34
BAB IV PROFIL LOKASI 4.1. Letak Geografis dan Kondisi Alam Desa Pulau Panjang merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Desa Pulau Panjang memiliki tiga pulau kecil, dimana dua diantaranya tidak berpenghuni. Pulau-pulau yang masuk dalam wilayah Desa Pulau Panjang adalah Pulau Burung, Pulau Tampakan dan Pulau Hantu. Pusat pemerintahan dan pulau yang berpenghuni berada di wilayah Pulau Burung. Sedangkan dua pulau lainnya (Pulau Tampakan dan Pulau Hantu) merupakan pulau yang tidak berpenghuni dan hanya ditumbuhi ekosistem mangrove. Secara geografis, desa ini berbatasan langsung dengan Desa Sungai Dua disebelah Utara, Pulau Suwangi/Kecamatan Batulicin disebelah Selatan, Desa Tungkaran Pangeran disebelah Barat, dan Selat Laut (Kabupaten Kotabaru) disebelah Timur. Posisi desa ini diapit oleh dua pulau besar, yakni Pulau Kalimantan disebelah Barat dan Pulau Laut disebelah Timur. Posisi yang demikian menjadikan wilayah pesisir desa ini padat akan lalu lalang transportasi laut, seperti speedboat, klotok, dan kapal-kapal tugboat. Perjalanan menuju desa tersebut hanya dapat ditempuh dengan perjalanan laut.
Hal
ini
disebabkan
tidak
adanya
jembatan
penyebrangan
yang
menghubungkan Pulau Burung dengan Pulau Kalimantan. Jarak tempuh dari Ibu kota kecamatan ke Kantor Desa Pulau Panjang sekitar 3 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 30 menit (15 menit perjalanan laut, 15 menit perjalanan darat). Jarak dari pusat pemerintahan Kabupaten sekitar 14 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam sedangkan jarak dari ibukota Provinsi Kalimantan Selatan sekitar 265 kilometer dengan waktu tempuh 6 jam. Luas Desa Pulau Panjang kurang lebih 1562,5 Ha. Wilayah seluas itu diperuntukan untuk perumahan dan pekarangan, perkebunan, tambak, dan hutan mangrove. Ketinggian tanah di kawasan ini berkisar 0-5 meter diatas permukaan laut (dpl). Kelembaban udara rata – rata berkisar antara 85 persen dan 92 persen dengan kelembaban maksimum tertinggi sebesar 99 persen di bulan Mei
35
sedangkan kelembaban minimum terendah terjadi di bulan Februari sebesar 55 persen. Temperatur udara rata – rata berkisar antara 24,5o C dan 27,1o C, dengan suhu udara maksimum tertinggi pada bulan Januari dan Juli sebesar 34 0 C dan minimum terendah sebesar 210 C di bulan Juni. Jumlah curah hujan tertinggi terjadi di bulan Juli yaitu 389,4 mm dan terendah di bulan April yaitu 137,1 mm (BPS Kabupaten Tanah Bumbu, 2009). 4.2. Penduduk dan Mata Pencaharian Menurut para orang tua dan para sesepuh di Pulau Panjang, asal usul leluhur mereka berasal dari Sulawesi. Itulah sebabnya, sebagian besar penduduk Pulau Panjang adalah orang Bugis. Kehadiran orang Banjar yang ada di Pulau Panjang lebih banyak disebabkan oleh ikatan perkawinan dengan penduduk setempat atau bertugas sebagai pegawai negeri, seperti guru SD atau aparat desa. Sekalipun demikian, orang Bugis tetap mendominasi struktur masyarakat di desa ini. Jumlah penduduk Pulau Panjang 250 jiwa yang terdiri dari 67 KK yang terdiri atas 126 laki-laki dan 124 perempuan (Tim Pemetaan Swadaya, 2011). Akan tetapi, pencatatan data kependudukan ini di masing-masing instansi berbeda-beda. BPS Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009 mencatat penduduk di Desa Pulau Panjang mencapai 330 jiwa dengan 106 KK. Sedangkan Kantor Desa Pulau Panjang pada tahun yang sama mencatat jumlah penduduk sebanyak 479 jiwa dengan 115 KK. Tabel 2 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Golongan Umur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Umur 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55 ++ Jumlah Penduduk
Laki-Laki 16 15 7 7 12 16 12 8 5 8 7 13
Perempuan 11 12 15 10 10 10 8 10 7 7 6 18
Jumlah 27 27 22 17 22 26 20 18 12 15 13 33
126
124
250
Sumber : Tim Pemetaan Swadaya Desa Pulau Panjang 2011
36
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa rasio beban tanggungan (dependency ratio) di Desa Pulau Panjang adalah 77,3. Artinya, dalam setiap 100 orang usia produktif menanggung 77,3 orang usia non-produktif. Sedangkan rasio jenis kelamin (sex ratio) 101,7 laki-laki per 100 perempuan. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai nelayan atau pekerjaan yang masih berkaitan langsung dengan pemanfaatan hasil-hasil laut. Selain itu, yang saat ini mulai dikembangkan adalah usaha pembudidayaan rumput laut (Gracillaria spp). Selebihnya, merupakan petani kebun dan buruh bangunan. Akan tetapi, yang perlu diingat adalah bahwa kebanyakan masyarakat Desa Pulau Panjang tidak menggantungkan hidupnya dari satu sumber penghasilan saja, sebagian besar memiliki pola nafkah ganda dan mengikutsertakan seluruh anggota rumah tangga untuk mencari sumber-sumber penghasilan. 4.3. Sarana dan Prasarana Prasarana sosial yang terdapat di Desa Pulau Panjang mencakup bidang keagamaan, pendidikan dan kesehatan. Di bidang keagaman, dengan jumlah penduduk mayoritas beragama Islam, maka sarana keagamaan yang ada hanyalah sarana yang berhubungan dengan agama Islam, yakni Masjid. Secara umum, masjid merupakan tempat anggota masyarakat mengadakan kegiatan keagamaan seperti: sholat, pengajian, upacara keagamaan dan merupakan tempat penyebaran informasi (penyebaran berita kematian dan undangan untuk berkumpul). Kegiatan lain dilakukan setelah jum’atan dan setelah sholat maghrib di malam
jum’at
untuk menyelesaikan beberapa masalah dan konflik sosial. Di bidang pendidikan, desa ini memiliki SD (Sekolah Dasar) dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Fungsi SD ini sangat penting untuk memberikan pendidikan dasar bagi masyarakat Pulau Panjang, seperti pemahaman baca tulis, kemampuan berhitung dan pengetahuan-pengetahuan dasar lainnya. Sebelum SD ini didirikan pada tahun 1996, masyarakat Pulau Panjang yang ingin bersekolah harus menempuh jarak kurang lebih 3 kilometer dengan menggunakan klotok (perahu kecil) untuk dapat sampai ke sekolah tujuan yang berada di Desa Tungkaran Pangeran di Pulau Kalimantan. Jarak tempuh yang jauh dan akses menuju sekolah yang cukup sulit menyebabkan banyak masyarakat yang memilih
37
untuk tidak sekolah dan lebih memilih untuk mengikuti pekerjaan orang tuanya sebagai nelayan. Selain di bidang pendidikan, ada juga sarana di bidang kesehatan berupa Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang berada di RT 01. Poskesdes didirikan pada tahun 2009 dengan bantuan dana dari APBD Kabupaten Tanah Bumbu. Namun demikian, walaupun secara fisik bangunan sudah ada tetapi pemanfaatannya sampai dengan saat ini belum optimal. Poskesdes hanya dimanfaatkan untuk keperluan posyandu saja yang hanya dilaksanakan sebulan sekali. Hal ini dikarenakan tidak ada tenaga medis (Mantri, Bidan, dan Dokter) yang ditugaskan di tempat tersebut. Tidak ada sama sekali kendaraan roda dua di desa ini. Masyarakat Pulau Panjang terbiasa beraktivitas dengan berjalan kaki. Akan tetapi, untuk menunjang kelancaran aktivitas warga, di wilayah RT 02 Desa Pulau Panjang terdapat jalan darat yang berupa rabat beton. Pembangunan jalan beton ini merupakan realisasi proyek Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan 2010. Jalan beton ini sangat penting dalam memperlancar kegiatan usaha di desa. Pasalnya, di wilayah RT 02 terdapat kelompok pembudidaya rumput laut yang pada saat-saat tertentu mengangkut hasil panennya melewati jalur darat. Namun demikian, jalan yang terdapat di RT 01 masih merupakan jalan tanah yang kondisinya licin dan becek. Dari sisi tempat tinggal atau perumahan warga dapat dikelompokan kedalam tiga kategori, yakni: rumah permanen, rumah semi permanen, dan darurat. Sebanyak 37 rumah permanen, 18 semi permanen dan 5 darurat, dari total 60 rumah warga yang ada didesa ini (Tim Pemetaan Swadaya, 2011). 4.4. Kondisi Perikanan Kabupaten Tanah Bumbu mempunyai potensi sumberdaya kelautan dan perikanan dengan karakteristik fisik panjang garis pantai
162,895 km yang
terbentang dari Kecamatan Simpang Empat sampai dengan Kecamatan Satui dan luas wilayah perairan laut (batas pengelolaan 4 mil dari kabupaten) sebesar 653,4 km2 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel, 2010), memungkinkan untuk
38
pengembangan budidaya perikanan laut, pariwisata pantai dan perhubungan antar pulau dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan data PPI Batulicin tahun 2007 hingga April 2010 didapatkan bahwa produksi perikanan laut di Kabupaten Tanah Bumbu sejak 2007 - April 2010 sebesar 18.770,42 ton dari 26 jenis ikan yang didaratkan di PPI Batulicin. Setiap tahun terjadi kenaikan produksi perikanan. Dari tabel 3 terlihat bahwa tangkapan jenis ikan kembung, layang, ketombong dan tongkol adalah jenis yang paling tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2007 produksi ikan tongkol mencapai puncaknya yaitu sebesar 5.134 ton, namun pada tahun-tahun berikutnya cenderung menurun. Tabel 3 Produksi Perikanan Laut Kabupaten Tanah Bumbu berdasarkan Data PPI tahun 2007 - 2010 Jumlah Jenis Ikan (ton) No
Jenis Ikan
1 Kembung 2 Layang 3 Ketombong 4 Tongkol 5 Tenggiri 6 Bandeng 7 Bawal 8 Udang 9 Cumi-cumi 10 Cepa 11 Bogor 12 Serisi 13 Como-como 14 Selar 15 Manyung 16 Belanak 17 Talang-talang 18 Kakap merah 19 Tembang 20 Trakulu 21 Bagong/Semar 22 Selangat 23 Mujair 24 Lemuru/Sarden 25 Baronang 26 Ikan jenis lain Total bulanan (ton)
2007 822,8 917,3 372,4 513.4 107,2 260,6 147,9 14,1 38,95 124,4 41,6 60,9 63,7 71,4 10,2 1,6 10,9 2,6 28,7 65,4 103,3 141,2 1,8 162,1 4.084,5
2008
2009
750,9 1.378,1 414,5 865,0 140,6 292,8 131,8 19,1 113,90 130,9 95,8 62,4 122,0 93,2 9,1 33,7 17,0 57,9 94,8 151,0 295,8 161,1 5.431,4
1.357,60 2.589,60 326,10 1.046,40 213,50 272,10 168,30 12,50 111,60 100,20 74,90 70,70 45,10 173,20 22,80 2,30 10,80 32,50 39,30 48,70 47,80 102,00 131,40 6.999,40
Sumber: PPI Batulicin Kab. Tanah Bumbu, Thn. 2007 s.d 2010
2010 (hingga April 2010) 280,05 636,15 129,65 473,65 54,65 202,40 34,70 7,80 64,90 49,40 72,30 67,33 17,35 4,10 7,50 1,20 7,55 7,00 33,40 6,15 15,85 39,75 3,95 38,34 2.255,12
39
Hal ini berbeda dengan tangkapan nelayan yang berada di Pulau Panjang. Sebagian besar nelayan di desa ini menangkap lebih banyak ikan jenis kakap, kakap merah, bawal dan kerapu. Ikan jenis ini lebih mudah ditemui dibandingkan tongkol, kembung dan bandeng. Hal ini dikarenakan alat tangkap dan armada tangkap nelayan Pulau Panjang yang masih sangat tradisional. Ukuran dan kekuatan armada tangkap yang ada, serta tingkat efektivitas dan kualitas alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan Pulau Panjang diduga mempengaruhi usaha penangkapan ikan di kawasan tersebut. Nelayan-nelayan di Pulau Panjang hampir keseluruhannya menggunakan armada tangkap yang bersifat
tradisional.
Armada
tangkap
yang
digunakan
yakni
berupa
4
balapan/klotok, swan dan ketinting . Armada tangkap jenis ini hanya dilengkapi mesin berukuran 5-24PK. Sedangkan alat tangkap yang digunakan diantaranya adalah rempa, rengge, rawai, rakang, dan pancing5. Kegiatan penangkapan ikan di laut dan di sungai atau selat bagi nelayan mengenal dua musim, yaitu musim paceklik dan musim panen yang sekaligus menandai rotasi atau jadwal penangkapan ikan. Musim paceklik biasanya dimulai akhir Juni sampai akhir Oktober. Sedangkan musim panen ikan terjadi pada awal bulan Januari sampai dengan April. Pada saat musim melaut ini para nelayan sangat intensif melaut dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, seperti mempersiapkan alat tangkap, perahu maupun bahan bakar. Selain dua musim tersebut yang terjadi berbulan-bulan, nelayan Pulau Panjang juga mengenal dua musim lainnya yang terjadi dua minggu sekali, yakni konda dan nyorong. Konda merupakan situasi dimana air laut tenang, tidak ada gelombang dan pasang surut terjadi tidak terlalu ekstrem. Konda terjadi pada tanggal 6-11 dan 18-23 sesuai kalender/perhitungan bulan. Pada saat musim konda, nelayan lebih banyak yang mempergunakan waktunya dengan memancing. Hal ini dikarenakan ombak yang tenang dan pasang surut yang tidak terlalu 4
Klotok merupakan jenis perahu dengan panjang ± 8 sampai 10 meter dan lebar 1-1,5 meter yang dilengkapi dengan mesin berkekuatan 24-30 PK. Perahu jenis swan berukuran ±5x0,75 meter dengan mesin maksimal 20PK.Sedangkan ketinting, dilengkapi dengan jenis mesin masing-masing 5-10 PK dan berukuran lebih kecil dari perahu jenis swan. 5 Rempa merupakan jenis jaring net dengan ukuran 5-8 inch yang dipergunakan untuk menangkap kakap. Rengge merupakan jenis jaring net dengan ukuran 6-9 inch yang dipergunakan untuk menangkap bawal. Rawai merupakan alat penangkap ikan yang terdiri dari ratusan mata pancing. Rakang merupakan alat penangkap kepiting yang berbentuk bundar dengan jaring-jaring ditengahnya sebagai perangkap.
40
ekstrem. Selain konda ada juga musim nyorong, yakni situasi pasang surut yang sangat ekstrim. Artinya, kondisi air laut yang mengalami pasang surut di luar kondisi biasanya. Musim nyorong biasanya terjadi pada tanggal 12-17 dan 24-30 sesuai kalender bulan. Musim ini biasanya dimanfaatkan oleh nelayan dengan mencari kepiting. Pada saat pasang, biasanya kepiting masuk kedalam hutan mangrove untuk mencari substrat makanan. Dengan demikian banyak nelayan yang memasang perangkap di hutan mangrove untuk mendapatkan kepiting. Alat penangkap kepiting yang digunakan bernama rakang. 4.5. Kondisi Ekosistem Pesisir Salah satu keunikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah adanya ekosistem mangrove dan terumbu karang. Adanya ekosistem mangrove dengan ketebalan yang sangat besar di sepanjang pantai, cukup besar pengaruhnya dalam meredam gelombang maupun kecepatan arus. Semua pulau yang tersebar di Selat Laut (Pulau Burung, Pulau Tampakan, Pulau Hantu, Pulau Swangi, Pulau Anak Swangi, dan Pulau Sungai Dua) memiliki karakteristik wilayah berupa ekosistem hutan mangrove dan hutan dataran rendah. Sebagian pulau-pulau tersebut dan perairan Selat Laut merupakan kawasan Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 329/Kpts-II/1987 tanggal 14 Oktober 1987 seluas 66.650 Ha. Selanjutnya wilayah Pulau-Pulau tersebut termasuk dalam kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 26 tahun 2008 dan SK Menteri Kehutanan Nomor : 435 tahun 2009. Kondisi mangrove di wilayah Desa Pulau Panjang kondisinya masih cukup lebat dan rapat terutama di Pulau Tampakan (441.399 Ha). Meski demikian berdasarkan pengamatan terlihat adanya abrasi di ujung Utara Pulau Burung. Dibagian lain dari Pulau Burung, Pulau Hantu dan Pulau Tampakan belum sampai terjadi abrasi yang signifikan, namun mangrove yang berada di bagian pantai lebih jarang. Kemungkinan penyebab salah satunya adalah seringnya kapal tongkang ditambatkan di pohon-pohon mangrove yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove di Pulau Burung dan Tampakan. Selain itu, kerusakan ekosistem mangrove disebabkan juga adanya alih fungsi lahan. Hal ini dapat dilihat secara
41
visual dengan adanya pembukaan lahan mangrove untuk pemukiman, tambak dan pembangunan pelabuhan khusus. Sedikitnya terdapat enam pelabuhan khusus batubara yang beroperasi di kawasan pesisir Pulau Panjang. Kehadiran pelabuhan khusus tersebut baik langsung maupun tidak langsung jelas akan memberikan dampak bagi keberadaan ekosistem mangrove. Selain itu, perlu diingat juga akan adanya aktifitas penebangan pohon mangrove untuk kayu bakar.
Gambar 4 Pelabuhan Khusus Batubara di Kawasan Pesisir Pulau Panjang Selain mangrove, ekosistem pesisir yang tidak kalah pentingnya adalah terumbu karang. Dalam kerangka ekologis, terumbu karang merupakan tempat mencari makan dan tempat hidup berbagai organisme hewan maupun tumbuhan laut seperti ikan, penyu, udang, kerang dan rumput laut. Keberadaan terumbu karang dengan berbagai fungsinya sangat penting untuk dipertahankan. Gugusan terumbu karang yang terdapat di Desa Pulau Panjang yaitu di bagian utara Pulau Tampakan (Gusung Payung), sebelah Barat Pulau Hantu (Tunurappu) (Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel, 2010). Pada umumnya karang terumbu yang ada kondisinya sudah banyak yang rusak, terutama yang letaknya dekat dengan daratan pantai yang penuh
42
aktifitas manusia dan sedimentasi yang tinggi. Hal ini akan mengancam keberlanjutan ekosistem terumbu karang, terlihat dengan tingginya aktivitas pelayaran baik kapal tongkang, nelayan dan kapal lainnya juga banyaknya bagan tancap yang tersebar terutama di perairan muara Selat Laut dan sekitarnya. Pengaruh adanya bahan pencemar akibat aktivitas di laut dan di darat serta tingginya tingkat sedimentasi juga turut berpengaruh terhadap kehidupan terumbu karang karena bahan pencemar dan sedimen dapat menutup polip karang sebagai pembentuk utama terumbu karang. Kerusakan terumbu karang ini menurut nelayan berakibat pada sulitnya menentukan daerah penangkapan dan berkurangnya hasil tangkapan. Dengan segala kondisi dan potensi sumberdaya pesisir yang dimiliki Desa Pulau Panjang, Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu berencana untuk mengembangkan daerah ini sebagai kawasan pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor tumpuan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi besar dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Peluang pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Tanah Bumbu masih sangat terbuka lebar dan dapat dijadikan sebagai salah satu unggulan. Keunggulan tersebut antara lain sebagai daerah tujuan wisata dengan beberapa obyek berupa wisata bahari (terumbu karang), wisata alam, wisata panorama, dan wisata budaya.