BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.15/DSN-MUI/IX/2000
A. Analisis Kesesuaian Metode Perhitungan Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah di BSM Cabang Pekalongan ditinjau Dari Fatwa DSN-MUI NO.15/IX/2000 Metode perhitungan bagi hasil yang digunakan di BSM Cabang Pekalongan adalah revenue sharing sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.15/DSN-MUI/IX/2000. Revenue sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana sebelum dikurangi biaya-biaya. Dalam sistem syari’ah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syari’ah.1 Dengan menggunakan metode revenue sharing dapat meningkatkan asset BSM Cabang Pekalongan, hal ini dapat dilihat di bab III yaitu grafik pertumbuhan jumlah asset BSM Cabang Pekalongan dari tahun ketahun karena tingkat bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana (shahibul mal) akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan
1
www.syari’ah.com.2011
80
81
investasinya kepada bank syariah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil yang optimal. 2 Pada contoh simulasi pembiayaan mudharabah di bab III tabel 3.1, dapat dilihat bahwa pembiayaan mudharabah yang terdapat pada BSM mempunyai porsi lebih besar bagi BSM sebagai pemilik dana (shahibul maal) daripada nisbah bagi hasil untuk nasabah sebagai pengelola dana (mudharib). Dalam hal ini diambil nisbah bagi hasil untuk BSM lebih besar daripada nasabah karena melihat bahwa pembiayaan mudharabah adalah produk pembiayaan yang mempunyai resiko relatif tinggi. BSM sebagai Shahibul Maal menyerahkan 100% modal kepada nasabah dan apabila suatu saat terjadi kerugian yang tidak disengaja maka kerugian akan ditanggung BSM (Shahibul Maal). Khususnya jika melihat hukum yang tidak memperbolehkan jaminan kecuali sifatnya hanya untuk menjaga agar nasabah tidak lalai atau sengaja melakukan kesalahan. Berdasarkan hasil perhitungan di bab III tabel 3.1, maka penulis mengetahui metode yang digunakan adalah metode revenue sharing. Dari contoh simulasi tabel jadwal angsuran tersebut penulis menganalisis mengenai angsuran pokok dan angsuran bagi hasil bank. Jumlah pembiayaan Rp. 30.000.000 : 12 bulan = Rp. 2.500.000. Maka angsuran bagi hasil untuk bank adalah 75% x laba usaha. Angsuran bagi hasil di BSM dinyatakan dalam bentuk persentase bukan dalam bentuk nominal.
2
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah, Konsep Produk dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 264
82
Nisbah keuntungan harus didasarkan dalam bentuk presentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiah tertentu. Nisbah keuntungan itu misalnya 50:50, 70:30, 60:40, atau 99:1. Jadi nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal. Nisbah keuntungan tidak boleh dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah tertentu, misalnya shahib almaal mendapat Rp 50.000,00 dan mudharib mendapat Rp 50.000,00. 3 Perhitungan diatas menunjukkan bahwa jumlah angsuran pokok yang disetorkan oleh nasabah kepada BSM jumlahnya sama atau tetap sedangkan nisbah yang disetorkan ke BSM Cabang Pekalongan berbeda-beda dari tiap bulannya, hal ini dikarenakan laba usaha nasabah tiap bulannya tidak tetap sehingga nominal bagi hasil yang dibagikan berbeda-beda tiap bulannya. Dalam kontrak ini, return dan timing cash flow kita tergantung kepada kinerja sektor riilnya. Bila laba bisnisnya besar, kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya kecil, mereka mendapat bagian yang kecil juga. Filosofi ini hanya dapat berjalan jika nisbah laba ditentukan dalam bentuk persentase, bukan dalam bentuk nominal rupiah tertentu.4 Keuntungan dari hasil pembiayaan mudharabah di BSM Cabang Pekalongan dibagikan sesuai dengan keuntungan yang diperoleh. Besarnya pembagian keuntungan dibagikan sesuai dengan persentase yang telah disepakati di awal akad.
3
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh & Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 198. 4 Ibid., hlm. 198.
83
Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan dimuka. 5 Di BSM Cabang Pekalongan, pembagian kerugian dalam pembiayaan mudharabah dilakukan dengan membagi porsi kerugian sesuai dengan besarnya modal masing-masing. Bila dalam akad mudharabah ini mendapatkan kerugian, pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah keuntungan, bukan nisbah saja, karena nisbah 50:50, atau 99:1 itu hanya diterapkan bila bisnisnya untung. Bila bisnisnya rugi, kerugiannya itu harus dibagi berdasarkan porsi masing-masing pihak, bukan berdasarkan nisbah.
Hal
ini
karena
ada
perbedaan
kemampuan
untuk
mengabsorpsi/menanggung kerugian di antara kedua belah pihak. Bila untung, tidak ada masalah untuk menikmati untung. Karena sebesar apa pun keuntungan yang terjadi, kedua belah pihak akan selalu dapat menikmati
5
Ibid., hlm. 19
84
keuntungan itu. Lain halnya kalau bisnisnya merugi. Kemampuan shahib almaal untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan kemampuan mudharib. Dengan demikian, karena kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal (finansial) shahib al-maal dalam kontrak ini adalah 100%, maka kerugian (finansial) ditanggung 100% pula oleh shahib al-mal. Di lain pihak, karena proporsi modal (finansial) mudharib dalam kontrak ini adalah 0%, andaikata terjadi kerugian, mudharib akan menanggung kerugian (finansial) sebesar 0% pula.6 Penyelesaian atau pembagian bagi hasil dari nasabah kepada BSM dilakukan dengan cara mengangsur pokok. Dengan demikian, nasabah akan memberikan angsuran pokok setiap bulan selama masa pinjaman. Jumlah angsuran pokok adalah sebesar modal yang di pinjam dibagi dengan kemampuan nasabah dalam mengangsurnya. Kemampuan mengangsur sangat ditentukan oleh pendapatan usaha yang dilakukan oleh nasabah. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis menganalisis metode perhitungan bagi hasilnya yaitu menggunakan metode revenue sharing yang sesuai dengan fatwa DSNMUI NO.15/DSN-MUI/IX/2000. BSM Cabang Pekalongan menggunakan metode revenue sharing, dengan alasan sebagai berikut:7 a. Metode revenue sharing lebih mudah digunakan BSM Cabang Pekalongan.
6
Ibid., hlm. 198 Wawancara secara langsung dengan Ibu Laila Nahdi selaku Manager Operasional di BSM Cabang Pekalongan 10 Oktober 2011. 15.00 WIB 7
85
b. BSM mudah membuat standar harapan bagi hasil dari nasabah pembiayaan. c. BSM tidak menanggung resiko biaya-biaya pengelolaan usaha nasabah yang dibiayai oleh BSM dikarenakan BSM tidak ikut mengelola. d. Metode revenue sharing lebih maslahah dan adil bagi kedua belah pihak (BSM dan nasabah).
Penulis akan melakukan analisis yang berkaitan dengan kesesuaian metode perhitungan bagi hasil pada pembiayaan mudharabah berdasarkan Fatwa DSN-MUI NO.15/IX/2000 di BSM Cabang Pekalongan. Tabel 4.1 Analisis kesesuaian metode perhitungan bagi hasil pada pembiayaan mudharabah berdasarkan Fatwa DSN di BSM Cabang Pekalongan
No 1
Item Dalam Distribusi Hasil Usaha Akad
Implementasi Distribusi Hasil Usaha
Fatwa Dewan Syari’ah (DSN)
Saat menentukan
Fatwa DSN
besarnya nisbah bagi
No.15/ DSN-
hasil ada kesepakatan
MUI/IX/2000
dan tawar menawar
tentang prinsip
antara nasabah dan
hasil usaha dalam
BSM, sehingga saling
lembaga keuangan
percaya. Besarnya
syari’ah pada
nisbah bagi hasil yang
ketentuan umum
Kesesuaian Sesuai
86
disepakati BSM Cabang prinsip distribusi
2
Pekalongan adalah 75%
hasil usaha butir
dan 25%
ke-3
Metode
Metode yang
Fatwa DSN
Bagi Hasil
digunakan adalah
No.15/DSN-
Sesuai
metode revenue sharing MUI/IX/2000 tentang prinsip hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah pada ketentuan umum prinsip distribusi hasil usaha butir ke 1 & 2
Berdasarkan hasil wawancara dengan Manager Operasional di Bank Syari’ah Mandiri (BSM) Cabang Pekalongan Ibu Laila Nahdi dan Marketing Pembiayaan Ibu Laila Fadhilah yaitu apabila nasabah ingin mengajukan pembiayaan
mudharabah
harus
mengisi
formulir
akad
pembiayaan
mudharabah. Akad yang dipakai di BSM Cabang Pekalongan sudah sesuai dengan syari’ah. Hal ini terbukti saat menentukan besarnya nisbah bagi hasil ada kesepakatan, analisis proyeksi keuntungan dan tawar menawar sehingga
87
saling rela (‘an-taradhim minkum) juga saling percaya antara nasabah pembiayaan mudharabah dengan pihak BSM Cabang Pekalongan, proses pembiayaan sudah sesuai dengan rukun dan syarat pembiayaan, jenis akad harus transparan, perhitungan bagi hasilnya sesuai dengan analisis usaha nasabah. Kerja sama para pihak dengan sistem bagi hasil harus dilaksanakan dengan transparan dan adil. Hal ini disebabkan untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada periode tertentu itu tidak dapat dijalankan kecuali harus ada laporan keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian kerja sama ini disetujui oleh para pihak, maka semua aspek yang berkaitan dengan usaha harus disepakati dalam kontrak, agar antar pihak dapat saling mengingatkan. 8 Metode perhitungan bagi hasilnya sesuai dengan analisis usaha nasabah. Perhitungan yang dipakai oleh BSM Cabang Pekalongan yaitu menggunakan metode revenue sharing dengan nisbah bagi hasil yang diangsur setiap bulannya. Metode revenue sharing yang diterapkan di BSM Cabang Pekalongan sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI NO.15/DSN-MUI/IX/2000. Pembiayaan mudharabah di BSM Cabang Pekalongan menarik jaminan berupa sertifikat tanah, sertifikat toko, BPKB. Pelaksanaan jaminan mudharabah di BSM Cabang Pekalongan yaitu apabila pihak mudharib lalai atau menyalahi kontrak ini maka pihak shahibul maal (BSM) dibolehkan meminta jaminan mudharib, tetapi apabila kerugiannya disebabkan oleh faktor resiko bisnis maka jaminan mudharib tidak dapat disita oleh shahibul maal 8
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Yogyakarta : UII Press, 2004, hlm. 120
88
(BSM). Untuk pengembalian modal dilakukan dengan cara diangsur, hal ini di khawatirkan apabila dibayar di akhir periode usaha, maka akan terjadi resiko iddle fund (pengendapan dana) ditangan mudharib yang nantinya akan mengakibatkan tidak seimbang dengan keuntungan yang diperoleh. Pihak mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak ini, maka shahib almaal dibolehkan meminta jaminan tertentu kepada mudharib. Jaminan ini akan disita oleh shahib al-maal jika ternyata timbul kerugian karena mudharib melakukan kesalahan, yakni lalai dan ingkar janji. Kerugian yang timbul disebabkan karena faktor resiko bisnis, jaminan mudharib tidak dapat disita oleh shahib al-mal. Cara penyelesaiannya adalah jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Pihak BSM dan nasabah harus ada kejelasan dalam perhitungan angsurannya, kalau dalam mengangsur pembiayaan mudharabah nasabah belum bisa melunasinya, maka solusinya yaitu pihak BSM Cabang Pekalongan akan menghubungi nasabahnya untuk mengadakan studi kelayakan usahanya, kemudian pihak BSM akan memberikan tiga kali peringatan, namun apabila nasabh belum bisa melunasinya, maka pihak BSM akan membolehkan nasabahnya untuk menunda nagsuran dengan cara mengadakan kesepakatan ulang antara nasabah dengan pihak BSM Cabang Pekalongan yaitu dengan cara memperbaiki akad untuk memperpanjang jumlah waktu pembayaran angsuran pembiayaan mudharabah. Kalau nasabah menyalah gunakan dananya, maka
89
solusinya adalah pihak BSM akan menarik jaminan dari mudharib yang menyalah gunakan dana pembiayaan mudharabah dan jaminan tersebut nantinya akan di lelang oleh pihak BSM Cabang Pekalongan (shahibul maal). Ternyata setelah penulis menganalisis lebih lanjut ditemukanlah kesesuaian antara pihak BSM Cabang Pekalongan dan nasabah, sehingga BSM Cabang Pekalongan dalam menggunakan metode perhitungan bagi hasil pembiayaan mudharabah sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI NO.15/DSNMUI/IX/2000 yaitu metode revenue sharing.