BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti memberikan analisis terhadap hal-hal yang telah di temukan pada bab sebelumnya serta menghubungkan dengan hasil pada wawancara dan observasi yang dilakukan pada responden. Data yang diperoleh tersebut dikumpulkan, disusun, kemudian dianalisis, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode Deskriptif yaitu suatu metode dengan cara mempelajari masalahmasalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi-situasi tertentu dengan tujuan penelitian yaitu mengambarkan fenomena secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. (Rakhmat, 2002 : 22 ) Dalam melakukan analisis ini telah dilakukan wawancara dan observasi kepada para responden yaitu guru di SLB B Negeri Cicendo Bandung dan Siswa di SLB B Negeri Cicendo Bandung. Hal-hal yang ditanyakan pada wawancara adalah data responden guru yang meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, umur, jabatan, lamanya mengajar. Sedangkan data responden untuk siswa meliputi nama, jenis kelamin, umur, kelas. Bab ini merupakan hasil penelitian mengenai Bahasa Tubuh Siswa Tunarungu di Sekolah Luar Biasa B Cicendo Bandung dalam Proses Interaksi Dengan Gurunya. Agar sistematis dan terarah pembahasan dikelompokan menjadi tiga sub bab yaitu :
1. Analisis Deskriptif Data Responden Responden Siswa Responden Guru 2. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian 3. Pembahasan Hasil Penelitian 4.1. Analisis Deskriptif Data Responden Pada sub bab ini peneliti akan menganalisis data informan untuk memperjelas penelitian yang dilakukan, informan yang diambil adalah siswa dan guru di SLB B Negeri Cicendo Bandung.. Adapun masalah yang diteliti adalah Bahasa tubuh siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses dengan gurunya. dan yang menjadi informan pada penelitian yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa B Negeri Cicendo Bandung ini adalah 1. Endah Mulyani. S.Pd Guru di SLB B Negeri Cicendo Bandung yang berusia 51 tahun, pendidikan terakhirnya adalah S1 lulusan UNINUS Bandung, sejak lulus dari UNINUS beliau mengambdikan dirinya mengajar di sekolah luar biasa B Negeri Cicendo Bandung yang diperuntukan untuk kaum tunarungu, beliau mengajar sejak tahun 1981 hingga saat ini, untuk itu
beliau dikatagorikan guru senior yang cukup mengenal dan mengetahui banyak tentang siswanya. Beliau diamanahi untuk mengajar di kelas besar SLB B Negeri Cicendo yaitu SMP dan SMU. 2.
Sri Wulan. S.Pd Guru di SLB B Negeri Cicendo Bandung berusia 49 tahun, pendidikan terakhirnya S1 yang sudah memiliki pengalaman mengajar selama 23 tahun di sekolah luar biasa di daerah Soreang dan pindah mengajar di SLB B Negeri Cicendo Bandung selama 8 tahun, dari pengalaman-pengalaman nya yang dinilai sudah sangat berpengalaman dan sangat mengenal karakteristik serta tingkah polah siswa tunarungu maka beliau diamanahi untuk mengajar di kelas kecil yaitu SD.
3.
Haris Bagus Utamo Siswa yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi ini berusia 18 tahun, Haris merupakan siswa yang berprestasi dan memilki kemampuan berkomunikasi dengan orang normal yang vukup baik dibandingkan dengan siswa lainnya. Haris ini menduduki kelas 2 SMA di SLB B Negeri Cicendo Bandung . SMA di SLB B Negeri Cicendo Bandung ini ditekankan pada pematangan
keterampilan
berkomunikasi,
keterampilan
menerapkan
kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai pemenuhan kebutuhan hidup,
dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa dapat melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. 4. Agus Supriyatna Berusia 13 tahun siswa kelas 1 SMP yang dipilih sebagai informan untuk mewakili siswa-siswi tigkat SMP, SMP di SLB B Negeri Cicendo Bandung ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional. 1.2. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian Berdasarkan atas hasil wawancara dan Observasi yang di lakukan pada empat informan pada penelitian ini yang di lakukan pada tanggal 21 Juni 2010- 22 Juni 2010 ini di dapatkan bahwa Penyandang cacat tunarungu memang
kurang
dapat
menggunakan
saluran
bahasa
lisan
ketika
berkomunikasi. Hal ini dikarenakan mereka memiliki kekurangan pada organorgan yang menunjang kemampuan ini. Oleh karena itulah mereka lebih banyak menggunakan bahasa tubuh sebagai saluran mereka dalam berkomunikasi untuk menciptakan proses interaksi, namun kebiasaan masyarakat untuk menggunakan bahasa lisan sebagaisaluran komunikasi yang utama menjadikan orang yang menggunakan saluran komunikasi lainnya disebut aneh bahkan abnormal.
Keadaan ini lebih diperburuk dengan kurang sempurnanya bahasa lisan kaum tunarungu. Seperti yang telah diketahui bersama, kaum tunarungu pun mengembangkan kemampuan bahasa lisan, melalui membaca ujaran dan berbicara. Kemampuan inilah yang disebut metode oral, dalam pendidikan anak tunarungu. Keterbatasan pada organ berbicara dan pendengaran membuat bahasa lisan tunarungu tidak sesempurna manusia pada umumnya. hal ini sering kali membuat orang awam sering risih atau frustasi jika berinteraksi dengan kaum tunarungu. Pada sub bab ini dijelaskan tentang data penelitian mengenai Bahasa Tubuh Siswa Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa B Negeri Cicendo Bandung Dalam Proses Interaksi Antara Siswa Dan Gurunya, yang meliputi : 1. Bagaimana isyarat tangan siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya ? 2. Bagaimana gerakan kepala siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya ? 3. Bagaimana ekspresi wajah dan tatapan mata siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya ? 4. Bagaimana bahasa tubuh siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya ?
4.2.1.
Isyarat tangan siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya. Dari hasil wawancara peneliti dengan 4 (empat) informan didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Isyarat tangan siswa tunarungu Di SLB B adalah sebagai berikut : 4.2.1.1. Macam-macam bahasa isyarat tangan yang berlaku di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi. Pada dasarnya kita tahu bahwa isyarat tangan yang berlaku di masyarakat sangatlah banyak, isyarat tersebut sangat membantu dalam proses komunikasi untuk berinteraksi, tidak hanya bagi kaum tunarungu, untuk orang-orang normalpun isyarat tangan sangatlah dibutuhkan sebagai bagian dari komunikasi non verbal yang mendukung komunikasi verbal agar terlaksananya suatu interaksi antara individu dengan individu. Menurut Mark L Knapp istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis pada saat yang sama, kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal . ( Mulyana, 2009 : 348 )
Tetapi berbeda halnya dengan isyarat tangan yang berlaku di SLB B Negeri Cicendo Bandung, memang muridnya mengungkapkan banyak sekali isyarat tangan bagi mereka tetapi lain halnya dengan pendapat guru-gurunya yaitu Endah Mulyani. S.pd dan Sri Wulan. S.Pd yang peneliti wawancarai
mengungkapkan bahwa isyarat tangan yang berlaku di SLB B Negeri Cisendo Bandung ada dua macam yang mereka kenal dengan isyarat tangan lokal atau bahasa ibu ( kutipan wawancara) Bahasa ibu adalah bahasa yang diturunkan secara turun temurun dalam satu keluarga, atau bahasa yang dijadikan acuan dalam aktivitas seseorang ( Kuswarno, 2008 : 158 ) dan isyarat tangan yang berpatokan pada SIBI ( Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ) yang di bakukan oleh pemerintah, dengan dua isyarat tangan tersebutlah mereka berkomunikasi sehingga terciptalah suatu interaksi antara siswa dan gurunya. seperti yang di ungkapkan bahwa interaksi adalah Hubungan
hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-
orang perorangan dengan kelompok manusia. ( Sukanto, 1990 : 61 )
4.2.1.2. Cara memahami gerakan tangan yang dilakukan dalam proses interaksi. Cara untuk dapat memahami gerakan tangan yang mereka lalukan saat berinteraksi adalah dengan cara berhadapan, mengamati apa yang di sampaikan oleh lawan bicara, ibu Sri Wulan. S.Pd menambahkan
cara memahaminya dengan
mengamati gerakan tangan mereka dari awal sampai akhir gerakan tersebut dan posisi peletakan dari tangan yang digunakan dalam berisyarat tersebut
1.2.1.3. Makna macam-macam gerakan tangan yang dilakukan oleh Siswa Tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung Dalam proses interaksi dengan gurunya. Makna yang terbentuk dalam penggunaan bahasa isyarat ini tergantung pada siap yang berbicara dan apa yang di bicarakan melalui cara tatap muka yang termasuk kedalam komunikasi antarpribadi, yaitu suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Maksud dari proses ini, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Maksud dari pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi. Jika pertanyaan ini diajukan pada siswa tunarungu sepert Haris dan Agus mereka sepertinya kurang mengerti apa yang di maksud dengan makna terutama agus yang menjawab tidak tau, menurut haris tergantung apa yang di ungkapkan oleh guru, tetapi bila pertanyaan ini diajukan kepada guru yang mengajar di SLB B Negeri Cicendo Bandung pendapat para guru tersebut awalnya memberikan materi sesuai dengan pedoman yang telah dibakukan, jadi lebih berpatokan pada kamus isyarat tangan, Karena jika berinteraksi dengan berpatokan pada kamus isyarat tangan maka makna yang terbentuk akan sama, dan juga yang diharapkan
siswa-siswa dapat berinteraksi dengan masyarakat umum yang normal dengan berpatokan pada kamus tersebut sehingga apa yang di sampaikan dapat dengan mudah di mengerti. Peneliti mendapatkan referensi tambahan dari kamus bahasa isyarat bahwa komponen-komponen penentu makna adalah a. Penampil, yaitu tangan atau bagian tangan yang digunakan untuk membentuk isyarat, antara lain : 1) Tangan kanan, tangan kiri, atau kedua tangan 2) Telapak tangan dengan jari membuka, menggenggam, atau sebagian jari mencuat. 3) Posisi jari tangan membentuk huruf A, B, C atau huruf lain. 4) Jari-jari tangan merapat atau renggang dan 5) Posisi jari tangan membentuk angka 1, 2, 3 atau angka lain b. Posisi, yaitu kedudukan tangan atau kedua tangn terhadap pengisyarat pada waktu berisyarat, antara lain : 1) Tangan kanan atau tangan kiri tegak, condong, mendatar, mengarah ke kanan, ke kiri, ke depan atau menyerong 2) Telapak tangan kanan atau kiri telentang, telengkup menghadap ke kanan, ke kiri,ke depan, ke pengisyarat dan 3) Kedua tangan berdampingan, berjajar, bersilang, atau bersusun c. Tempat, yaitu bagian badan yang menjadi tempat awal isyarat dibentuk atau arah akhir isyarat, antara lain : 1)
Kepala dengan semua bagiannya, seperti pelipis, dahi, dagu
2)
Leher
3) Dada kanan, kiri, tengah dan 4) Tangan, penampil dapat menyentuh, menempel, memukul, mengusap, ataupun mengelilingi tempat. d. Arah, yaitu gerak penampil ketika isyarat dibuat, antara lain : 1)
Menjauhi atau mendekati pengisyarat
2)
Kesamping kanan, kiri atau bolak-balikdan
3)
Lurus melengkung
e. Frekuensi, yaitu jumlah gerak yang dilakukan pada waktu isyarat dibentuk ada isyarat yang frekuensinya hanya sekali, ada yang dua kali atau lebih atau ada juga gerakan kecil yang di ulnag-ulang
4.2.1.4. Membedakan abjad
jari dan angka
mengunakan jari
yang
dilakukan oleh siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya. Guru dan siswa di SLB B Negeri Cicendo Bandung dengan mudah mempraktekkan abjad jari dan angka menggunakan jari yang sesuai dengan kamus isyarat tangan yang mereka sering gunakan dalam kegiatan sehari-hari saat mereka sedang berinteraksi. Isyarat jari itu seperti yang tergambarkan pada Gambar 4.1 dan pada Gambar 4.2
Gambar 4.1 Abjad Jari
(Kamus Isyarat Bahasa Indonesia, 1995 : xxix)
Gambar 4.2 Angka Menggunakan Jari
(Kamus Bahasa Isyarat Indonesia )
Dalam pembicaraan yang menggabungkan antara abjad dan angka biasanya dengan sendirinya akan mengerti bahwa yang dibicara bukanlah abjad tetapi angka.
4.2.1.5. Penguasaan gerakan tangan yang dilakukan oleh siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya. Sepertinya semua orang mengira bahwa isyarat tangan ini sudah pasti di kuasai oleh kaum tunarungu dan guru yang mengajar di SLB B Negeri Cicendo Bandung, karena isyarat tangan identik dengan mereka kaum tunarungu yang keterbatasan dalam berkomunikasi dan hanya dengan isyaratlah mereka dapat berinteraksi dengan lawan bicaranya baik yang sesama tunarungu maupun dengan yang normal. Tetapi hasil dari penelitian peneliti mendapatkan hasil ternyata tidak semua anak tunarungu dapat dengan udah mempraktekan isyarat tangan mereka sebagai media untuk berinteraksi, sama halnya dengan guru di SLB B Negeri Cicendo Bandung yang menggungkapkan tidak semua isyarat yang diberikan murid dapat dengan mudah dimengerti gurunya semua guru biasanya selalu melihat terlebih dahulu pada kamus SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) sebelum berkomunikasi dengan siswanya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam proses interaksi diluar belajar mengajar. Dengan tujuan makna yang terbentuk akan sama antara siswa dan gurunya untuk itu terlihat lebih formal dalam
berbicara karena berbicara yang teratur dan penggabungan antara isyarat lokal dan isyarat yang dibakukan. Menurut ibu Endah Mulyani yang telah memiliki pengalaman mengajar lebih dari 29 tahun di SLB B Negeri Cicendo ini menggungkapkan ratarata siswa menguasai kira-kira 50% untuk angkatan tahun 1996 ke atas karena sesudah tahun 1996 kamus bahasa isyarat yang membantu proses interaksi ada dan digunakan di SLB B sehingga memudahkan dalam proses interaksi terutama antara guru dan siswanya, untuk angkatan dibawah 1996 kurang menguasai karena belum adanya kamus isyarat bahasa Indonesia yang telah dibakukan, sehingga mereka interaksinya lebih banyak menggunakan isyarat lokal yang biasanya mengandalakan dua tangan bergerak bersamaan. (kutipan wawancara) Dalam penggunaan isyarat tangan ini siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung
lebih senang menggunakan tangan sebelah kanan dalam
penggunaan isyarat tangan ini, begitu pula gurunya bahwa tangan sebelah kanan lebih banyak digunakan karena semua gerakan banyak menggunakan arah kekanan, jika anak itu kidal atau terbiasa menggunakan tangan kiri berarti harus diluruskan
terlebih
dahulu
sampai
mereka
bisa
menggunakan
isyarat
menggunakan tangan kanan seperti yang lain agar makna yang terbentuk antar pembicara dapat sama. tangan kiri hanya sebagai pendukung untuk isyarat misalnya, isyarat yang berawalan ber-,ke-, di-, ter-, mem-.
4.2.1.6. Kendala atau kesulitan yang dihadapi untuk memahami gerakan tangan dalam proses interaksi siswa dengan gurunya dan cara mengatasi kendala tersebut. Setiap insan manusia yang normal yang berkomunikasi biasanya selalu menghadapi kesulitan atau kendala dalam berkomunikasi dengan
lawan bicaranya, kendalanya macam-macam ada yang susah memahami apa yang disampaikan ataupun karena situasi. Sama halnya dengan penggunaan isyarat tangan yang di lakukan siswa tunarungu dengan gurunya pada tiap kali sedang berkomunikasi atau mengadakan interaksi. Siswa tunarungu mengungkapkan isyarat tangan itu susah, tidak dimengerti sehingga mereka kesulitan dalam memahami isyarat tangan tersebut. kendalanya sangat umum karena kurangnya penguasaan isyarat tersebut, tetapi ibu Sri mengungkapkan bahwa tidak ada kendala yang berarti karena di SLB B Negeri Cicendo ini lebih di utamakan sistem oral atau lisan dalam penggungkapan kata-kata sedangkan isyarat hanya penunjang saja, hanya sebagai penjelas jika ada kata-kata yang tidak dimengerti, cara mengatasi kendala ini biasanya kembali ke acuan awal yaitu kembali menggunakan kamus Bahasa isyarat. ( kutipan wawancara ) dapat dilihat pada gambar 4.1 dimana siswa tunarungu dan gurunya sedang melakukan interaksi menggunakan bahasa tubuh dengan isyarat tangan Gambar 4.3 Interaksi siswa dan gurnya menggunakan isyarat tangan
Sumber : Dokumentasi peneliti, 2010
4.2.2. Gerakan kepala Siswa siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya Dari hasil wawancara peneliti dengan informan yang berjumlah 4 (empat) orang, maka didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Gerakan kepala Siswa siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi antara siswa dan gurunya , adalah sebagai berikut : 4.2.2.1.
Makna
simbol anggukan kepala yang digunakan Siswa
Tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya Gerakan kepala boleh jadi menyampaikan satu pesan tetapi maknanya dapat berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya. SLB B Negeri Cicendo Bandung berada di satu wilayah Indonesia yang kebudayaannya mengikuti budaya Indonesia pada umumnya, untuk itu gerakan kepala terutama simbol anggukan kepala yang digunakan oleh siswa tunarungu maupun guru di SLB B ini, memaknai jika anggukan kepala tu berarti iya, bisa, boleh, mau, walaupun siswa tunarungu memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi tetapi makna ini terbentuk begitu saja mengikuti isyarat lokal yang berlaku di masyarakat pada umumnya yang mana maknanya sisaptkan pada saatprose interaksi itu berlangsung. Hal ini sesuai dengan teori interaksi simbolik yang dimodifikasi oleh blummer yang termasuk dalam
premis ke tiga yaitu makna-makna yang disempurnakan disaat proses interaksi berlangsung (kuswarno,2008 : 22 ).
4.2.2.2. Makna simbol gelengan kepala yang digunakan Siswa Tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses dengan gurunya. Gelengan kepala siswa tunarungu dan gurunya sama halnya dengan anggukan kepala yang memiliki makna mengikuti budaya Indonesia yang berarti tidak, jangan, tidak mau, tidak boleh, yang unik dan membedakan dengan rang-orang normal pada umumnya gelengan kepala ini biasanya di ikuti dengan isyarat tangan yang berarti tidak atau jangan dan di ikuti pula oleh gerakan bibir yang mengungkapkan jangan, tidak boleh dengan frekuansi pengucapan yang sangat lamban.Karena siswa tunarungu membaca gerakan pada bibir apa yang di ungkapkan oleh lawan bicaranya.
4.2.2.3. Intensitas penggunaan gerakan kepala yang dilakukan oleh siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya. Tidak banyak hal yang berbeda antara siswa tunarungu dan gurunya juga tidak banyak hal yang berbeda antara siswa tunarungu dengan temannya terutama dalam pengunaan gerakan kepala pada saat mereka sedang berinteraksi, intensitas penggunaan gerakan kepala di sesuaikan atau tergantung dengan apa yang jadi bahan pembicaraan.
Tetapi peggunaan gerakan kepala ini sangatlah jarang digunakan pada saat interaksi berlangsung.
4.2.3. Ekspresi wajah dan tatapan mata siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya. Ekspresi wajah dan tatapan mata dapat dikatagorikan dalam komunikasi ekspresif, komunikasi yang tidak otomatis bertujuan untuk mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan jika komunikasi tersebut dapat digunakan sejauh komunikasi tersebut menjadi insterumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan tersebut dikomunikasi terutama melalui pesan
nonverbal, perasaan sayang,
peduli, rindu, simpati, prihatin, sedih. Menurut Mark L Knapp istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis pada saat yang sama, kita harus menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal . ( Mulyana, 2009 : 348 )
Banyak orang menganggap perilaku nonverbal yang paling banyak berbicara adalah ekspresi wajah , khususnya pada pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata.
4.2.3.1. Cara guru memahami ekspresi emosi atau perasaan siswa tunarungu pada saat proses interaksi. Guru dan siswanya berbeda dalam menanggapi apa yang di sampaikannya melalui ekspresi wajah dan pandangan mata, analisa ini hanya diajukan pada guru dikerenakan ingin mengetahui bagaimana memahami ekspresi emosi dari siswa yang memilki keterbatasan ini, untuk hal memahami ekspresi wajah orang-orang yang normal sangatlah mudah karena bila kita tidak dapat memahaminya bisa saja dia berbicara jika dia sedang kesal, marah, sedih ataupun hal lain yang berhubungan dengan suasana hatinya. Guru di SLB B Negeri Cicendo Bandung ini memiliki cara tersendiri dalam memahami ekspresi emosi dari siswa tunarungunya. Menurut ibu Endah Mulyani mengungkapkan ketika siswa menunjukan ketidak sukaannya atau tidak senang, sama seperti halnya orang-orang pada umumnya yang sedang tidak suka atau tidak senang, tetapi yang membedakan karena keterbatasannya dalam berbicara sehingga siswa tidak bisa mengungkapkan secara lisan jika mereka sedang marah, jika siswa tidak bisa mengungapkan kekesalannya biasanya siswa berontak, menendang atau bereaksi sampai lawan bicaranya mengetahui jika dia sedang marah. Tetapi cara guru mengungkapkan perasaan emosi dengan menunjukan wajah marah dan didukung dengan isyarat-isyarat yang menunjukan kekesalan . ( Kutipan wawancara )
4.2.3.2. Berinteraksi selalu menggunakan ekspresi wajah dan tatapan mata Seperti yang di ungkapkan bahwa perilaku nonverbal yang paling banyak
berbicara
adalah ekspresi wajah , khususnya pada tatapan
mata, meskipun mulut tidak berkata-kata. Ini sangat berlaku untuk siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung, Haris dan agus sebagai
narasumber yang memilki ketrbatasan dalam berbicara atu tunarungu setuju sekali jika seiap berinteraksi harus menggunakn ekspresi wajah menurut mereka agar setiap apa yang dibicarakan mudah dimengerti, ekspresi wajah dan tatapan mata akan sangat membantu dalam berinteraksi karena dapat mewakili apa yang ingin di ungkapkan atau disampaikan. Ibu Sri menambahkan
jika tatapan mata dari siswa tunarungu lebih tajam, lebih
bringas dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya, gerakan kaki dan tangan mereka lebih cepat
dan sangat lincah, mereka lebih aktif (kutipan
wawancara)
4.2.3.3. Kendala untuk memahami ekspresi wajah dan tatapan mata pada saat interaksi Ekspresi wajah dan tatapan mata tercipta dengan sendirinya, datangnya alamiah dan itu sudah menjadi kodrat setiap insan manusia yang menggungkapkan perasaan dalam hatinya keadaan baik, susah, senang, bahagia, duka dan sebagainya, Dalam hal melakukan komunikasi yang efektif tidaklah mudah. Beberapa ahli menyatakan bahwa tidak ada proses komunikasi yang sebenar-benarnya efektif, karena selalu terdapat hambatan. Sama seperti halnya siswa tunarungu yang hanya insan biasa dengan keterbatasan komunikasinya yang mengungkapkan perasaannya melalui ekspresi pada wajahnya dan tatapan pada matanya.
Bagi siswa tunarungu tidak sulit untuk memahami dan mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi wajah dan tatapan mata. gurunya pun berpendapat untuk ekspresi wajah dan tatapan mata tidak ada kendala yang berarti, apalagi untuk memahami ekspresi wajah siswa karena siswa tunarungu sangat berekspresif dalam berinteraksi sehingga memudahkan untuk mengerti apa yang ingin disampaikan. Tetapi hal yang biasanya menjadi kendala atau hambatan bila saat berbicara menoleh saja sedikit, maka secara otomatis harus mengulang kembali perkataan, Gambar 4.4 Ekspresi Wajah Siswa Tunarungu
sumber : Dokumentasi peneliti, 2010
4.2.4. Bahasa tubuh siswa tunarungu Di SLB B Negeri Cicendo Bandung dalam proses interaksi dengan gurunya. 4.2.4.1 Cara menyamakan makna bahasa tubuh yang dilakukan siswa dan gurunya pada saat proses interaksi Cara menyamakan makna bahasa tubuh tentunya tidak mudah jangankan untuk kaum tunarungu untuk orang-orang normalpun tidak mudah,
komunikasi ini termasuk dalam komunikasi
antarpribadi, yaitu suatu proses pertukaran makna antara orangorang yang saling berkomunikasi. Maksud dari proses ini, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus.
Maksud
menyampaikan
dan
dari
menerima
pertukaran, pesan
secara
yaitu
tindakan
timbal
balik.
Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi. Cara menyamakan makna bahasa tubuh siswa dengan guru nya dengan cara selalu berhadapan, melihat dan
memperhatikan.
Ditambah dengan melakukan interaksi bahasa tubuh yang diiringi dengan oral atau lisan agar sama-sama cepat mengerti, dengan mengajarkan bahasa tubuh yang benar kepada siswanya. Jika dibandingkan
dengan
bentuk-bentuk
komunikasi
komunikasi antarpribadi dinilai paling baik dalam kegiatan
lainnya,
mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasan yang melatarbelakanginya, yaitu komunikasi antarpribadi dilakukan secara tatap muka di mana antara komunikator dan komunikan saling terjadi kontak pribadi, pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan, sehingga akan ada umpan balik yang seketika (bisa dalam bentuk perkataan, ekspresi wajah, ataupun gesture). Komunikasi inilah yang dianggap sebagai suatu teknik psikologis manusiawi. Jika ada kesalahan dalam berinteraksi untuk penggunaan bahasa tubuh mereka, dengan membenarkan sesuai dengan bahasa tubuh yang benar, untuk isyarat harus sesuai dengan kamus bahasa isyarat yang di bakukan agar makna yang terbentuk dapat sama. 4.2.4.2. Posisi siswa dan gurunya saat melakukan interaksi menggunakan bahasa tubuh Setiap manusia dalam berbicara memiliki teknik tersendiri agar lawan bicara yang diajak bicara memahami apa yang disampaikan. Sama halnya dengan teknik berbicara siswa Tunarungu dan gurunya saat mereka sedang berinteraksi karena keterbatasan yang dimilki siswa Tunarungu dalam berkomunikasi tentunya dalam berinteraksi dengan mereka harus lebih pandai dalam mengungkapkan apa yang ingin disampaikan, posisi yang bisanya mereka lakukan dalam berinteraksi adalah dengan cara 1) berhadap-hadapan 2) jangan berbicara terlalu cepat karena mereka mengamati apa yang dibicarakan.
3)
Saling melihat atau kontak mata (memperhatikan)
4)
Pengulangan kata dan pengulangan gerakan bahasa tubuh pada setiap berinteraksi.
4.2.4.3. Kedekatan siswa dan gurunya mempengaruhi pengunaan bahasa tubuh saat proses interaksi. Biasanya seseorang yang memiliki kedekatan khusus dengan lawan bicaranya cenderung lebih mudah dalam berinteraksi di karenakan kedekatan tersebut yang seakan-akan tidak adanya jarak antara seseorang dengan lawan bicaranya sehingga apapun dengan mudah dapat diungkapkan tanpa adanya batasan. Tahap ini sesuai dengan proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial dari Gilin dan Gilin yaitu bagian dari proses Asosiatif yaitu Asimilasi yang merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaanperbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompokkelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tidak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimiliasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, maka dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing.
Sama halnya dengan siswa tunarungu dan gurunya. kedekatan antara siswa dan gurunya sangat mempengaruhi proses interaksi, dan membuat siswa mengganggap tidak ada perbedaan diantara mereka. Proses ini akan memudahkan siswa maupun gurunya dalam berinteraksi, mengungapkan apa yang ingin mereka ungkapkan, berinteraksi dengan siswa Tunarungu harus memunculka rasa suka, rasa sayang yang berlebih, hilangkan rasa curiga sehingga mereka mau diajak berinteraksi dan interaksi akan semakin mudah dilakukan.
4.2.4.4. Perbedaan bahasa tubuh siswa tunarungu saat berinteraksi dengan gurunya dan pada saat berinteraksi dengan temannya. Lain orang pastinya lain cara bicaranya, ketika tubuh berbicara saat berinteraksi penyampaian itu akan berbeda antara orang lebih tua, lebih dihormati dengan orang yang sebaya atau teman sepermainan. Tidak hanya orang orang normal yang memiliki hak menciptakan bahasa sendiri (bahasa gaul ) kaum tunarungu di SLB B Negeri Cicendo pun mereka memiliki bahasa tubuh tersendiri ketika mereka sedang berbicara dengan gurunya dan ketika mereka sedang berbicara dengan teman sebayanya. Istilah yang biasa gurunya sebut dengan istilah bahasa gaul (bahasa tubuh yang mereka buat sendiri ) saat sedang berinteraksi dengan gurunya biasanya mereka lebih senang dianggap teman sebaya.
4.2.4.5.
Situasi yang di nilai tepat saat interaksi dengan siswa menggunakan bahasa tubuh Situasi yang dinilai tepat jika sedang berinteraksi dengan siswa tunarungu dan gurunya, suasana hati mereka sedang bergembira, sedang senang, karena jika siswa sedang sedih biasanya tidak mau berbicara, sama halnya dengan ungkapan gurunya yang megatakan situasi yang paling tepat adalah saat siswa dan gurunya sedang dalam situasi yang tenang, senang,
ibu Sri mengungkapkan
guru harus mengetahui
sedang marahkan dia? Sedang mau atau tidak di ajak berbicara. Situasi paling mudah saat berinteraksi adalah saat proses belajar mengajar .
4.2.4.6. Media lain yang membantu pada saat proses interaksi berlangsung Pada saat proses interaksi antara siswa tunarungu dan gurunya dalam penggunaan bahasa tubuh tentunya tidak semudah berinteraksi dengan orang normal pada umumnya. ada media yang membantu pada penggunaan bahasa tubuh dalam berinteraksi ini. Media adalah saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan. Media dapat dijadikan sebagai alat bantu agar bahasa tubuh bisa dengan mudah dipahami. Apapun benda atau alat dapat di jadikan media dalam berinteraksi, contohnya jika dalam proses belajar
media yang
digunakan adalah alat peraga untuk mata pelajar IPA. siswa Tunarungu ternyata tidak memahami atau tidak mengerti sesuatu yang abstrak
seperti gula itu rasanya manis, mereka tidak mengetahui bagaimana rasanya manis itu, untuk itu diperlukan gula sebagi media untuk memperkenalkan rasa manis kepada mereka sehingga mereka tahu rasa manis itu seperti apa.
1.3. Pembahasan Hasil Analisis Sekolah Luar Biasa B Negeri Cicendo Bandung, merupakan salah satu sekolah kaum tunarungu yang mengutamakan metode oral dalam sistem pengajarannya, hal ini terlihat jelas dalam metode belajar mengajar di dalam kelas maupun saat proses interaksi diluar kelas. Istilah tunarungu berasal dari dua kata, yaitu kata Tuna dan kata Rungu. Tuna berarti kekurangan atau ketidakmampuan, sedangkan Rungu berarti mendengar. Untuk itu tunarungu berarti ketidak mampuan dalam mendengar, Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Untuk itu bahasa tubuh sangatlah menunjang dan membantu pada tiap komunikasi untuk menciptakan proses interaksi dari siswa tunarungu dan orang lain khususnya gurunya. Pada penelitian ini melibatkan dua orang yang menjadi subjek pada penelitian ini yaitu antara siswa Tunarungu dan gurunya. Yang mana jika dikaitkan dalam komunikasi termasuk kedalam komunikasi antarpribadi. komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika . (Effendy, 1993 : 59).
Dapat dibahas bahwa penggunaan bahasa tubuh merupakan bagian dari komunikasi non verbal. Bahasa Tubuh adalah salah satu aspek komunikasi nonverbal di samping aspek-aspek komunikasi nonverbal lainnya yang berkenaan dengan benda, seni, ruang dan waktu ( Mulyana, 2008 : 158). Dalam bahasa tubh ini terdapat pesan non verbal yang dihasilkan dari komunikasi secara nonverbal. Menurut Prof. Dr. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D dalam bukunya yang berjudul
Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar
mengemukakan bahwa yang
termasuk kedalam bagian dari bahasa tubuh adalah sebagai berikut : a. Isyarat Tangan b. Gerakan Kepala c. Postur Tubuh dan Posisi Kaki d. Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata ( Mulyana, 2009 : 353-372 ) Seperti yang kita tahu bahasa tubuh itu merupakan isyarat simbol, simbol adalah sesuatu yang digunakan atau dianggap mewakili sesuatu yang lain. (Kuswarno, 2008 : 167 ). suatu symbol disebut signifikan atau memiliki makna bila simbol itu membangkitkan pada individu yang menyampaikannya, respons yang sama seperti yang juga akan muncul pada individu yang dituju. ( Mulyana, 2003 : 78) Sedangkan
Interaksi itu sendiri adalah Hubungan
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang
hubungan yang perorangan dengan
kelompok manusia. ( Sukanto, 1990 : 61 ) Dari hasil analisis dapat diketahui tujuan dari penelitian ini yang mana bertujuan untuk mengetahui
bahasa tubuh siswa tunarungu diSLB B Negeri
Cicendo Bandung dalam proses interaksi antara siswa dan gurunya, yaitu sebagai berikut: Isyarat tangan atau yang lebih dikenal di SLB B Negeri Cicendo Bandung dengan sebutan bahasa isyarat ini meliputi isyarat lokal atau isyarat ibu dan isyarat baku yaitu isyarat yang mengacu pada kamus bahasa isyarat yang telah dibakukan oleh pemerintah yang di khususkan untuk kaum tunarungu, penggunaan kamus tersebut dinilai dapat membantu dalam penyamaan makna kata mereka.makna isyarat tangan ditentukan oleh penampil, posisi, tempat, arah dan frekuensi. Cara untuk dapat memahami gerakan tangan yang mereka di lakukan saat berinteraksi adalah dengan cara berhadapan, mengamati apa yang di sampaikan oleh lawan bicara. Untuk abjad jari dan angka menggunakan jari sudah dibakukan sehingga dapat menyamakan makna melalui kamus bahasa isyarat tersebut, untuk itu penggunaan isyarat tangan mereka gabungan antara isyarat ibu dan isyarat tangan yang dibakukan. penguasaan isyarat tangan pun tidak semua siswa dan gurunya menguasai dengan baik ini yang menjadi hambatan yang di temui jika berinteraksi menggunakan isyarat tangan. Tetapi melalui isyarat tangan inilah siswa dan gurunya dapat dengan mudah berinteraksi untuk menghasilkan makna sehingga apa yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami. Gerakan kepala, gerakan kepala yang meliputi anggukan dan gelengan kepala yang digunakan dalam interaksi ini untuk makna disesuaikan dengan budaya Indonesia yang memaknai anggukan kepala untuk makna iya, boleh, dan untuk anggukan kepala untuk makna tidak, jangan, sedangkan intensitas penggunaan gerakan kepala ini dalam setiap interaksi dinilai jarang.
Ekspresi wajah dan tatapan mata, untuk ekspresi wajah dan tatapan mata ini lebih anggap paling penting karena lewat ekspresi wajah dan tatapan matalah siswa dan guru dapat berinteraksi walaupun tidak menggunakan katakata.ekspresi wajah dan tatapan mata banyak mengandung makna yang dapat membantu proses interaksi. Untuk itu tidak ada kendala yang berarti dalam memahami simbol ekspresi wajah dan tatapan mata ini karena siswa tunarungu dinilai lebih ekspresif dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya, gurunya pun dituntut untuk ekpresif dalam penyampaian pean melalui ekspresi wajah dan tatapan mata ini sehingga apa yang ingin di sampaikan dapat dengan mudah dipahami karena banyak makna yang terkandung dalam ekspresi wajah dan tatapan mata itu. Bahasa tubuh siswa tunarungu dalam penggunaannya pada setiap interaksi tidak begitu berbeda dengan orang-orang normal pada umumnya karena merekapun hanya insan biasa yang hanya memiliki keterbatasan pada proses komunikasi, yang berbeda hanyalah pada setiap proses pemberian makna pada setiap bahasa tubuh yang dilakukan terutama pada interaksi siswa dan gurunya. karena makna itu dihasilkan pada saat melakukan interaksi, bahasa tubuh siswa tunarungu yang digunakan siswa tunarungu saat berinteraksi dengan temannya yang keluar dari bahasa baku dan lokal dinamai gurunya dengan bahasa gaul anak tunarungu. Setiap sesuatu apapun dapat digunakan sebagai media untuk memperjelas makna bahasa tubuh saat proses interaksi sebagai penyempurna makna yang ingin disampaikan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Interaksi Simbolik. Gambar 4.3 Penggunaan bahasa tubuh siswa tunarungu dan gurunya dalam interaksi Guru
Siswa tunarungu
interaksi Isyarat tangan
Gerakan kepala
Gerakan kepala Ekspresi wajah dan tatapan mata
Isyarat tangan
interaksi
Ekspresi wajah dan tatapan mata
(Sumber : Modifikasi peneliti terhadap teori interaksi simbolik setelah analisis ) Dari gambar diatas yang dikaitkan dengan hasil analisis, wawancara dan observasi ternyata interaksi siswa tunarungu dan gurunya dalam penggunaan bahasa tubuh yang meliputi tiga unsur bahasa tubuh yang berlaku di SLB B Negeri Cicendo Bandung yaitu isyarat tangan, gerakan kepala, ekspresi wajah dan tatapan mata benar-benar digunakan dalam interaksi dan sesuai dengan pendekatan teori interaksi simbolik yang di maksud oleh Blumer yang mengacu pada tiga premis utama, yaitu 1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka.
Manusia yang dimaksud disini adalah siswa dan gurunya yang dapat berinteraksi berdasarkan makna 2.
makna yang ada pada bahasa tubuh.
Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain. Makna yang terkandung dalam bahasa tubuh tersebut diperoleh dari hasil interaksi, untuk siswa tentunya mendapatkan makna bahasa tubuh seperti isyarat tangan, gerakan kepala, ekspresi wajah dan tatapan mata dari hasil interaksi dengan gurunya sehingga makna itu didapatkan dari gurunya. untuk gurunya sebaliknya, makna bahasa tubuh nya didapatkan dari hasil interaksi dengan siswanya. Sehingga siswa dan gurunya ini dapat berinteraksi karena adanya makna dari hasil pertukaran simbol yang dilakukan melalui bahasa tubuh seperti isyarat tangan, gerakan kepala, ekspresi wajah dan tatapan mata saat berinteraksi. 3. Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung. Setelah mendapatkan makna dari bahasa tubuh yang digunakan oleh siswa tunarungu dan gurunya ini maka bahasa tubuhnya akan semakin berkembang dan semakin sempurna maknanya ketika berlangsungnya interaksi
Untuk itu siswa tunarungu dan gurunya ini dalam interaksi menggunakan bahasa tubuh. makna bahasa tubuhnya didapatkan dari hasil pertukaran simbol yang terjadi dalam proses interaksi
tersebut yang mana simbol-simbolnya
diciptakan sendiri saat proses interaksi berlangsung. Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti dilapangan makna bahasa tubuh siswa Tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung ini tidak jauh berbeda dengan bahasa tubuh gurunya yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Melalui bahasa tubuhlah siswa tunarugu melakukan interaksi dengan orangorang disekitarnya dan terutama dengan gurunya, bahasa tubuh di SLB B Negeri Cicendo Bandung tidak dapat di kategorikan sebagai bahasa satu-satunya kaum tunarungu karena merekapun belajar berkomunikasi dengan sistem oral atau membaca ujaran atau kata-kata yang keluar dari lawan bicaranya dengan membaca gerakan bibirnya