BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai temuan penelitian yang disajikan dalam statistik deskriptif, pengujian hipotesis dan analisis penerimaan atau penolakan hipotesis dan pembahasan setiap variabel penelitian. A. Statistik Deskriptif 1. Statistik Deskriptif Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan (annual report) perusahaan pertambangan Indonesia yang tercatat di Indonesia Stock Exchange (IDX) dan Perusahaan pertambangan China yang tercatat di Hongkong Stock Exchange (HKSE). Laporan Tahunan diperoleh dengan mengunduh dari website masing-masing perusahaan atau mengunduh dari laporan tahunan yang tersedia di website Indonesia Stock Exchange (IDX) dan di website Hongkong Stock Exchange (HKSE). Tabel 1 Sampel Penelitian Negara
Jumlah Perusahaan
Melaporkan Laporan Tahunan
Jumlah Sampel Data Penerapan Corporate Governance
Indonesia
40
34
89
15
39
China 22 Sumber: data diolah (2015).
Menurut www.sahamok.com terdapat 40 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Indonesia Stock Exchange (IDX) dan diperoleh 22 perusahaan China yang terdaftar di Hongkong Stock Exchange (HKSE). Terdapat beberapa perusahaan yang tidak menyampaikan laporan tahunan, sehingga tidak semua perusahaan memenuhi kriteria pengambilan sampel. Setelah dilakukan pengumpulan laporan tahunan diperoleh 34 Perusahaan pertambangan Indonesia di Indonesia Stock Exchange (IDX) dan 15 perusahaan pertambangan China
yang terdaftar di
Hongkong Stock Exchange (HKSE) yang memenuhi kriteria. Terdapat beberapa perusahaan tidak melaporkan pelaksanaan mekanisme Corporate Governance secara lengkap. Setelah dilakukan pembacaan laporan tahunan diperoleh 128 sampel data yang terdiri dari 89 sampel data perusahaan Indonesia yang terdaftar di Indonesia Stock Exchange (IDX) dan 39 sampel data perusahaan China yang terdaftar di Hongkong Stock Exchange (HKSE). 2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Tabel 2
Variabel Kinerja keuangan (ROE) Konsentrasi Kepemilikan Kepemilikan Institusi Ukuran Dewan Komisaris Proporsi Komisaris Independen Proporsi Komisaris Perempuan Jumlah rapat Dewan Komisaris
Descriptive Statistics Indonesia China N Mean N Mean 89 0,11 39 0,05 89 0,69 39 0,66 89 0,69 39 0,70 89 4,45 39 5,15 89 0,38 39 0,08 89 0,03 39 0,09 89 5,85 39 4,49
89
Ukuran Perusahaan
15,08
39
18,46
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Sumber: data diolah (2015). Grafik perbandingan masing-masing variabel penelitian sebagai berikut: 20.00
18.46
18.00 16.00
15.08
14.00 12.00 10.00 8.00 6.00
5.85
5.15 4.45
4.49
4.00 2.00
0.69 0.66
0.11
0.69 0.70
0.38 0.08
0.05
0.00
Return On Equity
Konsentrasi Kepemilikan Kepemilikan Institusi
Ukuran Dewan Komisaris
0.10 0.03
Proporsi Proporsi Jumlah rapat Ukuran Komisaris Komisaris Dewan Perusahaan Independen Perempuan Komisaris
Indonesia
China
Sumber: data diolah (2015). Gambar 4 Grafik Perbandingan Rerata Variabel Penelitian
Gambar 4 di atas merupakan perbandingan rerata implementasi mekanisme
Corporate
governance
89
sampel
penelitian
perusahaan
pertambangan Indonesia dan 39 sampel penelitian perusahaan pertambangan China. Nilai rerata variabel kinerja keuangan (ROE) perusahaan pertambangan
Indonesia sebesar 0,11 dan rerata kinerja keuangan (ROE) perusahaan pertambangan China sebesar 0,05. Perbandingan kinerja keuangan perusahaan pertambangan Indonesia dan China menunjukkan bahwa kinerja keuangan perusahaan pertambangan Indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja keuangan perusahaan pertambangan China. Nilai rerata variabel konsentrasi kepemilikan perusahaan pertambangan Indonesia sebesar 0,69 dan rerata konsentrasi kepemilikan perusahaan pertambangan China sebesar 0,66. perusahaan
pertambangan
Perbandingan konsentrasi kepemilikan
Indonesia
dan
China
menunjukkan
bahwa
konsentrasi kepemilikan perusahaan pertambangan Indonesia lebih tinggi atau lebih terkonsentrasi jika dibandingkan dengan konsentrasi kepemilikan perusahaan pertambangan China. Nilai rerata variabel kepemilikan institusi perusahaan pertambangan Indonesia
sebesar
0,69
dan
rerata
kepemilikan
institusi
perusahaan
pertambangan China Sebesar 0,70.
Perbandingan kepemilikan institusi
perusahaan
dan
pertambangan
Indonesia
China
menunjukkan
bahwa
kepemilikan institusi perusahaan pertambangan Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan kepemilikan institusi perusahaan pertambangan China. Nilai rerata variabel ukuran dewan komisaris perusahaan pertambangan Indonesia sebesar 4,45 dan rerata ukuran dewan komisaris perusahaan pertambangan China Sebesar 5,15.
Perbandingan ukuran dewan komisaris
perusahaan pertambangan Indonesia dan China menunjukkan bahwa ukuran
dewan komisaris perusahaan pertambangan Indonesia lebih sedikit jika dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris perusahaan pertambangan China. Nilai rerata variabel proporsi komisaris independen perusahaan pertambangan Indonesia sebesar 0,38 dan rerata proporsi komisaris independen perusahaan pertambangan China Sebesar 0,08.
Perbandingan proporsi
komisaris
Indonesia
independen
perusahaan
pertambangan
dan
China
menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen perusahaan pertambangan Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan proporsi komisaris independen perusahaan pertambangan China. Nilai rerata
variabel proporsi
komisaris
perempuan
perusahaan
pertambangan Indonesia sebesar 0,03 dan rerata proporsi komisaris perempuan perusahaan pertambangan China Sebesar 0,09.
Perbandingan proporsi
komisaris
Indonesia
perempuan
perusahaan
pertambangan
dan
China
menunjukkan bahwa proporsi komisaris perempuan perusahaan pertambangan Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan proporsi komisaris perempuan perusahaan pertambangan China. Nilai rerata variabel jumlah rapat dewan komisaris perusahaan pertambangan Indonesia sebesar 5,85 dan rerata jumlah rapat dewan komisaris perusahaan pertambangan China Sebesar 4,49.
Perbandingan jumlah rapat
dewan komisaris perusahaan pertambangan Indonesia dan China menunjukkan bahwa jumlah rapat dewan komisaris perusahaan pertambangan Indonesia lebih
tinggi atau lebih sering menyelenggarakan rapat dewan komisaris jika dibandingkan dengan jumlah rapat dewan komisaris perusahaan pertambangan China. Nilai rerata variabel ukuran perusahaan pertambangan Indonesia sebesar 15,91 dan rerata ukuran perusahaan pertambangan China Sebesar 18,46. Perbandingan
ukuran
perusahaan
pertambangan
Indonesia
dan
China
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan pertambangan Indonesia lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran perusahaan pertambangan China.
B. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas memiliki distribusi normal atau tidak. Distribusi normal dalam penelitian ini didetekesi dengan menggunakan analisis statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Tabel 3 Hasil Pengujian Normalitas
N Normal Parameters
Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negatif Kolmogorov-Smirnov Z
Unstandardized Residual 128 0,000 0,113 0,093 0,093 -0,055 1,052
Asymp. Sig. (2-tailed) Sumber: data diolah (2015). Berdasarkan Tabel 2
0,218
hasil uji statistik non-parametrik Kolmogorov-
Smirnov dapat diketahui bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,052 dan tidak signifikan pada 0,05, nilai probabilitas (p) Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,218 > 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa residual berdistribusi normal. 2. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Menurut Ghozali (2011) pengujian regresi yang bebas dari autokorelasi menggunakan Durbin-Watson test dengan ketentuan jika memenuhi syarat du < d < 4 – du. Tabel 4 Hasil Pengujian Autokorelasi
Model 1
R R Square a 0,451 0,204
Adjusted R Square 0,157
Std. Error of the Estimate 0,11588
DurbinWatson 1,840
Sumber: data diolah (2015). Nilai DW (d) sebesar 1,840 dibandingkan dengan nilai tabel DurbinWatson dengan nilai signifikasi 5%, jumlah sampel 128 (n) dan jumlah variabel independen 7 (k=7), diperoleh nilai batas bawah (dl) sebesar 1,597 dan
nilai batas atas (du) sebesar 1,828. Penghitungan 4-dU diperoleh angka (41,828) sebesar 2,172. Hasil perbandingan menunjukkan nilai DW 1,840 lebih besar dari 1,518 (dL) dan lebih kecil dari 2,172 (4-dU), sehingga memenuhi syarat dL ≤ d ≤ 4-dU, yang diatikan bahwa tidak ada korelasi positif maupun negatif dan tidak terdapat masalah autokorelasi. 3. Uji Multikolinearitas Tabel 5 Hasil Pengujian Multikolinieritas Collinearity Statistics
Model
Tolerance (Constant) Konsentrasi Kepemilikan Kepemilikan Institusi Ukuran Dewan Komisaris Proporsi Komisaris Independen Proporsi Komisaris Perempuan Jumlah rapat Dewan Komisaris Ukuran Perusahaan Sumber: data diolah (2015).
0,503 0,465 0,741 0,646 0,832 0,961 0,529
VIF 1,986 2,152 1,350 1,549 1,202 1,041 1,890
Hasil perhitungan pada Tabel 4 menunjukkan nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang
digunakan
dalam
model
regresi
penelitian
multikolinearitas atau dapat dipercaya dan obyektif. 4. Uji Heteroskedastisitas Tabel 6 Hasil Uji Heterokedastisitas
ini
terbebas
dari
Model (Constant) Konsentrasi Kepemilikan Kepemilikan Institusi Ukuran Dewan Komisaris Proporsi Komisaris Independen Proporsi Komisaris Perempuan Jumlah rapat Dewan Komisaris Ukuran Perusahaan Sumber: data diolah (2015).
Unstandardized Coefficients B Std Error 0,346 0,080 -0,012 0,069 -0,010 0,055 0,001 0,005 -0,076 0,043 -0,102 0,069 0,000 0,002 -0,014 0,004
Sig. 0,000 0,858 0,857 0,897 0,080 0,143 0,953 0,001
Tabel 5 Menampilkan hasil pengujian regresi antara 7 variabel independen dengan variabel residual ditemukan bahwa variabel Ukuran perusahaan dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05, sehingga disimpulkan bahwa
model
regresi
terdapat
masalah
heterokedastisitas.
Masalah
heterokedasitisitas ditangani dengan menggunakan metode GLS (Generalized Least Square).
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan 1. Pengujian Hipotesis a.
Hasil Uji Regresi Tabel 7 Hasil Uji Regresi
(Constant)
Unstandardized Coefficients Std. Sig. B Error 0,261 0,124 0,037
KONS 0,054 0,084 INST -0,060 0,079 KOMI 0,034 0,006 INDE -0,118 0,056 PERM -0,214 0,059 RAP 0,007 0,002 SIZE -0,020 0,006 Sumber: data diolah (2015).
0,525 0,449 0,000 0,036 0,000 0,004 0,001
Generalized Least Square (GLS) digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu Konsentrasi kepemilikan (KONS), Kepemilikan Institusi (INST), Ukuran Dewan Komisaris (KOMI), Proporsi Komisaris Independen (INDE), Proporsi Komisaris Perempuan (PERM), Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RAP),
terhadap variabel dependen Kinerja Keuangan
(ROE), dengan variabel kontrol Ukuran Perusahaan (SIZE). Berdasarkan uji statistik regresi yang telah dilakukan dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut: Kinerja Keuangan = 0,261 + 0,054KONS - 0,060INST + 0,034KOMI – 0,118INDE - 0.214PERM + 0.007RAP – 0,020SIZE + e Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi dari variabel Konsentrasi Kepemilikan (KONS), Ukuran Dewan Komisaris (KOMI), Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RAP), bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut berhubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan (Returns on Asset), dengan kata lain,
semakin besar Konsentrasi Kepemilikan (KONS), Ukuran Dewan Komisaris (KOMI), Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RAPA), akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan persamaan di atas juga dilihat bahwa nilai koefisien regresi dari variabel Kepemilikan Institusi (INST), Proporsi Komisaris Independen (INDE), Proporsi Komisaris Perempuan (PERM) dan Ukuran Perusahaan (SIZE), bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut berhubungan negatif dengan kinerja keuangan perusahaan (Returns On Equity) perusahaan, dengan kata lain, semakin besar Kepemilikan Institusi (INST), Proporsi Komisaris Independen (INDE), Proporsi Komisaris Perempuan (PERM) dan Ukuran Perusahaan (SIZE) akan menurunkan Kinerja Keuangan (Returns on Equity). b. Hasil Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, Ghozali (2006). Nilai koefisien determinasi antara nol sampai dengan satu, Nilai R2 kecil diartikan bahwa kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen terbatas. Tabel 8 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Model Summary Multiple R 0,556 R Square 0,309
Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Log-likelihood Function Value
0,268 2,222 110,928
Sumber: data diolah (2015). Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dilihat besar nilai adjusted R2 sebesar 0,268 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 26,8%. Hal ini berarti bahwa hanya 26,8% Kinerja Keuangan Perusahaan dipengaruhi variabel–variabel independen dalam model regresi ini dan sisanya 73,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Perbedaan pengaruh variabel independen implementasi Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan perusahaan pertambangan Indonesia dan China diuji lebih lanjut dari perbandingan nilai koefisien determinasi (adjusted R2) perusahaan pertambangan Indonesia dan China. Tabel 11 menyajikan nilai koefisien determinasi hasil Analisis regresi linier berganda perusahaan pertambangan Indonesia dan China sebagai berikut: Tabel 9 Perbandingan Koefisien Determinasi Model
R
R Square
Adjusted R Square
Indonesia
1
0,428a
0,1835
0,1018
0,1320
China
1
0,717a
0,5148
0,3854
0,0623
Negara
Sumber: data diolah (2015).
Std. Error of the Estimate
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat nilai koefisien determinasi (adjusted R2) perusahaan pertambangan Indonesia sebesar 0,1018 yang berarti bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 10,18%. Hal ini berarti bahwa hanya 10,18% Kinerja Keuangan Perusahaan pertambangan Indonesia dipengaruhi variabel–variabel independen dalam model regresi ini dan sisanya 89,82% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Nilai koefisien determinasi (adjusted R2) perusahaan pertambangan China sebesar 0,3854 yang berarti bahwa variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 38,54%. Hal ini berarti bahwa hanya 38,54% Kinerja Keuangan Perusahaan pertambangan di China dipengaruhi variabel–variabel independen dalam model regresi ini dan sisanya sebesar 61,46% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Variabel Corporate Governance perusahaan pertambangan di China dalam penelitian ini lebih mampu menjelaskan perubahan Kinerja Keuangan pertambangan, daripada variabel yang sama ketika pada perusahaan pertambangan Indonesia. Kinerja keuangan perusahaan pertambangan di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh variabel diluar variabel independen dalam penelitian ini. c.
Hasil Uji Statistik Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel independen yaitu
Konsentrasi kepemilikan (KONS), Kepemilikan Institusi (INST), Ukuran
Dewan Komisaris (KOMI), Proporsi Komisaris Independen (INDE), Proporsi Komisaris Perempuan (PERM), Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RAPA), terhadap variabel dependen Return On Asset (ROE), dengan variabel kontrol Ukuran Perusahaan (SIZE), secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen Kinerja Keuangan Perusahaan (ROE). Tabel 10 Uji Statistik Simultan (Uji F) Sum of Squares df Regression 264,495 7 Residual 592,435 120 Total 856,930 127 Sumber: data diolah (2015).
Mean Square 37,785 4,937
F 7,654
Sig. 0,000
Tabel 9 menunjukkan nilai F sebesar 7,654 dan nilai sig sebesar 0,00 Dengan menggunakan tingkat α (alfa) 0,05 atau 5%, signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan Menerima H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independent yaitu Konsentrasi kepemilikan (KONS), Kepemilikan Institusi (INST), Ukuran Dewan Komisaris (KOMI), Proporsi Komisaris Independen (INDE), Proporsi Komisaris Perempuan (PERM), Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RAPA),
terhadap variabel
dependen Return On Asset (ROE), dengan variabel kontrol Ukuran Perusahaan (SIZE), secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen Kinerja Keuangan Perusahaan (ROE). d. Hasil Uji Regresi Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen yaitu Konsentrasi kepemilikan (KONS), Kepemilikan Institusi (INST), Ukuran Dewan Komisaris (KOMI), Proporsi Komisaris Independen (INDE), Proporsi Komisaris Perempuan (PERM), Jumlah Rapat Dewan Komisaris (RAP),
terhadap variabel dependen Return On Equity (ROE),
dengan variabel kontrol Ukuran Perusahaan (SIZE), terhadap variabel dependen Kinerja Keuangan Perusahaan (ROE). Tabel 11 Uji Parsial (Uji t) Std. B Error (Constant)
0,261
Sig.
0,124
0,037
KONS 0,054 0,084 INST -0,060 0,079 KOMI 0,034 0,006 INDE -0,118 0,056 PERM -0,214 0,059 RAPA 0,007 0,002 SIZE -0,020 0,006 Sumber: data diolah (2015).
0,525 0,449 0,000 0,036 0,000 0,004 0,001
Uji t dilakukan untuk mendeteksi variabel manakah diantara keenam variabel independen dan satu variabel kontrol yang berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Berdasarkan Tabel 10, dari keenam variabel independen yang dimasukkan dalam model, Ukuran Konsentrasi Kepemilikan (β=0,054 dan sig=0,525) tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan Perusahaan, variabel Kepemilikan Institusi (β= -0,060 dan
sig= 0,449) tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris (β=0,034 dan sig=0,000) berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja keuangan Perusahaan, Proporsi Komisaris Independen (β= -0,118 dan sig=0,036) berpengaruh negatif signifikan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan, Proporsi Komisaris Perempuan (β=-0,214 dan sig=0,000) Perusahaan,
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
Kinerja
keuangan
Jumlah Rapat Dewan Komisaris (β=0,007 dan sig=0,004)
berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja keuangan Perusahaan, dan variabel kontrol Ukuran Perusahaan (β=-0,020 dan sig=0,001) berpengaruh negatif signifikan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. e.
Uji Beda Pengaruh Implementasi Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pertambangan Indonesia dan China Uji beda independent sample t-test digunakan untuk menentukan
apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda (Ghozali,2011).
Tabel 12 Uji Beda Rerata Kinerja Keuangan Levene's Test for Equality of Variances F Sig. Return On Equity Equal variances 12,709 0,001 not assumed Sumber: data diolah (2015).
t-test for Equality of means Sig. df (2-tailed) 117,322 0,008
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh angka (df=117,322 dan sig=0,008). Nilai signifikansi sebesar 0,008<0,05, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan Kinerja Keuangan antara perusahaan pertambangan Indonesia dan China.
2. Pembahasan a. Variabel konsentrasi kepemilikan Konsentrasi kepemilikan (KONS) pada Tabel 10 memiliki nilai (β=0,054 dan sig=0,525). Nilai sig (0,525) > (0,05), ini berarti variabel konsentrasi kepemilikan (KONS) tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan (ROE) pada level 5% dan H0 diterima. Hipotesis terdapat pengaruh positif konsentrasi kepemilikan (KONS) terhadap kinerja perusahaan (ROE) ditolak. Konsentrasi kepemilikan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan karena menurut Taman et al.,(2011) semakin terkonsentrasi kepemilikan perusahaan, maka pemegang saham mayoritas akan semakin menguasai perusahaan dan semakin mempengaruhi pengambilan keputusan (termasuk keputusan untuk tidak mengimplementasikan corporate governance). Selain itu, pemegang saham mayoritas akan berpandangan bahwa bukan menjadi kepentingan mereka lagi mengenai perlindungan kepada para pemegang saham minoritas dan mekanisme corporate governance.
Alasan lain dikemukakan Claessens et al. (2002) bahwa beberapa perusahaan publik di Indonesia merupakan perusahaan holding yang sebagian besar dimiliki oleh institusi (large shareholder) yang seringkali merupakan representasi dari pendiri (founders) perusahaan sehingga kemungkinan tindakan bahaya moral (moral hazard) dan perquisites dapat terjadi melalui afiliasi dengan anak perusahaan, yang pada akhirnya merugikan pemegang saham publik. La Porta et al. (1999) menemukan bahwa di kawasan Asia Tenggara sebagian besar perusahaan mempunyai pemegang saham pengendali yang bertindak sesuai kepentingannya dan mengabaikan kepentingan pemegang saham lainnya.. Lin dan Liu, (2009) menyatakan bahwa ratarata perusahaan-perusahaan di China masih belum terdapat pemisahan antara kepemilikan dan kendali. Rata-rata perusahaan di Indonesia masih didominasi oleh keluarga yang juga merupakan bagian dari manajemen. Fama et al.,(1983) menyatakan bahwa perusahaan dengan struktur kepemilikan yang terkonsentrasi menyebabkan pemegang saham pengendali memiliki pengaruh yang dominan serta kemungkinan untuk lepas dari pengawasan pemegang saham lainnya, hal ini menyebabkan mereka bisa dengan mudah melakukan tindakan yang akan memberikan keuntungan bagi mereka sendiri dan merugikan pemegang saham minoritas. Terdapat perbedaan pelaksanaan mekanisme Konsentrasi Kepemilikan antara perusahaan
pertambangan
Indonesia
dan
Perusahaan
pertambangan
China.
Konsentrasi Kepemilikan perusahaan pertambangan di Indonesia tinggi tetapi hanya dipegang oleh beberapa investor besar. Keputusan dalam pengendalian perusahaan
kurang berbobot karena keputusan bukan hasil saran dan ide dari lebih banyak investor. Insentif dalam pengendali
tidak
jumlah
dimanfaatkan
besar yang dimiliki oleh pemegang saham secara
maksimal
untuk
menyelenggarakan
pemantauan terhadap operasional perusahaan dan efektifitas manajemen dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Kepemilikan saham dalam jumlah besar oleh sedikit investor berakibat pada dominasi pemegang saham besar yang mengabaikan kepentingan pemegang saham lain.
b. Variabel Kepemilikan Institusional Variabel Kepemilikan Institusi (INST) pada tabel 10 memiliki nilai (β= -0,060 dan sig= 0,449). Nilai sig (0,449) > (0,05), ini berarti variabel kepemilikan saham institusi tidak signifikan berpengaruh negatif terhadap variabel kinerja keuangan perusahaan (ROE) pada level 5% dan H0 diterima. Hipotesis kedua terdapat pengaruh positif Kepemilikan Institusi terhadap kinerja keuangan perusahaan (ROE) ditolak. Disimpulkan bahwa variabel kepemilikan institusi secara statistik tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kesimpulan bahwa variabel kepemilikan institusi secara statistik tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan tidak sesuai dengan penelitian Cornett et al (2007) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang tinggi terkait dengan kinerja operasi yang lebih baik dan bahwa kepemilikan institusional dapat meningkatkan pemantauan manajer perusahaan.
Tidak terdapat perbedaan pelaksanaan mekanisme Kepemilikan Institusional antara perusahaan pertambangan Indonesia dan Perusahaan pertambangan China. Perusahaan pertambangan Indonesia lebih banyak dimiliki oleh keluarga dan teman atas nama pribadi, sedangkan di China perusahaan pertambangan lebih banyak dikuasai oleh pemerintah. Wulandari (2006) menyatakan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan disebabkan karena pemilik mayoritas institusi ikut dalam pengendalian perusahaan sehingga cenderung bertindak untuk kepentingan mereka sendiri meskipun dengan mengorbankan kepentingan pemilik minoritas. Husnan (2001) menyatakan bahwa karakteristik kepemilikan perusahaan yang terkonsentrasi pada institusi banyak dijumpai pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa di Indonesia. Institusi yang dimaksudkan adalah pemilik perusahaan publik berbentuk lembaga, bukan pemilik atas nama perseorangan atau pribadi. Mayoritas institusi adalah berbentuk perseroan terbatas (PT) domestik. Pada umumnya PT ini merupakan bentuk kepemilikan pendiri perusahaan atau keluarga pendiri perusahaan. Shleifer et al.(1997) menyatakan bahwa kepemilikan dalam jumlah besar dapat mendahulukan kepentingan mereka sendiri yang mungkin bertentangan dengan pemilik lainnya.
c.
Variabel Ukuran Dewan Komisaris Variabel Ukuran Dewan Komisaris pada tabel 10 memiliki nilai Ukuran
Dewan Komisaris (β=0,034 dan sig=0,000). Nilai sig (0,000) < (0,05), ini berarti variabel Variabel Ukuran Dewan Komisaris signifikan berpengaruh positif terhadap variabel Kinerja Keuangan Perusahaan (ROE) pada level 5% dan H1 diterima. Hipotesis Terdapat pengaruh negatif Ukuran Dewan Komisaris terhadap kinerja keuangan perusahaan (ROE) ditolak . Kesimpulan tidak sesuai dengan penelitian Rahardja et al. (2014), yang menyimpulkan bahwa Ukuran Dewan Komisaris tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan dan penelitian Astrini et al.,(2015) yang menyimpulkan bahwa Ukuran Dewan Komisaris tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kesimpulan sesuai dengan penelitian Belkhir (2005) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan kinerja perusahaan. Ukuran dewan komisaris akan berdampak pula terhadap kualitas keputusan dan kebijakan yang telah dibuat dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan organisasi (Syakhroza, 2004). Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) disebutkan ketentuan yang mensyaratkan Jumlah komisaris dalam Perseroan Terbatas minimal 1 (satu) orang dan dapat lebih dari satu orang. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa jumlah dewan komisaris dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Fleksibilitas dalam penentuan jumlah anggota Dewan Komisaris di Indonesia memudahkan perusahaan mengevaluasi jumlah Dewan Komisaris yang dapat mengawasi manajemen secara
efektif dan efisien. Pengawasan yang baik oleh Anggota Dewan Komisaris yang proporsional dapat menjamin agar manajemen bekerja untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Pasal 108 ayat (4) UUPT Tahun 2007 juga menyebutkan bahwa apabila anggota Dewan Komisaris terdiri lebih dari 1 (satu) orang komisaris maka mereka merupakan majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri, melainkan berdasarkan keputusan dewan komisaris. Fama et al.(1983) menyatakan bahwa anggota dewan komisaris yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu mampu memberikan nasihat yang bernilai dalam penyusunan strategi dan penyelenggaraan perusahaan. Chen (2005) mengungkapkan bahwa semakin banyak jumlah anggota dewan komisaris maka fungsi pengawasan dapat dilakukan secara lebih efektif. Keputusan kebijakan yang dihasilkan dari Ukuran Dewan Komisaris yang lebih besar memiliki kualitas dan efektifitas tinggi. Rerata Ukuran Dewan Komisaris perusahaan pertambangan Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan Ukuran Dewan Komisaris perusahaan pertambangan China. Hasil uji beda Ukuran Dewan Komisaris menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Ukuran Dewan Komisaris antara perusahaan pertambangan Indonesia dan Perusahaan pertambangan China.
d. Variabel Proporsi Komisaris Independen
Variabel Proporsi Komisaris Independen pada tabel 10 memiliki nilai (β= 0,118 dan sig=0,036). Nilai sig (0,036) > (0,05), ini berarti variabel Proporsi Komisaris Independen berpengaruh negatif signifikan terhadap variabel kinerja keuangan perusahaan (ROE) pada level 5% dan H0 ditolak. Hipotesis Terdapat pengaruh positif Proporsi Komisaris Independen terhadap Kinerja Keuangan perusahaan, ditolak. Menurut OECD (2008) menyatakan bahwa Anggota Dewan Komisaris independen dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pengambilan keputusan Dewan. Anggota Dewan Komisaris independen diperlukan untuk menyeimbangkan kekuasaan, meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan kapasitas dewan untuk mengambil keputusan secara independen. Tidak terdapat perbedaan penerapan mekanisme Proporsi Komisaris Independen
antara
perusahaan
pertambangan
Indonesia
dan
Perusahaan
pertambangan China. Indonesia dan China sama-sama menerapkan two tier Corporate Governance . Menurut Sutaryo (2010) Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap operasional perusahaan dalam mekanisme good corporate governance hanya untuk pemenuhan formalitas peraturan saja. sehingga keberadaan dewan komisaris perusahaan tidak berpengaruh pada proses pengawasan yang pada akhirnya tidak berpengaruh pada kinerja dan nilai perusahaan. Gideon (2005) menyatakan bahwa pemegang saham yang memiliki saham lebih banyak (mayoritas/founders) masih mempunyai peranan utama sehingga menjadikan dewan komisaris tidak independen dalam menjalankan fungsi pengawasan. Upaya
pengangkatan dan keberadaan komisaris independen dalam perusahaan mungkin dilakukan sebagai pemenuhan regulasi dan peraturan pemerintah saja, tetapi tidak dapat berfungsi untuk menegakkan tata kelola yang baik, sehingga Komisaris Independen tidak mampu menjembatani kepentingan antara pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas, serta tidak mampu melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen perusahaan dengan lebih independen.
e.
Variabel Proporsi Komisaris Perempuan Variabel Proporsi Komisaris Perempuan pada tabel 10 memiliki nilai (β= -
0,214 dan sig=0,000). Nilai sig (0,000) < (0,05), ini berarti Variabel Proporsi Komisaris Perempuan signifikan berpengaruh negatif terhadap variabel kinerja keuangan perusahaan (ROE) pada level 5% dan H0 diterima. Hipotesis terdapat pengaruh positif Proporsi Komisaris Perempuan terhadap kinerja keuangan perusahaan, ditolak. Darmadi (2011) berpendapat bahwa komisaris perempuan lebih sulit untuk memperoleh kedudukan pada perusahaan yang besar. Penelitian ini juga menyatakan bahwa komisaris perempuan banyak menduduki jabatan sebagai Komisaris pada perusahaan kecil yang biasanya dikendalikan oleh keluarga tertentu. Nathania (2014) menyatakan bahwa jumlah Female Director yang berperan dalam dewan perusahaan di Indonesia masih terbatas dan bahwa wanita cenderung bersifat risk averse dan menerapkan prinsip kehati-hatian, sehingga hal tersebut secara tidak langsung
berdampak terhadap kinerja perusahaan. Shrader et al, (1997) Menemukan bahwa hanya sedikit perempuan di dalam posisi manajer puncak dan pada posisi dewan perusahaan. Rosener (1995) berpendapat bahwa wanita belum cukup lama menjabat di dewan perusahaan untuk dapat memberi dampak pada kinerja. Kurangnya perempuan yang berpengalaman dan berkualitas untuk menduduki jabatan komisaris perusahaan menyebabkan keberadaan Komisaris perempuan belum mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pengawasan oleh Dewan Komisaris. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (2012) menyatakan bahwa meskipun jumlah wanita yang bekerja terus meningkat, namun proporsi jumlah wanita dalam dunia kerja masih jauh dibandingkan dengan proporsi jumlah laki-laki. Hal ini juga dapat disebabkan oleh budaya di sebagian besar masyarakat Indonesia yang menyiratkan bahwa Laki-laki sebagai kepala keluarga dan bahwa perempuan memiliki tugas sebagai pengasuh anak. Sebagai contoh adalah peraturan mengenai cuti, bahwa perusahaan harus mengijinkan seorang ibu hamil untuk cuti melahirkan dan menyusui anak sampai dengan usia 6 bulan. Peraturan tersebut akan menyulitkan wanita untuk bersaing memperebutkan posisi tertentu dalam perusahaan karena perusahaan pasti melihat kondisi tersebut sebagai kondisi yang merugikan karena harus memperbolehkan karyawan wanita untuk meninggalkan pekerjaaanya. Perusahaan akan lebih memilih karyawan laki-laki yang masa cutinya tidak seperti perempuan. Rerata Proporsi Komisaris Perempuan perusahaan pertambangan Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan Proporsi Komisaris Perempuan perusahaan
pertambangan di China. Perusahaan pertambangan Indonesia lebih sedikit menempatkan anggota komisaris perempuan dalam Dewan Komisaris disebabkan oleh masih sedikitnya perempuan di Indonesia yang memiliki pengalaman dan kualitas yang mencukupi untuk menduduki jabatan tertinggi dalam perusahaan.
f.
Variabel Jumlah Rapat Dewan Komisaris Variabel Jumlah Rapat Dewan Komisaris pada tabel 10 memiliki nilai
(β=0,007 dan sig=0,004). Nilai sig (0,004) < (0,05), ini berarti variabel jumlah rapat dewan komisaris signifikan berpengaruh positif terhadap variabel kinerja keuangan perusahaan (ROE) pada level 5% dan H1 diterima. Hipotesis terdapat pengaruh positif jumlah rapat Dewan Komisaris terhadap kinerja perusahaan, diterima. Menurut
Muntoro
(2007)
Board
Process
merupakan
suatu
proses
pengambilan keputusan bersama. Keputusan bersama dilaksanakan melalui rapat dan kunci utama pekerjaan seorang komisaris adalah pada saat rapat-rapat dilaksanakan. Vafeas (2003), dan Brick et al. (2007) menyatakan bahwa semakin banyak frekuensi rapat yang diselenggarakan dewan komisaris maka semakin meningkatkan kinerja perusahaan. Kesimpulan juga sesuai dengan Conger et al. (1998) yang mengemukakan bahwa rapat dewan yang lebih sering akan meningkatkan efektivitas dewan, frekuensi rapat yang tinggi akan menghasilkan monitoring yang baik dari dewan, maka anggota secara tidak langsung akan meminta rapat dewan untuk
diadakan lebih sering untuk menambah kemampuan mereka dalam memonitor manajemen. Rerata Jumlah Rapat Dewan Komisaris perusahaan pertambangan Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan Jumlah Rapat Dewan Komisaris perusahaan pertambangan China. Penelitian ini juga menemukan bahwa rerata jumlah anggota Dewan Komisaris di Indonesia lebih sedikit dibandingkan China, dengan jumlah anggota dewan yang lebih sedikit dapat memudahkan koordinasi penyelenggaraan rapat dewan. Kemudahan koordinasi antar anggota Dewan Komisaris memudahkan untuk lebih sering menyelenggarakan Rapat Dewan Komisaris. Frekuensi rapat yang tinggi akan menghasilkan monitoring yang baik dari dewan yang berdampak pada peningkatan efektifitas pengawasan yang dilakukan, sehingga kinerja keuangan perusahaan semakin meningkat dengan adanya Jumlah Rapat Dewan Komisaris yang lebih tinggi.
g. Variabel Ukuran Perusahaan Variabel Ukuran Perusahaan pada tabel 10 memiliki nilai (β= -0,020 dan sig=0,001) Nilai sig (0,001) > (0,05), ini berarti variabel ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap variabel kinerja keuangan perusahaan (ROE) pada level 5% dan H0 diterima. Hipotesis terdapat pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan, ditolak.
Kinerja keuangan perusahaan pertambangan diproksikan dengan Return On Equity (ROE). Pemegang saham berinvestasi untuk mendapatkan keuntungan atas dana yang diinvestasikan dan rasio ROE mengindikasikan seberapa baik perusahaan dapat memberikan keuntungan bagi para pemegang saham secara akuntansi. Ukuran Perusahaan diukur dari total asset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula biaya operasional dan biaya modal yang harus dikeluarkana oleh sebuah perusahaan. Perusahaan besar menanggung biaya operasional dan biaya modal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Supriatna Suhala ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyatakan bahwa pada tahun 2014 harga komoditas pertambangan mengalami penurunan paling rendah sejak tahun 2009. Sumber lain menyatakan bahwa 40 persen tambang di Indonesia telah menghentikan kegiatan produksi (liputan6.com). Penurunan harga komoditas hasil tambang berakibat pada penurunan pendapatan perusahaan tambang. Pendapatan yang turun tidak seimbang dengan penurunan biaya operasional dan biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, sehingga tingkat pengembalian yang diperoleh pemegang saham juga menurun. Tidak
terdapat
perbedaan
Ukuran
Perusahaan
antara
perusahaan
pertambangan Indonesia dan China. Sebagian perusahaan pertambangan Indonesia merupakan perusahaan internasional dengan operasional perusahaan di beberapa negara diluar Indonesia dan menjual sahamnya diluar Indonesia Stock Exchange
(IDX). Perusahaan pertambangan China dalam penelitian ini sebagian besar sudah terdaftar di pasar saham internasional dalam upaya mendapatkan permodalan.
h. Variabel Kinerja Keuangan Perusahaan Tabel 12 menunjukkan nilai Asymp Sig. 2 tailed 0,008 < dari 0,05 (p value), H0 ditolak dan menerima H1. Hipotesis kinerja keuangan perusahaan pertambangan Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berbeda dengan kinerja keuangan perusahaan pertambangan China yang terdaftar di Hongkong Stock Exchange, diterima. Disimpulkan bahwa secara statistik rerata kinerja keuangan pertambangan Indonesia berbeda dibandingkan dengan rerata kinerja perusahaan pertambangan China. Rerata Kinerja Keuangan perusahaan pertambangan Indonesia lebih tinggi daripada Kinerja Keuangan perusahaan pertambangan China. Indonesia merupakan eksportir terbesar komoditas pertambangan ke china terutama batubara. Penurunan pertumbuhan ekonomi China berakibat pada penurunan permintaan komoditas, sehingga komoditas hasil pertambangan mengalami kelebihan suplai, yang berakibat pada turunnya harga komoditas pertambangan. Selain sebab tersebut, China juga merubah kebijakan sumber energi, secara bertahap, China mengalihkan sumber energi ke bukan batubara, karena penggunaaan batubara menimbulkan polusi udara yang signifikan di China. Penurunan harga komoditas dan kebijakan sumber energi China lebih berdampak kepada perusahaan domestik china
karena tambang harus mengurangi jumlah produksinya, yang berakibat pada penurunan pendapatan perusahaan pertambangan China. Perusahaan pertambangan Indonesia masih dapat menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik daripada China karena ekspor komoditas pertambangan tidak hanya ke China tetapi ke Jepang dan Amerika yang pertumbuhan ekonominya lebih stabil daripada China. Perusahaan Pertambangan Indonesia juga meningkatkan jumlah produksi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga pemegang saham masih mendapatkan tingkat pengembalian saham yang lebih baik daripada perusahaan pertambangan di China.