BAB IV PRODUK HUKUM YANG MENGATUR TENTANG DANA ALOKASI KHUSUS MENURUT KONSEP KEADILAN DAN KESELARASAN
4.1 Produk Hukum Yang Mengatur Tentang Dana Alokasi Khusus Dua peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan, khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur pelimpahan penyelenggaraan sebagian besar urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah, sementara Undang-Undang No.33 Tahun 2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai konsekuensi atas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Namun, di sisi lain kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. 67 Oleh karena itu, kekurangannya harus dibantu oleh pemerintah pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. 67
Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
103
104
Pengertian DAK diatur dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23 UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa: “Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.” Pasal 162 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk; (1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar prioritas nasional. (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat
105
dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik, kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis, 68 untuk menyatakan
komitmen
dan
tanggung
jawabnya,
daerah
penerima
wajib
mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah DAK yang diterimanya. 69 Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif. Namun, dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif. Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa latar belakang pencanangan program DAK disebabkan adanya kebutuhan untuk membiayai kegiatan khusus, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumusan DAU. Di sisi lain, kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. 68
Sie Analisis Keuangan Daerah-Ditama Binbangkum, Dana Alokasi Khusus Dalam Perimbangan Pusat Dan Daerah, denpsar.bpk.go.id 69 Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan …, Ibid hal. 183
106
Dari uraian diatas yang menjadi unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN. b. Dialokasikan kepada daerah tertentu. c. Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. d. Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. e. DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu. f. DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang. Pengertian Dana Alokasi Khusus diatur dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa: “Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.” Pasal ini adalah produk hukum yang mengatur tentang sumber pendapatan DAK dan tujuan penggunaannya. Sumber Pendapatan DAK berasal dari APBN, ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian pendanaan bagi daerah. Kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah harus sejalan dengan prioritas nasional.
107
Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: 1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan 2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah. Daerah tertentu yang dapat memperoleh alokasi DAK ditentukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteris teknis. 1) Kriteria umum; pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah-daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau dibawah rata-rata nasional. Kemampuan fiskal daerah didasarkan pada selisih antara realisasi penerimaan umum daerah ( pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil) dengan belanja pegawai negeri sipil daerah pada APBD. 2) Kriteria khusus; pengalokasian DAK memperhatikan daerah-daerah tertentu yang memiliki karakteristik dan/atau berada di wilayah: a. Provinsi Papua yang merupakan daerah otonomi khusus; b. Daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata; c. Daerah rawan banjir/longsor, daerah penampung transmigrasi, daerah yang memiliki pulau-pulau kecil terdepan, daerah rawan pangan dan/atau kekeringan, daerah pasca konflik, daerah penerima pengungsi. 3) Kriteria teknis; kriteria teknis kegiatan DAK untuk bidang pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan Nasional, bidang kesehatan dirumuskan oleh Menteri
108
Kesehatan, bidang infrastruktur jalan, irigasi, dan air bersih dan sanitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum, bidang kelautan dan perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, bidang pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian, bidang prasarana pemerintah daerah dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri, dan bidang lingkungan hidup dirumuskan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Pasal
54 ayat
(2)
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun
2005, ”Penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.” Rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah dirumuskan;
Rata-Rata Nasional Kemampuan Keuangan Daerah
=
Total Kemampuan Daerah Secara Nasional Jumlah Daerah
* Perhitungan Indeks Fiskal Netto (IFN) dilakukan dengan membagi kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah. Jika IFN tersebut lebih kecil dari satu, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK.
109
Indek Fiskal Netto Daerah Z =
Kemampuan Keuangan Daerah Z Rata-Rata Nasional Kemampuan Keuangan Daerah
* * Sumber : Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. Selain kriteria umum, kriteria khusus juga dipergunakan dalam alokasi DAK. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang yang mengatur tentang kekhususan suatu daerah, seperti Undang-Undang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua. Seluruh daerah (kabupaten/kota) di Provinsi NAD dan Papua akan diprioritaskan mendapatkan DAK. Selain itu, setiap tahunnya ditetapkan beberapa karakteristik khusus yang dimasukkan dalam kriteria khusus. Kondisi dari penetapan kriteria khusus inilah yang akan menjadi kelemahan dalam kebijakan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK). Satu hal dalam alokasi DAK, besaran DAK dialokasikan dengan pertama-tama menentukan daerah yang layak. Penentuan daerah yang layak dialokasikan DAK ini menggunakan pertimbangan kriteria umum dan kriteria khusus. Besaran alokasi DAK untuk setiap daerah dan setiap bidang ditentukan dengan menggunakan kombinasi dari bobot dari kriteria teknis dan bobot daerah yang berasal dari kriteria umum dan kriteria khusus.
110
a. Menentukan apakah daerah tersebut memenuhi kriteria umum, yaitu daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah di bawah nilai rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah. b. Jika memenuhi kriteria umum tersebut, maka daerah tersebut layak memperoleh alokasi DAK. c. Jika tidak memenuhi, maka kita lihat kriteria khusus yang pertama, yaitu apakah daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki pengaturan otonomi khusus atau tidak. d. Jika daerah tersebut adalah daerah otonomi khusus, maka secara otonomatis daerah tersebut layak mendapatkan alokasi DAK. e. Jika daerah tersebut bukan daerah otonomi khusus, maka lihat kembali kriteria khusus yang kedua, yaitu karakteristik kewilayahannya yang ditunjukkan dengan Indeks Karakteristik Wilayah (IKW). Gabungkan IKW dengan IFN (Indeks Fiskal Netto) untuk menghasilkan Indeks Daerah (ID). f. Jika suatu daerah memiliki nilai Indeks Daerah kurang dari satu, maka daerah tersebut secara otomatis layak mendapatkan alokasi DAK. g. Jika nilai ID tersebut lebih besar dari satu, maka daerah tersebut tidak layak mendapatkan alokasi DAK. h. Dapat disimpulkan, dari langkah 1 – 8 di atas, daerah yang layak mendapatkan alokasiDAK adalah (1) daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah dibawah rata-ratanasional, (2) daerah otonomi khusus, dan (3) daerah yang memiliki nilai Indeks Daerah kurang dari satu.
111
i. Dari semua daerah yang layak memperoleh alokasi DAK, kemudian menentukan nilai Indeks Fiskal Wilayah (IFW) yang merupakan fungsi dari IFN dan IKW. j. Menentukan Bobot Daerah (BD) dengan mengalikan nilai IFW dengan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) k. Dari semua daerah yang layak, tentukan nilai Indeks Teknis (IT) setiap bidang DAK dan pada setiap daerah. l. Menentukan Bobot Teknis (BT) dengan mengalikan Indeks Teknis dengan IKK m. Menentukan Bobot DAK sebagai hasil penambahan Bobot Daerah (BD) dengan Bobot Teknis (BT). n. Setelah ditentukan Bobot DAK, kemudian menentukan besar alokasi DAK bagi setiap daerah Kebijakan DAK dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (1) penetapan program dan kegiatan, (2) penghitungan alokasi DAK, (3) arah kegiatan dan penggunaan DAK, dan (4) administrasi pengelolaan DAK. 70 1. Penetapan Program dan Kegiatan Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan. Sementara itu, menteri teknis mengusulkan kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara
70
Sie Analisis Keuangan Daerah-Ditama Binbangkum, Dana Alokasi Khusus ……………..Ibid bpk.go.id
112
Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, menteri teknis menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan perhitungan alokasi DAK. 2. Penghitungan Alokasi DAK Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: a. penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan b. penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah. Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut: Kriteria umum; Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005). Kriteria khusus; Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Kriteria teknis; Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah.
113
3. Arah kegiatan a. Bidang Pendidikan; Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan dilokasikan untuk menunjang pelaksanaan Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar sembilan tahun. Dana alokasi khusus bidang pendidikan diperuntukkan bagi SD/SDLB dan MI/Salafiah, termasuk sekolah-sekolah serta SD yang berbasis keagamaan. b. Bidang Kesehatan; Dana Alokasi Khusus bidang kesehatan dialokasikan untuk dapat meningkatkan jangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di kabupaten/kota dengan derajat kesehatan masyarakat yang belum optimal. c. Bidang Infrastruktur; Dana Alokasi Khusus bidang infrastrukrur dialokasikan untuk mempertahankan dan meningkatkan daya dukung, kapasitas dan kualitas pelayanan prasarana jalan dalam rangka melancarkan distribusi barang dan jasa serta hasil produksi, mempertahankan tingkat
layanan
irigasi
dan
mengoptimalkan
infrastrukrur
sistem
irigasi,
meningkatkan cakupan dan keandalan pelayanan air bersih dan sanitasi. d. Bidang Kelautan dan Perikanan; Dana Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan dialokasikan untuk meningkatkan prasarana dasar dibidang kelautan dan perikanan khususnya dalam menunjang pengembangan perikanan tangkap dan budidaya serta pengembangan pulau-pulau kecil didaerah. Masing-masing daerah dapat memilih kegiatan Dana Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan prioritas didaerah
114
dengan memperhatikan alokasi DAK bidang kelautan dan perikanan yang diterimanya. e. Bidang Pertanian; Dana Alokasi Khusus bidang pertanian dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pertanian guna mendukung ketahanan pangan dan agribisnis. f. Bidang Prasarana Pemerintah Daerah; Dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pemerintah guna mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan didaerah pemekaran dan daerah yang mengalami dampak /akibat pemekaran dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004. Dana Alokasi Khusus bidang prasarana pemerintahan daerah diarahkan untuk kegiatan kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan sarana dan prasarana
pemerintahan, guna mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah. g. Bidang Lingkungan Hidup; Dana Alokasi Khusus bidang lingkungan hidup dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan, meningkatkan kepedulian dan partisipasi semua pihak yang berkepentingan didaerah dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup Indonesia. Dana Alokasi Khusus lingkungan hidup diarahkan untuk kegiatan: Pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air. Pengadaan sarana dan prasarana pencegahan pencemaran lingkungan. Pengadaan sarana dan prasarana perlindungan sumber daya air.
115
Masing-masing daerah dapat memilih kegiatan Dana Alokasi Khusus bidang lingkungan hidup sesuai dengan prioritas didaerah dengan memperhatikan alokasi DAK bidang lingkungan hidup yang diterimanya. 4. Administrasi Pengalokasian Dana Alokasi Khusus Administrasi pengelolaan DAK dimulai dari penetapan prioritas nasional dalam RKP sampai dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan DAK. a. Proses Penetapan Alokasi DAK Dalam rangka pelaksanaan penetapan DAK, terdapat sejumlah proses yang secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut: ● Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dilakukan perumusan kebijakan umum DAK di APBN, termasuk didalamnya bidang-bidang yang akan di danai dari DAK. ● Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan koordinasi dalam rangka pembahasan kegiatan khusus yang diusulkan oleh Menteri Teknis. ● Menteri Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. ● Menteri keuangan menetapkan alokasi DAK untuk masing-masing daerah melalui Peraturan Menteri Keuangan. Berkaitan dengan penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan, rincian alokasi kepada masing-masing daerah ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan. Penetapan ini kemudian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan kepada kepala daerah penerima DAK, Menteri
116
Teknis, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Direktur Jenderal Perbendaharaan. b. Penyaluran Dana Alokasi Khusus Sama seperti penganggaran di daerah, pelaksanaan penyaluran DAK juga mengalami perubahan mendasar. Jika pada tahun-tahun sebelumnya penyaluran dilakukan melalui KPPN, maka sejak tahun 2008 dilaksanakan dari pusat, yaitu melalui BUN yang akan memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Sehubungan dengan penyalurannya, sesuai dengan Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 04 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah, tahapan penyaluran DAK untuk tahun anggaran 2008 adalah sebagai berikut: ● Tahap I sebesar 30%, dilaksanakan setelah Perda mengenai APBD diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan; ● Tahap II sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan DAK tahap I diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan; ● Tahap III sebesar 30%, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan DAK tahap II diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan; dan ● Tahap IV sebesar 10%, setelah laporan penyerapan DAK tahap III diterima oleh Dirjen Perimbangan Keuangan. Pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut tidak dapat dilakukan sekaligus. Sementara itu, laporan penyerapan DAK untuk
117
masing-masing tahap tersebut disampaikan setelah penggunaan DAK telah mencapai 90% dari penerimaan DAK sampai dengan tahap sebelumnya. c. Pelaporan Pelaksanaan Dana Alokasi Khsusus Kepala daerah penerima DAK wajib menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir kepada: ● Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini; ● Menteri Teknis; dan ● Menteri Dalam Negeri Selanjutnya, Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Pasal 157 menyatakan tentang sumbersumber pendapatan daerah dan salah satunya adalah Dana Perimbangan yang di dalam Pasal 159 dijelaskan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Merujuk pada UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 39, dan UndangUndang No.32 Tahun 2004 Pasal 162 menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada Pemerintah Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Kegiatan khusus tersebut sesuai dengan
118
fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Secara komprehensif, dapat ditulis ulang pengertian dari DAK yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Penganggaran DAK dalam APBD dan Pertanggungjawabannya; sebagaimana telah diuraikan di atas, DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional. Dari sudut pandang daerah yang menerima pengalokasian tersebut, DAK ini merupakan pendapatan daerah yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Sebagai pendapatan daerah, sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka alokasi DAK kepada daerah harus dianggarkan dalam APBD daerah yang bersangkutan, yaitu pada pendapatan daerah yang berasal dari penerimaan dana perimbangan. Lebih jauh lagi, pengganggaran alokasi DAK dalam APBD ini dipertegas lagi dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan yang menentukan bahwa penyaluran DAK baru dapat dilakukan setelah diterimanya Perda APBD oleh Dirjen Perimbangan Keuangan. Sehubungan dengan pertanggungjawaban penggunaan DAK, mengingat DAK dialokasikan untuk membiayai kegiatan khusus yang telah ditentukan sebelumnya, maka penggunaan DAK tersebut harus dipertanggungjawabkan. Selain dalam bentuk laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK, sebagaimana telah diuraikan di atas,
119
daerah penerima DAK wajib mempertanggungjawabkan penggunaan DAK ini dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
4.2 Konsep Keadilan Dan Keselarasan; Pelayanan Yang Non Driskriminatif, Dan Program yang Berpihak Pada Rakyat Indonesia adalah negara yang menganut Teori Negara Kesejahteraan dimana negara ikut campur tangan seluas-luasnya terhadap kesejahteraan rakyat, Kranenburg termasuk penganut teori negara kesejahteraan. Menurut dia, tujuan negara bukan sekadar memelihara ketertiban hukum, melainkan juga aktif mengupayakan kesejahteraan warganya. Melalui DAK pemerintah bertujuan membantu mendanai kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi; bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang infrastruktur, bidang kelautan dan perikanan, bidang pertanian, bidang prasarana pemerintah daerah, dan bidang lingkungan hidup. Melaui DAK diharapkan seluruh masyarakat akan terpenuhi kebutuhan dasarnya, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kebijakan pemerintah harus selalu berpihak pada masyarakat. Salah satu bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat adalah kebijakan DAK. Masyarakat belum disebut sejahtera apabila belum bisa mencukupi kebutuhan dasarnya, untuk itu diharapkan peranan pemerintah untuk ambil bagian didalam membantu mendanai kebutuhan dasar masyarakat. Selain untuk pendidikan dan kesehatan, DAK dapat dipergunakan untuk mengolah sumber daya; pertanian, kelautan dan perikanan. Dana yang tersedia tentunya akan dapat
120
dimaksimalkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui bidang pertanian, perikanan dan kelautan. Melalui DAK diharapkan daerah-daerah tertinggal dapat mengejar ketertinggalannya dari daerah-daerah lain, dalam semua aspek kehidupan. Kesejahteran pun meliputi berbagai bidang yang luas cakupannya, pemerintah merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggung jawab mencapai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran kebijakan sosial dan kebijakan ekonomi. Sesuai dengan hukum yang berlaku fungsi dasar pemerintahan adalah mengatur dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan (welfare), seperti yang dikatakan oleh Lawrence M. Friedman, 71 “Every function of the law, general or specific, is allocative social control, the monopoly of violence, the maintenance of the law and order, is no exception.” (setiap fungsi hukum, baik secara umum maupun khusus adalah sebagai kontrol sosial, sifatnya memaksa, mengatur dan mengurus, tanpa terkecuali). Dalam Teori Negara Kesejahteraan, pada dasarnya mengacu pada peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Dalam hal ini, Negara Kesejahteraan berusaha
membebaskan warganya
dari
ketergantungan pada
mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan dengan menjadikannya sebagai hak warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan negara.
71
20
Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System, Russel Sage Foundation, New York, hal.
121
Tipe negara kesejahteraan modern (welfare state modern) yang dianut berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, berarti negara memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan tujuannya berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.72 Pemerintah sebagai pembuat kebijakan seharusnya tidak boleh memberikan perbedaan, pembatasan, dan pengabaian hak dan kesempatan dari waga negaranya. Hal ini tercantum dalam Konstitusi Dasar kita, Undang-Undang Dasar NRI 1945 dimana negara Indonesia mengakui Hak Asasi Manusia. Ketika bergulir perubahan UUD 1945 sebanyak 4 (empat) kali berturut-turut sejak 1999-2002, keseluruhan hak dan kewajiban asasi manusia didalam Universal Declaration Of Human Rights diadopsi kedalam Bab XA UUD 1945 berjudul ”Hak Asasi Manusia.”
73
Konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinngi
(supremasi). 74 Warga negara Indonesia memiliki hak-hak dasar yang seharusnya dipenuhi oleh negara dan tidak boleh dilanggar. Salah satu implikasi dari kewajiban negara berupa kebijakan atau peraturan. Kebijakan yang dibuat oleh negara dalam hal ini pejabat berwenang harus mengutamakan kepentingan warga negaranya tanpa membedakan atau membatasi termasuk terhadap kelompok minoritas. Pasal 162 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk; 72
Muhammad Djafar Saidi, 2008, Hukum Keuangan Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 103 73 Max Boli Sabon, HaK Asasi Manusia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Fakultas Hukum, Jakarta, hal. 74 74 Dahlan Thaib dkk, 2006, Teori Dan Hukum Konstitusi, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal 61
122
(1) membiayai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah pusat atas dasar prioritas nasional. (2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Negara merupakan aktor pertama dan utama yang bertanggungjawab mencapai janji kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama memainkan peran distribusi sosial (kebijakan sosial) dan investasi ekonomi (kebijakan ekonomi). Fungsi dasar negara adalah mengatur dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan (welfare), dan biasanya sudah diatur dalam konstitusi suatu negara, seperti yang dikatakan oleh K.C Wheare,75 ”The word „constitution‟ is commonly used in at least two senses in any ordinary discussion of political affairs. First of all it is used to describe the whole system of government of a country, the collection of rules which establish and regulate or govern the government.” (Kata „konstitusi‟ pada umumnya dipakai minimal dengan dua pengertian pada diskusi-diskusi tentang masalah politik. Pertama konstitusi itu dipakai untuk menerangkan keseluruhan sistem pemerintahan dari suatu negara, sekelompok peraturan yang membangun dan mengatur atau menjalankan pemerintahan ), sedangkan menurut Goran Adamson, “ Bagi negara kesejahteraan konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan negara dalam memberdayakan masyarakat. Peran dan tanggung jawab negara menjadi begitu besar terhadap warga negaranya.” 76 Negara Kesejahteraan mengacu pada peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya
75 76
K.C. Wheare, 1975, Modern Contitutions, Oxford University, New York Toronto, hal. 1 Goran Adamson, Negara Kesejahteraan (Walfare State) di Skandinavia, map.ugm.ac.id
123
mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya. Negara Kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikannya sebagai hak warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan negara. SF Marbun dan Moh. Mahfud MD menyatakan, “Dengan kenyataan bahwa secara konstitutusional Negara Indonesia menganut prinsip negara hukum yang dinamis atau Walfare State, maka dengan sendirinya tugas Pemerintah Indonesia begitu luas. Pemerintah wajib berusaha memberikan perlindungan kepada masyarakat baik dalam bidang politik maupun dalam sosial ekonominya.” 77 Menurut Hotma P. Sibuea, “Negara Kesejahteraan (Verzorgingsstaat), yaitu suatu negara yang selain sebagai penjaga malam, juga ikut serta dalam penyelenggaraan ekonomi nasional, sebagai pembagi jasa-jasa, penengah bagi berbagai kelompok yang bersengketa, dan ikut aktif dalam berbagai bidang kehidupan lainnya.” 78 Menurut Ridwan HR, ”Ciri utama negara ini adalah munculnya kwajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya.” 79 Dalam menyediakan dan menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya, penyelenggaraan kepemerintahan harus melaksanakan konsep Good Governance, menurut Sadjijono,” Diilihat dari segi kepentingan, Good Governance dapat dimaknai sebagai cita-cita 77
SF Marbun & Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty Yogyakarta, hal. 52 78 Hotma P. Sibuea, 2010, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Erlangga, Jakarta, hal 38 79 Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 15
124
(idee) dan sebagai suatu teladan dan kondisi. Sebagai suatu cita-cita karena merupakan suatu keinginan agar penyelenggaraan pemerintahan diselenggarakan dengan bersih, dalam arti terbebas dari penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan negara atau masyarakat.” 80 Karakterisitik kepemerintahan yang baik sebagaimana telah disebutkan dalam bagian terdahulu diantaranya adalah; a. Partisipasi (participation); Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Dengan keikutsertaan warga negara dalam masalah-masalah masyarakat, maka warga negara akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial yang penuh, dan menjangkau perspektif mereka diluar batas-batas kehidupan pribadi. 81 Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, ”Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.” Dalam pasal ini, daerah tertentu memiliki hak untuk mengusulkan kegiatan khusus, artinya masyarakat melalui pemerintah daerah berpartisipasi dalam menentukan kebijakan DAK. Kepala daerah mengetahui kebutuhan daerahnya masing-masing, dan aspirasi masyarakat daerah harus diperjuangkan oleh setiap kepala daerah.
80
Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, hal 144-145 81 Budi Winarno, 2007, Kebijakan Publik Teori & Prsoses, PT Buku Kita, Jakarta, hal. 55
125
b. Transparansi (transparency); Lebih mengarah pada kejelasan mekanisme formulasi dan imlementasi kebijakan, program dan proyek yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah. Pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang bersifat transparan terhadap rakyatnya baik dipusat maupun didaerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui dan tanpa ada yang ditutup-tutupi tentang proses perumusan kebijakan publik dan implementasinya, dengan kata lain segala kebijakan dan implementasi kebijakan baik dipusat maupun didaerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum. Dalam pengaturan DAK, program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam rencana kerja pemerintah tahun anggaran bersangkutan. Rencana kerja pemerintah merupakan hasil musyawarah perencanaan pembangunan nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. nasional tersebut
82
Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan
diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara
pemerintah; menteri,
gubernur, bupati/walikota. Dilihat dari aspek transparansi, bahwa penetapan program yang menjadi prioritas nasional diikuti juga oleh unsur-unsur dari pemerintahan daerah, yaitu; gubernur, bupati/walikota. Gubernur, bupati/walikota memiliki peranan untuk menentukan program yang menjadi urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, c. Berorentasi pada kepentingan rakyat; Segala kebijakan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, serta menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Pasal 162 ayat (2) 82
Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan …………..,Ibid , hal. 167
126
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, ”Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.”
Artinya hanya daerah yang
memenuhi kreteria yang dibuat oleh pemerintah pusat yang berhak untuk mengajukan kegiatan khusus dalam DAK, sementara daerah lain yang tidak memenuhi kriteria tidak dapat mengajukan usulan kegiatan khusus. Kebijakan ini tidak berorentasi kepada kepentingan seluruh rakyat, dan menghambat perkembangan pembangunan daerah. d. Kerangka hukum (rule of law) diartikan; A Hamid. S. Atamimi menyatakan, “Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechsstaat). Wawasan ini mengandung arti bahwa Negara Republik Indonesia tidak didasarkan atas kekuasaan semata-mata, melainkan atas hukum.”
83
Menurut
Bambang Sutiyoso, “ Hukum sebagi suatu kaidah didalamnya merupakan seperangkat norma-norma yang membuat anjuran, larangan dan sangsi yang salah satu fungsi pokoknya sebagai sarana kontrol sosial, dengan tujuan menjaga ketertiban, keseimbangan sosial dan kepentingan masyarakat.” 84 Pemerintah dan lembagalembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.85 Good governance mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang dibuat dan dilaksanakan, 83
Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hal 27 Bambang Sutiyoso, 2010, Reformasi Keadilan Dan Penegakan Hukum Di Indonesia, UII Press Yogyakarta, hal 20 85 Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.38 84
127
karenanya setiap kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku yang telah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki kesempatan untuk mengevaluasinya. Masyarakat yang membutuhkan harus dapat diyakinkan tentang tersedianya suatu proses pemecahan masalah mengenai adanya perbedaan pendapat (conflict resolution), dan terdapat prosedur umum untuk membatalkan sesuatu peraturan atau perundang-undangan tertentu. Pemerintah yang baik dapat disimpulkan sebagai pemerintahan yang mampu mempertanggung jawabkan segala sikap, perilaku, dan kebijakan yang dibuat secara politik, hukum maupun ekonomi dan informasi secara terbuka kepada publik, serta membuka kesempatan publik untuk melakukan pengawasan dan jika dalam prakteknya telah merugikan kepentingan rakyat, dengan demikian harus mampu mempertanggungjawabkan tindakan tersebut. Proses pembangunan yang sedang berlangsung membawa konsekwensi terjadinya proses perubahan dan pembaharuan seluruh pranata sosial yang ada, termasuk pranata hukum, yaitu dengan mempertanyakan kembali peran dan fungsi hukum dalam pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan.86 DAK yang hanya dibagikan kepada daerah tertentu telah merugikan kepentingan sebagian masyarakat. Daerah yang memiliki kemampuan finansial diatas rata-rata nasional bukan berarti tidak memerlukan alokasi DAK. Seluruh daerah di Indonesia memerlukan kebutuhan dasar masyarakat, tanpa alokasi DAK daerah akan
86
101
Bambang Sunggono, 1994, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika Jakarta, hal.
128
kesulitan mengembangkan sumber daya pertanian, kelautan dan perikanan, serta sumber daya lain yang dimiliki daerah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 216/PMK.07/2010 tentang Pedoman Umum Dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2011, Pasal 3 menyatakan ; (1) Besaran Alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan penghitungan indek kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. (2) Kriteria umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhankebutuhan pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dikurangi belanja pegawai. (3) Kriteria khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan karakteristik daerah. Peraturan Menteri Keuangan tentang DAK merupakan beschikking, yaitu keputusan pemerintahan untuk hal yang bersifat kongkret dan individual. Menurut Johanes Usfunan,87 ”Keputusan yang bersifat kongkrit artinya berwujud tertentu atau dapat ditentukan, sedangkan bersifat individual artinya tidak ditujukan kepada umum.” Besaran Alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan penghitungan indek kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Besaran
87
Johanes Usfunan, 2002, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Di Gugat, Penerbit Djambatan, Jakarta, hal. 8
129
alokasi DAK masing-masing daerah berbeda-beda, daerah-daerah yang memiliki kempampuan finansial lebih tinggi, cenderung mendapatkan alokasi DAK yang lebih kecil. Sebagai contoh Denpasar dan Badung memiliki kemampuan finansial lebih tinggi dibanding daerah lain yang ada di Bali, tetapi Denpasar dan Badung mendapatkan alokasi DAK yang lebih kecil. Ada bidang-bidang yang sama sekali tidak mendapatkan alokasi DAK, hal ini akibat dari pembagian keuangan pusat dan daerah yang lebih memprioritaskan kepentingan pusat. Pengaturan semacam ini kurang memenuhi aspek keadilan, karena daerah-daerah yang memiliki kemampuan finansial yang lebih dibanding daerah lain tetap memerlukan pelayanan dasar masyarakat. Semestinya semua daerah perlu mendapatkan alokasi DAK untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dengan cara lebih memprioritaskan bantuan alokasi dana untuk kepentingan semua daerah, bukan hanya memprioritaskan kepentingan pusat yang seperti selama ini terjadi. Produk hukum mengenai DAK dikaji melalui Teori Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menurut Meuwissen ada 4 faktor yang menjadi parameter sebuah peraturan perundang-undangan, yaitu; momen politik, momen idiil, momen normatif dan momen teknikal.88 Aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat merupakan landasan keberlakuan faktual dari momen politik. Momen politik ini mengakomodasi seluruh kepentingan nasional dan daerah. Daerah ”tertentu” yang dimaksud dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 88
Arief Sidarta, 2007, Meuwissen Tentang ........................................Ibid, hal. 25
130
adalah; daerah-daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 Pasal 50 dan Pasal 51. Pasal 50 ayat (1) menyebutkan bahwa, ”Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN, ayat (2) DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional.” Pasal 51 ayat (1) menyatakan,” DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) yang menjadi urusan daerah. (2) Daerah Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.” Jadi pengertiannya adalah tidak semua daerah memiliki hak untuk mengajukan proposal DAK, hanya daerah yang telah memenuhi kriteria yang dibuat oleh pemerintah pusat yang boleh mengajukan usulan kegiatan khusus. Dasar penetapan daerah penerima DAK dan penghitungannya diatur dalam Pasal 54 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan Dalam momen politik sebuah undang-undang seharusnya mengakomodasi kepentingan nasional dan kepentingan seluruh daerah. Dalam pembentukan perundang-undangan tidak diperkenankan membentuk peraturan yang diskriminatif. Daerah yang tidak mendapat alokasi DAK tentu merasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuangan. Dalam membentuk undang-undang tentang DAK, pembuat undang-undang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, serta mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah. Semestinya
131
untuk mengurangi kesenjangan fiskal semua daerah perlu mendapat alokasi DAK, tetapi dengan porsi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan daerah masingmasing. Salah satu ciri kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah menciptakan pelayanan yang non diskriminatif. Jika ada kebijakan yang telah dibuat dan kebijakan tersebut dianggap dapat menimbulkan konflik atau tekanan diskriminatif bagi derah-daerah tertentu, seharusnya pemerintah mencabut peraturan atau kebijakan yang baru dan mengutamakan kepentingan umum. Pemerintah pun harus tanggap terhadap suatu hal yang dapat menimbulkan masalah apalagi konflik yang bisa terjadi sehingga kekwatiran akan adanya disintegrasi bangsa tidak terjadi. Berbagai hal mendasar yang perlu mendapat fokus perhatian karena menyangkut hubungan strategis pusat dan daerah dalam hal kebijakan fiskal, antara lain nilai keberpihakan pusat kepada daerah melalui kebijakan desentralisasi fiskal, implementasi dana transfer kedaerah (DAU, DAK, DBH) dan implementasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah, serta kebijakan pembangunan nasioanal dan daerah memenuhi prioritas kebutuhan masyarakat didaerah yang beraneka ragam.89 Nilai keberpihakan pusat seharusnya kepada semua daerah, tanpa ada perkecualian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah yang beraneka ragam. Sesuai dengan fungsinya setiap penyelenggara negara harus mempunyai kesadaran dan komitmen bahwa dalam penyelenggaraan negara tidak boleh ada perlakuan diskriminasi pada setiap warga negaranya sebagaimana tertuang dalam 89
Adrian Sutedi, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 160
132
Undang-Undang Dasar NRI 1945 Pasal 27 ayat (1) dan pasal 28.90 Menurut kamus besar bahasa Indonesia diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara. 91 Hal ini juga berarti di Indonesia tidak boleh ada perlakuan diskriminasi dalam berbagai bidang kehidupan. Pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama penyelenggaraan negara dalam lingkup Eksekutif harus benar-benar menjujung tinggi asas kedudukan yang sama bagi setiap warga negara didalam hukum, menegakkan hukum dengan adil dalam arti tidak ada pembedaan baik dari warna kulit, golongan, suku, etnis, agama dan jenis kelamin, selanjutnya apabila dalam pelaksanaannya terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif dan melanggar prinsip keadilan harus berani ditindaklanjuti dengan langkah menghapus dan/atau melakukan berbagai perubahan Sedangkan menurut Attamimi; ”Asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan yang patut itu meliput” ; a. Asas tujuan yang jelas b. Asas perlunya pengaturan c. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat d. Asas dapatnya dilaksanakan e. Asas dapatnya dikenali f. Asas perlakuan yang sama dalam hukum g. Asas kepastian hukum
90 91
Bappenas, Penghapusan Diskriminasi Dalam Berbagai Bentuk, www.bappenas.go.id Bernas, 1993, Diskriminasi Pelayanan, (22 Maret 2011), Indotourtalk.wordpress.com
133
h. Asas pelaksanakan hukum sesuai keadaan individual Perlakuan yang diskriminatif terhadap daerah-daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAK bertentangan dengan asas perlakuan yang sama dalam hukum. Semestinya semua daerah mendapat perlakuan yang sama dalam pembagian DAK, tanpa terkecuali. Produk hukum tentang DAK bersumber dari perundang-undangan. DPR sebagai wakil rakyat bersama pemerintah memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Setiap
pembentukkan
perundang-undangan
harus
mempertimbangkan efektivitas undang-undang tersebut dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. 92
Perundang-undangan seharusnya
dibuat berdasarkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dan/atau sesuai dengan keberlakuan hukum, minimal memenuhi tiga aspek, yaitu aspek filosofis (keadilan), aspek sosiologis (manfaat) dan aspek yurisdis (kepastian hukum). Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie; 93 ”Norma-norma hukum dimaksud dapat dianggap berlaku karena pertimbangan yang bersifat filosofis, karena pertimbangan yuridis, pertimbangan sosiologis, pertimbangan politis, ataupun dianggap berlaku karena pertimbangan yang semata-mata bersifat administratif.”
92
Yuliandri, 2010, Asas-Asas Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 170 93 Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 166
134
Jay A. Sigler & Benjamin R. Beede94 menyatakan, “Law is integral part of policy initiation, formalization, implementation, and evaluation. Legislative bodies formulate public policies though statues and appropriations controls.” (Hukum merupakan bagian yang integral dari inisiasi, formalisasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan. Badan-badan legislatif merumuskan kebijakan-kebijakan publik melalui kontrol perundang-undangan). Dalam pembagian alokasi DAK tentunya harus memenuhi aspek keadilan dan aspek manfaat bagi seluruh daerah. Pengaturan yang diskriminatif tentu bertentangan dengan peraturan pembentukan perundangundangan yang baik, dan pada akhirnya ada daerah-daerah yang diperlakukan tidak adil. Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika dalam pembuatan perundang-undangan DPR dan pemerintah harus memprioritaskan kepentingan seluruh daerah dan seluruh masyarakat. Dalam Stufenttheorie, Hans Kelsen 95 berpendapat bahwa, ”Setiap kaidah hukum harus berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya.” Hans Kelsen mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum (Stufentheorie), dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (Grundnorm). Dalam teori jenjang norma Hans
94
Jay A. Sigler & Benjamin R. Beede, 1977, The Legal Sources of Public Policy, Lexington Books D.C. Heath and Company, Lexington Massachusetts Toronto, hal. 11 95 Kuliahade’s Blog, 2010, Teori Dan Hukum Perundang-Undangan: Peraturan PerundangUndangan Yang Baik, (30 Maret 2010), kuliahade.wordpress.com
135
Kelsen juga mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu berdasar dan bersumber pada norma yang diatasnya, tetapi kebawah norma hukum itu juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih rendah dari padanya. Dalam hal tata susunan/hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (norma dasar) itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma dibawah sehingga apabila Norma Dasar itu berubah, maka akan menjadi rusaklah sistem norma yang berada dibawahnya. Produk hukum yang menyebabkan adanya daerah-daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAK, merupakan kebijakan yang diskriminatif dan tidak berpihak kepada seluruh masyarakat, tentu bertentangan dengan konsep keadilan dan keselarasan. Konsep hubungan keuangan pusat dan daerah diatur dalam UndangUndang Dasar NRI 1945 Pasal 18A ayat (2) menyatakan; ”Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.” Dalam hubungan keuangan pusat dan daerah , yang dimaksud adil pada Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar NRI 1945 adalah; semua daerah berhak mendapatkan pembagian keuangan, dalam hal ini adalah mendapatkan bagian DAK. Pengertian selaras adalah semua daerah berhak mendapatkan pembagian keuangan, dan pembagian keuangan tidak hanya diprioritaskan untuk kepentingan pemerintah pusat. Menurut Franz Magnis Suseno, 96 ”Keselerasan sosial tercapai apabila tidak terdapat keresahan dalam
96
Abraham Amos, 2007, Sistem Ketatanegaraan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 97
136
masyarakat. Segala bentuk kritik, ketidakpuasan, tantangan, perlawanan, dan kekacauan merupakan tanda bahwa masyarakat resah dan keadaan belum selaras. Sebaliknya keselarasan tampak apabila masyarakat
merasa tenang, tentram, dan
sejahtera.” Menurut Hans Kelsen suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Berdasarkan Pasal 18A ayat (2) UndangUndang Dasar NRI 1945 seharusnya DAK dibagikan kepada seluruh daerah, tetapi dengan proporsi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman;97 ”Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan filosofis dari Negara Republik Indonesia sedangkan batang tubuh merupakan sumber Hukum Tertinggi dari hukum yang berlaku atau merupakan sumber yuridis.” Djokosutono 98 menyatakan, ”Konstitusi yang dipentingkan hanya isinya yaitu apa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Tetapi apa konstitusi, sejarahnya, persoalannya, tidak termasuk dalam Undang-Undang Dasar sehingga tidak diperhatikan.” Ini dimasukkan Algemene Staatsleer, yang diperhatikan hanya Undang-Undang Dasar sebagai Undang-Undang tertinggi, de noogste wet. Pengaturan
yang
menyebabkan
adanya
daerah-daerah
yang
tidak
mendapatkan alokasi DAK bertentangan dengan Teori Demokrasi karena demokrasi secara terminologi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.99
97
Abdurrahman, 1989, Perkembangan Pemikiran Tentang Pembinaan Hukum Nasional Di Indonesia, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, hal 111 98 Djokosutono, 1959, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, hal. 135 99 Bondan Gunawan, 2000, Apa itu Demokrasi................................Ibid, hal. 1
137
Demokrasi yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan, tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat didalam Undang-Undang Dasar 1945.100 Apabila pembagian keuangan hanya dinikmati daerah tertentu saja, berarti bukan pemerintahan untuk seluruh rakyat. Menurut Bagir Manan salah satu ciri negara demokrasi adalah; semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijakan pemerintah, harus bergantung pada keinginan rakyat. Keinginan seluruh rakyat tentunya agar DAK dibagikan kepada seluruh daerah. Dalam Teori Desentralisasi salah satu pilar otonomi daerah adalah Distribution Of Income; artinya pembagian pendapatan untuk daerah kini menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya dan dapat dipergunakan bagi kemajuan dan kesejahteraan daerah yang lebih luas. Sesuai dengan pengaturan DAK, daerah-daerah yang memiliki kemampunan finansial diatas rata-rata nasional tidak mendapatkan alokasi DAK. Seharusnya daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah perlu mendapat dukungan dana untuk mengelolanya demi kemajuan daerah-daerah tersebut. Disamping tidak memenuhi rasa keadilan, kebijakan ini justru kontra produktif dan menyebabkan daerah-daerah tersebut tidak bisa lebih berkembang. Pendanaan yang cukup akan memudahkan daerah-daerah untuk mandiri dan berkembang, karena setiap pengelolaan sumber daya tentunya membutuhkan
100
51
Miriam Budiardjo, 1997, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
138
pendanaan yang cukup. Sebenarnya pemerintah perlu responsif dalam menangani setiap gejolak yang terjadi didaerah, karena sedikit banyak gejolak disebabkan oleh masalah ketidak puasan dalam pembagian keuangan.