86
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Perubahan budaya organisasi adalah ibarat perjalanan panjang yang melelahkan dan merupakan upaya yang tidak bisa dicapai hanya melalui gebrakan revolusioner. Budaya organisiasi paternalisitik dan sentralistik, misalnya, tidak serta merta berhasil berubah dengan menjungkir balikkan pemerintah yang berkuasa, seperti yang sedang kita alami selama beberapa tahun ini. Organisasi yang ingin mengubah budayanya harus berani menempuh jalan yang tidak selalu lurus, dari kondisi stabil, melalui turbulence atau bahkan chaos, untuk mencapai penyesuaian dengan nilai - nilai, norma norma, perilaku dan simbol - simbol budaya baru. Organisasi harus disiapkan untuk selalu adaptif terhadap perubahan - perubahan, harus berani bereksperimen, harus berani gagal dan harus dapat menyesuaikan diri dengan unsur - unsur budaya baru, yang ditegakkan oleh pimpinan organisasi. Walaupun sudah dilakukan dengan komitmen yang tinggi serta program yang benar, selalu ada resiko perubahan budaya organisasi tidak
87
berjalan seperti diharapkan, atau bisa juga bertentangan dengan arah yang diinginkan. Perubahan budaya organisasi adalah proses panjang dan mahal yang tidak ada jaminan akan sukses. Minimal diperlukan waktu 5 sampai 10 tahun untuk merubah budaya organisasi dengan skala seperti Republik Indonesia atau pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Di Pemkot Yogyakarta, dibawah pimpinan Walikota Herry Zudianto, telah terlihat perubahan ke arah yang lebih baik, seperti yang terjadi di Bagian Humas dan Informasi. Semua anjuran, himbauan dan slogan Walikota tidak hanya berhenti pada sekedar kata – kata saja, tetapi benar – benar dilaksanakan dalam bekerja. Dan terlebih lagi ketika melakukan pelayanan masyarakat. Di Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta, tata cara berujar yang mereka pakai berbeda dengan bagian lainnya yang ada di lingkungan Pemkot Yogyakarta. Yaitu adanya pengutamaan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang utama. Hal ini merupakan salah satu praktek yang mereka lakukan agar istilah pamong praja bisa terwujud demi kepentingan masyarakat. Dalam berujar, seluruh staf Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta lebih tertata bila dibandingkan dengan para pegawai Pemkot lainnya. Ini dapat terlihat dari penggunaan bahasa, walaupun juga
88
menggunakan bahasa campur, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, seperti halnya pegawai yang lain, Bagian Humas dan Informasi lebih sering menggunakan bahasa Indonesia. Alasannya adalah karena bagian ini berhubungan langsung dengan masyarakat. Selain itu juga karena pegawai di Bagian Humas dan Informasi tidak hanya terdiri atas orang dari suku Jawa saja, tetapi juga ada dari suku Sunda, Timor dan Batak. Pada awal - awal melakukan penelitian ini para staf Humas mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara mereka dengan bagian lainnya dalam hal berujar. Namun setelah melakukan observasi lebih lama, peneliti menemukan bahwa memang ada hal – hal yang menjadikan orang-orang di Bagian Humas dan Informasi berbeda ketika berujar. Hanya saja mereka tidak menyadari perbedaan tersebut. Faktor pimpinan juga memiliki pengaruh pada cara berujar di Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta. Hal ini sangat terlihat pada saat terjadi pergantian Kepala Bagian. Kedua pimpinan ini memiliki perbedaan yang cukup jauh dalam berkomunikasi, sehingga juga berpengaruh pada seluruh staf Humas. Kepala Bagian yang sebelumnya adalah orang yang tegas, selalu berujar dengan menggunakan kata – kata yang baku dan formal, baik kepada bawahannya maupun kepada siapa saja yang berinteraksi
89
dengannya. Sedang KaBag yang baru memiliki cara yang lebih santai dalam segala hal, termasuk ketika berujar. Meski tanpa disadari ternyata hal ini berdampak juga pada cara berujar para staf secara tidak langsung. Ketika pimpinannya selalu berujar formal, mereka pun berujar dengan cara yang formal juga. Pada saat berganti ke pimpinan baru yang santai, mereka pun menyesuaikan diri. Saya mendapatkan suatu pengalaman menarik selama penelitian singkat
ini,
yaitu
dengan
membiarkan
informan
bercerita
tanpa
memotongnya.Ternyata banyak informasi yang dapat diperoleh dan dapat ditanyakan kembali dari hal yang diceriterakan oleh informan. Dalam hal ini tentu saja saya bersikap sebagai pendengar budiman. Namun, untuk beberapa informan diperlukan kiat tertentu untuk memotong pembicaraannya. Pengalaman singkat ini ternyata membuahkan sebuah kisah panjang. Pengalaman berharga ini tidak hanya dapat saya nikmati. Orang lain juga dapat memetik buah pengalaman itu melalui karya tulis ini. Ternyata untuk menjadi peneliti yang handal bukanlah suatu profesi yang gampang dan tidak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Terlebih lagi jika si peneliti berkeinginan untuk memperoleh hasil yang valid dan terbebas dari nilai - nilai bias. Kebersamaan, kerjasama, keceriaan, kegagalan, kekesalan, dan juga kesuksesan berbaur menjadi satu selama tiga
90
bulan yang begitu berarti. Tiga bulan itu juga sekaligus menjadi hari - hari yang menegangkan. Tiga bulan itu juga dapat menjadi kebahagiaan apabila kita menikmati apa yang kita kerjakan dan apa yang kita peroleh selama perjalanan sang waktu, dari detik ke detik hingga memasuki tahap akhir. Selain itu, hendaknya saya lebih banyak lagi mempersiapkan pengetahuan mengenai latar belakang budaya orang - orang Jawa, sehingga tidak terlalu sulit bagi saya untuk menemukan makna dari perilaku mereka.
B. Saran Penelitian ini terdiri dari kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara berujar serta berbagai aktivitas sosial dari Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta. Berbagai peristiwa dan kejadian unik banyak menarik perhatian. Peneliti bahkan lebih banyak belajar dari “pemilik kebudayaan”, bahkan menjadi sangat respek pada cara mereka menghormati dan melestarikan budaya daerahnya dan juga dalam bekerja keras melalui transisi dari budaya organisasi yang lama menuju pada era baru yang lebih baik. Memang bukan sesuatu yang mudah untuk mengubah segala aspek teknis dalam pelayanan masyarakat. Akan tetapi motivasi untuk maju dan
91
terus berkembang membuat para staf Humas pun selalu belajar menjadi lebih baik. Selalu terbuka untuk suatu pengalaman dan pengetahuan baru, serta peka terhadap perubahan apa yang terjadi disekitarnya. Karena berujar / komunikasi tidak berada dalam ruang yang statis sehingga akan selalu terjadi perubahan, perkembangan bahkan pesan lain yang daya tariknya lebih bagus. Dikarenakan penelitian semacam ini merupakan penelitian yang sangat jarang dilakukan, ditambah lagi dengan waktu penelitian yang cukup terbatas. Maka hasil penelitian ini masih belum dapat menggambarkan tata cara berujar yang ada secara detil. Di masa yang akan datang diperlukan adanya : 1. Penelitian yang lebih lanjut mengenai cara berujar yang lain. Hal ini penting untuk tercapainya pengertian bersama dalam masyarakat. Diharapkan dengan adanya pemahaman mengenai pola komunikasi dalam cara berujar yang ada di dunia ini, istilah miscommunication tidak akan ada lagi. 2. Penelitian lebih lanjut mengenai pengetahuan kebudayaan yang hidup dalam cara berujar suatu komunitas atau kelompok. Mengingat pengetahuan kebudayaan merupakan salah satu aspek penting dalam komunikasi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Cutlip, Centre, & Broom. 2006. Effective Public Relations ; Ninth Edition. New York : Prentice Hall. Griffin, Em. 2003. A First Look at Communication Theory ; Fifth Edition. New York : McGraw-Hill Companies, Inc. Grunig, James E. 1992. Excellence in Public Relations and Communication Management. New Jersey : Hillsdale. Kusumastuti, Frida. 2002. Dasar – dasar Humas. Jakarta : Ghalia Indonesia. Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Bandung : Widya Padjajaran. Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication ; Seventh Edition. Belmont : Wadsworth. Luthans, Fred. 2005. Organizational Behavior. New York : McGraw-Hill Companies, Inc. Liliweri, Alo. 2003. Dasar – dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif ; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya.
93
Natzir, Mohammad. 1985. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ndraha, Taliziduhu. 2003. Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta. Putra, I Gusti Ngurah. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta : Universitas Atmajaya Yogyakarta. Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Rejeki, MC Ninik Sri. 2004. “Etnografi dalam Penelitian Komunikasi Antar Budaya” dalam Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Gitanyali. Robbins, Stephen. 1996. Organizational Behaviour. New Jersey : Prentice Hall. Ruslan, Rosady. 1998. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi (Konsepsi dan Aplikasi). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Ruslan, Rosady. 2007. Manajemen Humas dan Media Komunikasi (Konsepsi dan Aplikasi). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Salusu, J. 2005. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
94
Spradley, James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta : PT Tiara Wacana. Susanto, AB, F.X Sujanto. 2008. Corporate Culture & Organization Culture. Jakarta : The Jakarta Consulting Group. Trice, H.M. & Bayer, J.M. 1993. The Cultures of Work Organizations. New Jersey : Prentice Hall.
Sumber lain : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:AvLnYN0QqE0J:id. shvoong.com/social-sciences/education/2132278hakikatbahasaindonesia/+definisi+ujaran&cd=18&hl=id&ct=clnk&gl=id&so urce=www.google.co.id#ixzz1UUyLCOca
95
LAMPIRAN
96
INTERVIEW GUIDE
A. Humas 1. Kapan bidang Humas didirikan di Setda Kota Yogyakarta ? 2. Apa latar belakang didirikannya bidang Humas ? 3. Dalam struktur organisasi, dimanakah posisi bidang Humas ? 4. Kepada siapakah bidang Humas bertanggung jawab langsung ? 5. Apa kelebihan dan kekurangan dari bentuk pertanggung jawaban tersebut ? 6. Apa saja kualifikasi yang harus dipenuhi bagi setiap pegawai yang akan menempati posisi di bidang Humas ? 7. Apakah ada periode masa jabatan dalam bidang Humas ini ? Jika ada, kurun waktu masa jabatannya tiap kapan ? Apakah memang dirancang untuk regular? 8. Apakah Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta berbentuk tim ? 9. Apa saja bidangnya dan bagaimana deskripsi pembagian tugasnya ?
97
B. Budaya organisasi 1. Bagaimana gambaran konsep budaya organisasi ? 2. Apa makna budaya organisasi bagi Humas Setda Kota Yogyakarta ? 3. Dalam bentuk apa sajakah budaya organisasi ini dituangkan ? 4. Konsep budaya organisasi seperti apa yang ingin dikembangkan ? 5. Apa nilai unik organisasi yang menjadi dasar pengembangan budaya organisasi ? 6. Kekuatan dan kelemahan apa saja yang dimiliki oleh organisasi ? 7. Peluang dan ancaman apa saja yang diukur dalam organisasi ? 8. Karakteristik apa yang hendak ditonjolkan dari organisasi ini ? 9. Karakteristik apa yang hendak ditonjolkan dari bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta ini? 10. Sejauh mana nilai – nilai ini dapat berpengaruh pada para pegawai? 11. Apakah terdapat kesenjangan diantara keduanya (harapan dan kenyataan) ? 12. Apa filosofi, makna, dan harapan yang terkandung dalam budaya organisasi ? 13. Apa saja kegiatan baik formal maupun informal yang dilakukan untuk mempererat keakraban di lingkungan kerja di Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta ?
98
C. Etnografi Komunikasi 1. Bentuk – bentuk komunikasi seperti apa yang dijalankan di Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana pengaruh situasi dan lingkungan dalam proses komunikasi tersebut ? 3. Apakah
budaya
organisasi
memiliki
pengaruh
dalam
berkomunikasi di Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta ? 4. Bagaimana peran para pegawai bagian Humas dalam mendukung penerapan budaya organisasi ? 5. Pernahkah terjadi masalah / konflik terkait dengan penerapan budaya organisasi ? 6. Apakah bahasa daerah juga digunakan dalam proses komunikasi ? 7. Adakah batasan – batasan dalam penggunaan bahasa daerah saat di lingkungan kerja? 8. Apakah ada aturan – aturan khusus dalam proses berkomunikasi ? 9. Apakah ketika seseorang berbicara, yang lainnya boleh menyela / memotong pembicaraan ? 10. Adakah kata – kata yang tidak boleh diucapkan pada saat berkomunikasi ?
99
11. Apakah budaya organisasi berpengaruh dalam penetapan aturan berkomunikasi ? 12. Apakah para pegawai telah mentaati aturan – aturan tersebut ?
100
Wawancara dengan Bapak Yunianto Dwisutono, Kepala Bagian Bagian Humas dan Informasi Setda Kota
Yogyakarta.
Tanya (T) : Bentuk – bentuk komunikasi seperti apa yang dijalankan di Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta? Jawab (J) : Ya komunikasi verbal tentunya, kadang juga dengan isyarat. Tanya (T)
: Bagaimana pengaruh situasi dan lingkungan dalam proses komunikasi tersebut ?
Jawab (J) : Misal dalam JP yang jadi narasumbernya adalah Pak Wali. Kita akan merasa segan untuk lalu lalang, berbicara bahkan interupsi. Tapi kalau narasumbernya bukan Pak Wali maka akan bisa di-interupsi atau bertanya langsung. Tanya (T) : Apakah budaya organisasi memiliki pengaruh dalam berkomunikasi di Bagian Humas dan Informasi Setda Kota Yogyakarta ? Jawab (J): Tentunya ada, walaupun tidak sepenuhnya karena alasan-alasan tertentu. Misalnya, ada imbauan dari Pak Gubernur dan juga Pak Wali agar semua pegawai pemerintah DIY menggunakan bahasa Jawa. Tapi, kita (Humas) berkomitmen untuk memakai Bahasa Indonesia sebagai yang utama waktu kita melayani masyarakat.
101
Karena dulu ada beberapa masyarakat yang tidak bisa bahasa Jawa protes kalau pegawai Humas selalu menggunakan bahasa Jawa. Jadi agar semua enak maka diputuskan wajib pakai Bahasa Indonesia. Kalau dalam bentuk pelayanan Pak Wali itu mengubah dari pemerintah menjadi pelayan, dari pangreh praja menjadi pamong praja. Jadi mengubah mind set. Misal, kalo dulu Anda datang menanyakan informasi, maka Anda harus nunggu dulu, akan dijalankan birokrasi. Tetapi sekarang, ketika Anda datang maka harus langsung dilayani, dan saya tidak boleh marah, malah harus tersenyum. Karena ini adalah tugas pelayanan publik. Tanya (T) : Bagaimana peran para pegawai bagian Humas dalam mendukung penerapan budaya organisasi ? Jawab (J) :Walaupun masih menggunakan bahasa campur (bahasa Indonesia dan Jawa), tapi kita berusaha agar dalam melakukan pelayanan masyarakat harus berbahasa Indonesia. Semua rekan – rekan disini juga mengerti akan hal ini dan semuanya mendukung. Tanya (T) : Pernahkah terjadi masalah / konflik terkait dengan penerapan budaya organisasi ?
102
Jawab (J): Kalo masalah yang besar sih tidak ada. Paling – paling cuma kalo ada sepuh (orang tua) yang tidak bisa ataupun tidak mau pake Bahasa Indonesia. Jadi kita juga harus bisa menyesuaikan dengan siapa yang kita layani. Tanya (T) : Apakah bahasa daerah juga digunakan dalam proses komunikasi? Jawab (J): Tentu saja. Tapi, bicaranya dalam bentuk bahasa campur.. Sebab ada bahasa atau istilah – istilah dalam bahasa Jawa yang berupa idiom-idiom itu tidak bisa diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, sehingga akan kehilangan maknanya. Tanya (T): Adakah batasan – batasan dalam penggunaan bahasa daerah saat di lingkungan kerja? Jawab (J):
Tidak ada aturan yang baku. Hanya saja kita sudah punya komitmen agar selalu mengutamakan Bahasa Indonesia kalau sedang melakukan tugas pelayanan publik. Ini dilakukan agar semua masyarakat merasa nyaman waktu berurusan dengan orang – orang di Humas ini.
Tanya (T) : Apakah ada aturan – aturan khusus dalam proses berkomunikasi? Jawab (J) : Untuk aturan cara berkomunikasi secara tertulis itu tidak ada, tapi di kita merupakan anjuran dan arahan langsung dari Pak Walikota. Karena kita kan berhubungan dengan pelayanan
103
publik, yaitu layanan dengan ‘Senyum, Sapa’. Kemudian memberikan informasi dalam bentuk penjelasan / pernyataan bukan dalam bentuk pertanyaan. Sehingga tidak membuat masyarakat menjadi bingung. Lalu, dalam memberi penjelasan itu tidak berbelit-belit, tetapi apa adanya. Tanya (T):Apakah ketika seseorang berbicara, yang lainnya boleh menyela / memotong pembicaraan ? Jawab (J): Bisa saja memotong pembicaraan. Jadi kembali pada aturan tidak tertulis itu tadi, unggah ungguh (tata karma) etika budaya Jawa. Misalnya harus Nuwun Sewu dulu. Tanya (T) : Adakah kata – kata yang tidak boleh diucapkan pada saat berkomunikasi ? Jawab (J): Kalau untuk yang satu ini juga sama seperti yang tadi, tidak ada aturan tertulis. Kita menerapkan sesuai dengan norma – norma ataupun juga nilai – nilai yang berlaku di masyarakat. Khususnya masyarakat Yogya dengan tradisi dan budaya Jawa-nya yang kental . Tanya (T): Apakah budaya organisasi berpengaruh dalam penetapan aturan berkomunikasi ?
104
Jawab (J) : Pasti ada pengaruhnya. Tapi untuk mengutamakan bahasa Indonesia tadi merupakan kebijakan tersendiri dari Bagian Humas demi melayani warga masyarakat sebaik-baiknya. Tanya (T) : Apakah para pegawai telah mentaati aturan – aturan tersebut ? Jawab (J): Semua staf Humas disini bisa bekerja sama dengan baik. Karena kita punya visi dan misi yang sama sebagai pelayan masyarakat.
105
106
107
108
109
110