BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Global Mongolato Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang terletak di Kabupaten Gorontalo, tepatnya terletak di Kecamatan Telaga. Wilayah kerja puskesmas Global Mongolato terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 5.308 Ha. Jumlah penduduk yang tercatat adalah 21.272 jiwa dengan 5.549 KK dan jumlah balita sebanyak 2071 balita. Adapun yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato adalah Desa Mongoloato, Desa Bulila, Desa Hulawa, Desa Luhu, Desa Pilohayanga, Desa Dulamayo Selatan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas Global Mongolato antara lain : pelayanan rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat inap, pelayanan kesehatan gigi, persalinan, pusat pemulihan gizi buruk, pelayanan PTM. 4.1.2 Distribusi Variabel Responden Adapun hasil penelitian ini disajikan secara berurutan sesuai dengan pola analisis yang telah direncanakan yaitu umur, jenis kelamin, status imunisasi dasar, status gizi dan pemberian ASI. Distribusi hubungan umur dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan jenis kelamin dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan
status gizi dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan pemberian ASI dengan kejadian pneumonia. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Kejadian Pneumonia
Jumlah
%
Tidak Pneumonia Pneumonia
18 15
54.5 45,5
33
100,0
TOTAL Sumber : data sekunder
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bukan pneumonia sebanyak 18 orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Umur (bln)
Jumlah
%
< 12 12-59
10 23
30,3 69,7
33
100,0
TOTAL Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi umur pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bayi < 12 sebanyak 10 orang (30,3%) dan responden 12-60 sebanyak 23 orang (69,7%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Jenis Kelamin
Jumlah
%
Laki- laki Perempuan
21 12
63,6 36,4
33
100,0
TOTAL Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi jenis kelamin pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden laki- laki sebanyak 21 orang (63,6%) dan responden perempuan sebanyak 12 orang (36,4%). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Status Imunisasi Dasar
Jumlah
%
Tidak Lengkap Lengkap
14 19
42,4 57,6
33
100,0
TOTAL Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status imunisasi dasar pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak lengkap sebanyak 14 orang (42,4%) dan responden lengkap sebanyak 19 orang (57,6%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Status Gizi
Jumlah
%
Gizi Normal / Baik Gizi Rendah / Kurang
16 17
48,5 51,5
33
100,0
TOTAL Sumber : data sekunder
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status gizi pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden gizi normal sebanyak 16 orang (48,5%) dan responden gizi rendah sebanyak 17 orang (51,5%) Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013 Pemberian ASI
Jumlah
%
Tidak Ekslusif Ekslusif
25 8
75,8 24,2
33
100,0
TOTAL Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi pemberian ASI ekslusif pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak ASI ekslusif sebanyak 25 orang (75,8%) dan ASI ekslusif sebanyak 8 orang (24,2%). 4.1.3 Hubungan Variabel Responden Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor- faktor(variabel independent) dengan kejadian pneumonia(variabel dependent). Untuk menganalisis digunakan analisis dengan uji Chi Square. Adanya hubungan faktor-faktor dengan
kejadian pneumonia dengan taraf signifikasi ditunjukan dengan p < 0,05. Hasil analisis dari masing- masing variabel tersebut adalah : a. Hubungan Umur Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Tabel 4.7 Distribusi Hubungan Umur Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013 Kejadian Pneumonia Umur (bln)
Bukan Pneumonia N % < 12 6 60,0 12- < 60 12 52,2 Total 18 54,5 Sumber : data primer
Jumlah
Pneumonia N 4 11 15
% 40,0 47,8 45,5
P Value
N
%
10 23 33
100,0 100,0 100,0
0,678
Berdasarkan tabel diatas didapatkan umur (< 12 bulan) yang pneumonia sebanyak 4 orang (40,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (60,7%). Kemudian umur (12- < 60 bulan) yang pneumonia sebanyak 11 orang (47,8%), yang bukan pneumonia sebesar 12 orang (52,2%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,678. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
b. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pneumonia Pada balita Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013 Kejadian Pneumonia Bukan Pneumonia N % Laki- laki 10 47,6 Perempuan 8 66,7 Total 18 54,5 Sumber : data primer No
Jenis Kelamin
Pneumonia N 11 4 15
% 52,4 33,3 45,5
Jumlah
N
%
21 12 33
100,0 100,0 100,0
P Value
0,290
Berdasarkan tabel diatas didapatkan laki- laki yang pneumonia sebanyak 10 orang (47,6%), yang bukan pneumonia sebanyak 11 orang (52,4%). Kemudian perempuan yang pneumonia seba nyak 4 orang (33,3%), yang bukan pneumonia sebesar 8 orang (66,7%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,290. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
c. Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Tabel 4.9 Distribusi Hubungan Status Imunisasi Dasar Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Kejadian Pneumonia No
Status Imunisasi Dasar
Tidak lengkap sesuai umur Lengkap sesuai umur Total Sumber : data primer
Bukan Pneumonia
Pneumonia
Jumlah
N
%
N
%
N
%
7
50,0
7
50,0
14
100,0
11
57,9
8
42,1
19
100,0
18
54,5
15
45,5
33
100,0
P Value
0,653
Berdasarkan tabel diatas didapatkan status imunisasi dasar tidak lengkap sesuai umur yang pneumonia sebanyak 7 orang (50,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 7 orang (50,0%). Kemudian status imunisasi dasar lengkap sesuai umur yang pneumonia sebanyak 8 orang (42,1%), yang bukan pneumonia sebesar 11 orang (57,9%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,653. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
d. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Tabel 4.10
Distribusi Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Kejadian Pneumonia No
Status Gizi
Bukan Pneumonia N
Gizi 6 rendah/kurang Gizi 12 normal/baik Total 18 Sumber : data sekunder
Pneumonia
Jumlah
N
%
%
N
%
35,3
11
64,7
17
100,0
75,0
4
25,0
16
100,0
54,5
15
45,5
33
100,0
P Value
0,022
Berdasarkan tabel diatas didapatkan gizi rendah/kurang yang pneumonia sebanyak 11 orang (64,7%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (35,3%). Kemudian gizi normal/baik yang pneumonia sebanyak 4 orang (25,0%), yang bukan pneumonia sebesar 12 orang (75,0%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p < 0,05 dengan nilai signifikasi 0,022. Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
e. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Tabel 4.11 Distribusi Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013 Kejadian Pneumonia
No
Pemberian ASI
Tidak ekslusif ASI ekslusif Total Sumber : data primer
Bukan Pneumonia N 13 5 18
% 52,0 62,5 54,5
Pneumonia N 12 3 15
% 48,0 37,5 45,5
Jumlah
N
%
25 8 33
100,0 100,0 100,0
P
Value
0,604
Berdasarkan tabel diatas didapatkan tidak ekslusif yang pneumonia sebanyak 12 orang (48,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 13 orang (52,0%). ASI ekslusif yang pneumonia sebanyak 3 orang (37,5%), yang bukan pneumonia sebanyak 5 orang (62,5%). Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,604. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Gambaran Kejadian Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Hasil penelitian ini menunjukan responden bukan pneumonia sebanyak 18 orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%). 4.2.2 Hubungan Faktor- faktor Dengan Kejadian Pneumonia Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato 1. Umur Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden umur < 12 bulan sebanyak 10 orang yang terdiri dari 6 orang (60,0%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 4 orang (40,0%). Dan jumlah responden umur 12 - < 60 bulan sebanyak 23 orang yang terdiri dari 12 orang (52,2%) bukan pneumonia dan 11 orang (47,8%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,678 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita < 12 dan 12 - < 59 mempunyai resiko yang sama untuk terkena pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato walaupun secara proporsi pneumonia pada balita lebih banyak pada rentang umur 12 - < 59 bulan yang berarti rentang umur 12 - < 59 lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan umur < 12, hal ini
karena umur 12 - < 59 bulan sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan tapi pada penelitian ini factor lingkungan tidak diteliti Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Annisa (2009) juga menunjukan hubungan yang tidak bermakna secara statistic antara umur balita dengan kejadian pneumonia ( PR=0,82 ; 95% CI=0,12-5,52 p value = 1,00). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Rizka di Kota Payakumbuh (2011). Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Susi (2011) yang menunjukan hubungan yang bermakna antara umur balita dengan kejadian pneumonia di RSUD Pasar Rebo Jakarta (p value = 0,002). Gambaran proporsi pneumonia yang lebih tinggi pada anak usia 12-59 bulan juga ditunjukan pada hasil riset Ditjen PP&PL & Profil Kesehatan Indonesia (2009) dimana prevalensi pneumonia pada anak usia 1-4 tahun (39,38%)
dibandingkan
prevalensi
pada
anak
dibawah
1
tahun
(20,41%)(Kemenkes RI, 2010). Beberapa teori menyebutkan bahwa anak berumur < 1 tahun lebih rentan untuk terkena pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit namun angka tersebut terus menurun seiring dengan pertambahan usia(Rahmat, 2013). Ini menunjukan umur 12 - < 60 juga merupakan umur yang paling rawan dalam pertumbuhan, dikarenakan pada usia tersebut anak mulai
berinteraksi dan bereksplorasi dengan lingkungan. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan resiko anak terkena pajanan beberapa penyakit baik itu disebabkan oleh virus, bakteri ataupun jamur(Suparyanto, 2011). Fakta dilapangan menunjukan balita yang berumur 12 - < 60 bulan lebih banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan balita umur < 12 bulan 2. Jenis Kelamin Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden laki- laki sebanyak 21 orang yang terdiri dari 10 orang (47,6%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 11 orang (52,4%). Dan jumlah responden perempuan sebanyak 12 orang yang terdiri dari 8 orang (66,7%) bukan pneumonia dan 4 orang (33,3%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,290 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa laki- laki dan perempuan memiliki resiko yang sama untuk terkena pneumonia karena yang lebih menentukan adalah status gizi masing- masing balita. Namun secara proporsi lebih besar laki- laki dibandingkan perempuan yang terkena pneumonia yang berarti bahwa laki- laki setidaknya lebih beresiko dibandingkan dengan perempuan, karena untuk perkembangan sel-sel tubuh laki- laki lebih lambat dibandingkan
dengan perempuan ditambah dengan aktifitas laki- laki lebih sering bermain dengan lingkungan, apalagi lingkungan yang kotor Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rimasati (2013) di Puskesmas Miroto Provinsi Jawa Tengah juga menunjukan hubungan yang tidak bermakna secara stastistik antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita dengan P value = 0,111. Hal yang sama terjadi pula pada penelitian Farida di Puskesmas Perbaungan Kabupaten Serdang (2012). Meskipun demikian Depkes RI menyebutkan bahwa laki- laki adalah salah satu factor resiko kejadian pneumonia pada balita. Beberapa penelitian menemukan sejumlah penyakit saluran pernafasan dipengaruhi oleh adanya perbedaan fisik
anatomi saluran pernafasan pada anak
laki- laki dan
perempuan(Annisa, 2009). Anak laki- laki juga memiliki aktifitas lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Anak laki- laki cenderung lebih sering bermain dan berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga mereka akan lebih rentan kuman atau agent infeksi lain yang dapat menyebabkan penyakit. Akan tetapi, hubungan yang tidak bermakna antara jenis kelamin dengan tidak ada perbedaan proporsi pneumonia antara laki- laki dan perempuan. Fakta dilapangan menunjukan balita laki- laki paling banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini menunjukan balita laki- laki banyak terkena penyakit, begitupun dengan pneumonia.
3. Status Imunisasi Dasar Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden tidak lengkap sesuai umur sebanyak 14 orang yang terdiri dari 7 orang (50,0%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 7 orang (50,0%). Dan jumlah responden umur lengkap sesuai umur sebanyak 19 orang yang terdiri dari 11 orang (57,9%) bukan pneumonia dan 8 orang (42,1%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,653 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan status imunisasi dasar lengkap memiliki resiko yang sama untuk terkena pneumonia di wilayah kerja puskesmas Global Mongolato karena imunisasi untuk pneumonia lebih ditekankan pada imunisasi pneumokokus (PCV), sebagai agent penyebab terjadinya pneumonia, namun pemerintah belum memasukkan imunisasi ini kedalam imunisasi dasar atau wajib. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2012) di Puskesmas Mijen Kota Semarang juga menemukan bahwa imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada balita secara statistic tidak berhubungan bermakna dengan p value = 1,00 (P > 0,05). Lain halnya dengan penelitian Hartati di Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara imunisasi dasar terhadap kejadian pneumonia (p value = 0,002 ; p < 0,05). Hal ini diasumsikan bahwa status imunisasi dasar tidak berpengaruh terhadap
pencegahan pneumonia, mungkin lebih mengarah pada imunisasi BCG, DPT, dan pneumokokus (PCV). Akan tetapi imunisasi Pneumokus (PCV) tidak termasuk dalam imunisasi wajib oleh pemerintah. Pada dasarnya penyakit infeksi dapat dicegah dengan imunisasi. Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan bahwa kekebalan oleh imunisasi dapat digantikan oleh zat lain, termasuk ASI, nutrisi, maupun suplemen herbal, karena kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, nutrisi, suplemen herbal, maupun kebersihan dapat memperkuat pertahanan tubuh secara umum, namun tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya. Apabila jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih dapat sakit berat, cacat atau mati. Fakta dilapangan menunjukan bahwa kebanyakan para responden memahami kelengkapan imunisasi dasar itu hanya berakhir sampai pada imunisasi campak yakni pada saat balita berumur 9 bulan. Imunisasi dasar yang diwajibkan pada balita yakni sampai berusia 5 tahun 4. Status Gizi Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden status gizi rendah/kurang sebanyak 17 orang yang terdiri dari 6 orang (35,3%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 11 orang (64,7%). Dan jumlah responden status gizi normal/baik sebanyak 16 orang yang terdiri dari 12 orang (75,0%) bukan pneumonia dan 4 orang (25,0%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic
menunjukan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,022 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan status gizi rendah/kurang lebih beresiko terkena pneumonia dibandingkan dengan balita dengan status gizi normal/baik di Wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, karena status gizi balita sangat menentukan pada balita untuk terkena pneumonia, pentingnya pemberian nutrisi sangat perlu untuk perkembangan dan pertumbuhan sel-sel sehingga tubuh bisa mempertahankan diri dari penyakit pneumonia Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Ghozali (2010) juga menunjukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita. Berbeda dengan penelitian Hartati (2009) yang menemukan tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistic antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita (p value = 0,67 ; p > 0,05). Pada dasarnyaa penyakit infeksi saling berhubungan. Keadaan status gizi kurang bahkan malnutrisi dapat disebabkan oleh adanya penyakit infeksi. Demikian juga dengan penyakit infeksi yang keberadaannya tidak lepas dari status gizi seseorang. Sebagian besar kematian anak dinegara berkembang disebabkan oleh adanya infeksi yang menjadi berat akibat kekurangan gizi(Parlin, 2012). Anak dengan gizi kurang atau buruk memang lebih mudah terserang
penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang dan balita cenderung tidak memiliki nafsu makan, sehingga berdampak pada kurang gizi dan malnutrisi. Fakta dilapangan menunjukan balita dengan status gizi rendah/kurang banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan balita dengan status gizi normal/baik 5. Pemberian ASI Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden ASI tidak ekslusif sebanyak 25 orang yang terdiri dari 13 orang (52,0%) bukan pneumonia dan yang pneumonia 12 orang (48,0%). Dan jumlah responden ASI ekslusif sebanyak 8 orang yang terdiri dari 5 orang (62,5%) bukan pneumonia dan 3 orang (37,5%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,604 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan pemberian ASI ekslusif dengan tidak ekslusif memiliki resiko yang sama untuk terkena penyakit pneumonia di Wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.ini dikarenakan bahwa untuk pemberian ASI lebih ditekankan kepada status gizi balita tersebut. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rizka (2011) di Kota Payakumbuh juga menunjukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian pneumonia. Berbeda dengan penelitiann Hartati ( 2011) yang
menunjukan adanya hubungan ASI ekslusif balita dengan kejadian pneumonia ( p = 0,003 ; < 0,05). Fakta di lapangan menunjukan berdasarkan pedoman manajemen laktasi (2010) yang dimaksud pemberian ASI ekslusif disini adalah bayi hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lain termasuk air putih kecuali obat, vitamin, mineral, dan ASI yang diperas. Dari observasi 33 responden, 14 orang yang menggunakan ASI selama 6 bulan dengan tambahan makanan dan minuman dan 10 orang yang menyusui < 6 bulan. Alasan 14 responden memberikan ASI dengan memberikan makanan ataupun minuman tambahan yaitu terbentur dengan pekerjaan yang harus meninggalkan anaknya dirumah sehingga diberikan susu formula. Hal ini diasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman ibu balita terhadap ASI peras masih kurang untuk mensiasatinya. Kandungan dalam ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI ekslusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai kesehatan bayi. Bahkan bayi baru lahir hanya mendapat sedikit ASI pertama (koloustrum) tidak memerlukan tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan didalam tubuhnya. ASI mengandung zat kekebalan terhadap infeksi diantaranya protein, laktoferin, imunoglobin dan antibody terhadap bakteri, virus, jamur dll. Bayi dibawah usia 6 bulan yang tidak diberi ASI ekslusif beresiko 5 kali mengalami kematian akibat pneumonia dibanding bayi yang mendapat ASI ekslusif untuk enam bulan pertama kehidupan(UNICEF-WHO, 2006).