BAB IV HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Profil Organisasi Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik atau lebih dikenal dengan GIDKP adalah sebuah komunitas yang berkembang menjadi sebuah perkumpulan nasional berbasis organisasi non-profit. Nama “diet” sendiri diartikan sebagai “bijak dalam mengonsumsi”. Organisasi ini memang mengusung sebuah kampanye sosial untuk menggunakan material plastik terutama kantong plastik secara lebih bijak. Sadar bahwa menghentikan secara total penggunaan kantong plastik akan berdampak pada sendi-sendi kehidupan terutama dari sisi sosial maupun ekonomi, maka gerakan ini berupaya mengubah pandangan masyarakat dan perlakuannya terhadap kantong plastik dengan harapan masyarakat akan menggunakan plastik dengan lebih bertanggung jawab. Terbentuknya GIDKP di awali pada Oktober 2010, ketika Greeneration Indonesia mengembangkan sebuah kampanye dengan nama Diet Kantong Plastik di kota Bandung. Kampanye Diet Kantong Plastik saat itu bekerja sama dengan salah satu peritel di 6 kota besar dalam penerapan prosedur Diet Kantong Plastik di kasir selama November 2010 – November 2011, yang akhirnya dapat mengurangi 8.233.930 lembar kantong plastik dan dapat mengumpulkan dana
60
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
sukarela dari konsumennya sebesar 117 juta rupiah untuk kegiatan bebersih kota dari kantong plastik di Bogor, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Lalu dari tahun 2011 hingga 2013 tercatat adanya berbagai kegiatan sosialisasi kampanye pengurangan kantong plastik di 10 kota, oleh komunitas masingmasing kota: Aceh, Tangerang, Jakarta, Bekasi, Bogor, Bandung, Gresik, Yogyakarta, Surabaya, hingga Makassar. Di awal tahun 2013, lembaga-lembaga pegiat isu kantong plastik: Change.org, Ciliwung Institute, Earth Hour Indonesia, Greeneration Indonesia, Leaf Plus, Indorelawan, Si Dalang, The Body Shop, dan beberapa perwakilan individu, menginisiasi gerakan nasional bersama, bernama Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Tujuan kolaborasi menjadi gerakan bersama tersebut adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia baik secara personal maupun lembaga, dan juga menyatukan dampak dari seluruh kampanye yang dilaksanakan.
4.1.2 Visi dan Misi Organisasi Dengan tujuan menyelamatkan lingkungan dari bahaya kantong plastik GIDKP memiliki visi dan misi dalam segala aktifitasnya, yaitu : Visi : Indonesia Bebas Kantong Plastik Misi : Mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
4.1.3 Identitas Organisasi Logo adalah pengenal utama yang terpenting dari Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Logo adalah perwujudan GIDKP yang paling mudah dikenali dan diasosiasikan dengan GIDKP. Penggunaan huruf serif kecil (non caps lock) pada logotype diasiosiasikan dengan sesuatu yang informal namun tetap teratur. Logogram berbentuk penyederhanaan bentuk kantong plastik yang dirampingkan. Logo ini merupakan logo utama Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik yang digunakan oleh setiap pihak yang menerapkan kampanye/aktivitas/gerakan ber- Diet Kantong Plastik. 4.1.4 Struktur Organisasi PEMBINA 1. Hermien Rosita 2. Agus P. Sari
WORKING GROUP 1. Koordinator : Tiza Mafira 2. Spokesperson : Nadine Zamira 3. Anggota : M. Bijaksana Junerosano, dan Christian Natalia(Greeneration Indonesia) Rika Anggraini, Dita Agustia, Maya Bellina (The Body Shop Indonesia) Sudirman Asun (Ciliwung Institute) Gita Syahrani, dan Karina Octaviany (Si Dalang) Verena P. (Earth Hour) Afif Aziz (Change.org) Adithiyasanti S. (LeafPlus) Marsya Anggia, dan Maritta (Indorelawan)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
PENGURUS/ KOORDINATOR HARIAN Rahyang Nusantara dan Adisa Soedarso
KOORDINATOR RELAWAN Fadil Dery (Bandung) Aziza Alaska (Jakarta)
63
4.1.5 Sasaran Strategis GIDKP Dalam upaya terus menetrasi pesan pengurangan penggunaan kantong plastik kepada seluruh lapisan masyarakat, GIDKP tidak mungkin bekerja sendiri. Untuk itu pihak-pihak yang terkait harus dilibatkan. GIDKP mengistilahkan berbagai pihak ini sebagai target khusus atau sasaran strategis yang dalam ranah public relation dikenal dengan istilah public premier48. Dengan melakukan pendekatan yang lebih intens kepada sasaran strategis atau public premier dari kegiatan kampanye ini maka diharapkan pesan sosial yang dimaksud dapat disampaikan kepada khalayak luas secara lebih efektif dan tepat guna. Terdapat lima pihak yang dijadikan sebagai sasaran strategis GIDKP, yaitu : A. Pemerintah Selaku pengambil keputusan dan penetap berbagai kebijakan, tentu saja peran aktif pemerintah dalam kampanye ini memiliki posisi yang amat krusial. Fungsi Public Relation dalam subtansi Governement Relation nampak jelas dilakukan oleh GIDKP. Keberhasilan kerjasama GIDKP dan pemerintah dapat dilihat
ketika pada 2010 pemerintah Kota
Bandung mengeluarkan Surat Himbauan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Yang kemudian diikuti pula oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan mengeluarkan surat seruan No.6 tahun 2013 tentang Gerakan Diet Kantong Plastik pada perhelatan festival Jakarta Great Sale selama sebulan penuh pada Juli 2013.
48
Firsan Nova. Crisis Public Relation: Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan. Jakarta : Grasindo. 2009. hal. 8-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
B. Ritel Sama pentingnya seperti pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan pembatasan dan berbagai kebijakan mengenai kantong plastik, ritel pun berperan penting dalam lingkaran sirkulasi kantong plastik hingga sampai ke tangan masyarakat. Oleh karenanya GIDKP mengajak berbagai peritel untuk turut berperan aktif dalam aksi pengurangan penggunaan kantong plastik pada saat berbelanja. Saat ini ritel dibawah APRINDO seperti Superindo, Circle K dan Transmart Carefour telah menjalankan berbagai program untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dan limbahnya. Program-program yang dijalankan antara lain mengganti kualitas kantong plastik dengan yang lebih ramah lingkungan dan memberikan pilihan untuk menggunakan kardus ketimbang kantong plastik, hingga pemberian benefit dan poin reward jika membawa kantong belanja sendiri.
C. Komunitas dan relawan GIDKP turut bekerja sama dengan berbagai komunitas untuk menyebarkan pesan sosial pengurangan kantong plastik. Saat ini tercatat sejumlah komunitas telah bergabung dan aktif turut serta dalam berbagai aktivitas GIDKP. Komunitas yang dimaksud antara lain Asean Reusable Bag Campaign, Earth Hour Indonesia, Ciliwung Institute, Si Dalang, Komunitas Nol Sampah, HiLO Green Community, KOPHI, Leaf Plus, dan yang lainnya. Sementara itu dalam upaya mengajak masyarakat turut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
aktif dalam kegiatan GIDKP secara langsung, GIDKP mengajak masyarakat khususnya kaum muda dalam rentang usia 18 hingga 30 tahun untuk menjadi relawan di berbagai kegiatannya. Perekrutan relawan dilakukan oleh GIDKP melalui situs indorelawan.org.
D. Akademisi GIDKP sangat terbuka bagi pada mahasiswa yang memiliki ketertarikan pada kegiatan pengurangan limbah kantong plastik, untuk itu salah satu sasaran strategis GDIKP adalah para akademisi yang ingin membuat penelitian seputar kegiatan GDIKP. Diharapkan dengan begitu para akademisi dapat menjadi agen perubahan dan meneruskan semangat dan komitmen untuk menjaga lingkungan dan menyebarkan luaskannya kepada tidak hanya orang-orang terdekatnya namun kepada masyarakat yang lebih luas lagi.
E. Media Di era kekinian manusia memiliki ketergantungan terhadap sumbersumber informasi. Hal ini menyebebakan berbagai media baik media massa maupun media online memiliki peran yang amat besar dalam penyebaran informasi dan membuatnya menjadi pesan yang viral, memahami akan hal ini GDIKP memaksimalkan penggunaan media online dalam menyampaikan pesan sosial pengurangan kantong plastik ini. GIDKP aktif memberikan informasi seputar kegiatan yang diadakan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
pengajuan petisi online, informasi-informasi bermanfaat dan kemajuan seputar kampanye pengurangan limbah plastik ini melalui berbagai akun yang dimilikinya : Website : www.dietkantongplastik.info Twitter : www.twitter.com/idDKP Facebook : www.facebook.com/DietKantongPlastik
4.1.6 Pencapaian 2010-2014 A. Hasil pencapaian SOP (Standard Operational Procedure) Diet Kantong Plastik di Circle K selama periode November 2010 hingga November 2011 : 1. Jumlah pengurangan kantong plastik sebanyak 8.233.930 lembar setara dengan penghematan rupiah sebesar Rp. 897.498.370,2. Distribusi tas belanja pakai ulang hingga lebih dari lima ribu lembar setara dengan potensi pengurangan kantong plastik hingga lima juta lembar. 3. Donasi terkumpul dari konsumen Circle K yang memilih menggunakan kantong belanja sendiri sebesar Rp. 117.000.000,melalui SOP Diet Kantong Plastik. B. Diet Kantong Plastik dan Clean Up Your City telah di implementasikan di lima kota di Indonesia sebagai pertanggungjawaban Donasi GIDKP. C. Peraturan Daerah Kota Bandung D. Surat seruan pemerintah provinsi DKI Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
E. Bantuan donasi operasional organisasi dari The Body Shop Indonesia untuk bulan Agustus-Desember 2014 sejumlah Rp. 100.000.000,-. F. Lima besar pemenang Klik Hati, sebuah program CSR (Corporate Social Responsibility) dari PT. Merck Indonesia dengan jumlah donasi sebesar Rp. 15.000.000,G. Mendapatkan donasi melalui program Kiehl’s Gives “Nature & The City”, program filantropi Kiehl’s Indonesia dengan periode donasi dari September hingga November 2014 sejumlah Rp. 80.250.000,H. Pelaksanaan Focus Group Discussion yang melibatkan pemerintah, ritel dan bisnis, Komunitas dan berbagai sasaran strategis laiinya.
4.1.7 Program Regular GIDKP A. Operasi Plastik, program GIDKP yang mengajak masyarakat berwisata sekaligus kerja bakti di sungai-sungai yang tercemar sampah plastik. B. Rampok Plastik, sebuah aksi menukar kantong plastik dengan tas pakai ulang. C. Pay For Plastic, upaya mendorong pemerintah dan ritel untuk membuat aturan maupun kebijakan dalam mengurangi kantong plastik. D. Head Bag Mob, aksi massal menukar kantong plastik dan melukis tas kain di kota besar. E. T Shirt Bag Workshop, do it your self project!. Membuat tas daur ulang dari kaos bekas yang sudah tidak terpakai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
4.1.8 Program Tahun 2015 A. Melalui www.change.org/dietkantongplastik mempetisikan Jokowi, Ahok, dan asosiasi
Pemerintah Kota Seluruh Indonesia(APEKSI) untuk
membuatkan peraturan Diet Kantong Plastik. B. Mempetisikan APRINDO dan APPBI “Kami Siap Bayar Untuk Kantong Plastik!”. C. Program donasi kasir dan petisi #Pay4Plastic di seluruh toko The Body Shop Indonesia dari Februari hingga Juni 2015. D. Edukasi Diet Kantong Plastik, kegiatan pendampingan sebanyak empat kali pertemuan dalam satu bulan di sekolah (SD, SMP, SMA) di Jakarta (tiga sekolah dan Bandung (tiga sekolah) E. Bekerja sama dengan ASEAN Reusable Bag Campaign untuk kampanye pengurangan kantong plastik di lima kota besar di Indonesia yaitu Aceh, Bandung, Bogor, Jakarta dan Makassar. Demi terus menyebarluaskan semangat diet kantong plastik GIDKP juga bekerja sama dengan komunitas Bye Bye Plastic Bags di Bali serta Komunitas Nol Sampah di Surabaya. F. Replikasi kegiatan kampanye Diet Kantong Plastik di kota lain seperti yang dilakukan oleh komunitas Zona bening di Malang dan komunitas Rumah Sampah Berbasis Sekolah di Tasikmalaya serta kegiatan diet kantong plastik di Jayapura yang dilakukan oleh SMA PGRI Jayapura. G. Di 2015 ini GIDKP tercatat menerima dua penghargaan. Yaitu sebagai Penggiat dan Pelestari Lingkungan Hidup dari Pemerintah Kota Bandung
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
dan penghargaan untuk komunitas dalam upaya pengurangan penggunaan kantong plastik.
4.2 Hasil Penelitian Dan Pembahasan Perolehan data hasil penelitian ini berasal dari observasi dan wawancara tak yang dilakukan oleh peneliti dengan ketiga narasumber selama periode Oktober 2015 hingga Januari 2016 di kesempatan yang berbeda-beda. Ketiga narasumber tersebut terlibat aktif dalam penentuan strategi kampanye yang dijalankan oleh GIDKP. Peneliti menyuguhkan hasil wawancara dengan ketiga narasumber pada poin selanjutnya berdasarkan kutipan langsung maupun tidak langsung 4.2.1 Identifikasi Masalah Dan Perencanaan Peneliti membagi pemilihan strategi kampanye GIDKP menjadi empat tahapan, yaitu : identikasi masalah, perencanaan program, pelaksanaan strategi, dan evaluasi serta pencapaian. A. Identifikasi Masalah Bagi GIDKP limbah plastik menjadi permasalahan yang serius bukan hanya karena belum ditegakkannya peraturan pemerintah mengenai penggunaan dan sirkulasi limbah kantong plastik, namun juga dari kurangnya kesadaran masyarakat serta pola pikir yang belum cukup terbuka terhadap masalah ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
Seperti yang dijelaskan Tiza Mafira sewaktu ditanya pihak-pihak yang kontra pada gerakan ini, ia menerangkan: “Masyarakat yang tidak mau berpikir, tidak mau repot. Seperti debat panjang waktu di Carefour dengan seorang bapak. Banyak masyarakat yang tidak melihat diri mereka sebagai bagian dari solusi. Tapi mereka cuma mau menikmati aja hasilnya biar orang lain yang melakukan, dan itu susah untuk mengganti (pola pikir semacam) itu..49” Permasalahan mental ini yang menjadi salah satu alasan mengapa aktifitas edukasi menjadi salah satu program rutin GIDKP. Edukasi dilakukan melalui acara seminar maupun ke sekolah-sekolah atau kegiatan offline lainnya. GIDKP melihat sampah plastik sebagai permasalahan serius, karena meski terlihat kecil namun limbah plastik bisa merusak lingkungan hingga tahap tertentu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nadine Zamira ketika menjawab pertanyaan mengapa fokus gerakan ini hanya kepada kantong plastik : “Kita memang mulai dari kantong plastik tapi harapannya dengan pencapaian yang kita dapatkan dapat tereplikasi untuk sampahsampah lainnya. Tapi di dalam regulasipun, sampah seperti plastik dan B3 (seperti baterai) itu pun treatment dan regulasinya pun berbeda jadi walaupun kecil bagian dan porsinya, cuma scoope pekerjaannya luas sekali. Hingga saat ini masih sulit sekali mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan secara khusus mengenai limbah kantong plastik. Melalui berbagai channel, kita masih mencoba mendekati pemerintah semisalnya dengan petisi, pendekatan langsung untuk meregulasikan ini…50” Lebih lanjut ia menerangkan bahwa pendekatan kepada pemerintah yang dilakukan oleh GIDKP untuk membakukan peraturan mengenai kantong plastik
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta 50 Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta 49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
ini akan dapat direplikasikan ke limbah-limbah plastik lainnya seperti botol plastik ataupun limbah elektronik. Ia menambahkan bahwa edukasi ke masyarakat memang dianggap penting namun upaya awal yang lebih utama adalah agar gerakan ini dikenal dan diakui oleh pemerintah dan kemudian sebuah regulasi dapat dihasilkan bagi para retailer dan mall. Menyadari bahwa tidak semua lapisan masyarakat dapat langsung menerima pesan kampanye ini maka GIDKP menyentuh kalangan yang “lebih mudah” di rangkul telebih dahulu, yaitu retailer besar dengan konsumen yang sudah lebih memiliki kesadaran akan isu sosial. Dengan demikian secara tidak langsung GIDKP menjadikan masyarakat dari kalangan menengah keatas sebagai sebagai sasaran strategis yang dituju. Hal ini dibenarkan oleh Tiza Mafira, ia menyampaikan hal ini ketika menjawab pertanyaan peneliti mengenai pengamatan pribadi peneliti akan kegiatan GIDKP yang lebih banyak berfokus pada kalangan menengah keatas dan belum menyentuh pedagang kaki lima yang juga konsumtif dalam memakai kantong plastik: “Betul, kita fokus ke kalangan menengah keatas dan sambil memikirkan bagaimana menyentuh kaum yang middle down. Karena yang middle down itu sangat sulit untuk dijangkau. Pemikiran awalnya kita butuh peraturan, kita butuh dialog dengan retailer. Jadi yang paling mudah dilakukan, istilahnya kalo ada pohon ada buah-buahnya yang kita ambil kan buah-buah yang gampang diambil dulu. Kalau kita ke pemerintah, kita bilang kita mau ngatur pedagang kaki lima, kita mau mengatur pasar, kita mau mengatur supaya mereka harus bayar kantong plastik itu kan susah. Karena pemerintah juga pasti gak mau, itu namanya membebani masyarakat kecil. Nanti pedagang pasar untungnya udah kecil, terus pembelinya juga nanti dikenai harga juga untuk plastik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
padahal mereka juga udah pas-pasan, dan itu pasti lebih mudah menimbulkan penolakan masyarakat... 51.” Lebih jauh ia menambahkan supermarket dan mall selaku retailer sudah jauh lebih siap dan dapat menerima pesan kampanye ini dibandingkan dengan pedagang pasar. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya supermarket yang mulai mengganti kualitas plastiknya dengan biodegradable bag. Meskipun hal tersebut bukanlah solusi yang tepat sebagaimana tujuan dari kampanye GIDKP, namun diakui olehnya hal ini
menunjukan ada kampanye terdahulu yang berhasil
dilakukan. Ini pun sekaligus membuktikan bahwa retailer besar seperti supermarket dan mall memiliki margin yang cukup untuk menyerap kebijakan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Rahyang Nusantara ketika menjawab pertanyaan yang sama yang diajukan kepada Tiza Mafira: “Jadi fokus kegiatannya memang masih ke kalangan menengah keatas. Ke kalangan yang memang sudah cukup paham dengan isu ini, karena pendekatan ke kalangan menengah kebawah itu beda. Kita kan beneran harus dari nol. Mereka perlu tahu juga emang kenapa sih kantong plastik, sedangkan orang dari kalangan menengah keatas paling enggak udah tahu bahaya kantong plastik seperti apa. Orang menengah kebawah itu gak peduli sama lingkungan kan, karena kebutuhan premier mereka belum terpehuni jadi boro-boro mereka mikirin bahaya lingkungan…52.” Ia mengakui bahwa meski GIDKP sendiri belum mengadakan riset terhadap penggunaan kantong plastik di pasar tradisional dan pedagang kaki lima, namun berdasarkan pengamatannya pribadi kedua retailer tersebut memang cukup banyak mengkonsumsi kantong plastik. Pun demikian GIDKP menurutnya
51
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta 52 Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
bermaksud membuat sebuah percontohan terhadapap pengurangan penggunaan kantong plastik, dan sasaran yang lebih mudah disentuh adalah retailer modern seperti mall dan supermarket dengan mayoritas konsumen dari kalangan masyarakat menengah keatas. Sebagaimana yang dijelaskan lebih lanjut olehnya : “…karena kita mau bikin percontohan dulu dan yang cukup lebih mudah ya kepasar modern dulu. Orang-orang (yang) udah cukup kenal dengan isu ini ya kalangan menengah keatas. Soalnya kalo gak ada percontohan itu akan lebih susah lagi, karena kita kan pinginnya edukasinya orang-orangnya dulu nih bukan retail-nya atau pemerintahnya. Kalau mereka sudah mulai terbiasa nanti juga bakal ngikutin, kan gak mungkin si orang itu belanjanya ke supermarket terus adakalanya mereka ke pasar atau ke warung nah kalo orangnya sudah teredukasi, sudah terbiasa pasti bakal ngikutin di sektor yang lainnya” Di sisi lain Government Relations yang dilakukan GIDKP juga cukup intens. Hal ini didasari pemikiran bahwa beberapa kalangan amat bergantung pada pemerintah sebagai pemberi kebijakan dan pengimplementasiannya. Seperti yang diungkapkan Tiza Mafira ketika menuturkan dukungan pemerintah kepada gerakan ini: “Ada retailer yang cenderung berpendapat kalau ada peraturannya kita ikutin kok, asal kita jangan disuruh begini sendirian nanti pelanggan kita pada pindah ke toko sebelah. Jadi hambatan di retailer itu pemikiran mereka yang sangat praktis dan mereka cenderung memposisikan diri sebagai market player, kita mengikuti pasar. Kalau pasar mau kantong plastik gratis ya kita ikutin. Kalau pemerintahnya mau plastik berbayar ya kita ikutin. Mereka gak mau melihat diri mereka sebagai agen perubahan, gak banyak yang mau53.” Dengan terus melakukan pendekatan kepada pemerintah, diharapkan kedepannya akan tercipta regulasi mengenai kantong plastik. Disaat yang 53
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
bersamaan GIDKP terus melakukan pendekatan kepada sasaran startegis lainnya termasuk retailer dan program edukasi kepada masyarakat melalui berbagai channel.
B. Perencanaan Setelah melakukan proses fact finding atau identifikasi masalah, GIDKP kemudian melakukan perencanan program. Dalam hal ini, peneliti kembali membagi proses perencanan program menjadi beberapa poin penting antara lain pemetaan khalayak public relations atau yang disebut oleh GIDKP sebagai sasaran strategis, observasi dan group discussion,
serta pemilihan media
kampanye. 1. Sasaran Strategis Berdasarkan company profile yang dimiliki GIDKP pada awalnya memiliki lima khalayak primer atau yang disebutnya dengan sasaran strategis yaitu pemerintah, ritel, komunitas dan relawan, Akademisi dan media. Tetapi seiring dengan berjalannya program-program yang telah dijalankan serta memperhatikan kondisi yang ada dilapangan, GIDKP merampingkan sasaran strategis yang telah dimiki menjadi tiga objek saja. Hal ini disampaikan oleh Rahyang
Nusantara
ketika
menjawab
pertanyaan
bagaimana
GIDKP
merencanakan strategi kampanye yang tepat : “Waktu pas pertama sih kita emang ke targetnya dulu, karena kan sasaran kita siapa sih sebenernya kan jadi targetnya emang disitu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
Waktu itu sih ada lima, waktu awal banget sekarang udah berubah soalnya. Waktu itu lima ada pemerintah, retailer/swasta, komunitas, akademisi sama media itu waktu pas awal banget. Nah, sekarang itu mulai di kelompokan target dan sasaran kita ada di regulasi, edukasi sama fasilitasi. Untuk Regulasi sendiri pemerintahan, berarti kalo kita ingin ada regulasi yang harus kita deketin adalah pemerintahan. Untuk fasilitasi sendiri itu retailer. Karena si retailer ini sendiri yang akan dipercontohkan untuk kantong plastik berbayar itu seperti apa. Kalo edukasi itu komunitas, akademisi sama media juga disitu. Jadi udah lebih fokus54” Hal senada diungkapkan Tiza Mafira ketika menjawab pertanyaan mengenai perubahan sasaran strategis GIDKP: “Jadi tuh tadinya memang itu, yang kamu lihat itu yang lama. Tadinya tuh kita bilang, ya udah deh kita punya lima divisi aja, Government Relations, Grassroot Movement, Retail Outreach, Media outreach, Volunteer organization/Management. Cuma akhirnya kita mikir nanti dulu deh kalo media dan volunteer kan mereka adalah seperti tools untuk mencapai tujuan yang mana mereka kita pakai dalam ketiga strategi untuk government, maupun masyarakat begini jadi bukan, seharusnya kategorinya gak seperti itu. Seharusnya kategorinya tiga aja, (yang kita sebut dengan) audience. Audience kita tiga nah kemudian kita menggunakan media, kita (juga) menggunakan relawan untuk mencapai audience tersebut55” Tidak hanya itu, masyarakat sebagai salah satu sasaran strategis GIDKP pun kemudian dikerucutkan kembali. GIDKP secara tidak langsung membuat program kampanyenya untuk kalangan menengah keatas, sebagaimana pernyataan Nadine Zamira ketika menjawab segmentasi masyarakat sebagai sasaran strategis GIDKP : “Mungkin secara publik kita belum mengatakan itu, cuma bisa dibilang secara tidak sadar kita mentargetkan kesana. Karena 54
Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta 55 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
memang orang-orang yang biasa nongkrong di mall, bisa dibilang adalah trend setter. Jadi kalau mereka sudah bisa mengubah behavior mereka pasti trickle down effect-nya akan kelihatan. Behavior yang di-addopt oleh orang-orang yang sehari-hari nongkrong di mall atau disebut sebagai middle upper atau urbaning itu biasanya akan menular ke segmen-segmen lainnya. Segmen disini bukan hanya orang yang tingkat ekonominya lebih rendah tapi juga orang-orang yang gak peduli. Lagi-lagi seperti analogi akupuntur56.” Rahyang Nusantara pun membenarkan pula pernyataan ini sebagaimana jawaban beliau ketika menerangkan bahwa GIDKP menggunakan berbagai macam chanel termasuk sosial media karena memang target sasarannya adalah masyarakat dari kalangan menengah ke atas. 2. Observasi dan Group Discussion GIDKP melakukan sebuah observasi dan melibatkan hasil survey dalam menentukan sebuah strategi, Meski diakui olehnya bahwa survey yang dilakukan hanya dalam skala kecil berdasarkan pengalaman individu saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nadine Zamira sebagai berikut : “Ada (observasi), tapi mungkin memang tidak secara spesifik tapi dari pengalaman teman-teman GIDKP masing-masing dan siapa tahu ada masukan. Kaya waktu itu kita pernah bikin headbag mob,itu berdasarkan hasil dari survey yang dilakukan Greeneration bahwa ternyata salah satu alasan mengambil kantong plastik adalah karena mereka lupa dan ketinggalan di rumah, untuk mengkampanyekan faktor lupa itu akhirnya tercetuslah ide headbag mob itu. Jadi memang secara harfiah menggunakan kantong reusable itu dikepala…57”
56
Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta 57 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
Ditambahkan olehnya hal lain yang dilakukan GIDKP dalam melakukan proses perencanaan strategi kampanyenya adalah mengadopsi kegiatan yang sudah dijalankan dari anggota dalam working group : “..Ada juga yang karena memang strategi itu adalah strategi rekanan kita, misalkan ada Si Dalang yang salah satu anggota koalisi kaya LeafPlus yang masuknya banyak di edukasi ke sekolah-sekolah dengan caranya dia adalah membuat workshop TShirt Bag. Jadi memanfaatkan sumber daya yang sudah ada jadi TShirt bag (workshop) itu juga jadi salah satu cara yang kita gunakan. Jadi memang masih eclectic sih kalo bisa dibilang karena ini GIDKP itu perkumpulan bukan organisasi yang terstruktur sekali jadi banyak strateginya yang bisa dibilang eclectic.”
Tiza Mafira lebih lanjut menambahkan bahwa dalam menentukan strategi yang tepat GIDKP juga melakukan sebuah diskusi dengan working group sebagaimana yang diutarakannya ketika ditanya bagaimana GIDKP menentukan strategi kampanye yang tepat : “Semua strategi dibahas dengan semua anggota. Jadi anggota GIDKP kan ada beberapa organisasi. Kita ini bentuk hukumnya kan perkumpulan, jadi isinya member dan setiap member itu punya suara dalam membentuk si perkumupulan ini mau kemana. Nah, namanya working group lah ya. Nah jadi working group ini memutuskan dengan cara duduk bareng untuk bisa mencapai gerakan yang komprehensif kita harus bisa menjangkau masyarakat, pemerintah dan pelaku usaha. Jadi tiga elemen itu yang harus selalu ada dan selalu harus tercapai58.” Diskusi dalam forum tersebut melihat kebutuhan dan titik perhatian dari tiap-tiap sasaran strategis, seperti yang disampaikan lebih jauh olehnya : “….Ya udah, jadi kita bagi tiga kategori itu aja, abis itu kita pikirkan strategi kita untuk masyarakat seperti apa, strategi kita 58
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
untuk pemerintah seperti apa. Apa sih yang dipedulikan oleh pemerintah. Kalau mungkin masyarakat pedulinya lingkungan yang bersih atau prestige atau mengikuti trend atau apalah gitu. Kalau pemerintah apa sih yang dipedulikan, mungkin mereka peduli ada anggarannya atau enggak, ada peraturan yang mesti ditegakan kalau retailer kan pedulinya soal yang berbeda. Jadi strategi kita ketiga pihak yang berbeda ini juga berbeda”
3. Pemilihan Media Kampanye Banyak dari perusahaan-perusahaan komersial baik swasta maupun pemerintah yang mengangkat isu sosial, kesehatan dan lingkungan sebagai program CSR (Corporate Social Responsible) hal ini tentunya dengan tujuan hasil berupa publisitas dan naiknya citra orgnisasi di mata publik. Sementara organisasi nirlaba melakukan sebuah aktifitas kampanye dengan tujuan yang berbeda. Tujuan yang berbeda ini membuat penggunaan media kampanye yang berbeda pula, hal ini disampaikan oleh Rahyang Nusantara ketika menjawab pertanyaan mengenai keterbatasan dana dan pengaruhnya terhadap pemilihan media kampanye: “Karena kita bukan acara yang membutuhkan jumlah media berapa yang meliput, tapi butuhnya impact yang lebih besar daripada itu. Diet Kantong Plastik ini kan bukan event CSR. Makanya dari situ, kegiatannya banyak yang kecil-kecil kaya ke sekolah-sekolah misalkan. Tahun ini (2015) kita ke enam sekolah disitu lebih bisa kita follow up. Setelah programnya beres kita masih bisa tanya ke gurunya dan masih bisa bikin program lanjutan lagi di sekolah itu, karena orang-orangnya homogen (kita ketemu orang-orang yang sama) beda sama kalau kita melakukan (di) Car Free Day terus atau seminar terusmenerus orangnya beda-beda. Mereka tahu, iya. Tapi tergerak belum tentu, itu kita gak bisa ukur59.”
59
Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015 berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
Lebih jauh ia pun menjelaskan bahwa secara tidak langsung keterbatasan dana yang sering kali dialami oleh organisasi nirlaba sebagaimana yang dialami oleh GIDKP turut mempengaruhi media kampanye yang dipilih. Dengan dana yang terbatas tersebut pada akhirnya GIDKP harus bijak memilih program yang akan dijalankan, hal ini juga yang akhirnya membuat Rahyang Nusantara sebagai koordinator nasional memutuskan untuk meminimalisir offline event dengan biaya yang besar. Seperti yang ia lanjutkan pada pernyataan sebelumnya sebagai berikut: “Mungkin akhirnya karena keterbasan dana kita jarang bikin offline event apalagi yang besar-besar. Terus dulu waktu evaluasi di Greeneration kegiatan (event) yang kaya gitu gak efektif. Orangnya banyak tapi setelah itu gak tau mau ngapain orang-orang itu. Dulu kita pernah bikin Head Bag Mob yang kaya kita nuker kantong plastik bekas terus kita ganti sama tas belanja, mereka lukis terus kita bikin long march. Itu memang secara numbers memang gede terus akhirnya kita bisa bilang bahwa seribu orang sudah teredukasi tentang kantong plastik. Tapi setelah itu kita gak bisa hitung, apa memang seribu tas belanja itu benar-benar digunakan atau ditaruh saja. Itu kan terlalu menghamburkan banyak uang (itu bisa ratusan juta loh acara begitu doang), buang-buang energi, buang-buang waktu, tapi gaungnya seminggu dua minggu. Makanya waktu aku yang mulai pegang (manajemen GIDKP) aku mulai ngurangin event-event yang kaya gitu karena menurutku itu gak efektif…” Sementara Nadine Zamira mengatakan bahwa hasil dari observasi berdasarkan pengamatan individu anggota working group dan survey yang dilakukan oleh Greeneration, sedikit banyak mempengarahi pemilihan media yang digunakan seperti pernyataannya sebagai berikut : “At least generally, kita tahu apa yang dibutuhkan channel-channelnya. Bikin website, terus ada petisi yang kita gunakan lewat Change.org. Jadi memang strategi besarnya bukannya tidak ada tapi istilahnya belum terdokumentasikan secara baik. Sejauh ini strateginya bisa dibilang lebih reaktif dari ide-ide teman-teman yang muncul.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
Strategi besarnya masih jadi pekerjaan rumah yang di 2016 ini kita pingin seriusin60” Sosial media di era ini turut memainkan peranan dalam penetrasi sebuah pesan kampanye ke masyrakat sebagai targetnya. Hal ini disampaikan Tiza Mafira terkait kebutuhan strategi berbasis media digital, sebagai berikut : “Sejujurnya sih untuk sosial media presence kita itu masih agak kurang. Aku kasih tau aja ya angka-angka terkini, jadi media kita tuh di Instagram cuma 625 follower, di Twitter cuma 10.000. Kayanya masih kurang lah ya. Facebook like-nya cuma 4.600 ini sih masuknya biasa-biasa aja menurut saya. Cuma memang kita menganggap sosial media itu penting. Nah, masalahnya adalah kalau mau tidak hanya sekedar update sosial media -karena itu cenderung gampang- tapi kalau mau punya strategi sosial media yang bener-bener kenceng itu memang harus ada satu orang yang khusus ngurusin itu dan GIDKP itu belum punya resource itu kita masih pake relawan, masih pake siapa yang kebetulan bisa update. Tapi kalo memang mau serius banget harus ada satu orang yang ngurusin sosial media doang61.” Lebih jauh ia menambahkan keinginan besar GIDKP untuk menjadikan kampanye ini sebuah gerakan yang open source sehingga masyarakat dari manapun dapat melakukan kampanye ini, tentunya dengan data-data yang mudah di dapat dari website GIDKP. Untuk itu saat ini website GIDKP sedang diperbaharui agar kedepannya publik bisa dengan mudah mengakses informasi secara detail dan mencari tahu kontribusi apa yang bisa diberikan masyarakat yang tertarik bergabung dengan gerakan ini. Seperti yang ia sampaikan sebagai berikut : “Yang kedua website. Website itu penting banget, sekarang ini kita lagi preventing our website, jadi sekarang lagi direnovasi semuanya di rombak total. Kira-kira mungkin Februari kali baru launching beta. Itu akan jauh lebih interaktif dan jauh lebih informatif tentang kegiatan apa yang bisa diikuti oleh masyarakat dan lebih bisa crowde sourcing 60
Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta 61 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
gitu, kalau misalkan ada kegiatan ini how can you to contribute, how can you participate. Kalo misalkan ada orang yang peduli dengan isu sampah kita bisa kasih semacam menu, mereka bisa melakukan apa saja. Jadi jauh lebih interaktif. Dan kita harapkan website kita ini bisa jadi lebih aktif. Dari situ sebenarnya yang kita harapkan website itu berisi infomasi yang saking banyaknya, saking komprehensifnya orang-orang bisa download aja. Mereka bisa pake kampanye buat di daerahnya masing-masing. Jadi kita ingin ini lebih gerakan yang open source gitu istilahnya. Ini gerakan yang semua orang bisa lakukan dimanapun mereka berada dan mereka bisa lakukan gerakan in sendiri. Dan kita sediakan caranya di website ini62.” Berdasarkan keterangan melalui wawancara peneliti dengan ketiga narasumber diatas, dalam tahap perencanaan dapat disimpulkan bahwa GIDKP belum memiliki proses perencanaan strategi kampanye yang matang dari sudut pandang humas. Meski demikian pemetaan publik yang dilakukan sudah cukup tepat, hanya saja observasi dan survey secara lebih serius bisa diterapkan untuk menghasilkan rancangan kegiatan yang lebih tepat guna. Keputuan GIDKP untuk memaksimalkan fungsi website adalah sebuah langkah cermat mengingat kecenderungan masyarakat di era digital yang selalu terhubung dengan internet, seiring dengan hal tersebut penggunaan sosial media sebagai media kampanye selayaknya turut dimaksimalkan dari apa yang sudah dilakukan saat ini. C. Pelaksanaan Dalam pelaksanaan strategi kampanye yang dilakukan oleh GIDKP peneliti membaginya ke dalam tiga hal penting yaitu: Government Relation, Community Relations, dan kemitraan. Hal ini didasari atas fokus kegiatan GIDKP yang menitik beratkan program-programnya terhadap tiga khalayak tersebut.
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta 62
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
1. Government relation Mengurangi limbah kantong plastik dan menganjurkan plastik berbayar tentunya memerlukan kerjasama dengan pemerintah, untuk itu GIDKP menjaga hubungan baiknya dengan pemerintah. Hal ini disampaikan Rahyang Nusantara ketika menjawab pertanyaan apa yang menjadi pertimbangan GIDKP dalam menentukan strategi kampanye yang tepat : “Sebenarnya offline event itu kita cukup jarang. Tahun ini (2015) kita cuma seminar doang, tahun lalu bahkan gak ada. Itu sebenarnya karena pekerjaan kita lebih ke advokasi ke pemerintahan. Maksudnya gak semua yang kita keluarkan ke pemerintah bisa (langsung) kita sampaikan ke masyarakat kan. Karena (yang kita minta dari) pemerintah itu regulasi jadi itu lama banget. Kita dari 2010 aja baru bisa gol di kementerian tahun ini63.” Pernyataan serupa diungkapkan oleh Nadine Zamira ketika ditanya apakah ada salah satu dari sasaran strategis yang dimiliki oleh GIDKP yang memiliki peranan lebih signifikan diantara yang lainnya. Ia mengakui bahwa banyak dari kegiatan GIDKP bermain kearah advokasi pada pemerintah, seperti pernyataan yang ia sampaikan: “Mungkin ya pemerintahan ini, memang belum bisa dibilang fokus tapi banyak energi yang kita salurkan ke pemerintah. Jadi kita ketemuan, follow up, baik ke pemerintah kota maupun pemerintah pusat. Seperti di Bandung, Februari nanti akan memulai Pay For Plastic. Di gerai-gerai Circle-K sebagai kemitraan GIDKP dalam jangka panjang. Jadi mereka yang tidak membawa kantong belanja sendiri harus membayar untuk kantong plastik64.”
63
Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta 64 Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
Ia melanjutkan, Government Relations secara intens yang dilakukan oleh GIDKP sejauh ini telah membuahkan hasil yang positif. Di kementerian lingkungan hidup petisi Pay For Plasti sudah di respon dengan baik, bahkan GIDKP telah memiliki jalur langsung kepada dirjen kementerian lingkungan hidup yang mengurus masalah manajemen sampah. Respon positif lain sesungguhnya telah terlihat dari upaya pemerintah pada event Jakarta Great Sale tahun 2013 lalu. Pada pelaksanan event tersebut sempat diberlakukan peraturan bagi tenant yang berpartisipasi agar tidak menggunakan kantong plastik, sayangnya hal tersebut tidak berkelanjutan. Untuk itu ia menegaskan bahwa GIDKP akan konsisten menjaga Government Relations dan memantau setiap progres yang telah dihasilkan antara GIDKP dan pemerintah. Seperti pernyataannya sebagai berikut : “Pada 2013 sebenarnya (pemerintah) Jakarta sudah mengeluarkan edaran surat, waktu itu Jakarta Great Sale bahwa dalam semua toko yang ikut dalam event tersebut tidak boleh menggunakan kantong plastik. Tapi implementasinya kurang baik, dan tidak berkelanjutan. Mungkin karena kita juga kurang follow up. Prosesnya memang harus intens, kita ingatkan lagi dan datangi lagi karena jika sudah menjadi peraturan ini akan sangat strategis untuk para retailer dan bisa menjadi sebuah SOP bagi mereka” 2. Community Relation Dari segi badan hukum GIDKP berbentuk organisasi,
namun pada
dasarnya ia adalah perkumpulan dari beberapa organisasi dengan misi yang sama terhadap limbah kantong plastik. Hal ini tentu saja mengharuskan GIDKP menjaga hubungan baiknya dengan komunitas maupun organisasi yang tergabung dalam working group serta para relawan yang tergabung didalamnya. Sebagaimana yang disampaikan Nadine Zamira ketika menjelaskan hal-hal apa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
saja yang sudah dilakukan GIDKP dalam mensosialisasikan pesan ini langsung ke masyarakat : “…Edukasi itu juga, misalkan kaya kemarin LeafPlus ada kampanye Taman Kota ke sekolah-sekolah terus kaya GIDKP juga ikut buka lapak kaya workshop untuk edukasi mengenai isu kantong plastik. Memanfaatkan komunitas yang sudah ada iya, bikin (strategi) sendiri juga iya…65” Hal senada juga disampaikan Tiza Mafira ketika menjawab harapan GIDKP dalam jangka panjang : “Kita bisa bikin konferensi, seminar seperti yang di UI itu kita undang banyak komunitas. Dan kita membangun network dengan komunitas yang memiliki pandangan yang sama, itu sudah achievement banget buat kita karena kekuatan kita di jumlah orang kan66.” GIDKP juga menjaga hubungan baik dengan para relawannya, hal ini dituturkan oleh Nadine Zamira ketika menjawab pertanyaan mengenai kriteria khusus yang ditetapkan oleh GIDKP dalam perekrutan relawannya : “Cuma satau aku kita buka rekrutmen kalo ada event yang besar, sambil kita mencoba maintain relawan-relawan yang sudah ada. Kita juga ada gathering, pelatihan, ngumpul-ngumpul, sharing update tentang GIDKP, rencana tahun ini akan seperti apa, bertukar informasi seperti regulasi sudah sampai tahap mana67.” Hal senada disampaikan Rahyang Nusantara ketika menjawab pertanyaan mengenai ada tidaknya fasilitasi yang diberikan GIDKP kepada relawannya yang berupa pelatihan atau training seusai dengan kebutuhan dilapangan:
65
Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta 66 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta 67 Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
85
“Di awal sih kita udah ada satu pelatihan, tiap-tiap enam bulan sekali mereka akan dapat pelatihan terkait sama isu-isu ini sendiri jadi saat jadi relawan mereka sudah tahu – oh, ternyata arahannya kesini ya si diet kantong plastik ini-. Pas awal tahun ini kita buat training lagi buat edukator ke sekolah. Jadi mereka dilatih, kaya latihan presentasi, latihan tanya jawab, bikin ice breaking68.”
3. Kemitraan Sebagai sebuah gerakan sosial dengan sasaran strategis yang cukup luas GIDKP tidak hanya melakukan advokasi ke pemerintah, namun juga turut serta melibatkan pihak swasta. Hal ini disampaikan Nadine Zamira melalui pernyataannya sebagai berikut : “Menurut aku yang juga menarik adalah kerjasama dengan sektor swasta, pesan diet kantong plastiknya itu dimasukan di dalam programnya Bodyshop juga di toko-toko. Itupun bisa menjadi salah satu pilihan gerakan yang bisa di-support oleh konsumennya Bodyshop. Jadi memang banyak yang kita coba, dan kemarin di working group (discussion) kita harus review lagi semua yang sudah kita lakukan yang mana yang paling strategis dan yang mana yang bisa kita fokusin69.” Selain Bodyshop mitra kuat GIDKP dalam kampanye ini adalah Circle-K. Meski belum ada kerjasama untuk di Jakarta namun di Bandung GIDKP sudah cukup dekat dengan Circle-K. Seperti jawaban Tiza Mafira ketika ditanya perubahan pola penggunaan kantong plastik semenjak adanya gerakan ini : “…kalau di Bandung dulu udah pernah di Circle-K. sebelum mulai programnya kita hitung dulu, kita minta mereka data berapa kantong plastik yang mereka keluarkan bulan ini atau tahun ini, nanti sewaktu
68
Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta 69 Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
86
programnya sudah berjalan kita minta mereka untuk hitung lagi. Pengurangannya sampai delapan juta lembar waktu itu…70 “ Kerjasama dengan Circle-K selaku mitra dari retailer swasta ini pun disampaikan oleh Rahyang
Nusantara ketika menjelaskan awal terbentuknya
GIDKP : “Awalnya Greeneration berfokus pada masalah sampah (secara umum), namun memang ada satu campaign yang bernama diet kantong plastik dulu lima tahun yang lalu barengan sama Circle-K. Pada saat itu Circle-K (sudah) menerapkan kantong plastik berbayar, setelah satu tahun kita lanjut campaign masalah lainnya71.”
D. Evaluasi dan pencapaian Meskipun mengakui bahwa secara strategi GIDKP belum memiliki sebuah rancangan strategi kampanye yang terstruktur namun evaluasi dan review tetap dilakukan seperti yang dijelaskan oleh Nadine Zamira : “Kita tiap tahun bikin impact report, itu adalah bagian dari evaluasi kita juga dan hasil dari yang sudah kita capai, itu lumayan ada angkaangkanya72.” Sementara Tiza Mafira menjelaskan bahwa meskipun kegiatannya tidak begitu terarah namun GIDKP tetap berhasil mengukir beberapa pencapaian, hal ini disampaikan beliau ketika menjelaskan harapannya kedepan untuk GIDKP : “Harapannya kita ada pengurangan penggunaan kantong plastik tapi kan harus terukur. Yang paling saya bisa bilang itu sebagai pencapaian kampanyenya makin banyak, jadi 2105 dan 2014 meskipun 70
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta 71 Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta 72 Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
87
gak begitu terarah tapi kegiatan kita banyak. Kita bisa bikin konferensi, seminar seperti yang di UI itu kita undang banyak komunitas. Dan kita membangun network dengan komunitas yang memiliki pandangan yang sama, itu sudah achievement banget buat kita karena kekuatan kita di jumlah orang kan. Gerakan itu kan harus besar supaya besar. Terus ke pemerintah kita udah punya jalur langsung udah dikenal disana udah diajak merumuskan peraturan itu aja udah achievement yang luar biasa73.”
4.2.2.
Hambatan Dari wawancara dengan ketiga narasumber, ditemukan enam hambatan
yang yang menjadi kendala kampanye GIDKP. Hambatan ini berasal dari faktor internal maupun eksternal organisasi. Berikut transkrip wawancara peneliti dengan ketiga narasumber mengenai hambatan yang dialami GIDKP. A. Belum adanya perencanaan strategi yang terstruktur dengan baik Nadine Zamira membenarkan bahwa GIDKP belum memiliki program dan strategi kampanye yang terstruktur dengan baik, ia menerangkan : “Dan mungkin saat ini kita memang menyadari kalau fokus gerakan ini (harus bisa) lebih tertarget dan mengerucutkan kegiatannya. Sejak awal berdirinya banyak yang ingin diraih oleh gerakan ini, advokasi ke pemerintah dan swasta, juga gerakan langsung ke masyarakat. Karena ibaratnya orang yang lagi gemes kan responsive ya, setiap ada kesempatan untuk terlibat kampanye ini terus kita ikutan, misalkan ada workshop ini kita ikutan. Karena setiap itu (kesempatan) adalah opportunity tapi sekarang kita harus lebih strategis lagi74.” Hal serupa juga diungkapkan oleh Tiza Mafira. Selain dari proses pembenahan bentuk hukum organisasi GIDKP yang belum juga rampung, ia 73
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta 74 Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
88
membenarkan bahwa kegiatan GIDKP pada 2015 masih banyak terpengaruh dari ajakan dan tawaran yang datang dari berbagai organisasi lainnya di luar baik dari dalam maupun luar working group. Ia mengungkapkan melalui pernyatannya : “…kita masih coba-coba nih kampanye kaya gini , kaya gitu akhirnya kan kita mikir kayanya kita kebanyakan tanpa tujuan deh dalam arti kita ketarik-tarik ada yang ngajak kesini kita ikut, ajak kesana kita ikut, tapi belum tentu mendukung tujuan akhir kita. Akhirnya kita susun strategi besok-besok kalau ada yang ngajak mau gak buka booth disini, kita liat dulu siapa audience-nya, dimana lokasinya, kita bisa dapat apa dari buka booth disana seperti itu. Terukur gak pencapaiannya. Itu baru pertengahan tahun 2015 kita putuskan begitu. Ini karena gerakan ini organic banget, maksudnya ada saya, ada si ini, si itu jadi kaya gak ada bentukannya. Akhirnya baru pertengahan tahun (2015) kita mau membenahi diri75.” Sehingga GIDKP akhirnya mencoba menyaring tawaran kerjasama yang masuk dan mencoba mengukurnya dengan pencapaian yang didapat.
B. Panjangnya birokrasi pemerintah dan dukungan dari kepala daerah Dukungan dari kepala daerah juga dibutuhkan untuk mensukseskan program sosial semacam ini, hal ini disampaikan Nadine Zamira ketika ditanya apa yang menyebabkan progres kampanye GIDKP di Bandung lebih terlihat daripada di Jakarta : “Aku rasa peran kepala daerah itu penting banget ya, jadi kalau misalnya (sebuah kota) memiliki kepala daerah yang support itu sangat memudahkan penterjemahan kabawah. Aku yakin di Jakarta sebenarnya gak kekurangan orang-orang yang sudah aware dengan isu
75
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
89
ini, tapi itu perlu di dukung dengan komitmen dari pemimpinpemimpin kita juga. Jadi harus saling melengkapi76”. Tiza Mafira turut membenarkan hal ini ketika ditanyakan hal yang sama ia menjawab: “Ya itu perlu pemimpin daerah yang punya fungsi juga, Bandung relative lebih mudah karena lebih kecil juga kotanya oleh karena itu lebih sedikit juga urusannya di banding Jakarta. Perda itu udah duluan kan dari 2010, kalo kita di Jakarta saat saya mulai (membuat petisi) 2013 itu. Itu pertama kali ada kampanye kantong plastik77” Ia kemudian melanjutkan bahwa GIDKP telah melakukan pendekatan yang intens dengan pemerintah. Sejauh ini government relations yang dijalankan sudah cukup baik, bahkan dapat dikatakan GIDKP telah menjadi mitra bagi pemerintah. Tapi hal tersebut tidak menghilangkan begitu saja hambatan dengan birokrasi sebagaimana yang ia jelaskan: “Kalau dari pemerintah hambatannya adalah mereka sulit berkoordinasi di dalam pemerintahan sendiri, jadi sulit koordinasi internal. Sebenarnya niatnya sudah ada, setuju, setiap kali kita ketemu mereka bilang, iya bagus nih kegiatannya,. Kita dukung. Gak ada penolakan atau kontroversi dari pemerintah tapi koordinasi di dalamnya sulit karena birokrasinya besar. Untuk bilang A gampang tapi melakukan A dan mengimplementasikannya itu panjang. Jadi hambatannya panjangnya proses dan kita harus sabar dan mau mengikuti prosesnya, kita gak bisa memaksa karena mereka yang punya kuasa. Buat kita pemerintah udah mau dukung aja udah bagus kok, kita positive thingking aja dan kita menjaga hubungan baik dengan pemerintah. Mereka menganggap kita mitra mereka, jadi mereka mau minta apa datang ke kita juga enak.”
76
Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta 77 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
90
C. Masyarakat di Jakarta yang multi kultur dan demografi yang amat luas Kendala lain yang ditemui GIDKP di Jakarta adalah multi kulturalnya masyarakat di Jakarta, banyaknya pendatang dan luasnya wilayah Jakarta jika dibandingkan dengan Bandung. Hal ini dijelaskan oleh Rahyang Nusantara ketika menjawab pertanyaan tentang perbedaan penerimaan pesan sosial ini oleh masyarakat di Jakarta dan Bandung : “Beda sih kalo pola masyarakatnya. Di Jakarta variatif banget , kebanyakan pendatang nah kalo di Bandung asli lah, pendatangnya gak terlalu banyak. Dan memang kecil kan kotanya, gak sebesar Jakarta maksudnya untuk ngaturnya sendiri bisa jadi lebih cukup mudah. Ya itu, mungkin aku gak bisa jawab sih karakteristik kota kenapa bisa berbeda, cuma paling enggak karena di Bandung itu kemana-mana lebih dekat jadi kita lebih gampang untuk berkordinasi kemana-mana78.” Hal tersebut disetujui
oleh Tiza Mafira, pluralitas masyarakat Jakarta
mengakibatkan demografi sasaran kampanye ini menjadi bermacam-macam dan spesifikasi demografi mutklak diperlukan. Hal ini diutarakannya melalui pernyataan berikut : “Benar, bahwa masyarakat Jakarta plural banget. Jadi untuk menentukan satu strategi itu gak bisa. Di Jakarta sendiri aja demografinya udah bermacam-macam. Misalkan, kita buat strategi untuk ibu-ibu arisan, kita buat strategi untuk sosialita, kita buat strategi untuk anak sekolah. Tapi anak sekolah pun yang seumuran itu bedabeda. Tergantung negeri atau swasta atau apa gitu. Jadi mau bikin modul untuk pengajaran ke anak sekolah itu pun harus dipikirkan, -ini sekolah yang apa nih anak-anaknya-. Kalo misalkan sekolahnya yang bagus anak-ankanya lebih interaktif, lebih komunikatif, lebih mau
78
Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
91
berpendapat. Kalo sekolahnya gak bagus anak-anaknya bakal diam saja, kaya gitu kan udah beda walaupun seumuran79.” Ditambahkannya lebih lanjut mayoritas masyarakat Jakarta memerlukan kemasan kampanye yang lebih terlihat kekinian, terutama mengingat masyarakat yang menjadi sasaran target kampanye ini adalah kalangan menengah keatas. Desain yang menarik, dan trendi sudah wajib hukumnya diimplementasikan dalam setiap kegiatan GIDKP di Jakarta. Sebagaimana yang diterangkannya sebagai berikut : “Terus Jakarta tuh cepat memikirkan kampanyenya yang harus lebih agak hipster biar lebih bisa menjangkau anak-anak muda Jakarta, yang design-nya lebih bagus, catchy, lebih untuk kalangan middle class ke atas. Tapi Jakarta kan isinya gak cuma hipster kan, ada anak-anak muda lainnya yang mungkin lebih ke kegiatan agama, pengajian atau apa. Jadi menentukan satu strategi saja untuk komunikasi gak mungkin di Jakarta. Nadine Zamira menambahkan bahwa GIDKP sebagai sebuah kampanye sosial harus bisa menjadi top of mind di kalangan masyarakat, sebagaimana jawaban beliau ketika ditanya apakah multikulturasi masyarakat turut menjadi hambatan bagi GIDKP: “I think so, karena karakter orang-orang kota, middle upper class, mereka nongkrongnya di mall. Jadi lagi-lagi gimana GIDKP bisa keliatan sebagai sesuatu yang relevan buat orang (masyarakat kota), kampanyenya menarik, secara visual dan design menarik. Bukan menjadi another social campaign yang kerjanya cuma bikin petisi, dan minta-minta donasi doang tapi GIDKP menurut aku harus bisa menjelma menjadi lifestyle80.”
79
Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta 80 Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
92
Nadine Zamira berharap bahwa GIDKP bisa meraih kesetiaan masyarakat layaknya loyalitas yang diberikan masyarakat kepada sebuah brand. Hal ini pun secara tidak langsung menuntut GIDKP untuk dapat memberikan sebuah isi kampanye yang bisa menarik khalayak. Dengan demikian strategi komunikasi pun harus lebih dapat tersegmentasikan agar kegiatan kampanye yang dilakukan lebih tepat guna. Sebagaimana yang ia utarakan lebih lanjut melalui pernyatannya sebagai berikut : “Kenapa orang bisa loyal banget terhadap sebuah brand, tatapi kenapa pada isu-isu urgent atau sosial dan lingkungan mereka gak bisa attach. Orang-orang awam yang gak begitu ngerti dengan isu lingkungan kalau dengar kampanye lingkungan pasti males duluan, karena biasanya kampanye seperti ini intimidating, terlalu banyak infomasi data yang tidak dia mengerti, designnya jelek and that’s not interesting buat mereka. Mungkin saja mereka tertarik tapi karena seperti itu jadi tidak aspiring dan menarik jadi kita harus cari cara menerjemahkan isu-isu yang kompleks itu menjadi cara yang bisa lebih mudah diterima oleh orang-orang awam”. D. Komitmen relawan Seperti layaknya kebanyakan gerakan sosial yang lainnya, GIDKP juga menghimpun relawan untuk turut serta dalam berbagai aktifitasnya. Perekrutan relawan dilakukan melalui situs indorelawan.org. Namun, sayangnya dengan berbagai alasan tidak semua relawan bisa menjaga komitmennya. Secara tidak langsung ini turut pula menjadi kendala yang ditemui oleh GIDKP. Seperti yang diutarakan oleh Rahyang Nusantara ketika menjawab pertanyaan mengenai kriteria keahlian khusus yang harus dimiliki calon relawan untuk bergabung di GIDKP :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
93
“Jadi meskipun ada kriteria di website, kenyataannya di lapangan akan berbeda, tergantung kebutuhannya kita lagi mau ngapain nih. Misalkan kaya kemarin-kemarin tuh pas kita lagi ke sekolah kita lebih banyak butuh educator, yang daftar educator padahal gak sebanyak itu. Tapi akhirnya yang mereka daftar apa di lapangannya jadi apa gitu, karena memang relawannya yang available dia lagi. Karena gak semua relawan itu bisa ikutan banyak kegiatan. Harapan dari kami sih bisa spesifik, apa yang dia bisa , dia melakukan itu gitu. Biar dia nya juga lebih berkembang lagi, cuma ternyata gak kaya gitu di lapangannya81” Untuk meminimalisasi hambatan ini GIDKP akan membuat sebuah persyaratan untuk bagi individu yang tertarik untuk menjadi relawan, hal ini disampaikan oleh Tiza Mafira ketika ditanya apakah ada syarat khusus untuk menjadi relawan GIDKP: “Kedepannya kita mau ngadain persayaratan relawan harus tulis esai di GIDKP, karena dari situ keliatan orang ini niat apa enggak sebenarnya dan ekpertisinya dibidang apa. Misalkan saya anak komunikasi, saya punya ide-ide sebenarnya GIDKP bisa punya strategi komunikasi yang lebih efektif ke audience yang demografinya ini, ini, ini dan saya liat GIDKP belum nyampe kesitu. Nah itu kaya gitu-gitu, kan keliatan -wah niat nih orang emang beneran punya kepedulian dengan isu ini-, gitu aja sih akhirnya kita pingin menjaring relawan-relawan yang lebih subtansif82.” E. Persaingan dengan segala jenis pesan sosial lainnya Nadine Zamira memberikan keterangan tantangan ini ketika ditanya mengenai
tantangan
terbesar
dalam
menyampaikan
pesan
pengurangan
penggunaan kantong plastik kepada masyarakat khususnya di Jakarta: “Yang mungkin berlomba-lomba dengan pesan sosial lainnya. Manusia setiap hari terekspos dengan messaging yang bermacam81
Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta 82 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
94
macam, baik dari advertising produk maupun pesan-pesan sosial lainnya. Jadi kita harus berlomba bagaimana pesan sosial GIDKP melekat ke orang, aku rasa itu tantangannya. Karena sehari-hari manusia jenuh dengan pesan yang begitu banyak, jadi GIDKP harus bisa menjadi gerakan yang stand out atau grabbing audience yang general83”. F. Penolakan maupun perbedaan persepsi dalam berbagai bentuk dari berbagai kalangan Tiza Mafira mengungkap bahwa berbagai kalangan menunjukan tingkat kepedulian yang berbeda-beda terhadap isu ini. Hal ini secara tidak langsung menjadi tantangan bagi GIDKP. Seperti jawaban Tiza Mafira ketika ditanya hambatan dan dukungan dari berbagai pihak : “Kalau ke retailer sendiri, mereka itu belum tentu peduli. Tidak seperti pemerintah yang sudah pasti peduli, retailer ada yang peduli ada yang enggak84.” Sementara di kalangan masyarakat awam sendiri ia menyebutkan : “….masyarakat yang tidak mau berpikir, tidak mau repot. Seperti debat panjang waktu di Carefour dengan seorang bapak. Banyak masyarakat yang tidak melihat diri mereka sebagai bagian dari solusi. Tapi mereka cuma mau menikmati aja hasilnya biar orang lain yang melakukan, dan itu susah untuk mengganti (pola pikir semacam) itu.” Bentuk penolakan lain terhadap kampanye ini datang dari produsen kantong plastik, seperti yang di tuturkan oleh Rahyang Nusantara : “Pernah waktu itu ada datang dari pabrik plastik. Mereka ketakutan. Waktu itu sempat ada acara “Pay For Plastic” di salah satu mall di Jakarta ada volunteer kami yang ditegur oleh pemilik pabrik plastik. 83
Wawancara dengan Nadine Zamira, Spoke Person GIDKP pada Rabu, 06 Januari 2016 berlokasi di Kantor Pusat GIDKP, JL. R C Veteran, Jakarta 84 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
95
Dia mungkin ketakutan dari sisinya dia (akan terjadi) kenapa-kenapa, cuma kan kantong plastik bukan bisnis utamanya pabrik plastik, pasti dia itu punya yang lainnya entah itu dia (memproduksi) wadah yang lainya, istilahnya kantong plastik itu “sisa-sisa”-nya lah. Mereka mungkin cuma ketakutan aja kali ya, nanti kantong plastik gak laku lagi atau gimana cuma ya itu bukan dari GIDKP, tapi sudah lebih ke ranah pemerintahan karena kan mereka yang memberikan izin dan kebijakan. Dari GIDKP (hanya sekedar) mendorong dan membatasi itu. Kalau dari masyarakat bentuk ketidakdukungannya ya mereka tidak melakukan itu. Tahu, dan paham tapi gak dilakukan85.” Yang juga diutarakan oleh Tiza Mafira melalui jawabannya atas pertanyaan yang sama : “Kontra sih gak ya, contra is very srong word, I would say that: banyak orang yang mempertanyakan kenapa sih diet kantong plastik? Kan ada biodegradable plastik. Nah itu produsen biodegradable plastik suka ngomong gitu,padahal kita udah memposisikan diri bahwa plastik itu tidak degradable86.”
85
Wawancara dengan Rahyang Nusantara, koordinator nasional GIDKP pada Kamis, 17 Desember 2015berlokasi di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta 86 Wawancara dengan Tiza Mafira, koordinator umum GIDKP pada Rabu, 23 Desember 2015 berlokasi di Cyber2 Building, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
96
4.3 Pembahasan Di bagian pembahasan ini peneliti berusaha memberikan analisa berdasarkan temuan di lapangan dan hasil wawancara dengan narasumber. Peneliti juga membandingkan proses perencanaan yang dilakukan oleh GIDKP dengan metode perencanaan yang di rancang oleh Cutlip, Center dan Broom melalui model perencanaan kampanye public relations yang dijelaskan dalam buku Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relation oleh Anne Gregory. Secara umum dapat dikatakan strategi kampanye humas yang dilakukan oleh GIDKP meliputi empat tahap yaitu : identifikasi masalah, perencanaan program, pelaksanaan kegiatan dan tahap evaluasi atau pencapaian. Dari keseluruhan proses tersebut kemudian ditemukan hambatan-hambatan baik dari sisi internal maupun eksternal organisasi. Berikut adalah flow chart pemilihan strategi humas yang dilakukan oleh GIDKP dalam kampanye yang di usungnya :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
97
http://digilib.mercubuana.ac.id/
98
4.3.1 Strategi Kampanye GIDKP Berbicara mengenai kesuksesan sebuah kampanye sosial, tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan perencanaan yang matang. Setelah melakukan penelitian melalui observasi dan wawancara, peneliti menemukan beberapa fakta. Meski diakui oleh ketiga narasumber bahwasannya GIDKP belum memiliki sebuah perencanaan yang terstruktur, fokus dan terarah namun sesungguhnya GIDKP telah menerapkan tahapan-tahapan perencanaan dalam sebuah kampanye sosial. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Cutlip, Center dan Broom melalui model perencanaan kampanye public relations yang disusun oleh para akademisi asal Amerika tersebut87, bahwa sesungguhnya sebuah strategi kampanye public relations secara sederhana memiliki empat tahapan yaitu identifikasi masalah, perencanaan dan penyusunan program, pengambilan tindakan (pelaksanaan), dan tahap evaluasi program. Keempat tahapan tersebut sesungguhnya sudah dilakukan oleh GIDKP meskipun belum maksimal. Berikut yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan ketiga narasumber :
A. Identifikasi Masalah GIDKP berhasil mengangkat urgensi dari sebuah isu lingkungan tentang bahaya limbah kantong plastik dan yang kemudian turut menjadi sebuah isu sosial mengingat keterkaitan isu ini kepada sendi-sendi sosial di berbagai lapisan masyarakat.
Masalah terhadap plastik terutama muncul karena
87
Anne Gregory. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relation. Jakarta: Erlangga. 2004. Hal.35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
99
ketidaktahuan masyarakat terhadap isu ini. Kesadaran masyarakat dan masalah mental menjadi alasan mendesaknya sebuah kampanye terkait penggunaan kantong plastik secara lebih bertanggung jawab perlu dilakukan. Untuk itu semua aktifitas yang dilakukan oleh GIDKP bertujuan untuk menciptakan sebuah perubahan baik dari segi kognitif maupun afektif. Berdasarkan demografi yang telah diketahui dari pemetaan sasaran strategisnya, GIDKP menyadari bahwa tidak semua kalangan masyarakat dapat langsung mengerti dengan isu ini dan menerima begitu saja pesan sosial yang hendak disampaikan. Oleh karenanya GIDKP menyentuh lapisan masyarakat yang lebih mudah disentuh terlebih dahulu yaitu masyarakat dari kalangan menengah keatas. Masyarakat dari kalangan ini dianggap lebih siap secara mental dan pengetahuan untuk menerima isi pesan kampanye yang diusung GIDKP. Isi pesan kampanye yang diusung GIDKP terdengar sederhana namun begitu sulit direalisasikan. Isu utama yang diangkat
GIDKP adalah
penggunaan kantong plastik secara bijak dan anjuran penggunaan reusable bag serta mendorong pemerintah untuk memberlakukan plastik berbayar. Dalam pelaksanaannya telah banyak kegiatan dan aktifitas yang dilakukan oleh GIDKP termasuk berbagai seminar dan edukasi serta partisipasi dengan acara-acara besar bertemakan gaya hidup seperti “Jakarta Great Sale” dan “Indonesia Fashion Week” hal ini demi mencapai salah satu tujuan akhir yaitu perubahan pola pikir masyarakat bahwa mengurangi pemakaian kantong belanja plastik dapat menjadi salah satu pilihan gaya hidup.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
100
Kini kegiatan yang dilakukan oleh GIDKP banyak berfokus pada ranah pemerintahan, hal ini didasari bahwa banyak pihak dari kalangan retailer maupun masyarakat menganggap bahwa jika pemerintah telah menetapkan suatu peraturan resmi terkait kantong plastik maka mereka bersedia turut mengimplementasikannya.
B. Perencanaan Dalam tahapan perencanan ini banyak yang mesti dipersiapkan. Sebagai contohnya saja, pemilihan jenis strategi berdasarkan kebutuhan publik yang dapat diperoleh melalui metode obervasi maupun survey, ketegorisasi atau pemetaan khalayak dan pemilihan jenis media yang digunakan untuk berkampanye.
1. Sasaran Strategis Dalam tahapan pemetaan khalayak, GIDKP mengkategorikan publiknya sesuai dengan kepentingan organisasi kepada kalayaknya 88. Sebagaimana dijelaskan oleh Firsan Nova, kategorisasi khalayak jenis ini membagi publik menjadi tiga yaitu Primary Public ,Secondary Public, dan Marginal Public.
Primary Public GIDKP yaitu :
pemerintah, retailer, dan masyarakat. Ketiga publik ini adalah publik utama yang menjadi konsentrasi seluruh kegiatan kampanye. Secondary Public terdiri dari akademisi, para relawan (komunitas) dan 88
Firsan Nova. Crisis Public Relation: Bagaimana PR Menangani Krisis Perusahaan. Jakarta : Grasindo. 2009. hal. 8-9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
101
media massa. Publik ini diibaratkan sebagai “tools” untuk menyentuh Primary Public . Sementara yang dapat masuk kedalam ketegori Marginal Public adalah produsen plastik.
2. Observasi dan Survey Setelah memiliki kategori publik yang jelas, GIDKP mulai menentukan program dan jenis strategi yang digunakan. Sayangnya di tahapan ini GIDKP tidak membuatnya secara sistematis, fokus maupun terstruktur. Banyak dari program dan kegiatan yang dijalankan bersifat reaktif dan hanya berdasarakan observasi dan survey sederhana dari masing-masing anggota. Group Discussion yang dilakukan dalam Working Group tidak berhasil mensistematisasi program-program yang hendak dijalankan. Hal ini banyak didasari pemikiran bahwa setiap kesempatan yang ada merupakan peluang untuk menggemakan lebih luas pesan sosial ini kepada masyarakat. Pun demikian, GIDKP menyadari kekurangan disisi ini. Di tahun 2015 GIDKP berusaha membuat program-program yang tidak lagi bergerak dan mengarah langsung ke masyarakat. Meskipun edukasi ke sekolah-sekolah masih tetap dilakukan namun GIDKP lebih banyak melakukan advokasi kepada pemerintah untuk menggalakan plastik
berbayar
dan
mendorong
pemerintah
untuk
segera
membakukan regulasi tentang sirkulasi penggunanaan kantong plastik. GIDKP mengangagp bahwa pemerintah adalah pemangku kekuasaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
102
tertinggi dalam kampanye ini, sehingga dengan dikeluarkannya peraturan maka publik lainnya akan lebih mudah menerima pesan ini.
3. Pemilihan Media Kampanye Sebagai sebuah organisasi nirlaba dengan dana yang terbatas, sedikit banyak tentunya mempengaruhi jenis media yang digunakan. Segala kegiatan dan program yang dijalankan harus atas pertimbangan sejauh mana efek dan benefit yang didapat. Efek yang dapat terukur dan tidak hanya besar dalama skala peserta dan anggaran. Untuk itu GIDKP amat berhati-hati memilih program dengan pengeluaran dan yang besar.
Pemanfaatan sosial media dan pemaksimalan website
dianggap sebagai langkah yang penting di tahun 2016 ini. Keinginan besar untuk menjadikan GIDKP sebagai gerakan yang open source mewajibkan GIDKP untuk meningkatkan kualitas website yang dimilikinya serta meningkatkan aktifitas di media sosial.
C. Pelaksanaan Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara yang peneliti lakukan, kegiatan dan aktifitas kampanye yang dilakukan oleh GIDKP terbagi menjadi tiga fokus utama
yaitu Government Relations, Community
Relations, dan kemitraan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
103
1. Government relation Pemerintah adalah sentral dari segala kebijakan dan penegakan peraturan. Untuk membuat sebuah regulasi terbakukan dan dapat diterima oleh semua masyarakat, regulasi dan kebijakan tersebut harus diakui bahkan dirilis secara resmi oleh pemerintah. Begitu juga dengan penggunaan kantong plastik. Fungsi humas yang diterapkan oleh GIDKP dalam hal ini adalah berupaya meyakinkan pemerintah untuk menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar. Hal ini dilakukan demi menekan penggunaan kantong plastik yang terlalu konsumtif, mengingat besarnya dampak dari limbah kantong plastik tersebut terhadap lingkungan. GIDKP juga telah membuat petisi “Pay For Plastic” yang sudah direspon cukup positif di kota Bandung dengan diberlakukannya plastik berbayar di gerai-gerai Circle-K pada Februari 2016 ini. Demikian pula Kementerian Lingkungan Hidup yang sudah memberikan lampu hijau akan kelanjutan petisi ini. Secara garis besar berdasarkan dari hasil wawancara peneliti dengan ketiga narsumber dapat dikatakan bahwa GIDKP telah melakukan fungsi humas dalam subtansi government relations dengan cukup baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
104
2. Community relation Fungsi humas yang dilakukan oleh GIDKP dalam ranah Community Relations terlihat dari upayanya menjaga arus komunikasi dengan baik kepada tidak hanya working group namun komunitas diluar itu, akademisi, maupun para relawannya. Tentunya Working Group selain berperan sebagai publik internal juga berperan sebagai komunitas yang perlu senantiasa dijaga hubungan baiknya, mengingat bentuk badan hukum GIDKP yang berupa perkumpulan dari berbagai organisasi dan komunitas lingkungan.
Seringkali
kegiatan
GIDKP
melibatkan
pula
komunitas yang bukan anggota Working Group. Sementara dari sisi akademisi GIDKP amat terbuka bagi para mahasiswa yang ingin melakukan penelitian dan mengangkat GIDKP sebagai materi penelitiannya. Tak jarang GIDKP juga melakukan seminar, edukasi maupun workshop di berbagai kampus dan sekolah-sekolah.Hubungan dengan relawan pun dijaga dengan baik seperti pemberian pelatihan bagi para relawan fasilitator edukasi ke sekolah sebelum mereka diterjunkan ke lapangan. Bahkan GIDKP menggelar volunteer gathering untuk sekedar berbagai informasi sejauh mana gerakan ini mengalamai kemajuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
105
3. Kemitraan Menyadari bahwa retailer memainkan peranan yang penting atas distribusi plastik ke masyarakat maka GIDKP berusaha melakukan pendekatan yang intens dengan berbagai retailer. GIDKP meyakini bahwa menjaga hubungan baiknya dengan mitra kerja mampu membuat pesan sosial ini diterima oleh masyarakat secara lebih masif lagi. Terbukti dengan terjalinnya hubungan kemitraan yang baik dengan BodyShop petisi “Pay For Plastic” dapat disuarakan lebih luas disetiap gerai BodyShop di Jakarta khususnya. Demikian pula dengan bantuan dana. GIDKP menerima tidak sedikut bantuan financial dari BodyShop. Bahkan pesan diet kantong plastik menjadi salah satu program CSR The BodyShop Indonesia. Sementara kemitraan yang terjalin antara GIDKP dengan Circle-K, berhasil membuahkan kerja sama yang baik hingga kebijakan kantong plastik berbayar akan diterapkan di gerai-gerai Circle-K di kota Bandung pada Februari 2016 ini.
D. Evaluasi dan pencapaian Tahap evaluasi yang dilakukan oleh GIDKP sesungguhnya belum dapat dikatakan berjalan dengan baik. Selain dikarenakan perencanaan yang belum sistematis hal ini pun dipengaruhi oleh program dan aktifitas yang masih berjalan. Tahap evaluasipun baru berkisar kepada aspek yang terlihat sebagai pencapaian. Seperti hubungan yang terjalin baik dengan para komunitas, mitra kerja serta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
106
pemerintah. Pencapaiain lain yang dianggap cukup berarti adalah percobaan plastik berbayar yang akan dilakukan di kota Bandung pada Februari 2016 ini.
4.3.2 Hambatan dan kendala Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan, setidaknya terdapat enam poin kendala yang dihadapi GIDKP. Kendala-kendala tersebut baik secara langsung ataupun tidak menghambat kegiatan kampanye GIDKP sehingga penyampaian pesan ke masyarakat belum mencapai hasil yang maksimal. Keenam poin tersebut adalah : A. Belum adanya perencanaan strategi yang terstruktur dengan baik Diakui oleh ketiga narasumber
bahwa kegiatan dan program GIDKP
belum terbakukan secara sitematis, fokus, dan terstruktur. Sebagai sebuah perkumpulan dengan banyak anggota dari berbagai organisasi, membuat banyak tujuan yang ingin diraih. Namun sayangnya meskipun semua kegiatan yang dilakukan mengarah ke tujuan yang sama yaitu “Indonesia Bebas Plastik”, kegiatan-kegiatan tersebut tidak dirancang secara fokus dan terstruktur. Selain itu, usia yang cukup baru turut andil dalam hal ini. Pada 2015 GIDKP sendiri baru mengurus bentuk lembaga ini secara hukum, untuk itu di 2016 GIDKP berharap dapat menerapkan strategi kampanye yang lebih fokus dan mengerucutkan kegiatannya sesuai dengan pemetaan khalayakn dan demografi yang lebih substansif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
107
B. Panjangnya birokrasi pemerintah dan dukungan dari kepala daerah Hambatan lain datang dari sisi pemerintah. Meski GIDKP telah menjalin government relation yang amat baik, namun kenyatannya membakukan sebuah peraturan dan regulasi mengenai kantong plastik menemui kendala yang sama seperti pengajuan perda-perda lainnya di Indonesia yaitu panjangnya birokrasi. Namun demikian, di Bandung sendiri dukungan kepala daerah terasa lebih kuat, terbukti dengan akan dimulainya program plastik berbayar yang telah diresmikan oleh pemerintah kota Bandung di gerai-gerai Circle-K mulai Februari 2016 ini. Sementara di Jakarta Kementerian Lingkungan Hidup telah memberikan respon positif atas petisi “Pay For Plastic” yang telah lama di usung oleh GIDKP.
C. Masyarakat di Jakarta yang multi kultur dan demografi yang amat luas Membuat sebuah strategi kampanye dengan target sasaran langsung ke masyarakat Jakarta memiliki kendala tersendiri. Berbeda dengan tipikal masyarakat di kota Bandung, masyarakat Jakarta yang kebanyakan adalah pendatang dan memiliki beragam segmentasi membuat demografi masyarakatnya menjadi amat luas. Perlu ketelitian dan kecermatan untuk membuat sebuah program yang tepat guna dan terfokus. GIDKP masih mencoba memetakan demografi masyarakat Jakarta secara lebih detail sehingga akhirnya sebuah program dan kegiatan yang dirancang tepat sasaran dan menghasilkan efek yang dapat terukur.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
108
D. Komitmen relawan Relawan memainkan peranan yang cukup penting di beberapa organisasi nirlaba, begitu pula yang dirasakan GIDKP. Untuk itu sesungguhnya GIDKP berusaha membuat sebuah pembekalan yang cukup bagi relawanrelawannya sebelum diterjunkan ke lapangan, semisal pelatihan dan pembekalan materi bagi para educator dan fasilitator untuk kegiatan edukasi di sekolah-sekolah. Saat ini perekrutan karyawan dilakukan GIDKP melalui situs indorelawan.org. Sesungguhnya dalam perekrutan tersebut telah disediakan kolom dengan keahlian calon relawan masingmasing, GIDKP pun menerima semua keahlian calon relawan, tidak terpaku hanya pada satu bidang. Namun dengan berbagai alasan, banyak relawan yang telah mendaftar hanya datang satu dua kali dan tidak berkontribusi secara berkelanjutan. Hal ini akhirnya membuat GIDKP memberdayakan relawan yang tersisa untuk melanjutkan misi, sehingga kadang keahlian dan kebutuhan dilapangan tidak bisa berjalan beriringan. Lagi-lagi
karakteristik masyarakat
Jakarta
dengan mobilitas dan
kesibukannya menjadi faktor utama keabsenan relawan-relawan tersebut. Hal ini tidak secara langsung menjadi hambatan bagi berlangsungnya aktifitas dan kegiatan kampanye GIDKP, namun amat disayangkan dengan timbulnya
kendala
ini
relawan
tidak
bisa
mengkontribusikan
kemampuannya di ranah yang sesuai dengan keahliannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
109
E. Persaingan dengan segala jenis pesan sosial lainnya Sebagai sebuah kota metropolitan dan pusat bisnis serta pemerintahan, Jakarta telah dibanjiri berbagai macam pesan di berbagai media. Masyarakat urban Jakarta setiap harinya terpapar ratusan pesan baik berupa commercial advertising maupun berbagai macam jenis pesan nonprofit commercial seperti kampanye lingkungan dan kampanye sosial. Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi GIDKP untuk menjadikan pesan sosial yang diusungnya berada tak kalah pamor dari pesan commercial yang lebih banyak ditayangkan di berbagai media.
GIDKP terus berusaha
mendesain kampanyenya menjadi sesuatu yang dapat diterima di berbagai lapisan masyarakat dan menjadi sebuah kampanye sosial top of mind di masyarakat Jakarta.
F. Penolakan maupun perbedaan persepsi dalam berbagai bentuk dari berbagai kalangan Seperti layaknya yang umum terjadi, akan terdapat dua sisi di segala hal. Begitu pula yang terjadi dengan kegiatan kampanye GIDKP. Banyak kalangan yang mendukung namun ada juga beberapa orang yang memiliki persepsi yang berbeda dengan isu yang di angkat oleh GIDKP. Dari kalangan masyarakat awam misalnya, perbedaan persepsi ditemui dari ketidaksadaran bahwa setiap individu dapat turut serta menjadi agen perubahan.
Beberapa
orang
masih
menganggap
bahwa
tugas
pemerintahlah yang harus mengatur sirkulasi dan permasalahan plastik,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
110
mereka tidak menyadari bahwa setiap individu dapat bereperan meski hanya memberikan sebuah kontribusi yang kecil. Hal serupa ditemui GIDKP di kalangan retailer. Beberapa retailer berpendapat bahwa mereka hanya berperan sebagai market player dan bergerak atas keinginan pasar. Sehingga lagi-lagi pemerintah dianggap memainkan peran utama dalam menggalakkan peraturan mengenai pemakaian dan sirkulasi kantong plastik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/