BAB n . TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Goniothalamus ridleyi King. Goniothalamus adalah salah satu genus dari famili Annonaceae yang mempunyai sekitar 128 genus dan 2300 spesies. Pada umumnya famili ini tersebar luas di daerah Asia Tenggara dengan topologi berupa pohon dengan tinggi mencapai 20 m (Kessler, 1993). Adapun klasifikasi dari tumbuhan Goniothalamus ridleyi King, adalah sebagai berikut (Thome, 2000): Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Magnoliidae
Ordo
: Magnoliales
Famili
: Annonaceae (Custrad apple family)
Genus
: Goniothalamus
Spesies
: Goniothalamus ridleyi King.
2.2 Senyawa Kimia Famili Annonaceae Pada tahun 2007, Mathouet et al. berhasil mengisolasi dua senyawa sesquiterpen
terkonjugasi
yaitu
(E)-l-[3'-(4",8"-dimetitaona-3",7"-
diennil)sikloheks-3'-enil]-2,4,5-trimetoksibenzena
(1)
dan
(Z)-l-[3'-(4",8"-
dimetihiona-3",7"-diennil)sikloheks-3'-enil]-2,4,5-trimetoksibenzena (2), suatu senyawa fenilpropanoid l,2,4-trimetoksi-5(l-metoksi-etil)-benzena (3) dan suatu alkaloid aporfin asetilpakipodantin (4) dari tumbuhan Pachypodanthium confine.
(1) (E)3", 4 " (2) (Z) 3", 4 "
3
(3)
(4)
Pada tahun 2006, Teruna berhasil mengisolasi sejumlah senyawa kimia dari golongan flavonoid, alkaloid, fitosterol, sesquiterpen. Senyawa ini diisolasi dari berbagai tumbuhan yaitu
Orophea hexandra, Polyalthia cauliflora,
P. jenkinsii, P. motleyana, P. rumphii dan Pseuduvaria reticulata. Senyawa kimia yang dihasilkan oleh masing-masing tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Senyawa kimia yang terkandung dalam berbagai tumbuhan famili Annonaceae 1
2
No
Jenis Tumbuhan
1
Polyalthia cauliflora
2
PolyalthiaJenkinsii
3 Golongan Senyawa Alkaloid Diterpen
4 Jenis Senyawa Kimia Liriodenin Metil-18-karboksi-8(17),13£-labdadien15-oat 8(17),14£:-labdadien-13-ol Asam 8( 17), 13£-labdadien-15-oit Asam 8(17),13£-labdadien-15,18-dioit
Alkaloid
Sebiferin Asimilobin 10-hidroksiliriodenin Liriodenin Lisikamin Aterospermidin Oksipillenodiol A Oksipillenodiol C Sesquikamaenol
Sesquiterpen
3
Polyalthia rumphii
Sesquiterpen
1,3,5-bisabolatrien-2,10,11 -tnol 2-bisabolen-4,5, ll-triol rrans-feruloyltyramin c/s-feruloyltyramin /ro«$-sinnamoiltriamin
Amida
4
Pseuduvaria reticulata
Palladin Sebiferin O-metilflavinin
Alkaloid
4
2
1
4 Liriodenin Lisikamin N-fra«»-feruloiltiramin Sesquikamaenol 2-oksokolavenik
3
Amida Sesquiterpen Diterpen
2.3 Senyawa Kimia Genus Goniothalamus Jiang et al. (2008), berhasil mengisolasi suatu alkaloid (3S)-2-okso-5,12dimetoksi-3-hidroksi-3-metilbenzilindolin (5) dari kulit akar Goniothalamus cheliensis.
Pada tahun 2000, Hisham et al. berhasil mengisolasi satu senyawa baru kardiopetalolakton (6) dan dua senyawa yang telah dilaporkan sebelumnya yaitu altolakton (7) dan goniopipiron (8) dari tumbuhan Goniothalamus cardiopetalus.
5
2.4 Senyawa Kimia Spesies Goniothalamus ridleyi King Berdasarkan riset yang dilakukan Teruna (2006), dari Goniothalamus ridleyi telah diisolasi beberapa senyawa dari beberapa golongan metabolit sekunder antara lain aketogenin, flavonoid dan terpenoid. Golongan aketogenin yang telah diisolasi adalah goniotalakin (9), siberidin (10) dan goniotalangin (11). Flavonoid yang diperoleh adalah dari tipe flavanon yaitu naringenin (12), pinokembrin (13), dan eriodiktiol (14). Terpenoid yang berhasil diisolasi adalah tipe diterpen danfitosterolglikosida.
(10)
OH
OH
OH
OH
O
(12) Ri = OH, R2 = H (13) Ri = R2 = H (14) R , = R 2 = OH
6
2.5 Tinjauan Umum Flavanon Flavanon (15) merupakan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang berasal dari jalur sikimat dan asetat malonat yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif sedikit oleh tumbuhan (Harbome, 1992). Flavanon ini biasanya tidak berwama atau kuning muda. Oleh karena tidak berwama tersebut maka sebagian besar flavanon sering diabaikan (Robinson, 1986).
Pembentukan
flavonoid
dimulai
dengan
memperpanjang
unit
fenilpropanoid (C6-C3) yang berasal dari turunan sinamat seperti asam p-kumarat, kadang-kadang asam kafeat, asam ferulat, atau asam sinapat. Riset menunjukkan bahwa calkon dan isomer flavanon yang sebanding juga berperan sebagai senyawa antara dalam biosintesis berbagai jenis flavonoid lainnya. Senyawa ini juga mempunyai aktivitas biologis yang sangat penting diantaranya mempunyai aktivitas antimikroba (Harbome, 1992), antioksidan (Pietta, 2000), aktivitas analgesik (Bhattacharyya et al., 1998). Contohnya senyawa hesperitin (16) dan naringenin (12) sebagai antioksidan.
XT (16)
Bhattacharya et al. (1998), berhasil mengisolasi senyawa dioflorin (17). Senyawa ini diisolasi sebagai konstituen minor dari kulit akar Dioclea grandiflora Mart. (Leguminosae) dan crude etanolnya mempunyai aktivit£is analgesik.
7
Flagg et al. (2000), berhasil menemukan 2 senyawa baru yakni 5,7,3'trihidroksi-6,4',5'-trimetoksiflavanon
(18)
dan
5,3'-dihidroksi-6,7,4',5'-
tetrametoksiflavanon (19) dari tumbuhan Greigia sphacelata.
(18) R = OH (19) R = OMe Kagawa et al. (2005) dan Moorthy et al. (2006) telah berhasil mensintesis beberapa senyawa turunan flavanon dari calkon dalam suasana basa. Senyawa calkon ini terlebih dahuiu disintesis menggunakan asetofenon tersubstitusi serta benzaldehid tersubstitusi.
/> R
\
KOH C2H5OH
R,
Gambar 1. Sintesis senyawa flavanon
8
Disamping itu, menurut hipotesis Pelter flavanon dapat diperoleh dari senyawa calkon yang merupakan senyawa intermediet untuk pembuatan senyawa flavonoid lainnya seperti flavon, flavonol dan lain sebagainya. Hal ini didukung oleh banyaknya reaksi kimia in vitro yang analog dan senyawa «-hidroksicalkon terdistribusi secara luas di alam (Manitto, 1992).
Gambar 2. Hubungan biogenetik berbagai jenis flavonoid menurut Pelter (Manitto, 1992)
9
2.6 Senyawa Fenol Fenol adalah senyawa yang mempunyai gugus OH yang terikat langsung pada cincin benzena. Derivat fenol mempunyai sistem nama umum dalam lUPAC yang disebut dengan kresol, seperti o-, m-, dan p-metilfenol. Fenol dan kresol mempunyai sifat antiseptik dan digunakan dalam melemahkan larutan encer sebagai disinfektan (Atkins and Carey, 2002). 2.6.1 Sifat-sifat senyawa fenol Sifat kimia: •
Mempunyai sifat asam, atom H dapat diganti tidak hanya dengan logam (seperti alkohol) tetapi juga dengan basa, terjadi fenolat. Sifat asam dari fenolfenol lemah dan fenolat ini diuraikan dengan asam karbonat.
•
Mudah dioksidasi, juga oleh O2 udara dan memberi zat-zat wama, mereduksi lamtan Fehling dan Ag-beramoniak.
•
Memberi reaksi-reaksi berwama dengan FeCb.
•
Mempunyai sifat antiseptik, Ka = 1 x 10"'° (Atkins and Carey, 2002).
Sifat fisika: •
Zat padat, berhablur dengan 1 air kristal (CeHsOH.l H2O).
•
t.b.42,3''Cdant.d. 182°C.
•
Jika dibiarkan pada udara dan cahaya, fenol menjadi merah atau coklat. Jika
dicampur dengan air terjadi dua lapisan yaitu lapisan bawah lamtan air dalam fenol dan lapisan atas lamtan fenol dalam air. Kelamtan air dalam fenol dan fenol dalam air bertambah dengan naiknya suhu, pada ±68°C kedua zat dapat dicampur dalam segala perbandingan (Atkins and Carey, 2002). 2.6.2 Reaksi asetilasi Derivat alkohol yang umum disiapkan adalah asetil (asetat) dan benzol 1 (benzoat). Alkohol primer dan sekunder diasetilasi dengan baik menggunakan asetat anhidrat dan katalis selama semalam pada temperatur 25°C atau dengan pamanasan pada penangas air selama 10-15 menit. Katalis terdiri dari basa (sodium asetat, piridin, trietilamin), asam Lewis ( H 2 S O 4 ,
BF3)
dan asam mineral.
Umtan kenaikan efektivitas katalis yang sering digunakan dalam asetilasi adalah (Hart, era/., 2003):
10
NaOAc < C 5 H 5 N
^^"^
< BF3
< HCI,
H2SO4,
CHjCsRiSOjH-p
(CH3C0,,0 piridin atau H2SO4
2.7 Kromatografi Cepat (JliKh chromatography) Kromatografi cepat (flash chromatography) merupakan salah satu jenis kromatografi yang sangat sederhana dan murah. Teknik ini berfiingsi dalam kimia sintesis dan kimia bahan alam. Pemisahan dilakukan dengan memberikan tekanan pada kolom berupa udara atau gas nitrogen yang berfiingsi untuk mempercepat proses pemisahan. Ukuran silika gel yang banyak digunakan yaitu 40-60 / / m (230-400 mesh). Ukuran kolomnya berdiameter antara 3-10 cm dan panjangnya 715 cm (Cannel, 1998). Kinerja kromatografi kilat lebih rendah daripada kromatografi cair tekanan menengah, tetapi dengan pertimbangan kesederhanaan dan ekonomi metode ini lebih sering digunakan (Hostettmann et al, 1995).
2.8 Analisa Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan yang mempunyai fase diam berupa lapisan tipis dan zat cair sebagai fase geraknya yang mengalir karena gaya kapiler. Pada KLT, fasa diam berupa lapisan yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam (Gritter et al., 1991). Lapis tipis yang berfimgsi sebagai bahan pengikat ini biasanya adalah kalsium sulfat atau alimiina. Untuk senyawa yang tidak berwama haras dideteksi dengan cara penyinaran lampu UV, dengan memasukkan ke dalam uap iodin atau dengan pereaksi penampak noda seperti Dragendorff, anisaldehid, serium sulfat dan lain sebagainya. Noda yang didapat ditandai dengan pensil untuk menentukan harga Rf {retadation factor) yang berkisar 0-1. Harga Rf dapat dihitung dengan membandingkan jarak yang ditempuh komponen dengan jarak yang ditempuh eluen (Sastroamidjojo, 1985).
11
2.9 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Kromatografi
lapis tipis merupakan
salah
satu
pemisahan
yang
memeriukan biaya paling murah dan memakai peralatan yang sederhana. Jumlah sampel yang dapat dipisahkan sebanyak 10-100 mg pada lapisan silika gel atau alumunium oksida 20 x 20 cm yang tebabiya 1 mm (Hostettmann et al., 1995). Sampel yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi plat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis sampel sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditmnpakkan dengan cara yang tidak dapat merusak jika senyawa tersebut tidak berwama. Adsorben yang mengandung pita dikerok dari plat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari adsorben dengan peiarut polar (Gritter et al., 1991)
2.10 Relcristaiisasi Pengkristalan kembali (rekristalisasi) yaitu pemumian suatu zat padat dengan jalan melamtkan zat padat tersebut, mengurangi volume larutannya dengan pemanasan dan kemudian mendinginkan lamtan. Dengan memanaskan lamtan, pelamt akan menguap hingga lamtan mencapai titik lewat jenuh. Saat lamtan mendingin, kelamtan akan berkurang secara cepat dan senyawa mulai mengendap. Agar rekristalisasi beijalan baik, kotoran hams dapat lamt dalam pelamt untuk rekristalisasi atau mempunyai kelamtan lebih besar daripada senyawa yang diinginkan (Bresnick, 2004).
2.11 Penentuan Titik Leleh Salah satu teknik yang umum dan berguna untuk karakterisasi senyawa organik adalah menentukan titik lelehnya. Titik leleh adalah temperatur di mana padatan mulai meleleh hingga meleleh seluruhnya, temperatur padatan dan cairan berada pada kesetimbangan yang sama (Wilcox and Wilcox, 1995). Penentuan titik leleh diperlukan untuk dua hal yaitu: a. Penentuan kemumian Pada penentuan titik leleh suatu senyawa, bila harga yang diperoleh memiliki selisih angka kecil dari 2°C, maka senyawa itu dikatakan sudah mumi. Bila selisihnya besar dari 2*'C maka senyawa itu dikatakan belum mumi.
12
b. Identifikasi senyawa yang tak dikenal Dalam hal ini, data titik leleh yang diperoleh dicocokkan dengan data standar (hand book). Jika titik leleh senyawa tak dikenal tersebut sesuai dengan data dari hand book, maka senyawa tersebut dapat diketahui.
2.12 Metode Karakterisasi Secara umum, ada empat teknik spektroskopi utama yang telah digunakan sejak tahun 1960-an yaitu Ultraviolet-visible (UV-Vis), Infrared (IR), Mass Spectroscopy (MS) dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Penggunaan gabungan data UV-Vis, IR, MS dan NMR sangat berguna dalam menetapkan struktur senyawa-senyawa organik. 2.12.1 Spektroskopi UV Semua senyawa organik menyerap cahaya ultraviolet (UV). Spektrum ultraviolet dan tampak dari senyawa-senyawa organik merupakan transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik yang meliputi eksitasi elektron dari orbital ikatan bukan ikatan ke orbital anti-ikatan (Sastrohamidjojo, 1991). Spektrum ultraviolet merupakan hasil pengukuran dari absorpsi energi foton sebagai absorbansi (A) atau kerapatan optik (OD, optical densitiy) versus panjang gelombang dalam nm. Intensitas suatu pimcak pada panjang gelombang maksimum (Xmax) dapat dinyatakan sebagai koefisien absorpsitivitas molar (e). Nilai £ dihitung menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu: ^ = log —
=eJ£
Keterangan: /o= intensitas cahaya yang diberikan / = intensitas cahaya yang diteruskan e = absorptivitas molar / = panjang jalur serapan melalui sel (cm) c = konsentrasi (mol/liter)
2.12.2 Spektroskopi IR Kegunaan utama dari IR dalam analisis struktur organik adalah untuk mengidentifikasi gugus fimgsi. Bila suatu senyawa ditempatkan pada suatu
13
pancaran IR, energi yang diserap menyebabkan perubahan-perubahan vibrasi ikatan. Setiap gugus fungsi memiliki karakteristik frekuensi vibrasi tersendiri, sehingga spektroskopi IR menjadi cara yang sederhana dan cepat untuk menentukan kelas struktur untuk kebanyakan senyawa organik. Informasi dari IR sendiri jarang digunakan untuk karakterisasi suatu senyawa, tetapi dalam bentuk kombinasi dengan data dari metode lain, terutama NMR dan MS (Crews, 1998). Frekuensi vibrasi suatu ikatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan fisika klasik untuk model diatomik pada atom-atom yang diperkirakan sebagai bola-bola dan ikatannya sebagai pegas. Dalam hal ini digunakan persamaan Hukum Hooke, sehingga fi-ekuensi ulur untuk suatu ikatan antara dua atom dengan massa mi dan m2 dapat dihitung sebagai berikut:
Keterangan:
v = frekuensi (cm') c = kecepatan cahaya = 3x10'*' cm/det K = konstanta (dyne/cm) m\m2
ILi
mi + mi
^
atau
mimi (m\ + W2)(6,02JC1 0'')
2.123 Spektroskopi NMR Metode spektroskopi magnet inti (NMR) memberikan gambaran mengenai perbedaan dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam suatu molekul. Disamping itu, NMR ini juga dapat memberikan keterangan tentang jumiah setiap jenis lingkungan hidrogen yang ada dalam molekul dan juga jumlah atom hidrogen yang ada pada karbon tetangga (Sudjadi, 1983). Geseran-geseran kimia dalam "C-NMR jauh lebih besar daripada geseran yang dijumpai dalam 'H-NMR. Kebanyakan proton dalam spektrum 'H-NMR menunjukkan absorpsi antara 0-10 ppm (nilai 6) di bawah medan dari TMS. Absorpsi pada '•'C-NMR dijumpai antara angka 0-200 ppm di bawah medan dari TMS. Pada kedua NMR tersebut digunakan tetrametilsilan (TMS) sebagai bahan pembanding dalam (Sudjadi, 1983).
14
Fenomena resonansi magnet inti ini terjadi bila inti yang menyearahkan terhadap medan yang digunakan direduksi untuk menyerap tenaga dan orientasi spinnya berubah. Makin besar medan magnet yang digunakan, makin besar pula perbedaan tenaga antara kedudukan-kedudukan spin yang ada:
2n
Bo
Keterangan: v =frekuensielektromagnetik Bo = kuat medan magnet = perbandingan giro magnet dan merupakan tetapan
2.12.4 Spektroskopi massa Spektroskopi massa adalah suatu metode identifikasi struktur molekul senyawa berdasarkan massa. Spektrum massa merupakan rangkaian puncakpuncak yang berbeda-beda tingginya (Khopkar, 2003). Dalam spektrometri massa, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk) yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (fragmen). Lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation yang dinyatakan sebagai M — • M^ (Sastrohamidjojo,
1991). Penentuan
kemungkinan rumus molekul dari intensitas puncak ion molekul terbatas hanya jika puncak tersebut cukup tinggi.
2.13 Antimilu-oba Sebagai antimikroba, beberapa senyawa fito-kimia d i l ^ r k a n dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit. Senyawa bahan alam yang bersifat antimikroba dapat dibagi kedalam beberapa kelompok yang meliputi fenolik, terpenoid, alkaloid, dan polipeptida dan senyawa lain. Pemakaian metabolit sekunder (diantaranya antibakteri dan antifimgi) di berbagai bidang menunjukkan kecenderungan untuk meningkat setiap tahunnya (Naim, 2004). Telah
dikenal beberapa
senyawa antimikroba kimiawi
(sintesis)
diantaranya senyawa antimikroba yang penggunaannya berkaitan erat dengan
15
produk-produk makanan dan senyawa antimikroba yang digunakan sebagai obatobatan termasuk dalam kelompok ini adalah antibiotik dan senyawa antimikroba lain dalam mencegah atau menahan pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi pada manusia dan hewan. Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Mengganggu pembentukan dinding sel. b. Bereaksi dengan membran sel c. Menginaktivasi enzim d. Destruksi atau kerusakan fimgsi material genetik. Kemampuan
senyawa
antimikroba
untuk
menghambat
aktivitas
pertumbuhan mikroba dalam sistem pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: a. Temperatur b. Keasaman(pH) c. Pengaruh khusus dari mikroorganisme Banyak senyawa yang ditemukan alami pada makanan memperlihatkan aktivitas antimikroba termasuk
senyawa
flavonoid
dan fenol.
Aktivitas
antimikroba senyawa flavonoid disebabkan oleh adanya gugus OH. Salah satu mekanisme kerja antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah merusak lapisan fosfolipid membran sel mikroorganisme tersebut yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dan kerusakan membran sel diikuti dengan pecahnya (lisis) sel sehingga sejumlah konstituen sel hilang. Hal ini disebabkan kepolaran gugus OH yang terdapat pada flavonoid tersebut (Pelczar and Chan, 2005). Uji aktivitas antimikroba dari ekstrak dapat dilakukan dengan 3 metoda yaitu (Lenny, 2006): a. Metode Difiisi Agar (Kirby Bauer Test) Dengan metode difiisi ini, ekstrak uji yang diserap dengan kertas saring dimasukkan ke dalam silinder atau dimasukkan ke dalam lubang, dikontakkan dengan media yang telah diinokulasi. Kemudian setelah diinkubasi, diameter daerah bening (clear zone) diukur. Diameter daerah bening ini merupakan daerah inhibisi dari ekstrak sampel terhadap mikroba uji. Untuk menurunkan limit
16
deteksi, sistem yang telah diinokulasi dibiarkan pada suhu rendah selama beberapa jam sebelum sistem diinokulasi pada suhu optimum pertumbuhan mikroba untuk memberikan kesempatan kepada antibiotik untuk berdiflisi sebelum mikroba tumbuh. b. Metode Pengenceran. Pada metode ini, sampel yang akan diuji dicampur dengan medium yang cocok yang sebelumnya telah diinokulasi dengan mikoba uji. Setelah inkubasi, pertumbuhan mikroba dapat ditentukan secara visual atau dengan perbandingan turbidimetri di kultur uji dengan di kultur kontrol. Kultur kontrol adalah kultur yang tidak diberi sampel yang akan diuji aktivitasnya. c. Metode Bioautografi Metode ini digunakan untuk menentukan tempat atau posisi senyawa yang mempunyai aktivitas mikroba pada kromatogram. Caranya adalah dengan memindahkan senyawa uji dari kromatogram lapis tipis atau kertas ke medium agar yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Daerah inhibisi kemudian dilihat dengan cara yang sesuai. Mikroorganisme adalah makhluk hidup berukuran sangat kecil, bersel satu dengan bentuk dan struktur sederhana yang hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Mikroorganisme ini memegang peranan yang sangat penting, bahkan eksistensinya merupakan persyaratan yang mutlak bagi terbinanya semua kehidupan yang lain.
2.14 Bakteri Bakteri adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Berdasarkan morfologinya bakteri termasuk mikroorganisme bersel tunggal dengan panjang 0,1-1,0 jun dan lebar 0,5-2,5 ^un. Bakteri tersusun dari suatu sel dan isi sel. Di sebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam sel bakteri tidak terdapat membran dalam (endomembran) dan organel bermembran seperti kloroplas dan mitokondria (Irianto, 2006). Karakteristik bentuk sel yang ditemukan adalah: •
Bakteri berbentuk bulat (kokus)
•
Bakteri berbetuk batang
17
•
Bakteri berbentuk spiral Berdasarkan teknik pewamaan, bakteri dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu: •
Bakteri Gram positif Bakteri yang dapat menyerap zat wama utama pada pewamaan Gram dan
dapat menahan zat wama tersebut dengan kuat setelah proses pencucian, sehingga tidak dapat diwamai lagi dengan zat wama berikutnya. Dinding sel bakteri Gram positif cukup tebal sekitar 20-80 nm, terdiri atas 60-100% peptidoglikan. •
Bakteri Gram negatif Bakteri yang tidak dapat menyerap zat wama utama pada pewamaan Gram
sehingga pada proses pencucian akan luntur dan mudah diwamai lagi dengan zat wama berikutnya. Dinding selnya terdiri atas 10-20% peptidoglikan. Di luar lapisan ada stmktur membran kedua yang tersusun dari protein, fosfolipid, dan lipopolisakarida. Beberapa jenis bakteri yang sering digunakan uji antimikrobial antara lain: 1. Escherichia coli Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang, bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai flagel peritrik. Bakteri ini biasanya ditemukan pada usus besar manusia sehingga sering disebut dengan bakteri kolon. Escherichia coli dapat menyebabkan keracunan pada makanan. Bakteri ini mempakan bakteri patogen penyebab diare (keracunan makanan) dan dapat menjadi indikator pencemaran air (Frobisher, 1968). Escherichia coli tumbuh baik pada suhu 8-46"C, beda antara temperatur minimum dan maksimum sangat besar sehingga bakteri ini termasuk golongan bakteri euritermik (Dwidjoseputro, 2005). 2. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif, bersifat aerob dan anaerob, tidak bergerak, berdiameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwama kuning. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat selaput lendir, bisul dan luka-luka. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, dan meningitis pada manusia, n^idca hidup saprofit di dalam saluran pengeluaran lendir dari hidung, mulut dan tenggorokan, dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. .S*. aureus
18
memiliki suhu optimum 35-37*^0 dan pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 7,0-7,5 (Volk dan Wheeler, 1993). 3. Bacillus subtilis Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif, bersifat aerob dan berbentuk basil panjang yang disebut streptobasil. Bacillus subtilis banyak ditemukan dalam tanah, air dan berbagai jenis makanan. Sporanya banyak berbentuk oval atau silinder dan lebamya tidak melebihi dari sel induknya (Hans dan Schmidt, 1994).
19