27
BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian Selatan berbatasan dengan Desa Tenjolaya, bagian Timur berbatasan dengan Desa Tenjoayu dan bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Desa Pasawahan memiliki enam wilayah Rukun Warga (RW) yang tersebar di tujuh kampung. RW 01 berada di Kampung Pasawahan, RW 02 berada di Kampung Cimelati, RW 03 berada di Kampung Cibuntu dan Cikurutug, RW 04 berada di Kampung Cibuntu, RW 05 berada di Kampung Selaawi dan Pancawati, serta RW 06 yang berada di Kampung Sindang Palay. Luas wilayah Desa Pasawahan adalah 625 Ha yang terbagi berdasarkan penggunaannya menjadi: Tabel 1 Luas Wilayah menurut Jenis Penggunaan di Desa Pasawahan, 2010 No Jenis Penggunaan Luas (Ha) 1 Pemukiman 75,5 2 Persawahan 86,1 3 Industri 30 4 Pemakaman 2,5 5 Perkantoran 0,1 6 Lainnya 431 Total Luas 625 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010 Meskipun data monografi desa tidak menyajikan luas penggunaan tanah berdasarkan status tanah, namun dari wawancara dan pengamatan yang dilakukan, tanah hak guna bangunan atas tanah hak milik di Desa Pasawahan termasuk luas. Hal ini terlihat dari banyaknya sebaran tanah yang dimiliki penduduk yang berasal dari dalam dan luar desa. Umumnya pemilik tanah luas adalah orang-orang yang berasal dari kota. Mereka membangun vila untuk ditempati atau untuk disewakan. Sementara penduduk lokal umumnya membangun rumah kontrakan, warung, dan kios-kios kecil. Selain tanah hak guna bangunan, sebaran tanah guntai juga
28
banyak ditemukan di Desa Pasawahan. Hal ini menunjukkan pesatnya komersialisasi tanah di kalangan masyarakat desa. Pada umumnya tanah yang terdapat di Desa Pasawahan adalah tanah dengan tekstur subur berwarna coklat dengan tingkat kemiringan tanah sebesar 45 derajat. Secara topografi daerah ini terbagi menjadi dataran rendah dan dataran tinggi yang mencakup 60 persen dari wilayah Desa Pasawahan, dataran berbukit yang mencakup 35 persen dari wilayah Desa Pasawahan, dan lereng gunung yang mencakup 5 persen dari wilayah Desa Pasawahan. Orbitasi wilayah Desa Pasawahan disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa lokasi desa relatif dekat dengan ibukota Kecamatan Cicurug. Kondisi jalan yang tergolong baik dan ketersediaan kendaraan umum dalam jumlah banyak memudahkan akses penduduk menuju pusat kecamatan, kabupaten dan provinsi. Tabel 2 Jarak dan Waktu Tempuh menurut Tujuan dengan Kendaraan dan Tanpa Kendaraan dari Desa Pasawahan, 2010 Waktu Tempuh (Jam) Tujuan (dari Desa Jarak (km) Pasawahan) Dengan Kendaraan Tanpa Kendaraan Pusat Kecamatan 2,5 0,15 1 Pusat Kabupaten 73 3 31 Pusat Provinsi 120 5 50 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010 4.2. Aspek Demografis Desa Pasawahan terdiri atas enam RW yang tersebar dalam tujuh kampung. Tiap kampung dihuni oleh penduduk yang beragam baik penduduk asli maupun pendatang. Penduduk pendatang umumnya berasal dari daerah Tasikmalaya, Cianjur, Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah yang bekerja di sektor industri dan menetap di Desa Pasawahan. Jumlah pendatang di setiap kampung berbeda-beda, namun penduduk asli masih menjadi mayoritas di setiap kampung. Pendatang terbanyak terdapat di Kampung Pasawahan dan Kampung Selaawi, karena dua kampung ini berbatasan langsung dengan kawasan industri dimana mayoritas pendatang bekerja.
29
Jumlah penduduk Desa Pasawahan pada tahun 2010 tercatat sebanyak 8678 jiwa, yang terdiri atas 4328 jiwa penduduk laki-laki dan 4350 jiwa penduduk perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2176 dan kepadatan penduduk sebesar 1000 jiwa/km. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di Desa Pasawahan, 2010 Kelompok Usia (tahun)
Laki-laki
Perempuan
0-4 378 398 5-9 447 461 10-14 413 426 15-19 410 407 20-24 486 465 25-29 398 415 30-34 352 365 35-39 349 366 40-44 269 259 45-49 259 246 50-54 185 190 55-59 154 142 60-64 99 98 65-69 86 82 70-74 35 28 75+ 8 2 Jumlah 4328 4350 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010
Jumlah (jiwa) 776 908 839 817 951 813 717 715 528 505 375 296 197 168 63 10 8678
Persentase (%) 8,9 10,5 9,7 9,4 11,0 9,4 8,3 8,2 6,0 5,8 4,3 3,4 2,3 2,0 0,7 0,1 100,0
Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin secara diagram dapat pula digambarkan dalam bentuk piramida penduduk. Melalui piramida penduduk, riwayat penduduk daerah yang bersangkutan dapat diamati. Dengan melihat proporsi penduduk laki-laki dan perempuan dalam kelompok umur pada Gambar 2 diperoleh gambaran mengenai perkembangan penduduk pada masa lalu dan perkembangan penduduk pada masa yang akan datang. Hal ini penting dalam melihat potensi tenaga kerja serta gambaran kebutuhan akan tambahan kesempatan kerja yang harus diciptakan.
30
Penyajian penduduk Desa Pasawahan menurut usia dan jenis kelamin dalam bentuk piramida penduduk dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini: 75+ 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
Perempuan
600
400
200
Laki-laki
0
200
400
600
Gambar 2 Piramida Penduduk menurut Komposisi Umur dan Jenis Kelamin di Desa Pasawahan, 2010 Sumber: Diolah dari Tabel 3 Dari piramida penduduk pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa komposisi penduduk Desa Pasawahan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah kelompok usia produktif dengan usia berkisar 15-64 tahun berjumlah 5914 jiwa atau sekitar 68,15 persen. Bagian kedua adalah kelompok usia non produktif yaitu penduduk dengan usia 0-14 tahun sampai dengan 65 tahun ke atas yang berjumlah 2764 jiwa atau sekitar 31,85 persen. Besarnya populasi penduduk yang masuk dalam kelompok usia produktif memberikan peluang ekonomi yang sangat baik bagi daerah, terutama jika diarahkan pada kegiatan ekonomi yang produktif. Hingga saat ini mayoritas masyarakat di Desa Pasawahan bekerja sebagai petani khususnya petani penggarap, sedangkan petani asli atau petani yang memiliki lahan dan mengarap lahannya, semakin berkurang jumlahnya. Seiring dengan perkembangan wilayah terutama sejak adanya pembebasan tanah yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, pekerjaan masyarakat menjadi beragam. Perkembangan wilayah ini menjadi peluang bagi investor untuk menanamkan
31
modalnya di Desa Pasawahan, terutama di bidang industri. Konversi lahan dari pertanian menjadi kawasan industri, kawasan vila, dan taman rekreasi mendorong semakin beragamnya pekerjaan masyarakat di Desa Pasawahan. Distribusi penduduk berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan di Desa Pasawahan, 2010 No
Jenis Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Petani penggarap tanah Buruh tani Pengrajin industri kecil Buruh industri Buruh bangunan Buruh pertambangan Buruh perkebunan besar/ kecil Pedagang ABRI Pensiunan (PEGNEG/ ABRI) Peternak Jumlah Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010
Jumlah (orang) 231 758 7 549 18 5 50 68 6 28 3 1723
Persentase (%) 13,4 44,0 0,4 31,8 1,0 0,3 3,0 4,0 0,3 1,6 0,2 100,0
Sementara jumlah penduduk menurut mata pencaharian dibedakan menjadi bidang pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, dan bidang non pertanian. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Pasawahan, 2010 No
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1102
61,8
1
Pertanian
2
Non Pertanian
681
38,2
Jumlah
1783
100,0
Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010
32
Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebagian besar penduduk Desa Pasawahan tidak menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar, diikuti oleh penduduk yang lulus SLTP, lulus SLTA, lulus SD, lulus akademi, dan lulus perguruan tinggi. Tingginya persentase penduduk yang tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar diduga merupakan gejala yang umum terjadi pada penduduk pedesaan, yang umumnya juga disebabkan oleh keterbatasan keuangan dan fasilitas pendidikan. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 6 berikut ini: Tabel 6 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Pasawahan, 2010 No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Belum sekolah 1148 18,4 2 Tidak tamat SD 2118 34,0 3 Tamat SD 381 6,1 4 Tamat SLTP 1535 24,6 5 Tamat SLTA 982 15,8 6 Tamat Akademi 63 1,0 7 Tamat Perguruan Tinggi 5 0,1 Jumlah 6232 100,0 Sumber: Profil Desa Pasawahan, 2010 4.3. Aspek Fisik Keadaan jalan dan sarana transportasi yang memadai memudahkan penduduk dalam melakukan mobilitas dari desa menuju ke luar desa atau sebaliknya. Secara umum kondisi jalan di desa relatif baik, teratur dan beraspal. Kondisi jalan yang berlubang dan tidak terpelihara hanya dijumpai di beberapa titik jalan, umumnya jalan yang banyak dilalui oleh kendaraan-kendaraan berat. Terdapat tujuh pabrik yang berproduksi di Desa Pasawahan yang tergolong ke dalam industri skala sedang dan besar. Ketujuh unit industri tersebut, ada yang letaknya menyebar dan ada pula yang berdekatan membentuk satu kawasan industri terutama pada industri skala besar. Bangunan industri skala besar terletak dalam satu lokasi yang berbatasan dengan Kampung Pasawahan dan Kampung Selaawi. Dari pemukiman warga, dapat dilihat dengan jelas bangunanbangunan kokoh milik industri berdiri.
33
Selain menjadi kawasan industri, Desa Pasawahan juga menjadi salah satu kawasan wisata alam. Potensi wisata alam tersebut menyebabkan banyak ditemuinya bangunan-bangunan vila di kiri dan kanan jalan, yang tersebar dari Kampung Pasawahan hingga Kampung Cikurutug yang terletak di ujung desa. Vila-vila yang tersebar tersebut umumnya diapit oleh lahan persawahan atau pemukiman warga. Dengan ramainya desa karena industri dan wisata alam, maka Desa Pasawahan pun semakin terbuka dengan dunia luar. Semakin sering desa dikunjungi oleh orang-orang dari kota, penjabat kecamatan, penjabat kabupaten, dan mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Beberapa sarana umum yang terdapat di Desa Pasawahan terdiri atas sarana pendidikan mulai dari jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK (Taman Kanak-Kanak), SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) hingga SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), sarana ibadah berupa masjid dan mushola, sarana rekreasi berupa taman dan pemandian, sarana pertunjukkan kebudayaan, penginapan dan sarana kesehatan umum. Belum tersedianya sarana umum berupa pasar tradisional dan pasar modern, tidak menjadi penghambat bagi masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jarak yang tidak begitu jauh ke pusat keramaian di Kecamatan Cicurug memudahkan masyarakat untuk melakukan mobilisasi. 4.4. Struktur Sosial Masyarakat Desa Pasawahan Dalam struktur masyarakat Desa Pasawahan terdapat beberapa kelompok sosial, yaitu masyarakat pertanian atau masyarakat yang bekerja di sektor pertanian dan masyarakat non pertanian atau masyarakat yang bekerja diluar sektor pertanian. Pada masyarakat pertanian, terdapat dua kelompok sosial yang memiliki perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada akses masyarakat pertanian terhadap faktor produksi utama dalam pertanian, yaitu lahan. Kelompok sosial dalam masyarakat pertanian yang terbentuk di Desa Pasawahan adalah kelompok petani penggarap atau buruh tani dan kelompok petani asli. Petani penggarap adalah petani yang tidak memiliki lahan yang mengerjakan sawah milik orang lain. Mereka bertanggung jawab dalam mengolah sawah mulai dari menanam hingga memanen padi, termasuk mencari kerbau
34
untuk membajak, merawat sawah, dan mencari buruh tani untuk mengerjakan sawah. Sedangkan petani asli adalah petani yang memiliki lahan dan mengerjakan lahannya. Petani pemilik lahan juga dapat menjadi pengusaha tani, artinya mereka tidak ikut mengerjakan lahan tetapi menyerahkan lahannya pada petani penggarap untuk dikerjakan. Saat ini jumlah petani asli di Desa Pasawahan semakin sedikit, karena banyaknya lahan yang dibeli oleh orang-orang kota. Sedangkan lahan yang dimiliki oleh penduduk lokal tidak seluas lahan yang dimiliki orang-orang kota, yakni sekitar 1,2 hektar sementara orang kota memiliki lahan sekitar 3 sampai 4 hektar per orangnya. Lahan yang dimiliki orang-orang kota dikerjakan oleh petani lokal yang bekerja sebagai petani penggarap atau buruh tani. Pada masyarakat pertanian, stratifikasi sosial lebih ditentukan oleh kepemilikan lahan. Mengacu pada stratifikasi sosial tersebut, maka petani penggarap atau buruh tani menempati posisi bawah dalam lapisan sosial, sedangkan petani asli dan pemilik lahan menempati posisi atas dalam lapisan sosial. Pemilik lahan yang menempati posisi atas dalam lapisan sosial memiliki kendali dan kekuasaan dalam mempekerjakan lahan miliknya, termasuk bagi hasil panen yang diperoleh. Mengacu pada perbedaan lapisan sosial tersebut, terlihat adanya kelompok yang menempati posisi penguasa dan pengabdi dimana petani penggarap atau buruh tani menjadi abdi dari pemilik lahan. Pada masyarakat non pertanian, stratifikasi sosial lebih ditentukan oleh pekerjaan, kekayaan dan garis keturunan. Masyarakat lokal atau pendatang yang bekerja dan menempati posisi penting di industri dipandang lebih terhormat dibandingkan dengan masyarakat yang bekerja sebagai buruh industri, begitu pula dengan masyarakat yang tergolong ke dalam kalangan menengah ke atas. Sementara penentuan lapisan sosial berdasarkan garis keturunan hanya berlaku di beberapa kampung, dimana keluarga yang berasal dari garis keturunan orang berpengaruh berada. Dalam hubungan sosial, tidak terdapat perbedaan yang besar antara masyarakat pertanian dan masyarakat non pertanian. Hubungan sosial yang terjadi dalam masyarakat desa didasarkan pada hubungan kekerabatan, hubungan pekerjaan, kedekatan tempat tinggal, dan kepentingan bersama. Interaksi antara satu warga dengan warga lainnya tidak begitu sering dilakukan, terutama antar
35
warga yang berbeda kampung. Hal ini disebabkan oleh padat dan beratnya aktivitas masyarakat dalam pekerjaan, khususnya bagi mereka yang bekerja sebagai buruh industri atau bekerja sebagai penggarap dan buruh tani. Hubungan sosial yang lebih luas terjadi hanya pada saat-saat tertentu, seperti dalam kegiatankegiatan kemasyarakatan. 4.5. Kultur Masyarakat Desa Pasawahan Sebagaimana desa pada umumnya, kehidupan masyarakat di Desa Pasawahan masih diwarnai oleh nilai-nilai budaya. Pada sebagian besar penduduk Pasawahan, nilai-nilai dan norma budaya yang terwujud dan dijadikan pedoman bertindak adalah nilai atau norma budaya orang Sunda. Hal ini terlihat dari istilah yang digunakan untuk menyebut orang tua dan kerabat di antara mereka. Nilai budaya Sunda juga terlihat dalam upacara-upacara keagamaan seperti pengajian dan perayaan hari besar Islam, pelaksanaan khitanan, perkawinan, kematian dan selamatan rumah. Meski demikian, terdapat pula beberapa kegiatan tradisional yang telah hilang dalam masyarakat desa. Dalam hal penggunaan bahasa untuk berkomunikasi, tidak lagi dibatasi pada penggunaan bahasa Sunda sebagai bahasa utama. Kini masyarakat desa dari berbagai kalangan usia telah terbiasa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sekalipun dalam beberapa hal nilai budaya orang Sunda masih bertahan namun saat ini sistem kekerabatan dalam wujud pola pemukiman telah berubah, dimana satu keluarga besar tidak selalu tinggal di sekitar kediaman kerabat-kerabat mereka. Berkaitan
dengan
pengembangan
industri
di
Desa
Pasawahan,
menyebabkan perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat desa. Perubahan tersebut terjadi karena adanya nilai-nilai modern yang hadir bersamaan dengan pengembangan industri. Kini desa menjadi lebih terbuka pada hal-hal baru. Sarana dan prasarana yang disediakan guna memudahkan kegiatan industri, memberi kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat desa untuk berinteraksi dengan kehidupan di luar desa. Kehadiran pendatang yang bekerja di sektor industri dan kemudian menetap di desa, menjadi jalan bagi terbentuknya interaksi sosial antara
36
penduduk lokal dan pendatang. Dari interaksi ini terjadi proses penerimaan halhal baru pada masyarakat desa.
4.6. Deskripsi Industri Pedesaan di Desa Pasawahan Industri merupakan motor penggerak yang menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern. Banyak kebutuhan utama manusia hanya bisa dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan industri. Salah satu pusat kegiatan industri di Jawa Barat adalah Sukabumi. Sebagai bagian dari Sukabumi, maka daerah Cicurug turut menjadi sasaran bagi pengembangan kawasan industri. Dengan wilayah seluas 625 Ha pengembangan kawasan industri di Kecamatan Cicurug dipusatkan di beberapa titik desa. Berdasarkan data sekunder pemerintahan Kecamatan Cicurug terdapat dua kawasan industri skala besar di daerah Cicurug, yaitu Desa Benda dan Desa Pasawahan. Kedua desa ini memang tidak berbatasan langsung namun masih berada dalam satu jalur lintasan. Untuk kepentingan penelitian, maka pembahasan difokuskan pada pengembangan industri skala besar di Desa Pasawahan. Keberadaan kawasan industri di Desa Pasawahan bermula sejak terjadinya pembebasan lahan di akhir tahun 1990-an oleh investor yang sebagian besar berasal dari luar negeri. Penetapan Desa Pasawahan sebagai salah satu daerah yang termasuk dalam kawasan industri cukup beralasan, karena dalam merencanakan suatu kawasan industri, suatu wilayah harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai seperti upah tenaga kerja yang relatif rendah, ketersediaan listrik, air, sarana telekomunikasi, jalan dan saluran pembuangan, maupun faktor wilayah pada daerah4 seperti berada pada posisi jalur jalan besar antara Sukabumi-Bogor-Jakarta. Pembebasan lahan oleh pihak swasta, pertama kali dilakukan oleh investor asing atas nama PT. Indolakto, sebuah industri yang bergerak dalam bidang minuman olahan. Berdirinya perusahaan industri milik PT. Indolakto di awal tahun 2000-an, menjadi langkah awal berkembangnya industri-industri serupa di Desa Pasawahan. Hingga saat ini terdapat tujuh perusahaan industri skala sedang
4
Kriteria kawasan industri menurut Diperindagkop.
37
dan besar yang bergerak dalam bidang pengolahan minuman ringan yang berproduksi di Kawasan Industri Indolakto Desa Pasawahan. Seluruh perusahaan industri skala besar yang berproduksi di Kawasan Industri Indolakto adalah industri yang berorientasi padat modal. Adapun keberadaan industri skala besar di Desa Pasawahan tidak didasarkan oleh ketersediaan bahan baku sebagai sarana produksi, tetapi lebih didasarkan pada lokasi yang strategis dan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi yang tergolong rendah dari daerah lain di sekitar Jakarta. Dengan demikian, desa hanya menjadi penyedia lokasi dan tenaga kerja sementara sumber bahan baku diimpor dari daerah lain. Pemasaran produk hasil produksi perusahaan industri dipasarkan secara nasional. Industri di pedesaan dapat dilihat sebagai salah satu saluran bagi terjadinya perubahan dalam masyarakat pedesaan. Pengembangan industri berkaitan dengan kebutuhan terhadap lahan dalam jumlah yang luas, oleh karena Desa Pasawahan merupakan salah satu daerah pertanian di Kecamatan Cicurug, maka pengembangan industri di pedesaan akan bersentuhan langsung dengan pemanfaatan fungsi lahan pertanian sebagai lokasi bagi kawasan industri. Dalam sudut pandang pemerintah, industri pedesaan merupakan institusi yang dipercaya dapat menjembatani kesenjangan transformasi ekonomi dengan transformasi sosial yang terjadi di tengah pedesaan. Sejalan dengan tujuan pembangunan industri yang termuat dalam pasal 3 UU No. 5 Tahun 1984, bahwa industri bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan keikutsertaan masyarakat terutama golongan lemah, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan penerimaan devisa sehingga dapat menunjang stabilitas nasional. Mengacu pada undang-undang tersebut, maka pengembangan industri terutama di daerah pedesaan diharapkan akan mampu memenuhi tujuan pembangunan industri tersebut. Dalam prosesnya, program pembangunan di daerah pedesaan melalui industrialisasi seperti yang berlangsung di Desa Pasawahan tidak lantas menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa. Hal ini dikarenakan adanya standardisasi keterampilan dan pendidikan yang belum sepenuhnya dimiliki masyarakat desa.
38
4.7. Adaptasi Ekologi Masyarakat Desa Pasawahan Desa Pasawahan secara etimologis berasal dari kata sawah. Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal desa ini merupakan daerah dengan kegiatan utama berpusat pada kegiatan pertanian, khususnya pertanian tanaman padi sawah. Dari 625 hektar luas lahan Desa Pasawahan, sekitar 350 hektar digunakan sebagai lahan pertanian tanaman padi sawah. Sejak dilakukannya pembebasan lahan oleh pihak swasta maupun pemerintah, luas lahan pertanian pun semakin berkurang. Pembebasan lahan mulai dilakukan sejak 1990-an awal dan puncaknya terjadi pada awal tahun 2000an, beberapa tahun setelah krisis moneter terjadi. Dari 350 hektar lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertanian, pada tahun 2010 hanya tersisa sekitar 86 hektar lahan pertanian. Menanggapi perubahan peruntukkan lahan tersebut, maka masyarakat lokal dihadapkan pada pentingnya adaptasi. Upaya adaptasi yang dilakukan oleh penduduk Desa Pasawahan dapat dilihat sebagai upaya penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan sumberdaya yang terjadi, agar mereka dapat terus memperoleh dan menggunakan sumberdaya yang ada, serta untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul pada lingkungan di sekitar mereka. Ada dua bentuk strategi adaptasi yang dikembangkan oleh penduduk Desa Pasawahan untuk menanggapi tekanan lingkungan agar mereka dapat bertahan pada lingkungan yang bersangkutan, yaitu diversifikasi mata pencaharian dalam arti pengalihan mata pencaharian ke bentuk lain yang dianggap sesuai dengan perubahanperubahan yang terjadi, dan upaya mempertahankan mata pencaharian semula. Pembangunan kawasan industri di Desa Pasawahan membutuhkan lahan yang cukup luas. Letak kampung yang dianggap berpotensi dalam arti memiliki sejumlah lahan yang luas dan berada dekat dengan jalan raya, menjadi sasaran pendirian lokasi industri. Kebutuhan industri terhadap daerah di sekitarnya menyebabkan sejumlah masyarakat yang memiliki lahan yang cukup luas dan umumnya berupa lahan pertanian, menjual lahannya pada pihak perusahaan dengan atau tanpa paksaan. Bagi mereka yang memutuskan untuk menjual lahan pertaniannya, dana yang diperoleh biasanya dimanfaatkan untuk mendirikan unit usaha lain seperti warung atau kontrakan, ada pula yang menggunakan dananya
39
dengan membeli lahan pertanian di daerah-daerah pinggiran desa. Oleh karena itu, saat ini banyak dijumpai lahan-lahan pertanian berukuran sempit di pojok-pojok desa. Bagi masyarakat sekitar yang tidak memiliki lahan pertanian namun menggantungkan hidupnya pada pertanian, perubahan kepemilikan lahan dari masyarakat lokal ke pihak lain (investor atau orang kota) sangat mempengaruhi kelangsungan mata pencaharian mereka. Sebagian dari masyarakat tersebut ada yang memilih untuk beralih ke mata pencaharian di luar pertanian, ada pula yang mencoba tetap bertahan pada mata pencaharian semula. Sejauh ini pengembangan industri di Desa Pasawahan tidak begitu berpengaruh pada menurunnya kualitas lingkungan, karena pencemaran oleh limbah pabrik hampir tidak pernah terjadi. Hal ini didukung oleh sistem pengolahan limbah pabrik dengan menggunakan peralatan canggih yang dioperasikan oleh tenaga ahli. 4.8. Karakteristik Responden Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga dengan unit pengamatan kepala keluarga atau anggota keluarga yang bekerja dalam bidang pertanian. Pemilihan individu yang bekerja dalam bidang pertanian sebagai sampel dalam penelitian ini, didasarkan pada pertimbangan antara lain: pertama, perubahan yang terjadi di Desa Pasawahan sangat berkaitan dengan perubahan penggunaan dan pemilikan lahan akibat berkembangnya industri. Oleh karena itu, peneliti menganggap penting untuk melihat perubahan tersebut karena sangat berhubungan dengan kelangsungan hidup para petani yang pada umumnya menyandarkan pemenuhan kebutuhan hidupnya pada penggunaan lahan pertanian. Kedua, adanya perubahan dalam penggunaan dan pemilikan lahan juga terkait dengan perubahan dalam hubungan kerja dan jenis mata pencaharian lain yang menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidup petani, yang secara tidak langsung berkaitan dengan kepentingan ekonomi dan sosial penduduknya. Untuk menentukan responden penelitian, terlebih dahulu disusun kerangka sampling yang berisi daftar nama petani berdasarkan penguasaan lahan pertanian.
40
Oleh karena pengembangan industri di Desa Pasawahan berbatasan dengan dua kampung yaitu Kampung Pasawahan dan Kampung Selaawi, maka data kerangka sampling disusun berdasarkan jumlah petani yang berkegiatan di dua kampung tersebut. Data kerangka sampling diperoleh dari dokumen Kelompok Tani Muktijaya I dan Muktijaya II Desa Pasawahan. Penguasaan lahan oleh petani dibagi menjadi tiga kategori, yaitu penguasaan lahan sempit ( > 0,25 hektar), penguasaan lahan sedang (0,25-0,50 hektar), dan penguasaan lahan luas ( < 0,50 hektar). Dari kerangka sampling yang telah disusun, ditemukan bahwa persentase penguasaan lahan sempit mencapai 80,95 persen atau dikuasai sekitar 68 orang petani, penguasaan lahan sedang sebesar 8,33 persen atau dikuasai sekitar 7 orang petani, dan penguasaan lahan luas sebesar 10, 72 persen atau dikuasai sekitar 9 orang petani. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 orang yang dipilih berdasarkan persentase responden pada setiap kategori penguasaan lahan pertanian. Responden yang mewakili penguasaan lahan sempit berjumlah 24 orang, penguasaan lahan sedang diwakili oleh 2 orang responden, dan penguasaan lahan luas diwakili oleh 4 orang responden. Penentuan responden ditentukan berdasarkan teknik stratified random sampling agar data yang diperoleh dari responden mampu mewakili keseluruhan individu dalam setiap kategori penguasaan lahan pertanian. Dengan teknik penarikan sampel tersebut, diperoleh distribusi umur responden dengan usia terendah 47 tahun dan usia tertinggi 98 tahun. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur tidak menyebar merata, bahkan dalam beberapa golongan umur tidak terdapat responden penelitan. Dengan rentang usia 5 tahun, maka diperoleh distribusi umur sebagaimana tercantum dalam Tabel 7, dimana persentase responden terbesar berada dalam kelompok usia 50-54 tahun (33,3 persen), sedangkan persentase terendah berada dalam kelompok usia 95-99 tahun (3,3 persen). Dari Tabel 7 dapat dilihat adanya fenomena aging farmer dalam struktur tenaga kerja pertanian di Desa Pasawahan. Tenaga kerja muda cenderung lebih memilih bekerja di luar pertanian, terutama para pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih baik. Sementara tenaga kerja tua yang hingga saat
41
ini masih bekerja di sektor pertanian, umumnya telah menggeluti pertanian sejak usia muda. Tabel 7 Jumlah dan Persentase Responden menurut Kelompok Usia, 2011 Kelompok Jumlah Persentase (%) Usia (Jiwa) 45-49 5 16,7 50-54 10 33,3 55-59 6 20,0 60-64 3 10,0 65-69 3 10,0 70-74 2 6,7 75-79 0 0 80-84 0 0 85-89 0 0 90-94 0 0 95-99 1 3,3 Jumlah 30 100,0 Sumber: Data diolah, 2011 Salah satu indikator kualitas tenaga kerja adalah tingkat pendidikan. Data yang diperoleh di lapang menunjukkan bahwa tenaga kerja pertanian di Desa Pasawahan yang menjadi responden penelitian, didominasi oleh angkatan kerja dengan latar belakang pendidikan SMP. Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 orang responden, sekitar 50,0 persen responden menyelesaikan pendidikan hingga tamat SMP, 33,3 persen responden menyelesaikan pendidikan hingga tamat SD, 10 persen responden tidak menyelesaikan pendidikan SD dan hanya 6,7 persen responden yang menyelesaikan pendidikannya hingga tamat SMA. Distribusi responden menurut tingkat pendidikan, disajikan pada Tabel 8 berikut ini: Tabel 8 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendidikan, 2011 No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak sekolah 0 0,0 2 Tidak tamat SD 2 10,00 3 Tamat SD 10 33,3 4 Tamat SMP 15 50,0 5 Tamat SMA 2 6,7 6 Tamat Akademik 0 0,0 Jumlah 30 100,0 Sumber: Data diolah, 2011
42
Tabel 8 menunjukkan adanya peningkatan kualitas tenaga kerja di pertanian. Kualifikasi tamatan SD yang umum menjadi ciri dominan tenaga kerja di pertanian mulai meningkat menjadi tamatan SMP. Namun demikian, kesempatan untuk memasuki sektor pekerjaan di luar pertanian (sektor formal) termasuk sulit, mengingat pendidikan terakhir yang ditempuh hanya sebatas pendidikan di tingkat SMP. Sementara tingkat pendidikan SMA hanya diwakili oleh sebagian kecil responden dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas. Berdasarkan tingkat pendapatan, sebagian besar responden yaitu sekitar 70,0 persen responden memiliki pendapatan total dibawah Rp 700.000,-. Sekitar 26,7 persen responden memiliki pendapatan dalam rentang Rp 700.000,- hingga Rp 1.500.000,-, dan hanya 3,3 persen responden yang memiliki pendapatan diatas Rp 1.500.000,-. Distribusi responden menurut tingkat pendapatan disajikan pada Tabel 9 berikut ini: Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendapatan, 2011 No Tingkat Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < Rp 700.000,21 70,0 2 Rp 700.000,- − Rp 1.500.000,8 26,7 3 > Rp 1.500.000,1 3,3 Jumlah 30 100,0 Sumber: Data diolah, 2011 Data pendapatan responden diperoleh dari pengeluaran dan pemasukan rumahtangga selama satu bulan. Sebagian besar responden memiliki lebih dari satu sumber pendapatan. Kondisi ini dikarenakan oleh relatif rendahnya tingkat pendapatan yang diberikan oleh masing-masing kegiatan yang dilakukan. Besarnya pendapatan yang diperoleh setiap bulannya tidak selalu sama. Ada kalanya pendapatan yang diperoleh lebih tinggi atau lebih rendah dari pendapatan biasanya. Untuk mengetahui taraf hidup responden, selain data mengenai tingkat pendapatan, diajukan pula beberapa pertanyaan terkait dengan kondisi fisik rumah, status rumah, sumber air, dan bahan bakar untuk keperluan rumahtangga responden. Hal tersebut menjadi poin penting yang perlu diketahui dalam menilai taraf hidup responden.
43
Distribusi responden menurut tingkat kesejahteraan disajikan pada Tabel 10 berikut ini: Tabel 10 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Kesejahteraan, 2011 No Tingkat Kesejahteraan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Semakin menurun 5 16,7 2 Tidak ada perubahan 21 70,0 3 Semakin meningkat 4 13,3 Jumlah 30 100,0 Sumber: Data diolah, 2011 Tabel 10 menunjukkan penilaian responden terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga mereka pada saat ini dan tahun-tahun sebelumnya. Sekitar 70 persen responden mengatakan tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesejahteraan rumahtangga di saat ini dan tahun-tahun sebelumnya, sekitar 16,7 persen responden
mengatakan
adanya
penurunan
dalam
tingkat
kesejahteraan
rumahtangga saat ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sementara hanya sekitar 13,3 persen responden yang mengatakan ada peningkatan dalam tingkat kesejahteraan rumahtangganya. Tingkat kesejahteraan responden sangat berkaitan dengan iklim usaha di sektor pertanian, terutama pada saat harga benih meningkat atau menurun, hasil panen baik atau buruk, upah yang disediakan bagi buruh dan luasan lahan pertanian yang dikerjakan. Selain iklim usaha di sektor pertanian, adanya anggota rumahtangga yang bekerja di sektor industri turut berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga, melalui tambahan penghasilan yang diberikan pada keluarga. 4.9. Ikhtisar Perkembangan Desa Pasawahan tidak lepas dari peran industri di kawasan pedesaan, begitu pula halnya dengan proses pengembangan industri yang terlaksana berkat dukungan aspek fisik desa berupa lahan yang luas dan strategis. Industri menyebabkan sejumlah perubahan pada kondisi fisik desa, seperti terbentuknya pemukiman baru, penambahan sarana dan prasarana penunjang yang
44
berkaitan dengan pengembangan wilayah, dan munculnya sentra ekonomi baru yang berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Berdasarkan data monografi desa, penggunaan lahan terluas berada pada kegiatan persawahan. Pada kenyataannya, banyak lahan untuk kegiatan persawahan yang telah dialihfungsikan bagi kegiatan lain seperti industri. Dalam pandangan masyarakat desa, adanya industri akan mendatangkan keuntungan. Dengan banyaknya pekerja pendatang yang menetap di desa, maka kesempatan untuk mengembangkan usaha pun besar, disamping itu industri dapat menjadi lapangan pekerjaan bagi sejumlah besar penduduk usia produktif. Namun dalam pelaksanaannya, industri di pedesaan tak sepenuhnya berjalan seperti yang diharapkan oleh masyarakat desa. Adanya industri juga memungkinkan masyarakat untuk melakukan hubungan sosial yang lebih luas, baik dengan sesama masyarakat desa maupun dengan pendatang. Menanggapi arus perubahan yang diakibatkan oleh adanya industri, sebagian masyarakat mengembangkan diversifikasi mata pencaharian. Upaya diversifikasi mata pencaharian ini dilakukan oleh masyarakat umum maupun masyarakat pertanian. Pada masyarakat pertanian, diversifikasi mata pencaharian dilakukan sebagai bentuk adaptasi atas berkurangnya lahan pertanian yang tersedia. Akibatnya jumlah petani asli berkurang, sementara jumlah petani penggarap bertambah. Pemilikan lahan pertanian luas yang semula didominasi oleh masyarakat desa, kini mulai digantikan oleh orang-orang asal kota.