BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Kerangka Sederhana SNSE Matriks SNSE dapat menggambarkan keterkaitan antar sektor, distribusi
pendapatan (factorial distribution dan income distribution), dan pengaruh dari konsumsi, investasi, serta ekspor-impor terhadap pendapatan regional dan kesempatan kerja. Dalam perjalan waktu, Thorbecke (1998) mengembangkan neraca-neraca dalam SNSE sederhana menjadi enam tipe neraca, yakni: (1) neraca aktivitas produksi, (2) neraca komoditas, (3) neraca faktor produksi, (4) neraca institusi, (5) neraca modal (kapital), dan (6) neraca Rest of The World. Neraca aktivitas produksi merupakan neraca yang berkaitan dengan transaksi pembelian row material, intermediate goods, dan sewa faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa (komoditas). Pada baris neraca aktivitas (penerimaan aktivitas) meliputi hasil penjualan komoditas pada pasar domestik dan pasar luar negeri, serta penerimaan subsidi ekpor dari pemerintah. Pada kolom neraca aktivitas (pengeluaran aktivitas) meliputi pengeluaran untuk impor, biaya-biaya dari jasa perdagangan, dan pembayaran pajak tidak langsung. Neraca institusi oleh Thorbecke (1998) dipecah lagi menjadi tiga neraca, yaitu: (1) rumah tangga, (2) perusahaan, dan (3) pemerintah. Baris neraca rumah tangga meliputi penerimaan atas kompensasi tenaga kerja, keuntungan atas modal, transfer antara rumah tangga, penerimaan transfer dari perusahaan (berupa asuransi), transfer dari pemerintah, dan transfer luar negeri. Sedangkan kolom neraca rumah tangga meliputi
pengeluaran
konsumsi, transfer antar
rumah tangga, transfer kepada perusahaan, pembayaran pajak langsung, dan
87 tabungan
pada
neraca
modal.
Selanjutnya,
baris
neraca
perusahaan
(penerimaan perusahaan) meliputi laba yang ditahan, transfer dari rumah tangga, dan transfer pemerintah. Sedangkan kolom neraca perusahaan (pengeluaran perusahaan) meliputi transfer kepada rumah tangga, pembayaran pajak, dan tabungan perusahaan pada neraca kapital. Baris neraca pemerintah meliputi semua penerimaan pajak, yakni pajak nilai tambah, pajak tidak langsung, pajak pendapatan, pajak langsung, dan pajak keuntungan dari perusahaan. Sedangkan kolom neraca pemerintah meliputi pengeluaran subsidi ekspor, belanja barang dan jasa, transfer kepada rumah tangga dan perusahaan, serta tabungan pemerintah. Sisi penerimaan dari neraca kapital meliputi tabungan bruto yang terdiri dari tabungan rumah tangga, tabungan perusahaan, dan tabungan pemerintah serta netborrowing dari luar negeri yang merupakan sumber pembiayaan investasi riil domestik sedangkan sisi pengeluarannya meliputi investasi riil domestik dan netlending ke luar negeri. Secara matematis, keempat neraca tersebut disusun dalam bentuk matriks, yang terdiri atas baris dan kolom. Neraca baris menunjukkan penerimaan dan neraca kolom menggambarkan pengeluaran. Setiap sel (perpotongan antara baris dan kolom) menggambarkan interaksi antara neraca. Secara matematis, keempat neraca tersebut disusun dalam bentuk matriks, yang terdiri atas baris dan kolom. Neraca baris menunjukkan penerimaan dan neraca kolom menggambarkan pengeluaran. Setiap sel (perpotongan antara baris dan kolom) menggambarkan interaksi antara neraca. Makna dari setiap sel terdapat di dalam Tabel 3.
88
Tabel 3. Kerangka Data Matriks SNSE Pengeluaran
Faktor Produksi
Institusi
Sektor Produksi
Neraca Eksogen
Total
1 T11
2 T12
3 T13
4 X14
5 Y1
0 T21
0 T22
T23
X24
Y2
T31
T32
0 T33
X34
Y3
0 X41
X42
X43
X44
Y4
Y’1
Y’2
Y’3
Y’4
Penerimaan Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi Neraca Eksogen Total
1 2 3
4
5
Sumber: Thorbecke (1988)
Dari Kerangka Data matriks SNSE Tabel 3 di atas dapat dirumuskan persamaan matriks pendapatan dan pengeluaran neraca endogen secara agregat sebagai berikut: Y=T+X
……………………………..............................................
(4.1)
Dimana Matriks Y atau matriks permintaan akhir yang terdiri atas perintaan untuk konsumsi rumah tangga (C), pemerintah (G), investasi (I), dan Ekspor (X). Matriks T atau matriks transaksi input antara, dan X atau matriks input primer yang terdiri dari atas upah/gaji (W), surplus usaha (S), penyusutan (D) dan pajak tidak langsung/minus subsidi (T). Jika struktur sederhana SNSE dilihat secara baris maka dapat diperoleh distribusi pendapatan blok blok neraca endogen dan neraca eksogen dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
89
Y1 = T13 + X14
………………………………………………………
(4.2)
Y2 = T21 + T22 + X24
………………………………….……………
(4.3)
Y3 = T32 + T33 + X34
………………………………………………
(4.4)
…………………………………..........
(4.5)
Y4 = X41 + X42 + X43 + X44
Persamaan (4.2) menunjukkan pendapatan blok neraca faktor produksi (tenaga kerja dan kapital) atau disebut juga sebagai distribusi pendapatan faktorial. Sedangkan persamaan (4.3) menunjukkan pendapatan blok neraca institusi atau disebut
sebagai
distribusi
pendapatan
institusional,
persamaan
(4.4)
menunjukkan pendapatan blok sektor atau aktivitas produksi atau distribusi pendapatan sektoral. Persamaan (4.2) sampai dengan persamaan (4.4) merupakan pendapatan dari blok neraca endogen. Selanjutnya persamaan (4.5) menunjukan total pendapatan blok neraca lainnya sebagai neraca eksogen. Selanjutnya, distribusi pengeluaran neraca endogen dan neraca eksogen dirumuskan sebagai berikut: Y’1 = T21 + X41
………………………………….............................
(4.6)
Y’2 = T22 + T32 + X42 …....................................................................
(4.7)
Y’3 = T13 + T23 + T33 + X43
…………………………………….....
(4.8)
Y’4 = X14 + X24 + X34 + X44
………………………………………
(4.9)
Persamaan (4.6) menunjukkan total pengeluaran blok neraca faktor-faktor produksi (factorial). Sedangkan persamaan (4.7) menunjukkan total pengeluaran blok neraca institusional, persamaan (4.8) menunjukkan total pembelanjaan input oleh blok neraca sektor-sektor produksi; dan persamaan (4.9) menunjukan total pengeluaran blok neraca lainnya (eksogen). Sebenarnya model SNSE merupakan perluasan dari model Input-output. Namun demikian model ini memiliki sejumlah keterbatasan yang melekat pada
90
asumsi-asumsi dari model. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan adalah: (1) seluruh produk yang dihasilkan oleh setiap sektor habis dikonsumsi pada periode tertentu, (2) hubungan input-output dalam kegiatan produksi bersifat linier atau constant return to scale, (3) tidak ada substitusi antara faktor produksi yang digunakan, (4) suatu kelompok produk tidak dihasilkan bersama-sama oleh dua perusahaan atau lebih, (5) harga konstan, (6) tidak ada eksternalitas negatif, dan (7) perekonomian dalam keadaan keseimbangan. Sekalipun SNSE memiliki sejumlah keterbatasan, namun model ini telah digunakan secara luas, yang antara lain oleh Marko Nokkala (2000) dalam penelitiannya yang berkaitan dengan kebijakan investasi sektor pertanian di Zambia serta oleh Iqbal dan Siddiqui (2002) untuk menganalisis dampak penyesuaian struktural terhadap ketidakmerataan pendapatan (income inequity) di Pakistan. Argumentasi umum yang kemukakan dalam menggunakan model SNSE
adalah
bahwa
model
ini
dapat
memotret
keterkaitan
aktivitas
perekonomian pada suatu region atau interregional dengan disagregasi yang luas
sehingga
dapat
diperoleh
obyek
yang
beragam.
Wagner
(1998)
mengemukakan tiga alasan mengapa ia memakai model SNSE, yaitu: (1) model SNSE dapat menjelaskan keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, serta perdagangan luar negeri, (2) SNSE dapat memberikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah, dan (3) dengan SNSE dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah yang berguna untuk
mengukur
dampak
dari
ecotourism
terhadap
produksi,
distribusi
pendapatan dan permintaan, yang menggambarkan struktur perekonomian.
91
4.2.
Kerangka Analisis Pengganda SNSE Analisis pengganda di dalam model SNSE dapat dibagi ke dalam dua
kelompok besar, yaitu: pengganda neraca (accounting multiplier) dan pengganda harga tetap (fixed price multiplier). Analisis accounting multiplier pada dasarnya sama dengan pengganda dari Leontief Inverse Matrix yang terdapat dalam model Input-Output. Ini berarti bahwa semua analisis pengganda yang terdapat dalam model Input-Output seperti own multiplier, other linkage multiplier dan pengganda total dapat digunakan dalam analisis SNSE. Sedangkan analisis fixed price multiplier mengarah pada analisis respon rumah tangga terhadap perubahan Neraca Eksogen dengan memperhitungkan expenditure propensity (Isard et al., 1998). Selanjutnya apabila diasumsikan bahwa besarnya kecenderungan ratarata pengeluaran, Aij, merupakan perbandingan antara pengeluaran sektor ke-j untuk sektor ke-i dengan total pengeluaran ke-j (Yj), maka: Aij = Tij / Yj
…………………………………………………............. (4.10)
atau dalam bentuk matriks adalah :
⎡ 0 A = ⎢⎢ A21 ⎢⎣ 0
0 A22 A32
A13 ⎤ 0 ⎥⎥ …………………........................................... (4.11) A33 ⎥⎦
Apabila persamaan (3.10) dibagi dengan Y, maka diperoleh: Y/Y = T/Y + X/Y
……………………………………………………… (4.12)
Selanjutnya persamaan (4.10) disubsitusikan ke persamaan (4.12) sehingga menjadi: I = A + X/Y I – A = X/Y (I – A)Y = X
92 Y = (I – A)-1 X
……………………………………………………..... (4.13)
Jika, Ma = (I – A)-1 maka: Y = Ma X
....................................................................................... (4.14)
Dalam hal ini A adalah koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung (direct coefficients) dari perubahan yang terjadi pada suatu sektor terhadap sektor lainnya. Sementara itu Ma adalah pengganda neraca (accounting multiplier) yang menunjukkan pengaruh perubahan suatu sektor terhadap sektor lainnya dari seluruh SNSE. Pyatt and Round (1985) melakukan dekomposisi terhadap pengganda neraca agar mendapatkan dampak langsung dan tidaklangsung yang dalam bentuk multiplikatif: Ma = Ma3 Ma2 Ma1
……………………………………………… (4.15)
atau secara aditif dapat ditulis: Ma = I + Ma1 - I + (Ma2 - I) Ma1 + (Ma3 - I) Ma2 Ma1
………………. (4.16)
Ma1 adalah transfer multiplier, yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca terhadap dirinya sendiri, yang dirumuskan sebagai berikut: Ma1 = (I – A0 )–1
……………………………………………..…… (4.17)
dimana:
⎡0 A = ⎢⎢0 ⎢⎣0 0
0 A22 0
0 ⎤ 0 ⎥⎥ A33 ⎥⎦
………………………………………………… (4.18)
sehingga:
M a1
0 0 ⎤ ⎡0 ⎥ ……………………………….. (4.19) ⎢ −1 0 = ⎢0 ( 1 − A22 ) ⎥ ⎢⎣0 0 ( 1 − A33 ) −1 ⎥⎦
93 Selanjutnya Ma2 adalah open loop multiplier atau cross effect yang menunjukkan pengaruh langsung dari satu blok ke blok lain. Dalam hal ini Ma2 dapat dirumuskan: Ma2 = (I + A* + A*2)
……………………………………………… (4.20)
dimana A* = (I – A0)-1 (A – A0) Oleh karena: A*13 = A13 A*21 = (I – A22)-1 A21 A*32 = (I – A33)-1 A32 maka Ma2 dapat ditulis sebagai berikut:
M a2
⎡ 1 ⎢ = ⎢ A* 21 ⎢ A* 32 A* 21 ⎣
A* 13 A* 32 1 A* 32
A* 13 ⎤ ⎥ A* 21 A* 13 ⎥ 1 ⎥⎦
……………………… (4.21)
Proses open loop multiplier antara blok nampak pada Gambar 7. Gambar ini menunjukkan bahwa apabila injeksi awal terjadi pada peningkatan permintaan ekspor (X3), maka output yang terkait dengan blok aktivitas produksi (Y3) akan
meningkat,
kemudian
memberikan
pengaruh
berikutnya
terhadap
pendapatan pada blok faktor produksi (Y1) dengan nilai pengganda sebesar A13. Selanjutnya,
peningkatan
pendapatan
pada
blok
faktor
produksi
akan
memberikan pengaruh lanjutan terhadap pendapatan pada blok institusi (Y2) dengan nilai pengganda sebesar A*21, dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan blok produksi dengan nilai pengganda sebesar A*32. Apabila injeksi awal bersumber dari peningkatan pendapatan blok faktor produksi yang berasal dari luar negeri (X1), maka injeksi ini akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok institusi dengan nilai pengganda sebesar A*21 dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok aktivitas produksi dengan nilai pengganda A*32 (Gambar 6).
94 Peningkatan pendapatan pada blok aktivitas produksi akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok faktor produksi dengan nilai pengganda sebesar A13. Apabila injeksi berawal dari peningkatan pendapatan blok non faktor produksi yang berasal dari luar negeri (X2), maka injeksi ini akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok aktivitas produksi dengan nilai pengganda sebesar A*32 dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok faktor produksi dengan nilai pengganda A13. Peningkatan pendapatan pada blok faktor produksi akan berpengaruh terhadap pendapatan pada blok institusi dengan nilai pengganda sebesar A*21. Y3 Aktivitas Produksi
(I-A33)-1X3 X3= permin taan ekspor
A*13=A13
A*32=(I-A33)1 A32
Y2 Distribusi pendapatan institusi
A
*
21=(I-A22) 1 A21
-
(I-A22)-1X2 X2= pend. non-faktor dari luar negeri
Y1 Distribusi pendapatan faktor produksi
X1= pend faktor dari luar negeri
Sumber : Thoerbecke (1998)
Gambar 6. Proses Pengganda Antara Neraca Endogen SNSE
Terakhir, Ma3 merupakan closed loop multiplier yang menunjukkan pengaruh dari satu blok ke blok lain, kemudian kembali pada blok semula. Dalam bentuk matriks Ma3 dapat ditulis sebagai berikut:
95 Ma3 = (I – A*3)-1 ................................................................................ (4.22) Persamaan (3.23) secara rinci dapat ditulis sebagai berikut:
⎡( 1 − A* 13 A* 32 A* 32 )−1 ⎤ 0 0 ⎢ ⎥ * * * −1 M a3 = ⎢ 0 ( 1 − A 13 A 32 A 32 ) 0 ⎥ ... (4.23) * * * − 1 ⎢ 0 0 ( 1 − A 13 A 32 A 32 ) ⎥⎦ ⎣ Dekomposisi
pengganda
neraca
tidak
hanya
dilakukan
dengan
pendekatan rata-rata, tetapi juga dapat dilakukan dengan pendekatan marjinal. Dekomposisi pengganda neraca dengan pendekatan marjinal memerlukan suatu matriks yang disebut marginal expenditure propensities yang dinotasikan dengan C. Matriks C dibentuk berdasarkan asumsi harga tetap, sehingga pengganda yang diperoleh dengan cara ini seringkali disebut pengganda
harga tetap.
Secara matematis matriks C dirumuskan sebagai: C = ∂T/∂Y
……………………………………………………… (4.24)
Secara rinci ditulis sebagai:
0 ⎡ 0 ⎢ C = ⎢C 21 C 22 ⎢⎣ 0 C32
0 ⎤ 0 ⎥⎥ C33 ⎥⎦
……………………………………… (4.25)
karena Y = T + X, maka: ∂Y = ∂T + ∂X
……………………………………………………… (4.26)
dengan demikian: ∂Y = C∂T + ∂X ∂Y = (I – C)-1 ∂X
…………………………………………… (4.27)
atau ∂Y = Mc ∂X Dimana
Mc
adalah
…………………………………………………… (4.28) pengganda
harga
tetap,
yang
selanjutnya
dapat
didekomposisi ke dalam Mc1 (transfer multiplier), Mc2 (open loop mutiplier), dan Mc3 (closed loop multiplier), sehingga:
96 Mc = Mc3Mc2Mc1 ............................................................................... (4.29) Bentuk matriks Mc3, Mc2, Mc1 SNSEa seperti pada matriks dekomposisi sebelumnya, hanya saja yang digunakan disini adalah marjinal pengeluaran.
4.3.
Metode Penyusunan SNSE Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa model SNSE
merupakan pengembangan dari model Input-Output. Oleh karena itu tabel InputOutput Jawa Barat tahun 2010 digunakan sebagai data dasar (benchmark) dalam penyusunan matriks SNSE Jawa Barat tahun 2010. Selain tabel Input-Output dimana umumnya data Input-Output tersebut disusun dan diterbitkan pada interval waktu yang panjang (antara 5 tahun atau lebih), penyusunan SNSE Jawa Barat juga memerlukan data pendukung lainnya untuk mengisi sel sel di dalam mariks yang tidak disediakan oleh tabel InputOutput. Data data pendukung tersebut antara lain adalah data-data pendukung yang berasal dari hasil kompilasi yang dilakukan oleh BPS seperti data pendapatan regional seperti PDRB menurut penggunaan dan PDRB menurut sektoral tersedia setiap tahun dan bahkan triwulanan. Data-data pendukung lainnya diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: sensus penduduk 2010, survei sosial ekonomi nasional (susenas) tahun 2010, sensus/survei industri, survei tenaga kerja (Sakernas), survei dibidang sektor pertanian seperti struktur ongkos usaha tani (SOUT) pertanian, survei perkebunan, laporan keuangan pemerintah, statistik ekspor dan statistik impor (neraca pedagangan) serta survei khusus tabungan dan investasi rumah tangga (SKTIR). Model SNSE yang dibangun pada tingkat nasional maupun daerah juga banyak yang masih agregat. Untuk mendapatkan SNSE per tahun dan yang didisagregasi secara lebih rinci dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain metoda RAS dan Cross-Entropy.
97 Dengan metoda RAS dapat dibangun matriks A yang baru (A1) berukuran n x n dari matriks A yang lama (A0) dengan mengaplikasikan multiplier baris (r) dan kolom (s). Apabila T adalah matriks transaksi SNSE, dimana tij adalah nilai sel yang memenuhi kondisi Tj =
∑t
ij
. Koefisien matriks SNSE (A), dibangun dari
i
matriks transaksi (T) dibagi dengan sel-sel dalam setiap kolom dari T dengan jumlah total kolom, yakni:
aij =
tij
tj
.......................................................................................... (4.65)
Pendekatan klasik untuk memecahkan masalah untuk membangun suatu matriks baru (A1) dari matriks lama (A0) dikenal dengan operasi proporsional ganda (biproportional) baris dan kolom, dinyatakan sebagai berikut:
aij1 = ri aij0 s j ........................................................................................ (4.66) Dalam notasi matriks dinyatakan sebagai berikut:
~ ~ A1 = RA0 S ....................................................................................... (4.67) Dimana (~) mengindikasikan elemen matriks diagonal ri dan s 2j . Metoda RAS merupakan suatu algoritma yang bersifat iteratif dari penyesuaian proporsional ganda. Langkah-langkah dalam operasional metoda RAS dinyatakan sebagai berikut: Langkah ke-1
ai1 =
xˆ j xˆ i ⇒ xij1 = ai1 xij0 ⇒ b1j = ⇒ xij2 = b1j xij1 ......................... (4.68) 0 1 ∑ xij ∑ xij j
Langkah ke-2
i
98
ai2 =
xˆ j xˆ i ⇒ xij3 = ai2 xij2 ⇒ b 2j = ⇒ xij4 = b 2j xij3 ....................... (4.69) 2 3 ∑ xij ∑ xij j
i
....... sampai dengan langkah ke-t Langkah ke-t
ait =
xˆ i ⇒ xij2t −1 = ait xij2t −2 ⇒ b tj = t −2 x ∑ ij j
xˆ j
∑ xij2t −1
⇒ xij2t = b tj xij2t −1 ......... (4.70)
i
Proses ini dilakukan sampai dengan diperoleh iterasi yang konvergen. Langkahlangkah ini dapat diringkas sebagai berikut:
⎛ t −1 ⎞⎛ t ⎞ xij2t −1 = ⎜⎜ ∏ b hj ⎟⎟⎜⎜ ∏ aik ⎟⎟ xij0 , untuk rank nilai ganjil, xij1 , xij3 , xij5 ,... ........ (4.71) ⎝ h =1 ⎠⎝ k =1 ⎠ ⎛ t ⎞⎛ t ⎞ xij2t = ⎜⎜ ∏ b hj ⎟⎟⎜⎜ ∏ aik ⎟⎟ xij0 , untuk rank nilai genap, xij2 , xij4 , xij6 ,... ......... (4.72) ⎝ h =1 ⎠⎝ k =1 ⎠ ⎛ t k ⎞ ⎛ t h ⎞ t t = = A a B ⎜ ⎟ dengan i ⎜ ∏ i ⎟ dan i ⎜⎜ ∏ b j ⎟⎟ ⎝ k =1 ⎠ ⎝ h =1 ⎠
⇒ xij2t −1 = Ait B tj−1 xij0 ; untuk rank nilai ganjil, xij1 , xij3 , xij5 ,... ⇒ xij2t = Ait B tj xij0 ; untuk rank nilai genap, xij2 , xij4 , xij6 ,...
........................ (4.73) ........................... (4.74)
Ketika ada suatu solusi, metoda RAS mempunyai keunggulan karena aplikasinya sederhana. Tetapi, kesederhanaan ini memiliki banyak kelemahan, yakni:
(1)
memiliki
fondasi
ekonomi
yang
lemah;
(2)
tidak
mampu
mengakomodasi sumber-sumber data lainnya selain total baris dan kolom. Disebabkan oleh kelemahan tersebut, maka banyak peneliti yang menggunakan metoda Cross-Entrophy untuk updating dan balancing SNSE. Namun demikian, metoda RAS banyak digunakan oleh peneliti untuk updating dan balancing Tabel Input-Output.
99 Metoda Cross-Entropy
merupakan perluasan dari metoda RAS, dimana
metoda Cross-Entropy lebih fleksibel dan unggul untuk mengestimasi SNSE ketika data scattered (tersebar) dan tidak konsisten. Sementara itu metoda RAS mengasumsikan bahwa estimasi dimulai dari suatu SNSE terdahulu yang konsisten dan hanya mengetahui tentang total baris dan kolom. Kerangka CrossEntropy mengacu pada rentang informasi terdahulu yang lebih luas untuk digunakan secara efisien dalam estimasi (Robinson et al., 1998). Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penerapan model CrossEntropy, yaitu pendekatan deterministik dan pendekatan stokastik. Pendekatan deterministik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat fungsional antara satu peubah dengan peubah lainnya. Sedangkan pendekatan stokastik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat random antara satu peubah dengan peubah lainnya (Robinson et al., 1998; Robinson dan El-Said, 2000). Penelitian ini menggunakan metoda Cross-Entropy dengan pendekatan deterministik, sebab estimasi SNSE hanya dilakukan pada tahun tertentu, serta ketergantungan antar yang akan didisagregasi bersifat fungsional. Langkah pertama dari metoda Cross-Entropy dengan pendekatan deterministik adalah mendefinisikan matriks T sebagai suatu matriks transaksi SNSE, dimana tij adalah aliran pengeluaran dari neraca kolom j ke naraca baris i yang memenuhi kondisi:
yi = ∑ tij = ∑ t ji ………................................................................... (4.75) j
j
Pada suatu SNSE, setiap jumlah baris ( y i ) harus sama dengan jumlah kolom ( y *j ), dimana koefisien matriks A dapat dibentuk dari setiap sel pada
100 matriks T dibagi dengan jumlah kolomnya. Secara matematis hal ini dirumuskan sebagai berikut:
tij
Aij =
yj
.............................................................................................. (4.76)
Kullback dan Leibler (1951) mengaplikasikan ukuran jarak cross-entropy antara dua distribusi probabilitas dalam mengestimasi SNSE. Hal ini dilakukan untuk memperoleh satu set koefisien matriks yang baru
(A) dengan cara
meminimumkan jarak cross-entropy antara koefisien matriks yang baru dengan koefisien matriks sebelumnya (A ) . Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
⎡ Aij ⎤ min I = ⎢∑∑ Aij ln ⎥ {A} Aij ⎦⎥ ⎣⎢ i j
⎡ ⎤ = ⎢∑∑ Aij ln Aij −∑∑ Aij ln A ⎥ ............................................... (4.77) j j ⎣ ⎦ Dengan kendala:
∑A y ij
* j
= yi*
……………………………………………………. (4.78)
j
∑A
ji
= 1 dan 0 ≤ A ji ≤ 1 ..........................................………........ (4.79)
j
4.4.
Aplikasi Model SNSE Jawa Barat
4.4.1.
Konstruksi SNSE Jawa Barat Sebagaimana telah diungkapkan pada Bab terdahulu bahwa studi ini
akan menggunakan model SNSE Jawa Barat (SNSE Jabar) tahun 2010. Konstruksi kerangka data SNSE Jawa Barat dalam rangka penyusunan model analisis ini menggunakan data yang berasal dari sensus, survey, data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber lain di luar BPS
101 yang relevan. Data utamanya adalah Tabel Input-Output Jawa Barat tahun 2010 yang terdiri atas 80 sektor, Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010, Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) tahun 2010, dan Data Indikator Ekonomi Jawa Barat lainnya serta Indonesia 2010 untuk mendukung data pokok. 4.4.2. Tahapan Penyusunan SNSE Provinsi Jawa Barat Metode yang dipergunakan untuk mengkaji Analisa Dampak Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Sektor Industri di Jawa Barat adalah dengan menggunakan Model SNSE.Seperti yang dijelaskan di dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010), Model SNSE ini dapat memotret seluruh neraca ekonomi baik yang endogen maupun eksogen, baik yang intra region maupun interregional. Selain itu model ini juga dapat menjelaskan keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, serta perdagangan luar negeri. Lebih jauh lagi, model ini dapat pula memberikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Dengan model SNSEini juga dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah dan menjelaskan pengaruh dari suatu perubahan terhadap produksi, distribusi pendapatan dan permintaan. Tabel SNSE provinsi Jawa Barat merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi di Provinsi Jawa Barat secara agregat.Neraca SNSE Provinsi Jawa Barat dikategorikan menjadi dua kelompok neraca, yakni neraca endogen dan neraca eksogen. Neraca endogen dikelompokkan menjadi tiga blok neraca, yaitu blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi, dan blok neraca aktivitas produksi. Sedangkan neraca eksogen dapat dibagi menjadi blok neraca pemerintah, blok neraca kapital, blok neraca
102 pajak tak langsung dan blok neraca luar negeri (luar Provinsi Jawa barat dan luar negeri). Dalam rangka menyusun neraca endogen dan neraca eksogen diperlukan beberapa langkah. Langkah-langkah yang dimaksud adalah : (1) pendefinisian klasifikasi, khususnya untuk neraca faktor produksi, neraca institusi, dan neraca aktivitas, (2) tabulasi dan identifikasi sumber data, dan (3) koreksi kesalahan estimasi data dan pembentukan keseimbangan. Secara garis besar tahapan penyusunan SNSE Provinsi Jawa Barat ini dapat dilihat pada Gambar 7. Pendefinisian Klasifikasi
Klasifikasi Neraca Faktor Produksi
Klasifikasi Neraca Institusi
Klasifikasi Sektor Produksi
Identifikasi Sumber Data
Tabulasi Data Koreksi Kesalahan Estimasi Data Dan Pembentukan Keseimbangan/konsistensi
Rekonsiliasi Akhir
Klasifikasi Neraca Lainnya
Data: Tabel IO, Susenas, Sakernas, SKTIR, SKPS, SP, APBN, APBD, Satistik Industri, IKKR, Statistik Upah, Data BOP, dll
103
Gambar 7. Tahapan Penyusunan SNSE provinsi Jawa Barat
4.4.3. Pendefinisian Klasifikasi Ketersediaan data merupakan salah satu pertimbangan penting dalam proses pembuatan SNSE Jawa Barat. Dengan mempertimbangkan bahwa data-data yang dibutuhkan sepertinya belum banyak tersedia di Provinsi Jawa Barat, sementara penelitian ini hanya memanfaatkan data-data sekunder, mengakibatkan klasifikasi yang ditentukan khususnya dalam neraca faktor produksi dan neraca institusi, sangatlah minim. Namun demikian, diharapkan dengan penetapan klasifikasi yang minim tersebut dapat menghasilkan output penelitian yang maksimal. Klasifikasi yang ditetapkan mengikuti pola SNSE provinsi Jawa Barat Tahun 2010 yang dibangun mengikuti kebutuhan dalam melakukan analisis. Konstruksi model SNSE Jabar tahun 2010, dilakukan dalam dua tahap. Tahap Pertama adalah menentukan klasifikasi SNSE Jabar tahun 2010. Klasisfikasi dimaksud adalah menetapkan unsur-unsur pada
setiap
yang
diperlukan
blok neraca yaitu blok neraca faktor produksi, neraca institusi,
neraca sektor produksi, neraca komoditi, neraca kapital serta neraca neraca lainnya
termasuk
neraca
luar
negeri.
Pada
bagian
sebelumnya
telah
diungkapkan bahwa Tabel SNSE terdiri atas empat blok neraca, yakni: tiga blok neraca endogen dan satu blok neraca eksogen. Neraca endogen terdiri atas : blok faktor produksi, blok institusi, dan blok sektor produksi. Dalam model SNSE Jabar tahun 2010, blok neraca faktor produksi terdiri atas dua tipe neraca. Blok neraca institusi sebanyak 16 tipe neraca yang terdiri atas 14 tipe rumah tangga, 1 neraca perusahaan, dan 1 neraca pemerintah.
104 Sedangkan blok neraca sektor produksi terdiri atas 25 sektor. Ini berarti bahwa, blok neraca endogen terdiri atas 27 tipe neraca. Sedangkan blok neraca eksogen terdiri atas 5 tipe neraca yaitu neraca pemerintah, neraca kapital, neraca subsidi dan neraca pajak tidak langsung dan neraca luar negeri . Jumlah seluruh neraca dalam klasifikasi SNSE Jabar tahun 2010 merupakan model dengan matriks 80 x 80. Tahap Kedua adalah tahap konstruksi model SNSE Jabar tahun 2010. Pada tahap ini dilakukan beberapa langkah. Pertama, melakukan agregasi dan updating atas Tabel Input-Output Jawa Barat tahun 2010. Perlu diketahui bahwa Tabel Input-Output regional Jawa Barat tahun 2010 yang dikonstruksi oleh BPS terdiri atas 80 sektor. Tabel ini diagreagasi menjadi matriks 25x25 untuk sektoral dan komoditas, sedangkan untuk neraca luar negeri (rest of Indonesia) menjadi matriks 25x1. Selanjutnya, dilakukan updating dengan terlebih menghitung data total output tahun 2010, final demand tahun 2010, dan total input primer tahun 2010, kemudian menggunakan metoda RAS. Proses ini menghasilkan Tabel Input-Output Jawa Barat tahun 2010 dengan klasifikasi sektor dan komoditas yang sudah disesuaikan dengan klasifikasi SNSE Jabar 2010. Langkah Kedua dari tahap konstruksi adalah mengisi sel-sel (neraca transaksi) SNSE Jabar tahun 2010. Dalam hal ini Tabel Input-Output Jawa Barat hasil updating yang sudah sesuai dengan klasifikasi yang ditentukan dalam kerangka data SNSE di masukkan ke dalam matriks SNSE Jabar pada sel-sel transaksi pada blok neraca sektor produksi baik dari sisi baris maupun kolom yang sesuai. Untuk mengisi sel-sel blok neraca lainnya yang merupakan sub matriks dalam kerangka SNSE Jabar yang belum terisi digunakan data-data pendukung seperti Susenas, Sakernas, Indikator Ekonomi, final demand, input primer, dan total output seperti sudah dijelaskan di atas. Data-data ini digunakan untuk menghitung nilai komponen masing-masing sub matriks neraca transaksi dengan bantuan program Microsoft Excel. Sebelum dimasukkan dalam kerangka
105 SNSE Jabar, isian sub matriks yang diperoleh dari beberapa data survei atau data sekunder lainnya dilakukan rekonsiliasi untuk melihat reliabilitas, validitas maupun konsistensi di dalam masing masing sub matriks tersebut secara parsial sebelum dimasukkan ke dalam kerangka SNSE Jabar yang utuh. Setelah masing masing sub matriks baik yang berasal dari data tabel Input-Output Jabar maupun sub matriks-sub matriks yang berasal dari data survei dan data sekunder tersebut konsisten kemudian dimasukkan ke dalam kerangka matriks SNSE Jabar. Pada tahap ini akan menghasilkan data SNSE Jabar yang belum konsisten, jumlah baris belum sama dengan jumlah kolom karena masing masing sub-matriks masih dihitung secara parsial. Tahap selanjutnya dilakukan konsistensi dengan melakukan rekonsiliasi dengan melihat kewajaran isian baris dan kolom dengan membandingkan dengan indikator-indikator makro yang tersedia dan melihat kekuatan data di masing-masing isian dimana data yang bersumber dari sensus lebih valid dibandingkan dengan data yang bersumber dari survei, data survei lebih valid dibandingkan data dari statistik registrasi dan seterusnya. Apabila seluruh baris dan kolom sudah konsisten maka matriks SNSE Jabar tahun 2010 tersebut siap digunakan untuk berbagai analisis dalam penelitian ini. Gambaran klasifikasi SNSE Jabar tahun 2010 yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Langkah Ketiga adalah proses pengolahan untuk mendapatkan multiplier output, nilai tambah, keterkaitan, dan dekomposisi serta SPA. Proses ini menggunakan Program Exel dan MATS.
106
Tabel 4. Klasifikasi SNSE Jawa Barat, Tahun 2010
107 1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanian
9
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar
Tenaga kerja Bukan Pertanian
Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi
Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
Bukan tenaga kerja Pertanian
Buruh Pengusaha Pertanian Desa Industri
Rumah tangga
Institusi
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Keterangan
Neraca
Faktor Produksi
No.
Kota Bukan Pertanian Desa Bukan Industri Kota
RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT RT
Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan Golongan
Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas
Perusahaan Pemerintah Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Sektor Produksi Listrik, Gas Dan Air Minum Infrastruktur Transportasi Infrastruktur Bukan Transportasi Perdagangan Restoran Perhotelan Angkutan Darat Angkutan Udara, Air dan Komunikasi Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya Margin Perdagangan dan Pengangkutan Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Komoditi Konstruksi Sektor Transportasi Konstruksi Sektor Bukan Transportasi Perdagangan Restoran Perhotelan Angkutan Darat Angkutan Udara, Air dan Komunikasi Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya Neraca Kapital Pajak Tidak Langsung Subsidi Luar Negeri
Sumber: BPS, diolah
4.4.4. Metoda Analisis
108 Analisis yang dilakukan dalam studi ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama, analisis yang bersifat diskriptif dengan mengekstraksi neraca-neraca dalam matriks SNSE menjadi tabel tabel analisis sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Analisis menggunakan nilai riil (nominal) atau diolah menjadi persentase atau rasio dari model SNSE Jabar tahun 2010 yang selanjutnya dilakukan analisis terhadap misalnya struktur ekonomi, serta struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga berbagai golongan berdasarkan data SNSE Jabar. Kedua, menganalisis potensi ekonomi sektoral, yang muaranya menentukan sektor-sektor unggulan. Ketiga, menganalisis dampak multiplier yang berkaitan dengan penciptaan pendapatan (income generating) neraca faktor produksi, sektor produksi serta neraca institusi.
4.4.4.1.
Analisis Struktur PDRB, dan Pengeluaran Rumah tangga
Struktur
pendapatan
serta
Untuk mengetahui struktur ekonomi Jawa Barat dianalisis melalui struktur PDRB. Hal ini dilakukan dengan cara mengambil nilai-nilai riil yang ada dalam model SNSE Jabar tahun 2010 menurut sektor. Nilai-nilai yang diambil adalah nilai-nilai dari sisi kolom (sisi pengeluaran). Selanjutnya dihitung share setiap sektor terhadap PDRB. Cara yang sama juga dilakukan untuk mendapatkan tabel struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Struktur pendapatan instritusi diambil dari sisi baris, sedangkan struktur pengeluaran dari sisi kolom. PDRB diambil dari sisi kolom yang berarti struktur PDRB yang akan dianalisis adalah PDRB dari sisi pengeluaran.
4.4.4.2.
Analisis Dampak Multiplier
109 Analisis dampak multiplier dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi sektoral, tingkat pertumbuhan nilai tambah, dan keterkaitan sektor-sektor produksi dalam perekonomian Jawa Barat tahun 2010 sebagai dampak perubahan neraca eksogen seperti peningkatan investasi infrastruktur transportasi. Selanjutnya menentukan potensi ekonomi regional (sektor unggulan) dengan membandingkan sektor sektor menggunakan kriteria pertumbuhan serta keterkaitan antar sektor (keterkaitan kedepan maupun keterkaitan kebelakang). Selanjutnya untuk melihat dampak perekonomian maupun peranan masing masing neraca endogen dan keterbandingan diantara neraca neraca endogen tersebut maka dapat dianalisis seperti multiplier output bruto menurut sektor, multiplier nilai tambah menurut sektor, dan multiplier keterkaitan. Selain itu dilakukan juga analisis. multiplier pendapatan rumah tangga. Analisis ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga, serta sektor yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi kelompok rumah tangga.
4.4.4.3. Analisis Dekomposisi Analisis dekomposisi diarahkan untuk mengetahui dua hal, yakni : (1) mengetahui lebih detail terhadap global multiplier dari masing masing sektor, faktor serta institusi (2). mengetahui dampak eksternalitas terhadap pendapatan baik pendapatan faktorial maupun pendapatan institusional dikaitkan dengan pendapatan rumah tangga. Selain dihitung dampak total multiplier dengan dirinci menurut dampak transfer, open loop dan closed loop, juga diidentifikasi jalur transmisi dari adanya suatu shock variabel eksogen terhadap golongan rumah tangga dengan metode jalur SPA.
4.4.4.4. Analisis Jalur (Structural Path Analysis)
110 Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh transmisi/jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya dalam suatu Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Karena tabel SNSE adalah data sistem yang komprehensif dan equilibrium, maka seluruh jaringan dimana suatu pengaruh ditransmisikan dapat diidentifikasi melalui Structural Path Analysis (SPA). Menurut Thorbecke (1998), SPA memberikan alternatif lain dan lebih detil dalam dekomposisi pengganda dibandingkan dengan cara tradisional yang dilakukan oleh Stone (1985) dan Pyatt & Round (1979). Di dalam SPA dikenal tiga jenis pengaruh, yaitu: 1. Dampak langsung (DI) Ada 2 jenis dampak langsung dari sektor i terhadap sektor j : a. Dampak langsung dari i ke j (DI(i→j) = aji)
Gambar 8. Dampak langsung dari jalur (i, j) b. Dampak langsung sepanjang jalur elementer dari perubahan i ke j (DI(i→j) = DI(i,x,y,j) = axi ayx ajy)
ayx axi
x
y
ajy
i
j
Gambar 9. Dampak langsung dari jalur (i, x, y, j)
111 2. Pengaruh total (TI) dari i ke j adalah perubahan yang dibawa dari i ke j baik melalui jalur dasar maupun sirkuit yang menghubungkannya. Secara kuantitatif TI merupakan perkalian antara pengaruh langsung (TI) dengan pengganda jalur atau path multiplier. Pengaruh total (TI) = axiayx azy[I-ayx(axy + azyaxz)]-1
ayx x
axi i
axz
ajy
y
axy
j
azy
z
Gambar 10. Pengaruh total dari jalur (i, x, y, j), berikut adjacent sirkuit 3. Pengaruh global (GI) merupakan pengaruh keseluruhan dari perubahaan i ke j yaitu total dari alur bagian atas, tengah, dan bawah. GI(i→j) = Maji (merupakan sel dari matriks Ma baris j kolom i) ayx x
axi i
axz asi avi
axy
z s
ajy
y
j
azy ajs ajv
v avv
Gambar 11. Pengaruh global: seluruh jalur utama serta sirkuit yang menghubungkan sektor i dan j
4.4.4.5. Metode Simulasi Simulasi pada penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak dari investasi infrastruktur transportasi sebesar Rp. 20.95 trilyun terhadap sektor produksi dan
112 pendapatan rumah tangga di provinsi Jawa Barat Tahun 2010, serta untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja yang terjadi pada sektor produksi akibat dari investasi tersebut. Adapun metode simulasi yang dilakukan adalah dengan mengalikan matriks pengganda (Ma) dengan vektor eksogen (nilai biaya yang dialokasikan dalam investasi infrastruktur transportasi).
4.4.4.6. Analisis Tenaga Kerja Untuk melihat dampak penyerapan tenaga kerja berbagai sektor sebagai akibat dari perubahan di neraca eksogen berupa peningkatan infrastruktur transportasi maka, jika
dimana: B = employment-output share matrix dan
L
= sectoral-employment
vector, maka dengan mensubstitusikan bentuk y = Ay + x ke persamaan di atas, akan diperoleh,
4.4.4.7. Analisis Distribusi Multiplier
pendapatan:
Dekomposisi
Matrik
Income
Dekomposisi matriks income multiplier dilakukan untuk mengurai pengaruh suatu injeksi di suatu sektor/faktor tertentu terhadap suatu golongan rumah tangga yang terdapat pada matirks multiplier (Ma). Dekomposisi dimaksudkan untuk mengurai pengaruh global (global effect) menjadi empat komponen yang lebih mikro yaitu: direct-direct effect, indirect-direct effect, directindirect effect, dan indirect-indirect effect. Secara matematis proses dekomposisi sel pada matriks multiplier dilakukan dengan formula (Pansini, 2008), mij = d’i Ma dj = d’i Ma3 Ma2 Ma1 dj = i’ ( rˆ A s) i
113 dimana d’i dan dj adalah vektor yang elemen ke-i dan ke-j bernilai 1 sedangkan elemen yang lainnya bernilai 0 (Pyatt, Round, 2006). Formula tersebut kemudian dapat dikembangkan menjadi: r’=d’i Ma3, A =Ma2, dan s =Ma1dj dimana Ma3 = (I-A*3)–1 Ma2 = (I + A* + A*2) Ma1 = (I-A0)–1 yang ketiganya merupakan dekomposisi matriks multiplier . Pada kasus dekomposisi terhadap pengaruh global injeksi pada sektor produksi terhadap golongan rumah tangga (MHA), MHA = 3MHH 2MHA 1MAA dimana, MHA
= multiplier Ma baris rumah tangga dan kolom sektor produksi
3MHH
= multiplier close loop baris dan kolom rumah tangga
2MHA
= multiplier open loop baris rumah tangga kolom sektor produksi
1MAA
= multiplier transfer baris dan kolom sektor produksi
sehingga dekomposisi terhadap pengaruh global injeksi pada sektor produksi ke-j terhadap golongan rumah tangga ke-i (sel mij pada sub matrik MHA), adalah: mij = (d’i 3MHH) 2MHA (1MAA dj) dimana, r’ adalah baris ke-i dari blok sub matrik 3MHH; A adalah blok sub matrik 2MHA dan s adalah kolom ke-j dari blok sub matrik 1MAA. Pada kasus dekomposisi terhadap pengaruh global injeksi pada sektor produksi ke-j terhadap golongan rumah tangga ke-i (sel mij pada matrik multiplier), dekomposisi yang dilakukan adalah mengurainya menjadi:
114 1.
Direct-direct effect, yaitu pengaruh langsung dari injeksi pada aktifitas produksi di sektor ke-j terhadap golongan rumah tangga ke-i tanpa mempertimbangkan efek tidak langsung lainnya dari kegiatan sektor lain atau golongan rumah tangga lain (dari sektor ke-j langsung berdampak kepada golongan rumah tangga ke-i);
2.
Indirect-direct effect, yaitu pengaruh dari kegiatan di sektor produksi lainnya, yang berbeda dari yang terkena injeksi, terhadap golongan rumah tangga ke-i.
Indirect-direct
effect
menangkap
pengaruh
peningkatan
dalam
permintaan terhadap sektor ke-j terhadap sektor-sektor lain yang kemudian berdampak terhadap rumah tangga ke-i (dari sektor ke-j berdampak ke sektor selain ke-j dan kemudian berdampak ke golongan rumah tangga ke-i); 3.
Direct-indirect effect, yaitu pengaruh dari sektor produksi ke-j terhadap golongan rumah tangga selain ke-i. Direct-indirect effect menangkap pengaruh
peningkatan
permintaan
sektor
ke-j
terhadap
pendapatan
golongan rumah tangga lain kemudian berdampak kepada golongan rumah tangga ke-i (dari sektor ke-j berdampak ke golongan rumah tangga selain kei dan kemudian berdampak ke golongan rumah tangga ke-i); dan 4.
Indirect-indirect effect, yaitu pengaruh perubahan dari sektor produksi selain ke-j terhadap kelompok rumah tangga lainnya selain ke-i. Indirect-indirect effect menangkap pengaruh peningkatan permintaan produksi sektor ke-j terhadap sektor lain kemudian berdampak terhadap golongan rumah tangga selain golongan rumah tangga ke-i (dari sektor ke-j berdampak ke selain sektor ke-j dan kemudian berdampak ke golongan rumah tangga selain ke-i).