pada tepi channel pada sistem delta. Selanjutnya perselingan batuan sedimen diatas nya memperlihatkan ciri yang sedikit kalkareus hingga kalkareus, mengandung karbon dan laminasi
27
karbon dengan susunan batupasir dominan di bagian bawah, batulanau dominan di bagian tengah dan batulempung di bagian atas ditafsirkan sebagai proses transgresif, kecenderungan ini juga didukung dengan penafsiran data paleontologi perulangan turun naik muka air laut yang semakin mendalam ke atas dari brackish hingga neritik tengah Interval ini memperlihatkan siklus perubahan fasies dari delta ke paparan dan dari paparan tepi ke paparan tengah. Ditafsirkan unit genetik yang berkembang secara berurutan dari bawah ke atas adalah distributary channel delta, endapan tidal, offshore bar, endapan wave – tidal dominated dan endapan marine mud paparan tepi - paparan tengah.. Batas kontak tegas antara batupasir channel dari sistem delta dengan lapisan marine pada interval dibawahnya yang merupakan suatu perubahan lingkungan yang tiba-tiba diidentifikasi sebagai batas sekuen ketidakselarasan.
Interval 3990 – 3850 kaki, merupakan perlapisan dua tubuh batupasir yang dengan pola menghalus ke atas (bell shaped pada kurva log gamma ray) yang disisipi batulempung dan batubara. Batupasir di bagian bawah berbutir sedang hingga halus yang menghalus ke atas, mengandung bercak karbon, non kalkareus, sedikit glaukonitan di bagian atasnya. Batupasir di bagian atas dipisahkan oleh batulempung tipis dan lapisan tipis batupasir yang mengandung amber dengan sisipan batubara. Seperti batupasir di bagian bawah, batupasir di bagian atas juga mempunyai karakter yang sama hanya saja batupasir ini kemudian ditumpangi oleh batupasir tipis dengan sisipan tipis batugamping dan berangsur menghalus ke atas menjadi batulanau dan batulempung. Batupasir pada interval ini mengandung fosil dari lingkungan brackish dan marginal marine, serta ditafsirkan sebagai endapan distributary channel pada sistem tidal dominated delta. Perbedaan yang menyolok antara lingkungan batupasir bagian bawah interval ini dengan batupasir offshore bar yang mempunyai kandungan glaukonit melimpah yang ditumpanginya membawa penafsiran adanya batas sekuen (SB).
Interval 3280 – 3240 kaki, pada bagian bawah interval ini diendapkan batupasir halus dengan ciri bentuk barrel shape pada kurva log gamma ray,
28
yang mengandung amber melimpah dan mempunyai sisipan batubara. Batupasir yang juga mengandung fosil fauna brackish, terletak di atas endapan paparan laut offshore mud dari interval di bawahnya, sehingga kontak yang tajam disini ditafsirkan sebagai bidang erosional yang berasosiasi dengan batas sekuen ketidakselarasan (SB).
Fasies Batugamping Platform Fasies Batugamping Platform dijumpai pada interval kedalaman 4800 – 4670 kaki, memperlihatkan kurva gamma ray rendah dari batugamping berwarna putih hingga krem, keras, mikrokristalin yang ditutupi oleh lapisan batulempung yang mengandung fosil laut neritik tepi. Batugamping pada interval ini ditafsirkan merupakan produk laut dangkal karena adanya perpindahan sistem delta yang tidak berkembang lagi di tempat tersebut pada saat itu. Penyebarannya yang luas membawa penafsiran pada Batugamping Platform. Batas bawah fasies batugamping ini terletak di atas batulempung delta front hingga paparan marine.
Fasies Batuan Sedimen Offshore Fasies Batuan Sedimen Offshore dijumpai pada beberapa interval kedalaman.
Pada interval 4100 – 3990 kaki, memperlihatkan lapisan serpih – batulanau yang cukup tebal dengan kecenderungan mengkasar ke atas, hingga ditumpangi oleh batupasir dengan kontak smooth abrupt. Batulanau berwarna abu terang hingga abu-abu, sedikit karbonatan, mengandung karbon dan fragmen fosil. Sementara batupasir di atasnya berbutir halus hingga sedang, mengandung glaukonit yang melimpah. Data paleontologi menunjukkan sedimen diendapkan pada lingkungan neritik tepi dengan kondisi pada saat muka air laut relatif mulai turun atau semakin mendangkal. Unit genetik pada interval ini ditafsirkan sebagai endapan offshore marine mud dan batupasir offshore bar.
29
Pada interval 3850 – 3280 kaki, secara umum memperlihatkan siklus perulangan klastik halus yang cukup tebal antara batulempung dan batulanau yang mengkasar ke atas, dengan bentuk bentuk kurva log gamma ray funnel shape. Lapisan batuan tersebut mengandung fosil dari lingkungan neritik tepi, sehingga ditafsirkan genetik unit dari interval ini adalah endapan offshore mud laut terbuka di paparan tepi hingga tengah. Bedasarkan pola kelimpahan fauna dan karakter log gamma ray yang tinggi diidentifikasi dua batas flooding surface pada interval ini.
Fasies Batuan Sedimen Shoreface Fasies Batuan Sedimen Shoreface dijumpai pada kedalaman 3240 – 2800 kaki, fasies ini dicirikan siklus perselingan batupasir dan batulempung dengan pola kurva gamma ray berbentuk funnel yang mengasar dan menebal ke atas. Bagian atas dari batupasir umumnya ditutupi batugamping atau batupasir karbonatan. Kandungan fosil diinterval ini menunjukkan lingkungan neritik tepi. Dengan ciri-ciri yang ada ditafsirkan bahwa unit genetik di interval ini berupa endapan paparan hingga muka pantai (shoreface).
Fasies Batuan Sedimen Pantai (Coastal Deposits) Fasies Batuan Sedimen Pantai (Coastal Deposits) dijumpai pada interval 2780 – 2550 kaki, memperlihatkan dua pola kurva log yang blocky, yang berisikan tubuh lapisan batupasir yang cukup tebal. Kedua tubuh lapisan batupasir tersebut dipisahkan oleh lapisan batulempung dengan sisipan batugamping tipis dan batubara yang memiliki gamma ray tinggi. Pengamatan pada mudlog menunjukkan bahawa pada dasar batupasir di bagian bawah terdapat lapisan tipis batubara, sedangkan di bagian atas atas dari laporan interpretasi dipmeter disebutkan terdapat
struktur sedimen planar, low angle cross bed -
hummocky. Batupasir lainnya di bagian atas dideskripsikan berwarna abu-abu terang – abu-abu, berbutir halus hingga sedang, bersih, lepas, mengandung kuarsa, terpilah sedang-baik dan juga memiliki struktur sedimen hummocky. Kandungan fosil interval ini hampir sama terdiri atas foraminifera dari lingkungan
neritik
tepi
antara
lain
30
Pseudorotalia,
Quinqueloculina,
Operculina dan Lepidocyclina, hanya saja kelimpahan menjadi sedikit lebih berkurang pada interval lapisan batulempung dan sispan batubara. Karakter pada interval ini memberikan penafsiran unit genetik bahwa secara vertikal merupakan endapan pantai (coastal deposit) yang bergerak ke arah daratan sehingga terjadi perubahan facies dari endapan pantai ke laguna lalu menjadi endapan barrier bar, sebagai cerminan dari proses transgresif. Lapisan batubara di bagian bawah ditafsirkan dapat menjadi bukti titik nol dari garis pantai yang merupakan bidang keselarasan sebagai batas sekuen (SB) terhadap unit endapan laut di bawahnya.
Fasies Batuan Sedimen Rawa Interval 2410 – 2350 , terdiri atas batuan sedimen yang terdiri dari batulempung dan batulanau yang dicirikan oleh adanya lapisan batubara dengan pola kurva log gamma ray yang rendah. Kandungan fosil di interval ini terdiri atas fauna brackish atau kosong (barren). Batas antara endapan rawa dengan endapan paparan pada tempat batubara berada ditafsikan sebagai batas sekuen ketidakselarasan (SB).
Model memperlihatkan asosiasi endapan klastik dan karbonat dari dari fasies yang berkembang yaitu endapan pelagik laut dalam batial hingga paparan luar, endapan turbidit lereng paparan, endapan delta, endapan karbonat, endapan offshore, endapan shoreface, endapan laguna, endapan pantai coastal dan endapan rawa (swampy). Sejumlah sepuluh marker flooding surface, lima kandidat maksimum flooding surface dan lima kandidat sequence boundary dapat didentifikasi dari model yang dihasilkan.
Penampang model sekuen stratigrafi yang dihasilkan dan digunakan untuk korelasi digambarkan sebagai berikut (Gambar 3.6). Sedangkan penampang model sekuen stratigrafi yang telah dilengkapi dengan pembagian system tract hasil analisa sekuen stratigrafi berdasarkan korelasi dapat dijumpai sebagai lampiran-1.
31
Gambar 3.6 Model sekuen stratigrafi daerah studi
32
3.4.2
Korelasi Stratigrafi Sekuen
Analisa stratigrafi sekuen dilakukan dengan mengkorelasikan enam data sumur (Wailawi-1, Wailawi-2, Wailawi-3, Wailawi-4, Wailawi-5 dan South Wailawi-1) yang ada dalam blok lapangan migas Wailawi. Seperti juga model sekuen stratigrafi dari sumur Wailawi 2, kecuali data biostratigrafi, obyek yang diamati antara lain terdiri atas
kurva log listrik (gamma ray, resistivity dan sonic),
deskripsi mudlog (cuttings) dan side wall core. Analisa sekuen dilakukan dengan mengkorelasikan profil sedimentologi yang dibuat berdasarkan integrasi data mudlog dan kurva log listrik, setelah sebelumnya juga mempertimbangkan karakter dari paket sekuen seismik fasies dan penafsirannya.
Ekspresi dari log mencerminkan kecenderungan energi pengendapan dan pola pengisian sedimen. Ada tiga bentuk pola penumpukan yang umum dikenal dalam sistem pengendapan di tepi cekungan yaitu progradasi, agradasi dan retrogradasi. Pengamatan pola-pola tersebut membawa kepada penafsiran perubahan muka air laut, kontrol pengendapan dan stratigrafi sekuen. Dari hasil korelasi dapat dikenali lima unit sekuen pengendapan yang kemudian dinamakan sebagai Sekuen-1, Sekuen-2, Sekuen-3, Sekuen-4 dan Sekuen-5. Kelima paket sekuen itu terdiri atas tiga urutan pola sistem tract yang sama yaitu dari atas ke bawah, lowstand, transgressive dan highstand yang masing masing interval dibatasi oleh batas sekuen (SB) di bagian atas dan bawahnya.
Di dalam penulisan ini orientasi yang relatif bagian barat diwakili oleh sumur Wailawi-5, Wailawi-2 dan Wailawi-3, sedangkan bagian timur diwakili sumur Wailawi-4, Wailawi-1 dan South Wailawi-1.
Penampang korelasi yang menghubungkan masing-masing sekuen dan system tract dapat di lihat pada gambar 3.7 dan lampiran-02. Sedangkan penjabaran dari masing-masing sekuen adalah sebagai berikut:
33
Gambar 3.7 Penampang Korelasi Sekuen Stratigrafi
34
Sekuen-1 Sekuen-1 terbentuk setelah akhir suatu satu sekuen penuh yang telah dimulai di bawah level terbawah dari interval yang diamati, yaitu puncak dari formasi Pamaluan berupa penurunan muka air laut relatif dari highstand system tract. Sekuen-1 sendiri terdiri atas tiga system tract yaitu lowstand (LST-1), transgressive (TST-1) dan highstand
(HST-1). Endapan dalam sekuen ini
dicirikan oleh paket sedimen yang cenderung menebal ke arah timur dengan pola divergen, perubahan litologi yang cenderung mengalami perubahan dari klastik kasar menjadi klastik halus atau dari batupasir menjadi batupasir lempungan dan batulanau atau batulempung. Karakter ini memberikan penafsiran bagian barat merupakan area proximal (arah daratan) dengan energi yang relatif lebih besar dan bagian timur merupakan area distal (arah laut atau pusat cekungan) dengan energi yang relatif lebih tenang.
Endapan lowstand system tract LST-1 unit Sekuen-1 Batas bawah pengendapan sedimen pada LST-1 ini berupa kontak antara endapan turbidit laut paparan (dangkal) dengan batu serpih pelagik paparan tengah – luar. Endapan LST-1 di bagian barat terdiri atas turbidit laut dangkal, endapan prodelta – paparan, dan endapan delta yang terbagi menjadi delta front dan distributary mouth bar dan distributary channel. Di bagian timur endapan turbidit laut dangkal masih dapat dijumpai, endapan prodelta menjadi endapan paparan yang didominasi batulempung atau serpih, endapan delta berubah fasies di bagian timur. Secara vertikal endapan delta tersebut memperlihatkan pola penumpukan progradasi.
Endapan transgressive system tract TST-1 unit Sekuen-1 Sistem transgresif TST-1 dimulai dari transgressive surface di atas endapan distributary channel di bagian barat dan batuan kesebandingannya batupasir mengkasar ke atas yang ditafsirkan sebagai distributary mouth bar dan delta front di bagian timur. Proses transgresi merubah endapan delta menjadi marine shelf mud hingga akhirnya menjadi batugamping kristalin yang cukup tebal di bagian barat dan menipis di bagian timur, perubahan ini kemunginan disebabkan oleh
35
perpindahan lobe delta (switching lobe). Batas atas lapisan batugamping ditafsirkan sebagai maximum flooding surface (MFS-1)
Endapan highstand system tract HST-1 unit Sekuen-1 HST-1 ditandai dengan endapan marine mud paparan tepi sebagai fase tenang sebelum kemudian ditumpangi batas sekuen ketidakselarasan dari bidang bawah LST-2.
Sekuen-2 Sekuen-2 terdiri atas lowstand system tract LST-2, transgressive system tract TST-2 dan highstand system tract HST-2.
Endapan lowstand system tract LST-2 unit Sekuen-2 Dimulai saat batupasir yang mempunyai kontak tegas, yang dapat diidentifikasi dengan jelas di bagian barat dan tengah menumpang di atas endapan marine mud paparan tepi. Batas bawah batupasir yang ditafsirkan sebagai endapan channel dari sistem delta merupakan bidang batas sekuen ketidakselarasan dari SB-1 yang menerus menjadi correlative conformity di bagian timur. Di bagian timur ke arah distal kemenerusan batupasir tersebut masih dapat ditelusuri namun dalam fasies yang berbeda yang relatif lebih marine.
Endapan transgressive system tract TST-2 unit Sekuen-2 Transgresisive surface dari interval ini di identifikasi terletak di atas batupasir distributary channel dari endapan delta dari LST-2. Daerah bagian barat di Wailawi-2 dan Wailawi 3, TST-2 dicirikan batuan klastik berupa perselingan batupasir, batulanau dan lempung yang berangsur menghalus ke atas menjadi perselingan batulanau dan lempung dan diakhiri dengan batulempung tipis dengan karakter nilai kurva gamma ray yang tinggi. Penafsiran secara unit genetik memperlihatkan adanya siklus perulangan dari lingkungan yang berenergi tinggi ke rendah, dari lingkungan pasang surut hingga ke paparan tengah, ada kecenderungan bahwa lingkungan semakin mendalam secara vertikal ke atas. Dari penampang sedimentologi yang ditafsirkan berdasarkan log dan cuttings, secara
36
lateral di bagian tengah dari Wailawi-3 ke arah timur hingga South Wailawi-1 memperlihatkan perubahan besar butir dari klastika halus menjadi sangat halus dan lempungan dan penebalan lapisan serpih, yang ditafsirkan perubahan fasies dari lingkungan paparan tepi hingga paparan tengah dan dari paparan tengah hingga paparan luar. Endapan serpih tipis di puncak TST-1 diidentifikasi sebagai condensed section yang diyakini sebagai maximum flooding surface MFS-2. Pola penumpukan pada TST-2 memperlihatkan pola retrogradasi yang mencerminkan adanya proses transgresi
Endapan highstand system tract HST-2 unit Sekuen-2 HST-1 ditandai dengan endapan marine mud paparan tengah yang perlahan turun hingga paparan tepi dan ditandai pola mengkasar ke atas terutama di bagian barat. Batupasir dan perlapisan batupasir dan batulempung yang ditafsirkan sebagai offshore bar berkembang di bagian barat, sedangkan di bagian timur serpih paparan diendapkan saat highstand ini.
Sekuen-3 Sekuen-3 sendiri terdiri atas tiga system tract yaitu lowstand (LST-3), transgressive (TST-3) dan highstand (HST-3).
Endapan lowstand system tract LST-3 unit Sekuen-3 Lowstand system tract LST3 ditandai oleh endapan dengan pola menghalus ke atas di bagian barat dan pola mengkasar ke atas di bagian timur. Perbedaan ini ditafsirkan karena perbedaan fasies secara lateral antara barat dan timur, sedangkan proses yang berlangsung adalah sama yaitu muka air laut turun (falling sea level). Di bagian barat berkembang endapan batupasir distributary channel dari sistem delta yang disisipi lapisan-lapisan karbonat tipis, sehingga ditafsirkan sebagai pengaruh air laut pada sistem tidal-wave dominated delta. Adanya perbedaan fasies yang tiba-tiba antara LST3 dan HST-2 dibawahnya ditafsirkan sebagai batas sekuen ketidak selarasan SB-2 yang menerus sebagai bidang yang selaras di bagian timur. Di bagian timur LST-1 berkembang lapisan batulempung yang mengkasar ke atas berubah menjadi batulanau.
37
Endapan transgressive system tract TST-3 unit Sekuen-3 Transgressive system tract TST3 dimulai dari lapisan tipis batubara dibawah batupasir yang diidentifikasi di bagian barat sebagai transgressive surface. Hampir di seluruh area di dominasi pola-pola mengkasar ke atas dari batuan klastika halus batulempung ke batulanau yang merupakan endapan paparan laut, kecuali di daerah baratdaya (sumur Wailawi-5) yang memperkihatkan pola barrel shape yang semakin menipis yang ditafsirkan sebagai fasies yang berbeda berupa endapan channel dari sistem delta. Pola penumpukan agradasi diidentifikasi pada system tract TST-3. Batas puncak sistem transgresif ditandai oleh pola kelimpahan dari fosil yang berangsur melimpah ke atas, menunjukkan muka air laut naik hingga batas maksimum sebagai maximum flooding surface MSF-3.
Endapan highstand system tract HST-3 unit Sekuen-3 Pengendapan dalam highstand system tract HST-3 berlangsung dalam kondisi energi yang rendah dan tenang, hal ini dicerminkan dari endapan yang dihasilkan relatif di dominasi oleh batuan sedimen klasik halus batulempung karbonatan. dengan pola cenderung mengkasar ke atas.
Sekuen-4 Sekuen-4 sendiri terdiri atas tiga system tract yaitu lowstand (LST-4), transgressive (TST-4) dan highstand (HST-4).
Endapan lowstand system tract LST-4 unit Sekuen-4 Perulangan endapan channel dari sistem delta di atas endapan marine juga menjadi batas sekuen dari lowstand system tract LST-4, bidang pemisahnya menandai batas sekuen SB3. Batas sekuen ketidakselarasan juga diperlihatkan refleksi seismik yang menunjukkan batas pemancungan (truncation) pada seismik K8088 yang diamati (lihat gambar 3.4). Batas kontak tegas dan pola barrel shape pada endapan delta pada LST-4 di bagian barat yang secara lateral berubah menjadi batas berangsur dengan pola mengkasar ke atas di bagian timur dan tebal tubuh batupasir yang menipis ke arah distal ditafsirkan sebagai perubahan facies dari distributary channel ke distributary mouth bar. Adanya lapisan-lapisan tipis
38
karbonat dan lapisan-lapisan tipis batubara di tubuh batupasir membawa penafsiran pada pengaruh laut seperti pada sistem tipe tidal – wave dominated delta. Endapan LST-4 ini menjadi penting pada penulisan ini dikarenakan pada batupasir dalam system tract inilah terbukti menghasilkan minyak yang belum dieksploitasi (proven pada kedalaman 3249 kaki di sumur Wailawi-3). Lingkungan pengendapan dari batupasir LST-4 tersebut dibahas secara khusus pada sub-bab 3.5.
Endapan transgressive system tract TST-4 unit Sekuen-4 Endapan transgressive system tract TST-4 terdiri atas pola-pola mengkasar ke atas dari batulempung ke batupasir tipis dengan pola penumpukan agradasi. Pengendapan pada TS4 ini ditafsirkan berlangsung pada paparan tepi di bagian barat hingga paparan tengah di bagian paling timur (South Wailawi-1), endapanendapan yang dihasilkan berupa shoreface hingga offshore bar.
Endapan highstand system tract HST-4 unit Sekuen-4 Di bagian barat, endapan highstand system tract HST-4 ditandai oleh batas erosional diatasnya yang menggerus sebagian dari perlapisan batuannya. Batas pemancungan tersebut teramati juga pada penafsiran seismik batas atas paket sekuen 4, yang kemudian diidentifikasi sebagai SB4. Pola penumpukan pada system tract ini berupa pola agradasi.
Sekuen-5 Sekuen-5 merupakan sekuen paling atas dari objek yang diamati, terdiri atas lowstand system tract LST-5 dan transgressive system tract TST-5 dan highstand system tract HST-5.
Endapan lowstand system tract LST-5 unit Sekuen-5 Endapan lowstand pada LST-5, berupa endapan batupasir cukup tebal dengan pola blocky yang tersebar luas di semua tempat dari barat hingga ke timur. Bagian bawahnya berupa bidang ketidakselarasan yang merupakan batas sekuen (SB4). Berdasarkan model sekuen stratigrafi yang dibuat pada sumur Wailawi-2,
39
batupasir tersebut ditafsirkan sebagai unit genetik endapan pantai (coastal deposit). Korelasi dan penafsiran penampang seismik memperlihatkan bahwa endapan pantai ini bergerak maju jauh ke arah laut selama LST-5 berlangsung. Di atas endapan pantai terdapat endapan laguna yang menandai fase kenaikan muka air laut dari TST-5.
Endapan transgressive system tract TST-5 unit Sekuen-5 Kenaikan muka air laut pada transgressive system tract TST-5 hingga kenaikan maksimum (MFS-5) menghasilkan perubahan facies secara vertikal, berurutan dari bawah ke atas yaitu endapan pantai, endapan laguna, endapan batupasir barrier bar dan endapan serpih marine. Pola penumpukan yang dihasilkan adalah pola retrogradasi.
Endapan highstand system tract HST-5 unit Sekuen-5 Endapan highstand system tract HST-5 terletak di atas batas MFS-5 berupa endapan laut neritik tepi dengan pola mengkasar ke atas, dari batulempung di bagian bawah berangsur menjadi perselingan dengan lapisan batupasir. Batas atas dari HST-5 adalah kontak dengan lapisan batubara yang diidentifikasi dari cutting berupa blocky coal dan memperlihatkan gamma ray rendah yang ditafsirkan terbentuk pada lingkungan berair tawar - payau. Batas tersebut diidentifikasi sebagai batas sekuen (SB5), yang merupakan batas akhir sekuen yang diamati.
40
3.5 Implikasi Hidrokarbon Sejak awal tujuan studi stratigrafi sekuen pada daerah penelitian ini difokuskan pada keberadaan minyak dan gas bumi. Beberapa implikasi yang berkaitan dengan hal tersebut dijabarkan pada pembahasan berikut ini.
3.5.1 Lingkungan Pengendapan Reservoir di LST-4 Zona hidrokarbon minyak yang menjadi perhatian dalam penulisan ini terletak di kedalaman 3249 kaki dalam sumur Wailawi-3. RFT memperlihatkan bahwa batupasir di kedalamanan tersebut terbukti (proven) mengandung hidrokarbon minyak dan belum dieksplotasi hingga penulisan ini dibuat. Secara sekuen stratigrafi batupasir tersebut terletak pada lowstand system tract LST-4 dari Sekuen 4.
Rekonstruksi paleogeografi pada penulisan ini dimaksudkan menafsirkan posisi dan kedudukan suatu endapan purba, dalam hal ini endapan purba yang menjadi perhatian adalah batupasir yang mengandung hidrokarbon minyak Paleogeografi pada saat batupasir tersebut diendapkan menjadi penting untuk menggambarkan penyebaran dari batupasir yang akan berkaitan dengan perhitungan volume cadangan hidrokarbon yang dikandungnya. Rekonstruksi akan menggunakan model dari fasies yang ditafsirkan dari genetik batupasir yang dapat di korelasikan (correlatable) pada masing-masing sumur.
Berdasarkan penafsiran batupasir pada lowstand system tract LST-4 dari Sekuen 4 ditafsirkan sebagai endapan merupakan batupasir distributary channel yang berkembang menyebar hingga distributary mouth bar di daerah delta front.
Model Colleman & Wright, 1975 dalam O. Serra, 1985 memperlihatkan model yang menggambarkan pola distribusi dari batupasir dari wave dominated delta yang dicirikan dengan karakter kondisi energi gelombang sedang, lereng yang landai, channel dan mouth bar bergabung serta langsung berhubungan dengan offshore (gambar 3.8). Digambarkan posisi endapan channel dan mouth bar bertemu dan tidak berkembang menyebar karena tertahan oleh gelombang.
41
Arah dari garis pantai dan arah distributary channel ditafsirkan mengacu pada peta paleogeografi regional daerah cekungan Kutai bagian selatan pada saat Miosen Awal (Nuay dan Astarita, 1985), yang memperlihatkan arah utara – selatan untuk garis pantai dan arah delta yang relatif mengalir dari barat menuju ke timur (Gambar 3.9)
Gambar 3.8. Penyebaran Batupasir Pada Modern Delta Tipe Wave Dominated Delta (Colleman & Wright, 1975)
Lokasi Penelitian
Gambar 3.9. Peta Paleogeografi Regional Daerah Penelitian Saat Miosen Tengah (Nuay dan Astarita, 1985)
42
Berdasarkan data paleogeografi regional dan model dari distribusi endapan klastik pada tipe wave dominated delta yang menjadi acuan serta genetik unit fasies pengendapan pada tiap sumur dan pola ketebalan batupasir maka peta paleogeografi daerah Wailawi yang menggambarkan penyebaran batupasir reservoir dalam systemtract LST-4 dari Sekuen 4 digambarkan arah channel yang memotong garis pantai, pola penyebaran endapan batupasir mouth bar tertahan di depan channel sehingga menberikan pola melengkung yang relatif searah dengan
pa +
Ga ris
9856000mN
nta
i
garis pantai. (Gambar 3.10).
+
+
+
Channel
9854000mN
Brackish +
+
50
40
35
+ 50
+ 20
Distributary Mouth Bar
9852000mN
Delta Front
+
+
+
Neritik Tepi
+
0
Neritik Tepi - Tengah +
+ 468000mE
466000mE
+ 470000mE
Gambar 3.10. Sketsa Rekonstruksi Paleogeografi LST-4 Sekuen-4
43
Sebagai implikasi dari penggambaran model sketsa paleogeografi di daerah penelitian, disimpulkan bahwa selayaknya penggambaran pola distribusi reservoir di daerah Wailawi digambarkan berarah relatif barat-timur atau baratlaut tenggara untuk endapan channel dan utara- selatan atau baratdaya – timur laut untuk endapan mouth bar, barrier bar dan offshore bar mengikuti pola garis pantai dari paleogeografi saat itu, ketika sedimen tiap sekuen diendapkan.
3. 5. 2 Potensi Hidrokarbon Dari studi sekuen stratigrafi di daerah Wailawi ini, adanya kenampakan stratigrafi berupa pemancungan paket sekuen pengendapan pada saat lowstand oleh sekuen yang lebih muda terhadap sekuen yang relatif lebih tua di bagian barat daerah penelitian, menunjukkan adanya potensi hidrokarbon yang mungkin terperangkap secara stratigrafi terutama di daerah sebelah barat lapangan Wailawi.
44